IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

Biodiesel Dari Minyak Nabati

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biodiesel merupakan sumber energi alternatif terbarukan (Hanna, 1999) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

PEMANFAATAN ABU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI KATALIS BASA PADA REAKSI TRANSESTERIFIKASI DALAM PEMBUATAN BIODIESEL

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

Ind. J. Chem. Res, 2013, 1, COW s FAT PROCESSING TO BIODIESEL BY NaOH AS CATALYST IN METHANOL

Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana)

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku CPO Menggunakan Reaktor Sentrifugal dengan Variasi Rasio Umpan dan Komposisi Katalis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH STIR WASHING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

Pembuatan produk biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan Transesterifikasi

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

BAB III RENCANA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang 2

4 Pembahasan Degumming

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.

Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP M FIKRI FAKHRUDDIN NRP Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP.

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...ii. KATA PENGANTAR...vi. DAFTAR ISI...viii. DAFTAR GAMBAR...xii. DAFTAR TABEL...xiv. DAFTAR LAMPIRAN...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak kelapa yang telah dilakukan dalam penelitian ini seperti terlihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Karakteristik Minyak Kelapa sebagai Bahan Baku dalam Pembuatan Cocodiesel NO Karakteristik Satuan Nilai 1 Kandungan asam lemak bebas (ALB) % 0,656 2 Kandungan air % 0,152 3 Massajenis kg/m^ 923,4 4 Viskositas kinematik Mm^/s 10,29 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa minyak kelapa yang digunakan merupakan bahan baku cocodiesel yang cukup baik karena memiliki kadar ALB rendah (<1 %). Dengan demikian tidak diperlukan perlakuan pendahuluan (netralisasi atau esterifikasi) dan minyak dapat langsung direaksikan dengan metanol untuk menghasilkan cocodiesel. Demikian juga dengan kadar air sebesar 0,152%, kadamya berada dibawah batas maksimum yang diizinkan (0,5%) sehingga tidak diperlukan treatment untuk mengurangi kadar air dalam minyak tersebut. Namun, dalam pelaksanaan penelitian ini tetap dilakukan pemanasan minyak terlebuh dahulu hingga diatas titik didih air (±105 C) sebelum direaksikan dengan metanol. Hal ini bertujuan agar kadar air dapat serendah mungkin di dalam campuran yang bereaksi sehingga jumlah sabun yang terbentuk dapat diminimalisasi. 4.2 Pengaruh Variabel Penelitian terhadap Yield Cocodiesel 4.2.1 Pengaruh Waktu Reaksi Metanolisis terhadap Yield Cocodiesel Reaksi metanolisis minyak nabati dilaporkan dapat berlangsung dalam range waktu antara 20 menit hingga di atas 1 jam (Gerpen, 2004). Lamanya waktu reaksi metanolisis tergantung dari mutu minyak. Minyak yang bermutu rendah membutuhkan waktu reaksi yang lebih lama dibandingkan minyak bermutu 18

standar (Prihandana et.al, 2006).Grafik yang menunjukkan pengaruh variasi waktu metanolisis terhadap j/ew cocodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.1. Waktu (Jam) Gambar 4.1 Pengaruh Variasi Waktu Metanolisis terhadap Yield Cocodiesel pada Suhu 60 C, Konsentrasi Katalis 2% dan Rasio Molar Metanol- Minyak 6:1. Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa waktu reaksi metanolisis yang optimum adalah 1,5 jam dengan j/ew cocodiesel sebesar 57,58%. Pada saat waktu reaksi dilangsungkan selama 2,0-3,0 jam, akan dihasilkan emulsi yang semakin banyak dan yield cocodiesel menurun. Menurut Huaping et.al (2006) dalam Wahyuni (2008 ), emulsi tersebut merupakan sabun yang terbentuk dari reaksi penyabunan sehingga dapat meningkatkan viskositas produk (cocodiesel) serta mempengaruhi proses pemumian. 4.2.2 Pengaruh Suhu Reaksi Metanolisis terhadap Yield Cocodiesel Metanolisis trigliserida yang dikatalisis oleh alkali biasanya dilakukan pada temperatur mendekati titik didih metanol (64,6 C). Namun beberapa peneliti melaporkan bahwa metanolisis dapat dilakukan pada temperatur kamar (Zahrina, 2000). Grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu reaksi metanolisis terhadap j/ew cocodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.2. 19

45 -.. 'I 40 I - T ^ ^ -T 1 i 30 40 50 60 70 80 90 Suhu CQ Gambar 4.2 Pengaruh Variasi Suhu Metanolisis terhadap Yield Cocodiesel pada Waktu Reaksi 1,5 jam, Konsentrasi katalis 2% dan Rasio Molar Metanol-Minyak 6:1. Dari Gambar 4.2 menunjukkan bahwa suhu reaksi metanolisis minyak kelapa yang optimum adalah 60 C dengan yield cocodiesel sebesar 71,40%. Dari gambar tersebut terlihat bahwa reaksi metanolisis yang dilangsungkan pada suhu di atas 60''C akan dihasilkan cocodiesel dengan jumlah yang semakin kecil. Pada suhu 70 C dan 80 C, masing-masing yield cocodiesel yang dicapai adalah sebesar 57,32% dan 54,44%. Hal ini disebabkan karena kedua temperatur tersebut berada di atas titik didih metanol, sehingga jumlah metanol yang digunakan untuk reaksi metanolisis semakin berkurang karena telah menguap. Sedangkan jika suhu reaksi berada di bawah 50 C, yang dihasilkan masih sedikit. Menurut Kapilakam (2007), yield cocodiesel yang masih sedikit tersebut disebabkan karena reaksi metanolisis belum berlangsung secara sempuma sehingga minyak belum banyak terkonversi menjadi cocodiesel. 4.2.3 Pengaruh Konsentrasi Katalis terhadap Yield Cocodiesel Grafik yang menunjukkan pengaruh variasi konsentrasi katalis terhadap yield cocodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.3. 20

30-20 - 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Konsentrasi Katalis (%) Gambar 4.3 Pengaruh Variasi Konsentrasi Katalis terhadap Yield Cocodiesel pada Suhu 60 C, Waktu Reaksi 1,5 Jam dan Rasio Molar Metanol- Minyak 6:1. Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa konsentrasi katalis yang optimum adalah 2% dengan yield cocodiesel sebesar 73,34%. Pada Gambar tersebut juga terlihat bahwa penambahan jumlah katalis setelah dicapai kondisi optimum (2%) tidak mengakibatkan yield cocodiesel meningkat, justru akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena, penggunaan katalis yang berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya emulsi berlebihan akibat reaksi penyabunan. Menurut Yoeswono et. al (2007), reaksi penyabunan tersebut akan mengambil sejumlah metil ester yang telah terbentuk dan juga metil ester lainnya dimungkinkan terjebak dalam emulsi yang terbentuk. 4.2.4 Pengaruh Rasio Molar Metanol-Minyak terhadap Yield Cocodiesel Grafik yang menunjukkan pengaruh variasi rasio molar metanol-minyak terhadap yze/j cocodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.4. 21

80 70 - ^ 150-40 - 30-20 0.0 4:1 6:1 8:1 10:1 12:1 14:1 Gambar 4.4 Pengaruh Variasi Rasio Molar Metanol-Minyak terhadap Yield Cocodiesel pada Suhu 60 C, Waktu Reaksi 1,5 Jam dan Konsentrasi Katalis 2%. Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa peningkatan rasio molar metanol diikuti dengan meningkatnya yield cocodiesel yang dihasilkan hingga optimum pada rasio molar 8:1 dengan yield sebesar 75,02%. Pada Gambar tersebut juga terlihat bahwa terjadi penurunan ^v/e/j biodiesel pada rasio molar 10:1 dan 12:1. Hal ini disebabkan karena penggunaan metanol yang berlebihan akan meningkatkan pembentukan gliserol. Menurut Yitnowati et. al (2008), keberadaan gliserol yang tinggi dalam larutan alkil ester akan mendorong reaksi berbalik ke kiri membentuk monogliserida, sehingga yield alkil ester (cocodiesel) menjadi berkurang. 4.3 Pengujian Karakteristik Cocodiesel Untuk mengetahui kualitas cocodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini, maka dilakukan beberapa pengujian karakteristik dari cocodiesel tersebut. Selanjutnya, hasil pengujian tersebut dibandingkan dengan karakteristik biodiesel yang telah ditetapkan dalam SNI 04-7182-2006 seperti terlihat pada Tabel 4.2. 22

Tabel 4.2 Perbandingan Karalcteristik Biodiesel Hasil Penelitian (Cocodiesel) dengan Biodiesel Standar dalam SNI 04-7182-2006. Parameter Satuan Cocodiesel Standar Biodiesel Massajenis (40 C) kg/m' 860 850-890 Viskositas kinematik (40 C) Mm'/s 2,44 2,3-6,0 / Titik nyala T 110 / min. 100 Kadar air %-vojum 0,039 Max. 0,05 1 Angka setana - 65, 94 Min. 51 Angka iod griod/100 gr 6,35 Max. 115 Angka asam mg KOH/g 0,049 Max. 0,8 Dari Tabel 4.2 diatas terlihat bahwa cocodiesel yang dihasilkan dari penelitian merupakan energi altematif yang cukup baik. Sebagian besar karakteristik cocodiesel yang diuji berada dalam rentang standar yang ditetapkan. Cocodiesel dengan massa jenis 860 kg/m^ dapat menghasilkan pembakaran yang sempuma. Menurut Prihandana et. al (2006), biodiesel yang memiliki massajenis melebihi ketentuan akan menghasilkan reaksi pembakaran tidak sempuma. Sehingga akan meningkatkan emisi dan keausan mesin. Begitu juga dengan viskositas kinematik, dengan nilai 2,44 mm^/s dapat dikatakan cocodiesel ini mampu menghasilkan kinerja injektor mesin diesel dan atomisasi bahan bakar yang lebih baik. Hasil penelitian Diaz dan Galindo (2007), biodiesel dari minyak kelapa memiliki titik nyala 107''C. Namun dalam penelitian ini cocodiesel yang dihasilkan memiliki titik nyala 110 C. Hal ini menunjukkan bahwa bahan bakar ini aman, sehingga mudah dalam penyimpanan dan penanganannya. Demikian juga dengan kadar air yang cukup rendah, maka cocodiesel yang dihasilkan tidak akan terhidrolisis dan tidak menimbulkan korosif pada mesin diesel. Angka setana yang tinggi (65,94), menunjukkan bahwa cocodiesel dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah sehingga akan mudah terbakar di dalam silinder pembakaran mesin dan tidak terakumulasi (Prihandana, 2006). Selain itu, tingginya angka setana akan meningkatkan efisiensi pembakaran dan penghematan bahan bakar (Diaz dan Galindo, 2007). Angka iod cocodiesel yang dihasilkan juga sangat kecil, ha! ini menunjukkan bahwa sebagian besar cocodiesel disusun oleh asam lemak dengan rantai hidrokarbon jenuh. Menurut 23

Diaz dan Galindo (2007), bahan bakar mesin diesel yang ideal adalah bahan bakar yang merupakan rantai hidrokarbon jenuh seluruhnya. Angka asam yang dimiliki biodiesel dari minyak kelapa ini juga sangat rendah, hal ini berarti cocodiesel mengandung asam lemak bebas yang sangat sedikit. Dengan demikian, cocodiesel tersebut tidak bersifat korosif dan tidak membahayakan injektor mesin diesel. Sedangkan untuk mengidentifikasi campuran metil ester (cocodiesel) yang diperoleh dari reaksi metanolisis minyak kelapa, maka dilakukan analisis dengan menggunakan Gas Chromatography (GC). Kromatogram campuran metil ester (cocodiesel) dari minyak kelapa hasil analisa GC dapat dilihat pada Gambar 4.5. Sedangkan data puncak-puncak utama kromatogram biodiesel tersebut terdapat pada Tabel 4.3. Noffli. 1200000-1000000- tooooo 600000 400000 200000 IT jnfl Gambar 4.3 Kromatogram Campuran Metil Ester (Cocodiesel) dari Minyak Kelapa Tabel 4.3 Data Puncak-puncak Utama Kromatogram Cocodiesel (Metil Ester) dari Minyak Kelapa No. Waktu retensi Luas Area Metil Ester Puncak (menit) (%) (Biodiesel) 1 0,322 0,69466 metil kaproat 2 0,654 7,84177 metil kaprilat 3 2,070 5,87717 metil kaprat 4 4,401 41,02881 metil laurat 5 5,899 15,59048 metil miristat 6 7,229 7,18185 metil palmitat 7 8,255 5,71172 metil oleat 8 8,453 4,30482 metil linoleat 24

Kandungan metil ester dari cocodiesel pada masing-masing asam lemak ditentukan dari luas area masing-masing metil ester tersebut. Dari Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa cocodiesel sebagian besar disusun oleh metil ester dari asam lemak jenuh yaitu 88,23%. Oleh sebab itu, cocodiesel merupakan bahan bakar yang cocok untuk mesin diesel karena memiliki rantai hidrokarbon jenuh cukup besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Diaz dan Galindo (2007), bahwa bahan bakar mesin diesel yang ideal adalah bahan bakar yang merupakan rantai hidrokarbon jenuh seluruhnya. 25