DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

dokumen-dokumen yang mirip
CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

ANCAMAN BADAI MATAHARI

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

LEDAKAN MATAHARI PEMICU ANOMALI DINAMIKA ATMOSFER BUMI

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Raja Kerajaan Tata Surya

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

SEMBURAN RADIO MATAHARI SEBAGAI INDIKATOR CUACA ANTARIKSA

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg

ANALISIS ASOSIASI SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE III DENGAN FLARE SINAR-X DAN FREKUENSI MINIMUM IONOSFER

Variasi Pola Komponen H Medan Geomagnet Stasiun Biak Saat Kejadian Solar Energetic Particle (SEP) Kuat Pada Siklus Matahari Ke-23

KALIBRASI MAGNETOMETER TIPE 1540 MENGGUNAKAN KALIBRATOR MAGNETOMETER

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

ABSTRACT ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

Analisis Kejadian Corona Mass Ejection (CME) dan Solar Wind di Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang (KPG)

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen

STRUKTUR MATAHARI DAN FENOMENA SURIA

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

BAB III METODE PENELITIAN

KONDISI LINGKUNGAN ANTARIKSA Dl WILAYAH ORBIT SATELIT

Analisis Variasi Komponen H Geomagnet Pada Saat Badai Magnet

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

TELAAH MODEL NUMERIK MEKANISME TERJADINYA FLARE DI MATAHARI

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET REGIONAL INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Studi literatur ini dilakukan dengan menganalisis keterkaitan

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN VARIABILITAS IONOSFER DAN DAMPAKNYA PADA KOMUNIKASI RADIO DAN NAVIGASI BERBASIS SATELIT DI INDONESIA.

BAB I PENDAHULUAN. Subhan Permana Sidiq,2014 FAKTOR DOMINAN YANG BERPENGARUH PADA JUMLAH BENDA JATUH ANTARIKSA BUATAN SEJAK

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah.

GANGGUAN GEOMAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN MEDAN MAGNET ANTARPLANET YANG TERKAIT

ANALISIS SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II SEBAGAI PREKURSOR KEMUNGKINAN TERJADINYA BADAI MAGNET BUMI

PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI PADA KALA HIDUP SATELIT

cuaca antariksa fenomena Edisi Revisi sebuah persembahan dari Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

PENGARUH LINGKUNGAN PADA TEKNOLOGI WAHANA ANTARIKSA

MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER

ANALISIS PERUBAHAN VARIASI HARIAN KOMPONEN H PADA SAAT TERJADI BADAI MAGNET

PENGUAPAN KROMOSFER YANG TERKAIT DENGAN FLARE TANGGAL 13 MEI 2013 (CHROMOSPHERIC EVAPORATION RELATED TO THE MAY 13, 2013 FLARE)

PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DAN GEOMAGNET TERHADAP KETINGGIAN ORBIT SATELIT

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA

Analisis Distribusi Temperatur Atmosfer Matahari saat Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Palu, Sulawesi Tengah

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas

Anwar Santoso Peneliti Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa Pusat Sains Antariksa, Lapan

Anwar Santoso, Mamat Ruhimat, Rasdewita Kesumaningrum, Siska Fillawati Pusat Sains Antariksa

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

Gudang March 29 Permalink

BAB VII TATA SURYA. STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya.

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

PREDIKSI BINTIK MATAHARI UNTUK SIKLUS 24 SECARA NUMERIK

RESPON IONOSFER TERHADAP GERHANA MATAHARI 26 JANUARI 2009 DARI PENGAMATAN IONOSONDA

KLASIFIKASI DAN PERUBAHAN JUMLAH SUNSPOT DIAMATI DARI LABORATORIUM ASTRONOMI JURUSAN FISIKA FMIPA UM PADA BULAN AGUSTUS OKTOBER 2012

PENENTUAN RENTANG FREKUENSI KERJA SIRKUIT KOMUNIKASI RADIO HF BERDASARKAN DATA JARINGAN AUTOMATIC LINK ESTBALISHMENT (ALE) NASIONAL

Atmosf s e f r e B umi

Nizam Ahmad 1 dan Neflia Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 6 Maret 2014; Disetujui 14 Mei 2014 ABSTRACT

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

ANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007

AWAN MAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN KAITANNYA DENGAN GANGGUAN GEOMAGNET

Silabus IPA Fisika SMP dan MTs Jilid 3 1

Cahaya membawaku ke bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini, data harian yang diambil merupakan data sekunder

PENGARUH SINAR KOSMIK TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN TOTAL DAN AWAN ATAS WILAYAH INDONESIA DALAM PERIODE

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer

Transkripsi:

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN email: clara@bdg.lapan.go.id RINGKASAN Perubahan cuaca antariksa dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan bumi. Untuk mengantisipasi dan meminimalisasi dampak kerugian yang diakibatkan oleh variabilitas cuaca antariksa ini perlu diberikan informasi, baik berupa peringatan (nowcast) maupun prakiraan (forecast). Untuk dapat memberikan informasi semacam ini, diperlukan pemahaman yang baik pada kopling antara matahari, magnetosfer, ionosfer, dan atmosfer atas. Sebagai pemicu timbulnya variabilitas pada cuaca antariksa, matahari merupakan topik penting yang perlu dipahami dan diteliti untuk mengetahui proses yang terjadi di matahari dan bagaimana energi dan medan magnet ditransfer ke ruang antar planet dan ke ruang angkasa dekat bumi. 1 PENDAHULUAN Matahari secara terus menerus memancarkan partikel, radiasi, dan medan magnet ke ruang angkasa. Dalam keadaan aktif, pancaran radiasi dan partikel ini akan bertambah banyak, bahkan dapat bertambah secara impulsif. Oleh karena itu matahari mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan variabilitas pada cuaca antariksa. Cuaca antariksa (Space Weather) menunjukkan kondisi di matahari dan di angin surya, magnetosfer, ionosfer, dan termosfer yang dapat mempengaruhi kondisi dan kemampuan sistem teknologi, baik di ruang angkasa maupun landas bumi, dan dapat membahayakan kehidupan dan kesehatan manusia (US National Space Weather Program). Dalam angin surya terkandung partikel yang mempunyai kerapatan dan kecepatan tertentu yang akan sampai di bumi. Meskipun bumi terlindung dari cuaca antariksa berkat atmosfer dan medan magnet bumi, di ruang angkasa tidak ada tempat yang bebas dari cuaca antariksa. Badai antariksa dapat mengakibatkan kerusakan pada pesawat antariksa dan satelit, juga berakibat pada navigasi dan komunikasi. Ledakan hebat di matahari, yang dikenal sebagai flare dan lontaran massa korona (Coronal Mass Ejection/CME) mengakibatkan berbagai kerugian. Misalnya badai matahari pada bulan Oktober dan November tahun 2003, yang dikenal sebagai badai Halloween, mengakibatkan kegagalan komunikasi radio, dan rusaknya beberapa satelit serta rusaknya jaringan listrik di Swedia (Lang, 2006). Untuk mengantisipasi hal ini diperlukan informasi tentang cuaca antariksa, terutama untuk mengetahui sumber gangguan dan membuat koreksi-koreksi yang diperlukan, sehingga dapat meminimalisasi efek merugikan yang diakibatkan oleh cuaca antariksa ini. Informasi ini dapat terdiri dari peringatan (nowcast), yaitu peringatan setelah munculnya peristiwa di matahari yang potensial mengganggu lingkungan bumi, dan prakiraan (forecast) yang memberikan informasi tentang kondisi yang akan dihadapi termasuk rentang waktunya. Untuk memberikan informasi yang akurat tentunya diperlukan pemahaman mengenai perilaku cuaca antariksa dan penyebab- 1

Berita Dirgantara Vol. 10 No. 1 Maret 2009:1-7 penyebabnya. Pemahaman ini tentu saja melibatkan penelitian di berbagai topik penelitian yang terkait. Dalam tulisan ini akan ditinjau bidang-bidang penelitian yang penting untuk mencapai pemahaman tentang cuaca antariksa tersebut, terutama topik penelitian mengenai matahari, yang merupakan sumber gangguan pada cuaca antariksa. 2 PENELITIAN TERKAIT CUACA ANTARIKSA 2 Perhatian utama untuk penelitian terkait cuaca antariksa meliputi penelitian tentang matahari dan angin surya, magnetosfer, ionosfer, dan termosfer. Penelitian yang dilakukan meliputi usaha untuk memahami proses fundamental yang mempengaruhi kondisi matahari, angin surya, magnetosfer, ionosfer dan atmosfer, yang mengarah kepada kemampuan untuk memprakirakan cuaca antariksa. Kopling antardaerah di antara matahari bumi harus dipahami, didukung oleh penelitian teoritis untuk membangun modelmodel operasional. Penelitian cuaca antariksa dimulai dari matahari untuk memahami proses yang menyebabkan munculnya variabilitas aktivitas matahari. Pemahaman ini memerlukan studi mengenai dinamo matahari dan identifikasi prekursor aktivitas matahari, misalnya pembentukan daerah aktif dalam jangka pendek dan pembentukan polaritas medan magnet dalam jangka panjang. Penelitian juga dilakukan berkaitan dengan radiasi matahari yang mempunyai efek langsung pada bumi, yaitu pada panjang gelombang Ultra Violet (UV), Extreme Ultra Violet (EUV) dan sinar X lunak (Soft X-Ray/SXR) dan bagaimana variabilitas ini mempengaruhi kondisi ionosfer dan termosfer. Angin surya juga mempunyai pengaruh langsung pada kondisi magnetosfer bumi, sehingga sangat penting untuk mengetahui proses-proses yang menyebabkan naiknya kerapatan dan kecepatan angin surya serta gangguan-gangguan dan gelombang kejut (shock wave) yang ditimbulkan oleh flare dan lontaran masa korona (coronal mass ejection/ CME). Sementara itu kopling antara magnetosfer dengan bumi menghasilkan gangguan geomagnet. Kemampuan untuk memprakirakan gangguan geomagnet tergantung pada pemahaman tentang peranan magnetosfer, ionosfer, dan atmosfer netral (termosfer dan mesosfer) dalam mempengaruhi ruang angkasa. Penelitianpenelitian harus dilakukan untuk memahami transportasi, produksi, dan proses-proses yang menentukan tingkat fluks partikel pada saat badai dan saat tenang. Penelitian dalam bidang ionosfer dan termosfer akan meningkatkan kemampuan memprakirakan kondisi ionosfer yang tergantung pada pemahaman mengenai sifat-sifat ionosfer dan mekanisme yang mempengaruhi struktur kerapatan elektron, produksi, transportasi, dan mekanisme perubahan kerapatan elektron yang terkait. Mekanisme ini juga merupakan respon terhadap gangguan yang terjadi di geomagnet. Variabilitas harian ionosfer dan iregularitas kerapatan plasma dapat mempengaruhi propagasi gelombang radio. 3 PENELITIAN MATAHARI DAN ANGIN SURYA Cuaca antariksa bermula dari matahari, yang merupakan sumber radiasi dan partikel energetik yang memberikan pengaruh pada lingkungan bumi dan medium antar planet. Aktivitas matahari dapat mengubah radiasi dan partikel yang keluar dari matahari, dan berakibat pada perubahan di lingkungan bumi. Oleh sebab itu penelitian tentang matahari, termasuk angin surya yang terkait di dalamnya, merupakan penelitian yang merupakan dasar dalam memprakirakan cuaca antariksa.

Penelitian matahari itu sendiri mencakup beberapa aspek dalam matahari, baik aktivitas jangka pendek yang meliputi peristiwaperistiwa impulsif di matahari, maupun aktivitas jangka panjang yang membantu dalam pemahaman variasi jangka pendek. Berikut akan dipaparkan beberapa penelitian tentang aktivitas yang terjadi di matahari yang terkait dengan cuaca antariksa. 3.1 Flare dan Aktivitas Matahari Lainnya Dalam konteks pengetahuan tentang cuaca antariksa yang sangat penting adalah bagaimana memahami aktivitas matahari secara keseluruhan. Untuk itu diperlukan studi mengenai dinamo matahari, untuk memahami aktivitas matahari, dan pengetahuan tentang prekursor aktivitas matahari yang berguna untuk membuat prakiraan aktivitasnya. Studi mengenai dinamo ini meliputi studi mengenai dinamika energi magnet di korona dan peranan medan magnet dalam terbentuknya flare, sedangkan yang merupakan hasil dari proses dinamo di dalam matahari antara lain adalah bintik matahari, fakula, dan flare, yang muncul dari medan magnet yang terbentuk di bagian dalam matahari. Atmosfer matahari yang relatif tenang, dapat secara tiba-tiba meledak dengan energi yang luar biasa. Ledakan ini, yang disebut sebagai flare, akan mengisi tata surya dengan radiasi yang kuat dalam berbagai panjang gelombang, dari sinar X dan Extreme Ultra Violet (EUV) sampai pada gelombang radio. Flare dapat menghasilkan sejumlah besar partikel energetik. Bila partikel ini lepas ke ruang antar planet akan mengakibatkan peristiwa partikel energetik (Solar Energetic Particle/SEP). Secara skematik Gambar 3-1 memberikan gambaran mengenai pelepasan radiasi dan partikel dalam flare. Flare merupakan fenomena aktivitas matahari yang banyak dikenal dan dapat mempengaruhi cuaca antariksa secara signifikan. Radiasi dan partikel yang dipancarkan flare akan segera mencapai bumi dalam waktu 8 menit. Produk utama flare adalah lontaran massa serta pemanasan kromosfer sampai lebih dari 10 juta derajat Kelvin. Flare juga akan mengakibatkan naiknya radiasi Ultra Violet (UV), Extreme Ultra Violet (EUV), sinar X, atau semburan gelombang mikro, yang akan memanaskan dan mengionisasikan atmosfer atas bumi dan ionosfer. Variasi radiasi pada panjang gelombang pendek ini tergantung atau berkaitan dengan flare, evolusi daerah aktif, dan siklus aktivitas matahari. Jumlah kejadian flare bervariasi sesuai dengan siklus 11 tahun aktivitas matahari. Akan tetapi flare yang sangat besar sangat jarang terjadi, kira-kira hanya beberapa kali pada saat aktivitas matahari dalam tingkat maksimum. Akan tetapi flare yang kecil sangat sering muncul, bahkan mencapai puluhan dalam sehari pada saat puncak aktivitas matahari. Sampai saat ini belum ada penelitian yang dapat memprakirakan terjadinya flare dengan tepat. Kemampuan prakiraan flare akan mendukung pula kemampuan untuk memprakirakan radiasi matahari. Karena flare merupakan fenomena yang terkait dengan pelepasan energi magnet secara tiba-tiba, maka salah satu strategi yang dilakukan untuk prakiraan flare adalah dengan mengenali tandatanda terbentuknya energi flare (flare energy buildup) dan topologi medan magnet yang terkait dengan flare. Untuk mengetahui prekursor jangka pendek dilakukan penelitian mengenai proses-proses pembentukan daerah aktif dan flare, sedangkan untuk jangka panjang diperlukan penelitian mengenai pembentukan polaritas medan magnet. 3

Berita Dirgantara Vol. 10 No. 1 Maret 2009:1-7 Gambar 3-1: Model pelepasan energi dalam flare (kiri), yang menghasilkan partikel dan radiasi dalam berbagai panjang gelombang (Sumber: NASA s Cosmos) 3.2 Lontaran Massa Korona (CME) Ledakan matahari yang paling hebat adalah lontaran massa korona (CME). CME dapat membawa bilyunan ton material panas dan medan magnet ke ruang angkasa. Oleh sebab itu CME menjadi perhatian utama saat ini dalam penelitian mengenai matahari dan cuaca antariksa. CME adalah pemicu utama munculnya badai geomagnet yang kuat, karena CME dapat mengakibatkan naiknya kerapatan dan kecepatan angin surya. Demikian juga peristiwa lontaran proton dari matahari (solar proton events) yang teramati di dekat bumi terjadi karena partikel angin surya yang dipercepat oleh gelombang kejut antarplanet yang dipicu oleh CME. Berbeda dengan radiasi flare yang segera mencapai bumi setelah ledakan flare, partikel yang diakibatkan oleh CME dapat mencapai bumi dalam waktu 1 4 hari, sehingga efeknya dapat diprakirakan sebelum mencapai bumi. Gambar 3-2 memperlihatkan CME yang terjadi tanggal 27 Februari 2000. Pada awalnya, CME dianggap terjadi sebagai akibat ledakan flare. Akan tetapi dari penelitian berikutnya diperoleh bahwa tidak semua CME berkait dengan flare, bahkan ditemukan bahwa CME mempunyai kaitan yang lebih erat dengan ledakan materi dalam struktur yang melengkung di korona matahari. Struktur ini disebut sebagai prominens, bila tampak di tepi matahari, dan disebut sebagai filament, bila tampak di piringannya. Bentuk prominens ini diperlihatkan pada Gambar 3-3. Gambar 3-2: CME pada tanggal 27 Februari 2000 (Sumber: Solar and Heliospheric Observatory) 4

Gambar 3-3: Lengkungan prominens yang menghubungkan medan magnet di korona matahari (Sumber: NASA s Cosmos) Prakiraan cuaca antariksa akan lebih akurat dengan lebih mempelajari proses-proses di matahari yang menyebabkan CME dan mempelajari dampaknya pada medium antar planet berdasarkan tanda-tanda yang muncul di matahari serta pengamatan plasma angin surya, medan magnet, dan pengamatan partikel energetik. Gangguan di medium antar planet yang dipicu oleh CME selalu didahului oleh gelombang kejut (shocks) yang dapat mempercepat partikel dan sumber emisi radio. Gangguan ini juga seringkali disertai oleh medan magnet yang kuat. Karena gangguan-gangguan yang terjadi karena cuaca antariksa diawali dari matahari, maka perlu dilakukan monitor matahari secara terus menerus untuk memprakirakan terjadinya ledakan di matahari. Tujuan utama dari monitoring ini adalah untuk mengetahui aktivitas matahari sehingga dapat memprakirakan kapan matahari akan melepaskan energinya dan memprakirakan cuaca antariksa yang akan ditimbulkannya. Prakiraan cuaca antariksa tentunya akan mencakup perubahan medan magnet yang mendahului flare dan CME. Akan tetapi mengamati perubahan medan magnet saja tidak cukup, karena perubahan yang terjadi pada medan magnet tidak selalu diikuti oleh ledakan. Oleh sebab itu monitoring matahari secara terus menerus akan sangat membantu dalam mengenali tanda-tanda atau prekursor CME. Hal penting yang perlu diketahui juga adalah apakah materi yang dilontarkan dari matahari itu mengarah ke bumi. CME yang terlontar dari tepi piringan matahari tidak akan mempengaruhi bumi, tetapi akan membahayakan bagian lain di ruang angkasa. Lontaran massa akan mencapai bumi bila berasal dari sekitar pusat piringan matahari. Elektron berenergi tinggi yang menyertai flare akan mengikuti pola spiral medan magnet antar planet (Gambar 3-4), sehingga untuk dapat mencapai bumi, partikel ini harus berasal dari bagian barat dan dekat dengan ekuator matahari. Untuk lebih memahami peran CME dalam cuaca antariksa dan memprakirakan terjadinya CME serta dampaknya, penelitian yang dilakukan harus dapat mengetahui proses terbentuknya CME dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk, massa, kecepatan, dan topologinya, serta prakiraan tentang CME yang berdampak pada bumi (geoeffective CME). Gambar 3-4: Pola spiral medan magnet dari matahari (Sumber: NASA s Cosmos) 3.3 Partikel Energetik Matahari dan Galaksi Partikel energetik, baik yang berasal dari matahari maupun galaksi, dapat mengakibatkan gangguan pada sistem elektronik satelit. Kerusakan tergantung pada fluks yang diterima, sedangkan fluks partikel ini bergantung pada aktivitas matahari dan medium antar planet. Untuk partikel energetik yang berasal dari matahari, percepatan partikel dapat berasal 5

Berita Dirgantara Vol. 10 No. 1 Maret 2009:1-7 dari flare dan gelombang kejut yang berasal dari CME. Sebaliknya fluks partikel energetik yang berasal dari galaksi, berkorelasi terbalik dengan aktivitas matahari, dan tergantung pada pola medan magnet antar planet. Oleh sebab itu penelitian mengenai mekanisme percepatan partikel energetik dan mekanisme pemicunya (flare dan CME), serta topologi medan magnet antarplanet perlu dilakukan. 3.4 Solar Radio Pada panjang gelombang radio, proses yang berperan pada munculnya gangguan pada gelombang radio adalah pembentukan dan perkembangan daerah aktif. Emisi radio yang terkait erat dengan aktivitas matahari adalah fluks 10.7 cm. Fluks ini sering digunakan sebagai proksi aktivitas matahari di samping bilangan sunspot. Peristiwa yang tidak kalah penting dalam kaitannya dengan cuaca antariksa adalah terbentuknya semburan radio (solar radio burst) yang kuat. Semburan radio ini umumnya berasosiasi dengan flare dan CME. Semburan radio umumnya terjadi karena adanya peningkatan partikel energi tinggi dan munculnya gelombang kejut, sehingga semburan radio ini dapat digunakan sebagai indikator adanya peningkatan kerapatan dan kecepatan angin surya yang menyebabkan badai ionosfer dan geomagnet. 3.5 Angin Surya Atmosfer matahari yang panas akan terus menerus memancarkan elektron, proton, ion, dan medan magnet ke segala arah. Aliran partikel dan plasma inilah yang disebut sebagai angin surya dan bergerak dengan kecepatan supersonik. Di dekat bumi, plasma dan medan magnetnya akan berinteraksi dengan atmosfer dan medan magnet bumi. Angin surya menentukan kondisi umum magnetosfer sebelum terjadinya gangguan karena peristiwa yang transien di matahari, misalnya munculnya gelombang kejut (shock) atau CME. Kondisi umum magnetosfer yang dipengaruhi oleh angin surya adalah medium yang dilewati oleh partikel energetik, dan angin surya itu sendiri merupakan sumber gangguan plasma dan medan magnet di ruang antarplanet. Dalam menentukan karakteristik angin surya perlu pemahaman tentang bagaimana lingkungan bumi merespons angin surya dan bagaimana peran medan magnet di korona matahari yang berperan dalam pemanasan dan percepatan dalam angin surya. Penelitian mengenai angin surya dilakukan dengan membangun teori, pemodelan, dan pengamatan, yang bertujuan untuk dapat memprakirakan gangguan geomagnet karena angin surya dan medan magnet antarplanet. 4 PENUTUP Matahari akan terus mengakibatkan perubahan pada cuaca antariksa, dan mempengaruhi lingkungan bumi dengan semburan angin surya yang terus menerus. Pada saat di matahari terjadi ledakan, partikel energetik yang dilontarkan dapat membahayakan awak pesawat ruang angkasa, mengganggu satelitsatelit yang sedang mengorbit, dan mengakibatkan putusnya komunikasi, serta kerusakan pada sistem teknologi. Pencegahan atau usaha untuk meminimalisasi efek yang merugikan ini sangat bergantung pada kemampuan manusia untuk memprakirakan cuaca antariksa dan dampaknya. Salah satu cara adalah dengan melakukan penelitian mengenai sumber cuaca antariksa, yaitu matahari, dengan membangun teori dan model untuk lebih memahami proses yang terjadi dalam aktivitasnya. Yang tidak kalah pentingnya adalah mempelajari dan memahami bagaimana produk aktivitas matahari, yaitu berupa partikel dan plasma, ditransfer dari matahari ke ruang antarplanet melalui angin surya. Penelitian mengenai matahari dan angin surya ini tentunya harus juga didukung dengan pengamatan yang lebih intensif untuk mengenali proses-proses yang terlibat, baik di matahari, di ruang antar planet, dan di lingkungan dekat bumi. 6

DAFTAR RUJUKAN Lang, K.R., 2006. Sun, Earth, and Space, Springer Science + Business Media, New York. NASA s Cosmos, http://www.ase.tufts.edu/, Juni 2007. Solar and Heliospheric Observatory, http:// sohowww.nascom.nasa.gov/, Januari 2007. US National Space Weather Program, http://www.ofcm.gov/, Januari 2007. 7