BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum setiap individu membutuhkan pendidikan. Tahapan. pendidikan formal yang ditempuh setiap individu adalah TK-SD-SMP-SMA-

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dibutuhkan bagi peningkatan dan akselerasi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Alat Ukur Planned Behavior

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. terstruktur, di samping penguasaan alat belajar. Dengan demikian, pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

Bab I PENDAHULUAN. belajar selama 12 tahun dimanapun mereka berada, baik di desa maupun di kota

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA Nomor : 478/SK/R/UI/2004 TENTANG EVALUASI KEBERHASILAN STUDI MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana

STANDAR PENILAIAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang memiliki beragam kebutuhan, dan setiap

INSTRUKSI KERJA PERWALIAN FAKULTAS PSIKOLOGI

SOSIALISASI PANDUAN AKADEMIK PROGRAM STUDI AKUNTANSI FE - UST TAHUN AKADEMIK 2015/2016

PERATURAN SEKOLAH TINGGI INFORMATIKA & KOMPUTER INDONESIA No. 283/ BAAK.31/ STIKI/ P/ VI/ tentang PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BIDANG AKADEMIK. Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Koperasi. Tahun Disampaikan dalam Sosialisasi Pedoman Perilaku dan Sistem Perkuliahan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil FPTK UPI, banyak yang menyelesaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan formal maupun nonformal. mempermudah mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data dari Badan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR: 263/SK/R/UI/2004. Tentang PENYELENGGARAAN PROGRAM DOKTOR DI UNIVERSITAS INDONESIA

STANDARD OPERATING PROCEDURE PEMBIMBINGAN AKADEMIK

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB II SISTEM PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perguruan tinggi di Bandung sudah sangat banyak, sehingga

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA NOMOR : 176/SK/UNISNU/XII/2014 TENTANG : PEDOMAN EVALUASI KEBERHASILAN STUDI MAHASISWA

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR: 263 /SK/R/UI/2004 Tentang PENYELENGGARAAN PROGRAM DOKTOR DI UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I Pendahuluan. Menengan Atas (SMA) saat beralih ke perguruan tinggi. Pada jenjang SMA untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diatasi. Masalah yang banyak terjadi didalam organisasi diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. Multi Level Marketing (MLM). Sudah lebih dari sepuluh jenis multi level yang

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. yang kini lebih dikenal sebagai KKNI (Kurikulum Berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

1. Skripsi. 2. Seminar Proposal Skripsi

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Model Theory of Reason Action (TRA) (Sumber : Fishbein dan Ajzen 1975)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Bab 2. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pendidikan sangat penting. Hal ini disebabkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi dan membanjirnya informasi.

Lampiran SK Rektor No. 297/SK/K01/PP/2009. Peraturan Akademik Institut Teknologi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I PENDAHULUAN. menggolongkan perbedaan antara jenis obat psikotropika dan obat narkotika, serta

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

LAMPIRAN I KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai warga negara perlu mengembangkan diri untuk dapat hidup

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR: 013/SK/R/UI/2006 TENTANG PENATAAN PENYELENGGARAAN PROGRAM EKSTENSI DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

PANDUAN Tugas Akhir (TA)/Uji Kompetensi (UKOM)

Proses Belajar Mengajar Sistem Komputer Undip

BAB I PENDAHULUAN. non-formal dan informal. Setiap jenis pendidikan tersebut memiliki tujuan yang

Permenristek Dikti No. 44 Tahun 2015 (Standar Mutu PT) Pedoman Akademik. Panduan- Panduan SOP

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika perusahaan semakin menuntut kemampuan dan kompetensi karyawan. Salah satu kompetensi karyawan yang diharapkan adalah melalui jenjang pendidikan yaitu lulusan Strata satu (S1). Dengan pendidikan S1, individu diharapkan memiliki lebih banyak kemampuan dan kompetensi sesuai bidang yang dipilih. Tidak heran jika saat ini Perguruan Tinggi menjadi tujuan yang banyak diminati setelah lulus SMU. Memasuki jenjang perkuliahan, individu mengalami banyak perubahan terutama jika dibandingkan dengan jenjang pendidikan sebelumnya. Hal ini dapat mempengaruhi penghayatan individu terhadap status barunya. Saat SMU, individu terbiasa menerima banyak bimbingan dan pengarahan (misalnya dalam cara belajar di kelas) maka pada jenjang Perguruan Tinggi individu dituntut lebih mandiri baik dalam kegiatan perkuliahan maupun kegiatan sehari-harinya. Dengan perkataan lain pada jenjang Perguruan Tinggi individu mulai memasuki struktur pendidikan yang sifatnya lebih impersonal serta semakin beragam dan luasnya interaksi dengan lingkungan sehingga semakin menuntut penyesuaian agar dapat manghadapi perubahan yang dialami (John W. Santrock, 2002). Hal ini membuat individu (dalam hal ini mahasiswa) lebih banyak terlibat dalam kegiatan yang memerlukan cara berpikir lebih mandiri seperti dalam pengambilan keputusan. 1

2 Perubahan-perubahan yang terjadi erat kaitannya dengan perubahan yang terjadi berikutnya yaitu setelah mahasiswa lulus sebagai sarjana. Setelah lulus kuliah, individu diharapkan untuk mengaplikasikan ilmunya di dalam dunia kerja. Dengan demikian, Perguruan Tinggi dapat dianggap sebagai jenjang pendidikan yang dekat dengan dunia kerja sehingga diharapkan dapat mempersiapkan peserta didiknya untuk dapat bertahan dalam bekerja. Perusahaan yang memerlukan tenaga sarjana pada umumnya menuntut syarat-syarat umum yang harus dipenuhi seperti usia, pengalaman, keterampilan lain (selain bidang ilmu), kemampuan bekerja maupun prestasi minimum yang harus dipenuhi. Untuk usia, biasanya antara 25 tahun sampai (maksimal) 28 tahun. Pengalaman dan kemampuan bekerja biasanya disesuaikan dengan bidang pekerjaan dan jabatan yang dipilih seperti minimal memiliki pengalaman bekerja selama dua tahun dan mampu bekerja dalam team. Sementara untuk prestasi, biasanya dipersyaratkan memiliki indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal 2.75-3.00. Untuk menjawab tantangan dunia kerja, berbagai Perguruan Tinggi semakin gencar meningkatkan usaha untuk memperbaiki kualitasnya. Universitas X merupakan salah satu universitas swasta yang cukup dikenal dan cukup diminati di kota Bandung. Dengan mengikuti perkembangan dan tuntutan dunia kerja, Universitas X pun memperbanyak jumlah fakultas maupun jurusannya. Saat ini, Universitas X memiliki tujuh fakultas dengan dua puluh jurusan di dalamnya. Salah satu fakultas yang cukup dikenal dan telah berdiri cukup lama (sejak tahun 1965) adalah Fakultas Psikologi yang ditandai dengan peminat yang terus bertambah dan diperkuat juga dengan predikat akreditasi A.

3 Pada tahun ajaran 2005/2006, Fakultas Psikologi menerima 196 mahasiswa. Saat ini mahasiswa angkatan 2005 memasuki tahun ketiga perkuliahan sehingga diharapkan mereka lebih mengenal suasana kampus maupun mata kuliah yang diambil. Jika pada tahun pertama mata kuliah yang dikontrak berkisar pada Mata Perkuliahan Umum (MKU) maka memasuki tahun ketiga, mata kuliah yang diambil sudah lebih mengarah pada bidang yang berkaitan secara khusus dengan psikologi dan mahasiswa sudah mulai dipersiapkan untuk mengambil mata kuliah Usulan Penelitian (sebagai prasyarat skripsi) untuk semester berikutnya dengan persyaratan sudah menempuh 121 SKS. Pada kenyataannya, di antara 196 mahasiswa, 30.6 % (60 orang) di antaranya memiliki IPK kurang dari 2,5 dan 20 orang di antaranya memiliki IPK kurang dari 2,0 (Tata Usaha Fakultas Psikologi X ). Selama kuliah, IPK dianggap sebagai patokan hasil belajar dan tanda prestasi mahasiswa. Memasuki dunia kerja, IPK dapat dilihat sebagai akses masuk untuk dapat lolos persyaratan prestasi yang diminta perusahaan. Dengan kelancaran perolehan IPK selama kuliah secara tidak langsung dapat memenuhi syarat usia minimum dari perusahaan. Hal ini berkaitan dengan jatah SKS (Satuan Kredit Semester) yang dapat ditempuh mahasiswa sesuai dengan IPK karena penentuan beban studi per semester didasarkan atas IPK yang diperoleh. IPK > 3.00 dapat mengikuti sejumlah mata kuliah dengan jumlah SKS 22-24. IPK 2,55-2.99 dapat mengambil 19-22 SKS. IPK 2,0-2,49 dapat mengambil 16-18 SKS. IPK 1,50-1,99 dapat mengambil 13-15 SKS. Sementara IPK kurang dari 1,50 hanya dapat mengambil 12 SKS (Buku Panduan Mahasiswa Universitas X ).

4 Semakin kecil IPK yang dicapai mahasiswa, jumlah SKS yang dapat diambil di semester berikutnya pun akan berkurang. Dengan demikian, semakin sedikit juga jumlah mata kuliah yang diambil sehingga dapat memperpanjang masa perkuliahan dan kelulusan mahasiswa. Idealnya, mahasiswa S1 dapat menyelesaikan studi dalam waktu delapan semester. Hal ini diasumsikan, jika mahasiswa dapat terus mengambil sejumlah SKS setiap semester sesuai dengan ketentuan per semester. Hasilnya, mahasiswa dapat lulus tepat waktu dan memenuhi persyaratan usia dari perusahaan. Syarat lain yang ditentukan untuk kelulusan adalah memperoleh IPK di atas 2,0 karena mahasiswa dengan IPK di bawah 2,0 tidak diperkenankan mengikuti sidang sarjana. Padahal bukan hanya tuntutan akademik saja yang harus dipenuhi mahasiswa, biaya pendidikan yang semakin tinggi juga seharusnya menjadi perhatian mahasiswa. Untuk itu, jika mahasiswa ingin lulus sebagai sarjana dengan tepat waktu dan IPK yang tinggi, diperlukan usaha dan kesungguhan dalam mengikuti perkuliahan. Jadi, perolehan IPK yang dapat memenuhi standar penerimaan (2,75-3,00) tenaga kerja di perusahaan seharusnya menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan. Fakultas Psikologi memiliki proses belajar mengajar yang cukup variatif yaitu perkuliahan yang berisi penyampaian teori, praktikum, sertifikasi dan praktek kerja lapangan (PKL). Kegiatan perkuliahan ini tentunya disesuaikan dengan SAP (Satuan Acara Pembelajaran) yang dibuat staf pengajar. Pada umumnya, SAP dibuat dengan tujuan agar mahasiswa memiliki pemahaman tentang teori yang diberikan, termasuk di dalamnya untuk mengetahui,

5 menguraikan, menjelaskan sampai pada akhirnya dapat menggambarkan dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari (Tata Usaha Fakultas Psikologi X ). Dengan materi perkuliahan yang disusun sedemikian rupa, mahasiswa dapat belajar secara bertahap. Pada kenyataannya, seringkali mahasiswa langsung menghafalkan materi tanpa mengolahnya lebih mendalam sehingga tujuan pemberian materi kuliah seakan tidak tercapai dan akibatnya, mahasiswa memperoleh nilai yang kurang optimal. Dengan tuntutan mata kuliah yang diberikan serta tujuan jangka panjang di dunia kerja yang diinginkan, mahasiswa diharapkan dapat memiliki suatu metode/ cara belajar tersendiri. Selain itu diperlukan juga strategi maupun perencanaan untuk dapat menghasilkan IPK yang memadai. Berdasarkan wawancara dengan dosen wali diketahui, pada umumnya mahasiswa yang memiliki IPK kurang dari 2,0 senang dengan suasana kampus namun kurang bersemangat dan merasa malas untuk datang ke kampus. Mereka merasa kurang berminat untuk mengejar ketinggalannya karena menganggap apa pun usaha yang dilakukan hasilnya sama saja. Mereka merasa usaha yang dilakukan menjadi sia-sia. Rasa malas pun sering membuat mahasiswa menjadi terlambat bangun pagi sehingga terlambat juga mengikuti perkuliahan. Hal ini semakin memperkuat alasan mereka untuk tidak menghadiri kuliah dan akhirnya tidak dapat memenuhi kriteria untuk lulus. Kehadiran secara formal di kampus dalam arti kehadiran mengikuti kegiatan kuliah pun menjadi berkurang sehingga informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kuliah juga berkurang. Sebaliknya, mahasiswa yang menghadiri kegiatan perkuliahan secara teratur hanya bertujuan untuk memenuhi daftar

6 presensi dan enggan terlibat secara aktif dalam kegiatan kuliah itu sendiri. Keadaan-keadaan ini membuat mereka menjadi kurang bersemangat dalam menghadapi perkuliahan dan berjuang di dalamnya. Sementara mahasiswa dengan IPK 2,00-2,5 pada umumnya merasa cukup aman karena tidak disebut sebagai mahasiswa nasakom (nasib satu koma) sehingga kurang menunjukkan ketergugahan untuk dapat meningkatkan IPK nya walau merasa IPK yang diperoleh masih belum memuaskan. Untuk itu, dosen wali telah mengusahakan untuk memanggil mahasiswa yang bersangkutan untuk membicarakan mengenai kesulitan dan cara mengatasiya. Namun seringkali mahasiswa mengatakan ya tapi tidak melaksanakannya. Berdasarkan wawancara peneliti dengan 33 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas X yang memiliki IPK kurang dari 2,5, diketahui bahwa semua mahasiswa ingin terus mengikuti perkuliahan sampai meraih gelar S.Psi (Sarjana Psikologi). Untuk dapat mencapai goal tersebut diperlukan suatu strategi. Tahap awal yang akan dilakukan adalah bagaimana mahasiswa dapat melewati satu semester dengan lebih banyak mata kuliah yang memenuhi kriteria untuk lulus. Untuk itu diperlukan upaya yang bertujuan agar mahasiswa memiliki pemahaman yang lebih baik lagi mengenai pentingnya mengikuti perkuliahan dengan teratur dan turut terlibat di dalamnya sebagai suatu proses dalam mencapai niat berperilaku belajar yang dapat menunjang prestasi. Wawancara yang dilakukan terhadap 33 mahasiswa yang memiliki IPK kurang dari 2,5 menunjukkan, 85 % mahasiswa (28 orang) mengungkapkan mereka masih belum puas, merasa kecewa dengan IPK yang dimiliki dan merasa sulit untuk dapat mengejar IPK yang lebih

7 baik lagi. Berbeda dengan 12 % mahasiswa (4 orang) yang mengatakan kurang puas dengan IPK yang diperoleh dan ingin meningkatkan IPK lagi. Sementara 3% (1 orang) mengatakan pada dasarnya bersyukur tapi masih ingin meningkatkannya lagi. Data tersebut menunjukkan bahwa keinginan mahasiswa untuk memperbaiki IPK bukan hanya ditentukan oleh keinginan untuk lulus saja. Keinginan yang dimiliki perlu juga diimbangi usaha mahasiswa terutama jika mengingat materi perkuliahan yang diberikan bukan hanya bertujuan agar mahasiswa dapat menghafal saja melainkan agar mahasiswa dapat mengaplikasikannya. Ketika individu ingin melakukan sesuatu, ia harus memiliki tujuan yang ingin dicapai dan disertai perencanaan untuk melakukannya. Dalam pencapaian tujuannya individu perlu memiliki suatu niat (intention) yang kuat. Kuat lemahnya niat, dapat dipengaruhi oleh hal-hal dari dalam maupun luar diri. Jika mahasiswa menyenangi usaha yang dilakukan untuk memperbaiki IPK karena tahu keuntungan yang dapat diperoleh, sikapnya terhadap niat untuk hadir di perkuliahan dan turut terlibat di dalamnya menjadi favorable (attitude toward the behavior). Namun, dalam pencapaian tujuannya mahasiswa juga perlu menghayati ada tidaknya tuntutan dari lingkungan yang dirasakan (subjective norms). Selain itu, mahasiswa juga perlu meyakini bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengikuti perkuliahan dengan teratur (perceived behavior control). Ketika mahasiswa memiliki keyakinan dapat mengikuti kegiatan perkuliahan, ia mengetahui kemampuan maupun kesempatan yang dapat dimiliki.

8 Hal ini dapat memperkuat kontrol atas perilakunya sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku yang akan ditampilkan. Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner mengenai pentingnya kesungguhan mengikuti kegiatan perkuliahan yang disusun berdasarkan teori planned the behavior dari Icek Ajzen, diketahui bahwa determinan perceived behavior control (r= 0.501) dan attitude the behavior control (r= 0.324) berpengaruh terhadap intention mahasiswa untuk mengikuti kuliah dengan sungguh-sungguh. Selain itu, diketahui juga bahwa determinan attitude toward the behavior dan perceived behavioral control memiliki korelasi sebesar 0.76. Artinya, semakin tinggi penghayatan mahasiswa akan kemampuannya mengikuti kegiatan perkuliahan secara teratur, sikapnya juga semakin favorable dan sebaliknya. Berdasarkan data pada 33 mahasiswa yang memiliki IPK di bawah 2,5 diketahui 62 % (20 mahasiswa) memiliki perceived behavioral control yang rendah dan 38 % (13 mahasiswa) yang memiliki perceived behavioral control tinggi. Dengan data-data yang telah terkumpul dapat tergambar bahwa perceived behavioral control memberikan pengaruh yang besar terhadap apakah mahasiswa dapat mengikuti kegiatan perkuliahan atau tidak. Dalam teori planned the behavior (2000), perceived behavioral control itu sendiri dapat digunakan sebagai prediksi perilaku. Untuk itu, kesungguhan dalam menghadiri perkuliahan untuk mencapai kelulusan, memerlukan usaha yang lebih dari sekedar datang kuliah dan memenuhi syarat kehadiran. Mahasiswa perlu diharapkan dapat hadir secara fisik dan mental saat mengikuti kegiatan perkuliahan. Menurut John Backhurst,

9 komitmen dan kematangan sebagai mahasiswa dapat terlihat melalui terpenuhinya presensi (kehadiran) melalui kegiatan kuliah dan praktikum serta terselesaikannya tugas tepat waktu. Kehadiran mahasiswa di kelas pun menuntut mahasiswa untuk mencatat materi perkuliahan dan bertanya mengenai kesulitan yang dirasakan (http://lorien.ncl.ac.uk/ming/dept/tips/study/goodstudy.htm). Kenyataannya, pada mahasiswa yang memiliki IPK kurang dari 2,5, 30% (sepuluh mahasiswa) mengatakan belajar untuk ujian/quis adalah kegiatan kuliah yang terpenting, 24% (delapan mahasiswa) mengatakan datang ke perkuliahan secara teratur merupakan kegiatan kuliah yang terpenting, 15 % (lima mahasiswa) beranggapan mencari bahan-bahan perkuliahan lah kegiatan terpenting. Sementara itu, hanya 12 % (empat mahasiswa) yang menganggap memperhatikan dosen adalah kegiatan terpenting, 9% (tiga mahasiswa) yang mengatakan mencatat bahan-bahan perkuliahan selama di kelas, 6% (dua mahasiswa) mengatakan mengerjakan tugas yang diberikan pada setiap mata kuliah adalah kegiatan yang terpenting dan 3 % (satu mahasiswa) yang menganggap bertanya saat kuliah berlangsung adalah yang terpenting. Dengan hasil wawancara di atas dapat digambarkan bahwa pada umumnya kegiatan selama berada di dalam kelas belum menjadi fokus perhatian mahasiswa. Mahasiswa lebih mengandalkan kehadiran secara fisik. Padahal dengan mencatat sendiri bahan perkuliahan ataupun memperhatikan dosen saat di kelas, secara tidak langsung mahasiswa mengolah materi yang diberikan dan terjadi proses pembelajaran. Dengan demikian, kehadiran mahasiswa di kelas bukan hanya memenuhi kewajiban untuk hadir tapi mahasiswa mengetahui perilaku spesifik yang akan dilakukan.

10 Menurut mahasiswa, terdapat beberapa hal yang menjadi penghambat dalam menghadapi kuliah di Fakultas Psikologi yaitu: rasa malas (8 orang), materi yang yang terlalu banyak hafalan, sulit dan banyak menggunakan bahasa Inggris (16 orang), kuliah yang terlalu pagi (2 orang), kesulitan dalam menyelesaikan tugas (3 orang), dosen yang sulit memberikan nilai tinggi (2 orang) dan faktor teman (1 orang). Sementara satu orang sisanya mengatakan tidak merasakan hambatan yang berarti. Berdasarkan data di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa mahasiswa dapat saja menghayati berbagai hambatan baik dari dalam maupun luar diri dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Namun demikian, mahasiswa juga memerlukan keyakinan untuk dapat mengontrol hambatan yang dihayati dengan menghayati juga kemampuan yang dimiliki utnuk dapat mengatasinya. Menurut teori planned behavior (Icek Ajzen, 2005), keyakinan untuk dapat mengikuti kegiatan perkuliahan dengan didasari oleh persepsi akan mudah/sulitnya melakukan hal tersebut dikenal dengan istilah perceived behavioral control. Dengan perceived behavioral control yang dimiliki, mahasiswa diharapkan dapat mengikuti kegiatan perkuliahan dengan teratur. Agar perilaku menghadiri kegiatan perkuliahan dapat terlaksana, diperlukan ketergugahan mahasiswa bahwa mengikuti kegiatan perkuliahan adalah suatu kebutuhan sebagai seorang mahasiswa. Suatu kebutuhan dapat muncul jika terdapat masalah yang melatarbelakanginya sehingga diperlukan intervensi sebagai pemecahannya. Pada mahasiswa angkatan 2005, dosen wali telah membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk berkonsultasi mengenai masalah yang mengganggu terutama jika berkaitan dengan masalah akademik.

11 Namun tidak semua mahasiswa memanfaatkan kesempatan yang diberikan. Kendala kesesuaian waktu dengan dosen wali maupun kesediaan mahasiswa itu sendiri untuk berkonsultasi menjadi penyebab sulitnya intervensi konsultasi dengan dosen wali menjadi terlaksana. Untuk itu, diperlukan intervensi lain untuk membantu mahasiswa memiliki ketergugahan mengikuti kegiatan perkuliahan seperti dalam membentuk pelatihan. Menurut Bramley (1996) pelatihan adalah pengembangan yang sistematis atas pola sikap pengetahuan/ keterampilan/ perilaku secara individual untuk menampilkan suatu tugas atau pekerjaan yang diberikan dengan tepat. Berdasarkan data-data yang diperoleh diketahui bahwa perceived behavior control paling berpengaruh terhadap peningkatan intention untuk mengikuti kegiatan perkuliahan. Sesuai dengan pemahaman untuk dapat melakukan perilaku yang bertujuan (intention) diperlukan pemahaman mengenai mudah/sulitnya untuk melakukannya maka mahasiswa memerlukan perencanaan agar perilakunya dalam menghadiri perkuliahan bermakna dan memiliki tujuan. Jika mehaqsiswa hanya membuayt rencana dan tidak berupaya melakukannya, masalah yang dialami tetap saja tidak berubah. Mahasiswa memerlukan niat (intention) sebagai komitmen sebelum melakukan perilaku menghadiri kegiatan perkuliahan. Oleh karenanya, peneliti tertarik untuk merancang suatu modul pelatihan My Commitment yang diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan perceived behavioral control mahasiswa angkatan 2005 yang memiliki IPK kurang dari 2,5 untuk mengikuti kegiatan perkuliahan.

12 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah: Akan dibuat uji coba rancangan pelatihan My Commitment dengan tujuan membantu mahasiswa angkatan 2005 yang memiliki IPK kurang dari 2,5 untuk meningkatkan perceived behavioral control dalam mengikuti perkuliahan dengan teratur. 1.3 MAKSUD, TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran perceived behavioral control mahasiswa angkatan 2005 yang memiliki IPK kurang dari 2,5 sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan perceived behavioral control. 1.3.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pelaksanaan pelatihan My Commitment yang diberikan pada mahasiswa/i Fakultas Psikologi angkatan 2005 yang memilki IPK kurang dari 2,5 terhadap peningkatan perceived behavior control dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Berdasarkan hasil tersebut, akan dibuat evaluasi untuk memperbaiki rancangan modul.

13 1.3.3 Kegunaan Penelitian 1.3.3.1 Kegunaan Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan terutama yang berkaitan dengan pemahaman kegiatan perkuliahan mahasiswa dan hal-hal yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi mahasiswa Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu psikologi pendidikan terutama yang berkaitan dengan pemahaman mengenai hal-hal yang melatarbelakangi munculnya suatu perilaku Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi peneliti lain terutama bidang psikologi terapan yang tertarik untuk melakukan pengembangan penelitian lanjutan dan pengembangan pelatihan yang berdasar pada teori planned behavior. 1.3.3.2 Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif modul pelatihan untuk meningkatkan perceived behavioral control mahasiswa/i angkatan 2005 khususnya yang memiliki IPK kurang dari 2,5 di Fakultas Psikologi X untuk mengikuti kegiatan perkuliahan. Bagi dosen wali, penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai perceived behavioral control pada mahasiswa sehingga

14 diharapkan dapat membantu mengarahkan mahasiswa dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat membantu pengenalan diri akan kemampuan dan kesempatan yang dimiliki untuk dapat mengikuti kegiatan perkuliahan sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan perilaku ketika menghadiri kegiatan perkuliahan. 1.4 METODOLOGI Penelitian ini mencoba membuat rancangan pelatihan yang diberikan pada mahasiswa/i Fakultas Psikologi angkatan 2005 yang memiliki IPK kurang dari 2,5. Rancangan penelitian yang digunakan adalah non experimental pretestposttest design sehingga akan diukur perbedaan perceived behavioral control sebelum dan sesudah pelatihan melalui alat ukur yang dibuat berdasakan teori Planned Behavior (Ajzen, 2005).. Data yang diperoleh, diolah secara kuantitatif (uji beda) dan kualitatif sehingga hasilnya diharapkan dapat digunakan untuk membuat evaluasi untuk memperbaiki progran yang akan datang. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Analisis kebutuhan pelatihan Merancang program pelatihan My Commitment Melaksana kan pelatihan My Commitment Mengolah data secara kuantitatif (uji beda) dan kualitattif Membuat evaluasi untuk memperbaiki program yang akan datang