BAB I PENDAHULUAN. konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur, dalam hal ini negaralah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. bisa digunakan manusia untuk dipakai sebagai usaha. Sedangkan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian. Sebagai titipan Tuhan, perolehan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa yang wajib kita

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap individu dalam masyarakat, karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

PENGELOLAAN ADMINISTRASI TANAH-TANAH ASSET PEMERINTAH GUNA MENDAPATKAN KEPASTIAN HUKUM DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan. dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup umat manusia. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya

1 Pasal 105 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam 2 Salinan Putusan nomor 0791/ Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg, h. 4.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu hal yang menjadi kebutuhan bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam negara hukum. Karena dalam perspektif fungsi maupun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi

DAFTAR PUSTAKA. Ash-shofa, Burhan, 2004, Metode Penelitian Hukum, cetakan keempat, PT Rineka Cipta, Jakarta.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

HUKUM AGRARIA NASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK YANG DIRUGIKAN ATAS BERALIHNYA LAHAN HAK GUNA USAHA UNTUK PERKEBUNAN MENJADI WILAYAH PERTAMBANGAN.

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi

SKRIPSI KEPEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Fokus Media UUD 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tanah adalah bagian dari bumi oleh sebab itu tanah dikuasai oleh negara, konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur, dalam hal ini negaralah yang mempunyai kewenangan mengelola dan mengatur tanah guna sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. 1 Pengaturan Hak Atas Tanah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya UUPA) pada Pasal 2, yang menentukan: (1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. (2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk: a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air dan ruang angkasa, c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. (3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar -besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur. (4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan 1 Yudhi Setiawan, Instrumen Hukum Campuran (Gemeenschapelijkrecht) Dalam Konsolidasi Tanah, Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2009 (selanjutnya disingkat Yudhi Setiawan I), h. 1. 1

2 kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Konsep hak menguasai tersebut memberi arti bahwa negara bukanlah pemilik tanah, akan tetapi hanya sebagai pemegang kuasa atas tanah di seluruh wilayah Indonesia. 2 Negara sebagai pengelola dan mengatur peruntukan dan penggunaan tanah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang - Undang Dasar RI Tahun 1945 yang menegaskan peranan negara dalam mengelola dan mengatur tanah, bahwa kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 3 Dalam perkembangannya hak-hak atas tanah yang telah diberikan untuk berbagai keperluan, tidak selalu diikuti dengan kegiatan fisik penggunaan tanah sesuai dengan sifat dan tujuan haknya atau rencana tata ruang dari penggunaan dan peruntukkan tanah, baik karena pemegang hak belum merasa perlu menggunakan tanah tersebut atau pemegang hak belum memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan pembangunan atau penggunaan tanah atau karena hal-hal lainnya. 4 Akibat belum terlaksananya penggunaan tanah tersebut yang sesuai dengan peruntukkannya, maka tanah yang bersangkutan dapat dianggap sebagai tanah yang diterlantarkan oleh pemegang haknya. 5 Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi rakyat, bangsa dan Negara Indonesia, yang harus diusahakan, dimanfaatkan, dan dipergunakan untuk 2 Irawan Soerodjo, Hukum Pertanahan: Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) Eksistensi, Pengaturan dan Praktik, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, 2014 (selanjutnya disingkat Irawan Soerodjo I), h. 9. 3 AP. Parlindungan,Komentar Undang-undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1998, h. 25 4 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Tanah: Antara Regulasi dan Implementasi, Cetakan 1, Kompas, Jakarta, 2001, h. 50. 5 Ibid., h. 52.

3 sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah berfungsi sebagai tempat di mana warga masyarakat bertempat tinggal dan tanah juga memberikan penghidupan baginya. 6 Selain itu tanah juga menjadi penopang utama kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, saat ini tanah yang telah dikuasai dan/atau dimiliki, baik yang sudah ada hak atas tanahnya maupun yang baru berdasar perolehan tanah, di beberapa tempat masih banyak dalam keadaan terlantar. 7 Penelantaran tanah merupakan tindakan yang tidak benar, yang dapat menyebabkan hilangnya peluang untuk mewujudnyatakan potensi ekonomi tanah. Selain itu, penelantaran tanah juga berdampak pada terhambatnya pencapaian berbagai tujuan program pembangunan, rentannya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi nasional, tertutupnya akses sosial-ekonomi masyarakat khususnya petani pada tanah, serta terusiknya rasa keadilan dan harmoni sosial. Penelantaran tanah merupakan pelanggaran terhadap kewajiban yang harus dijalankan para Pemegang Hak atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan tanah. Negara memberikan hak atas tanah atau Hak Pengelolaan kepada Pemegang Hak untuk diusahakan, dipergunakan, dan dimanfaatkan serta dipelihara dengan baik selain untuk kesejahteraan bagi Pemegang Haknya juga harus ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, perlu dilakukan penataan kembali untuk mewujudkan tanah sebagai sumber kesejahteraan rakyat. Terkait dengan hal tersebut 6 Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, h. 172. 7 Tanah yang terindikasi terlantar adalah tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya yang belum dilakukan identifikasi dan penelitian. (Penjelasan PP 11 Tahun 2010).

4 Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 mengenai penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar sebagai pelaksanaan amanat UUPA (selanjutnya disebut Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010), untuk menyelesaikan persoalan kesenjangan sosial, ekonomi, dan kesejahtaraan rakyat serta penurunan kualitas lingkungan. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010 merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, yang dipandang tidak dapat lagi dijadikan acuan penyelesaian penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar. Aturan pelaksanaan untuk penertiban tanah terlantar juga sudah dikeluarkan melalui Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 2010 mengenai Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar. Adapun salah satu masalah yang perlu ditangani dengan cepat di bidang pertanahan ini adalah masalah tanah terlantar, karena masalah ini sangatlah rumit jika melihat adanya estalasi dari harga-harga tanah memuat masalah untuk dinyatakan tanah menjadi terlantar dalam artian tanah tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal oleh si pemegang hak. Setelah Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010, tentang tanah terlantar maka siapapun yang terbukti melantarkan tanah akan ditertibkan demi kepentingan rakyat bangsa dan Negara. Selama ini penelantaran tanah telah menjadikan akses masyarakat, Pemerintah, dan dunia usaha terhadap tanah menjadi tertutup. Kerugian Negara yang lahir dari hilangnya manfaat karena penelantaran tanah sangat lah besar. Setiap tahunnya diperkirakan lebih besar dari total anggaran pembangunan publik dari Pemerintah.

5 Pengaturan penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah perlu lebih diarahkan bagi semakin terjaminnya tertib di bidang hukum pertanahan, administrasi pertanahan, penggunaan tanah, atau pun pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup sehingga dapat terwujud pemberian jaminan kepastian hukum dibidang hukum pertanahan. 8 Tanah telantar merupakan tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara, berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak pengelolaan, tetapi tanah ini tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya dan dibiarkan terlantar. Badan Pertanahan Nasional ( selanjutnya disebut BPN) menangkap fenomena dimana tidak semua pemegang hak atas tanah tidak menggunakan dan memanfaatkan hak yang telah diberikan, bahkan banyak pemegang hak atas tanah, Skala besar yang tersebar di seluruh provinsi, terindikasi menelantarkan tanahnya. Artinya, tanah yang berpotensi menjadi sumber kemakmuran bagi rakyat justru tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Ironisnya, tidak sedikit masyarakat yang tinggal di sekitar tanah terlantar itu justru tidak memiliki tanah. Kini penertiban Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar setidaknya bisa membuat para pemilik tanah terlantar berpikir ulang, berdasarkan PP No 11 Tahun 2010 tanah yang terbengkalai/terlantar dan tidak produktif akan menjadi obyek penertiban. Regulasi baru ini (PP 11 tahun 2010) bisa menjadi landasan dari penataan obyek tanah yang selama ini tidak dimaksimalkan penggunaannya dengan baik. 8 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, 2002 (selanjutnya disingkat Irawan Soerodjo II), h. 212-213.

6 Terkait dengan tanah terlantar, di Kabupaten Mojokerto terdapat perkara tanah terlantar yakni tanah di Desa Cembor Kecamatan Pacet, sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor: 26/Pdt.G/2003/PN.Mkt. dalam perkara antara Kasdu, dkk. (Para Penggugat) melawan PT. Tjipendawa Kahuripan (Tergugat), dalam gugatan perbuatan melawan hukum, yang duduk perkaranya sebagai berikut: - Bahwa Penggugat adalah penerima dan telah menerima Hak Redistribusi atas tanah seluas ± 74.330 M 2, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Djawa Timur No. I/Agr/I/99/H.M/III-abs, tertanggal 17 September 1964. - Bahwa Para Penggugat turun temurun sejak ditinggalkan Belanda telah menggarap tanah tersebut sampai sekarang. - Bahwa pada tahun 1971, tanpa seijin/sepengetahuan Para Penggugat, tanah tersebut telah dialih-namakan atas nama PT. Anugerah Pelita yang kemudian dialihnamakan lagi ke PT. Tjipendawa Kahuripan dengan Sertifikat Hak Guna Usaha No. 1/Desa Cembor, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, yang berkedudukan di Pandaan, Kabupaten Pasuruan. - Bahwa Para Penggugat tidak pernah merasa menyewakan, menggadaikan atau menjual objek sengketa kepada siapapun juga. - Bahwa Para Penggugat sampai saat ini tetap menguasai fisik tanah yang menjadi sengketa tersebut dan tetap menggarapnya untuk tanah pertanian. - Bahwa secara jelas Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum serta merugikan hak Para Penggugat.

7 Dalam perkara tersebut diputus secara verstek (di luar hadir Tergugat) dan hakim dalam putusannya menyatakan bahwa Sertifikat Hak Guna Usaha No. 1/Desa Cembor, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto atas nama PT. Tjipendwa Kahuripan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor: 26/Pdt.G/2003/PN.Mkt., warga Desa Cembor dahulu sebagai Para Penggugat dalam perkara tersebut mengajukan permohonan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPNRI) agar menerbitkan Surat Keputusan mengenai penelantaran tanah atas objek tersebut, dan atas pengurusan perkara di Pengadilan Negeri dan pengurusan penerbitan surat keputusan tanah terlantar tersebut telah didanai oleh orang lain (bukan warga Desa Cembor), dan sekaligus pihak warga tersebut berjanji setelah terbitnya Surat Keputusan Penelantaran Tanah maka hak atas tanah yang diurusnya akan dialihkan kepada orang lain tersebut. Berkaitan dengan pendanaan biaya perkara dan pendanaan biaya pengurusan yang berakibat beralihnya hak atas tanah dari warga menjadi milik orang lain tersebut, untuk memberi kepastian hukum bagi mereka maka perjanjian peralihan hak atas tanah tersebut dituangkan dalam akta otentik dalam hal ini adalah akta Notaris. Berdasarkan latar belakang mengenai urgensinya pemanfaatan tanah terlantar dan merujuk kepada Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor: 26/Pdt.G/2003/PN.Mkt. dalam perkara antara Kasdu, dkk. (Para Penggugat) melawan PT. Tjipendawa Kahuripan (Tergugat) yang menyatakan Sertifikat HGU

8 Tergugat dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum maka, dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah pihak warga dahulu sebagai Penggugat dalam Perkara Nomor : 26/Pdt.G/2003/PN.Mkt. dapat mengajukan permohonan hak atas tanah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto tersebut ke Badan Pertanahan Nasional? 2. Apakah Notaris/PPAT berwenang dalam membuatkan akta peralihan hak atas tanah terlantar Objek Perkara Nomor : 26/Pdt.G/2003/PN.Mkt? Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengajuan permohonan hak atas tanah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto No. 26/Pdt.G/2003/ PN.Mkt. ke Badan Pertanahan Nasional. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan Notaris/PPAT dalam membuatkan akta peralihan hak atas tanah terlantar Objek Perkara Nomor : 26/Pdt.G/2003/PN.Mkt. Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah: Secara Teoritis 1. Memberikan kontribusi pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya hukum kenotariatan dan hukum pertanahan. 2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi Notaris/PPAT serta para pihak-pihak yang bersangkut-paut dengan

9 pertanahan, mengenai tata cara pengajuan permohonan pendaftaran hak atas tanah berdasarkan putusan pengadilan. Secara Praktis 1. Memberikan analisis mengenai pengajuan permohonan hak atas tanah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto No. 26/Pdt.G/2003/ PN.Mkt. ke Badan Pertanahan Nasional. 2. Memberikan analisis mengenai kewenangan Notaris/PPAT dalam membuatkan akta peralihan hak atas tanah terlantar Objek Perkara Nomor : 26/Pdt.G/2003/PN.Mkt. Mengenai konsep tanah terlantar yang hendak dijelaskan dalam uraian berikut ini, dipilih pengertian konsep sebagaimana yang dijelaskan oleh Radbruch, ia mengemukakan pendapatnya yang berkaitan dengan konsep hukum sebagai berikut: Terdapat dua jenis konsep hukum yakni konsep hukum yang yuridis relevan (legally relevant concepts) dan konsep hukum asli (genuine legal concepts). Konsep yuridis relevan adalah konsep hukum yang merupakan komponen aturan hukum, khususnya konsep yang digunakan untuk mendapatkan situasi fakta dalam kaitannya dengan ketentuan undang-undang yang dijelaskan dengan interpretasi misalnya: Konsep fakta seperti benda, membawa pergi, atau mengambil. Sedangkan konsep hukum adalah konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami sebuah aturan hukum, misalnya: konsep hak, kewajiban, hubungan hukum, dan sebagainya. 9 Selanjutnya Satjipto Rahardjo mengemukakan pentingnya sebuah konsep digunakan untuk menyebutkan secara ringkas apa yang ingin dicakup oleh suatu 9 Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum Sebuah Penelitian tentang Pondasi Kefalsafahan dan Sifat Keilmuan ilmu Hukum Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2000, h. 154.

10 peraturan itu. 10 Berdasar adanya dua macam konsep hukum dari Radburch itu, dipiiih konsep hukum yang yuridis relevan untuk menjelaskan konsep tanah terlantar, dengan alasan bahwa tanah terlantar merupakan fakta di lapangan adanya tanah hak yang tidak terawat, tidak produktif, dan kualitas kesuburannya menurun. Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengacu kepada aturan dan norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian data yang digunakan dalam penelitian ini banyak menganalisis dari bahan hukum kepustakaan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan undang-undang ( statute approach) merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 11 Pendekatan perundang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undangundang lainnya. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang sedang dikaji. 10 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, 1991, h. 305. 11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, h. 133.

11 Pendekatan konseptual (statute approach) merupakan pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. 12 Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrindoktrin di dalam ilmu hukum, maka akan ditemukan gagasan-gagasan baru terkait pengertian-pengertian hukum maupun asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dikaji. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin para ahli tersebut menjadi sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu dalil hukum dalam memecahkan isu yang dikaji. Pendekatan kasus merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 13 Dalam hal ini peneliti akan menganalisis ratio decidendi atau pertimbangan hukum oleh hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor 26/Pdt.G/2003/PN.Mkt. Berdasarkan pendekatan-pendekatan yang telah digunakan tersebut, maka peneliti akan menelaah seluruh perundang-undangan di bidang hukum kenotariatan dan meneliti semua doktrin-doktrin ahli hukum pertanahan, serta meneliti ratio decidendi. Dalam penelitian ini, bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, sebagai berikut ini. a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang- 12 Ibid., 135. 13 Ibid., h. 134.

12 undangan. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang sifatnya pendukung bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian atau pendapat pakar hukum, yang meliputi buku-buku hukum pertanahan dan buku-buku hukum yang memuat doktrin-doktrin para ahli hukum mengenai hukum hukum pertanahan. Dalam penelitian ini ditentukan sistematika penulisannya, yakni terdiri atas 4 (empat) bab yang akan diuraikan berikut ini: Bab I pendahuluan yang berisikan uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II pengajuan permohonan hak atas tanah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto No. 26/Pdt.G/2003/ PN.Mkt. ke Badan Pertanahan Nasional. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai pejabat pemberi hak milik; kekuatan hukum putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; tata cara memohon tanah negara menjadi tanah hak milik. Bab III kewenangan Notaris/PPAT dalam membuatkan akta peralihan hak atas tanah terlantar Objek Perkara Nomor : 26/Pdt.G/2003/PN.Mkt. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hak-hak atas tanah menurut hukum positif; peralihan hak atas tanah di Indonesia; dan kewenangan notaris/ppat dan Akta. Bab IV penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.