BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DAERAH PENANGKAPAN HIU APPENDIX II CITES YANG DIDARATKAN DI NAMOSAIN NTT

Pasal 4. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus

Aspek Biologi Hiu Yang Didaratkan di PPN Brondong Jawa Timur

TESIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN INDONESIA MENANGANI ISU PERBURUAN HIU ( ) Disusun Oleh: TIKA DIAN PRATIWI, S. I. Kom

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO

apendiks.??? diatur. spesies yang terancam punah. terancam punah di dunia.

IMPLEMENTASI CITES DI INDONESIA: TANTANGAN DAN PELUANG DALAM PENGELOLAAN HIU DAN PARI

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik :

Nurlaili Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

PENDATAAN BYCATH HIU DAN PARI (MANTA) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG

BAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUN JAWA STUDI BYCATCH HIU DI PULAU KEMUJAN, KARIMUN JAWA, JEPARA

PEDOMAN PENGENALAN SIRIP HIU APPENDIKS II CITES

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KONSTRUKSI DAN LOKASI JARING WARING TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN TERPERANGKAP IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DI SELAT MADURA

BAB II REGULASI INTERNASIONAL DAN NASIONAL TERKAIT HIU

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

Komposisi by-catch Hiu dan Pari Hasil Tangkapan Trammel net di Perairan Sorong Selatan

GENETIKA FORENSIK DAN DILENIASI POPULASI HIU DAN PARI DI INDONESIA: IMPLIKASI PADA PENGELOLAAN DAN KONSERVASI

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

DNA BARCODING DAN ANALISIS FILOGENETIK IKAN HIU YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP EKA MAYA KURNIASIH

MENJAGA HIU DAN PARI INDONESIA SAMPAI TAHUN 2040 *)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP IKAN HIU DAN IKAN PARI UNTUK MENJAGA KESEIMBANGAN EKOSISTEM LAUT INDONESIA

PROFIL PENANGKAPAN HIU OLEH KAPAL NELAYAN RAWAI PERMUKAAN DI PERAIRAN BARAT PULAU SUMBA

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Kelas Chondrichthyes

ANALISIS STRUKTUR GENETIK HIU Carcharhinus falciformis (SILKY SHARK) DI INDONESIA BERDASARKAN GEN CONTROL REGION DNA MITOKONDRIA

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi

satu sumber penghidupan utama. Peningkatan jumlah penduduk dan tingginya tekanan pemanfaatan jenis sumber daya alam di Indonesia.

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting,

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

JENIS DAN STATUS KONSERVASI IKAN HIU YANG TERTANGKAP DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) LABUAN BAJO, MANGGARAI BARAT, FLORES

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Peredaran Pemanfaatan Hiu dan Pari dari Kupang, Nusa Tenggara Timur

IDENTIFIKASI JENIS HIU HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PULAU BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus

NOTULENSI PENYUSUNAN DOKUMEN NON-DETRIMENTAL FINDINGS UNTUK HIU DAN PARI APENDIKS II CITES DI INDONESIA

8J~g>~Pl5~ ~ INSTRUKSI GUBERNUR PROVINSI OAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

KOMPOSISI JENIS DAN ASPEK BIOLOGI IKAN PARI LAMPENGAN (Mobulidae) YANG TERTANGKAP DI PERAIRAN SELATAN JAWA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

Surat Terbuka untuk Restoran dan Hotel tentang Penyajian Menu Hidangan Alternatif Bebas Hiu

KOMPOSISI JENIS HIU DAN DISTRIBUSI TITIK PENANGKAPANNYA DI PERAIRAN PESISIR CILACAP, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1 Conservation Upaya Perlindungan Pari Manta Lahirkan Tiga Kebijakan di Tingkat Nasional dan Daerah.

SPESIES TERKAIT EKOLOGI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN HIU OLEH NELAYAN ARTISANAL TANJUNG LUAR


EKOLOGI IKAN KARANG. Sasanti R. Suharti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Pemasangan Tag Satelit pada Manta di Nusa Penida (Manta Tagging)

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

GENETIKA POPULASI Manta alfredi (Krefft, 1868) ANTARA RAJA AMPAT, PULAU KOMODO DAN NUSA PENIDA BERDASARKAN DNA MITOKONDRIA

BEBERAPA JENIS CUCUT BOTOL (Squalidae) YANG TERTANGKAP PANCING RAWAI DASAR DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA DAN ASPEK BIOLOGINYA

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal Online di

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

Komposisi Ukuran, Nisbah Kelamin..Tertangkap di Samudera Hindia (Novianto, D., et al.)

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOMETRIK PADA IKAN CUCUT DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan biodiversity (keanekaragaman hayati) terkaya di dunia. suatu tempat akan membentuk populasi. Populasi-populasi yang ada akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti

ASPEK BIOLOGI, PEMANFAATAN, DAN STATUS KONSERVASI IKAN PARI AIR TAWAR (Himantura oxyrhyncha)

Ikan-ikan Laut yang Berbahaya

AWARE Shark Conservation

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hiu Hiu merupakan ikan yang memiliki kerangka tulang rawan dari subkelas Elasmobranchii. Kelompok Elasmobranchii terdiri dari hiu dan pari memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi serta dapat ditemukan di berbagai kondisi lingkungan, mulai dari perairan tawar hingga palung laut terdalam dan dari daerah laut beriklim dingin sampai daerah tropis yang hangat (Compagno, 2001). Hiu memiliki persebaran yang sangat luas dan hampir ditemukan di seluruh perairan samudra. Sebagian besar hiu hidup pada perairan tropis yang hangat dan beberapa spesies hiu hidup di perairan dingin. Hiu juga dapat ditemukan pada daerah pantai hingga laut dalam serta di ekosistem terumbu karang (Ayotte, 2005). Kelompok Elasmobranchii memiliki sistem reproduksi secara seksual. Kebanyakan hiu memiliki tipe reproduksi Ovovivipar yaitu pembuahan hingga melahirkan terjadi di dalam tubuh. Embrio berkembang di dalam tubuh dan mendapat suplai makanan dari kuning telur atau disuplai oleh induknya sendiri. Beberapa hiu juga memiliki tipe reproduksi ovipar yaitu melakukan pemijahan yang menghasilkan telur dan juga melahirkan, namun spesies ini sangat jarang ditemukan (Compagno, 1999). Hiu memiliki nilai ekonomis tinggi karena hampir semua dari bagian tubuhnya dapat diolah menjadi produk. Meski diketahui memiliki protein tinggi daging hiu bukan bahan konsumsi populer bagi para nelayan dan masyarakat Indonesia. Namun sebaliknya hiu menjadi salah satu produk paling berharga di pasar 7

Internasional. Daging hiu menjadi salah satu makanan penting di China, dan Hongkong merupakan pusat perdagangan sirip hiu dunia (Widodo, 2000) Lebih dari 400 spesies hiu ditemukan di seluruh dunia (Ayotte, 2005) dengan memiliki ukuran yang beranekaragam. Sebanyak 116 spesies dari 25 famili hiu tercatat ditemukan di Indonesia (Fahmi dan Dharmadi, 2013). Hiu pigmi (Euprotomicrus bispinatus) memiliki ukuran tubuh 22 cm, hidup di laut dalam. Hiu Paus (Rhincodon typus), dapat tumbuh hingga 12 meter dan memakan plankton dengan cara menyaring menggunakan mulut dan insangnya. Hiu Paus merupakan jenis hiu yang paling besar. Hiu Banteng (Carcharhinus leucas) merupakan hiu yang terkenal dapat hidup di perairan tawar maupun laut (Allen & Erdmann, 2012). Setidaknya ada 40 jenis hiu yang ditangkap dan didaratkan di seluruh pelabuhan pendaratan hiu di Indonesia. Lima spesies hiu yang paling dominan ditemukan adalah Silky shark, Scalloped hammerhead shark, Blue shark, Big eye thresher shark, dan thresher shark (Sembiring et al., 2015). Penangkapan yang berlebihan mengakibatkan tekanan terhadap beberapa jumlah spesies hiu. Sebanyak 22 jenis hiu masuk ke dalam daftar hewan dilindungi atau disebut International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN s) Red List of Threatened Species pada tahun 2002. Hiu Basking dan Hiu Paus ( Rhincodon typus) masuk ke dalam daftar Appendix II dalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) (Kura et al., 2004). Tahun 2009 sebanyak 60 jenis hiu dan pari masuk ke dalam kategori terancam (vulnerable) (Camhi et al., 2009). Berdasarkan IUCN red list terdapat satu jenis hiu masuk ke dalam status Kondisi Kritis Punah (Critically 8

Endangered), lima spesies berstatus Terancam Punah (Endangered), 23 Rentan (Vulnarable), sedangkan 35 spesies lainnya pada status hampir terancam (Near Threatened) di Indonesia (Fahmi dan Dharmadi, 2013). 2.2 Carcharhinus falciformis (Silky Shark) Carcharhinus falciformis atau disebut juga dengan Silky Shark (Gambar 2.1) merupakan salah satu dari tiga spesies hiu yang paling melimpah di dunia (Compagno, 1984), dan dua spesies lainnya adalah Prionace glauca dan Carcharhinus longimanus. Hiu ini merupakan jenis hiu pelagis yang tersebar luas (circumglobal) di daerah perairan tropis dan subtropis (Compagno, 1984). C. falciformis atau Silky Shark hidup pada daerah pantai kedalaman 18 m sampai laut dalam ( 200m) (Bonfil et al., 2009). Spesies ini merupakan jenis tangkapan target di dalam industri perikanan hiu di daerah tropis dan sub tropis (Compagno, 1984; Bonfil et al., 1993; Hazin et al., 2007; Bonfil et al., 2009; Henderson et al., 2009) dan merupakan hasil tangkapan sampingan yang besar di kapal longline tuna dan purseine (Bane, 1966; Compagno, 1984; Santana et al., 1998). Hiu C. falciformis berperan menjadi predator tingkat atas dan menjadi komponen terbesar di perikanan pelagis (target maupun sampingan), namun data mengenai tingkah laku, stock dan populasinya sangat sedikit (Bonfil et al., 2009). Tekanan dari perikanan yang tidak berkelanjutan mengakibatkan populasi spesies ini semakin terancam, dan status konservasinya merupakan hampir terancam (Near threatened) (Bonfil et al., 2009). 9

Berikut merupakan klasifikasi dari Carcharhinus falciformis (Last & Seret, 1999; Allen & Erdmann, 2012): Filum Kelas Subclass Ordo Famili Genus Spesies : Chordata : Chondrichthyes : Elasmobranchii : Carcharhiniformes : Carcharhinidae : Carcharhinus : Carcharhinus falciformis Gambar 2.1 Foto hiu jenis Carcarhinus falciformis (Sharktrust, 2009) Spesies C. falciformis atau disebut juga hiu Lanjaman (nama lokal di daerah Jawa) merupakan jenis hiu yang paling banyak ditangkap di Indonesia (Sembiring et al., 2015). Hiu ini tercatat ditemukan di Samudra India, dari barat laut Sumatera sampai Selatan Nusa Tenggara, di Laut Cina Selatan, Selat Makasar dan Laut Banda. 10

Selain itu juvenil hiu ini juga dijumpai pada perairan dangkal seperti Laut Jawa (Fahmi dan Dharmadi, 2013). Hiu C. falciformis merupakan komoditi expor yang memiliki nilai jual yang tinggi terutama bagian siripnya. Semua bagian hiu dimanfaatkan (sirip dan daging) pada perikanan sekala kecil, sedangkan pada perikanan sekala besar bagian tubuh hiu yang dimanfaatkan hanya bagian sirip saja, sementara bagian tubuh lainnya dibuang kembali ke laut. Lebih dari 100 jenis hiu menjadi target setiap tahunnya untuk diambil daging, minyak, liver, gigi, tulang rawan dan siripnya (AWI, 2009). Spesies C. falciformis seringkali menjadi tangkapan sampingan pada kapal longline perikanan tuna dan perikanan lainnya. Selain itu ukuran juvenil sering tertangkap pada alat tangkap drift net dan pancing di perairan yang dangkal (Fahmi & Dharmadi, 2013). Pada tahun 2001-2006 dilakukan pengamatan lapangan terhadap ukuran badan hiu yang ditangkap oleh nelayan di Bali, Lombok dan Cilacap. Dari hasil pengamatan tersebut diketahui bahwa sebagian besar C. falciformis yang ditangkap atau tertangkap adalah pada ukuran juvenil (kecil) (Fahmi dan Dharmadi, 2013). Penangkapan yang berlebihan terhadap ukuran juvenil mengakibatkan kesempatan untuk bereproduksi dan berkembang semakin kecil mengakibatkan populasi hiu ini menurun. Hiu berukuran kecil / juvenil ditangkap di daerah perairan dangkal sedangkan hiu berukuran besar banyak menjadi tangkapan sampingan di perikanan tuna. Apabila hal tersebut terjadi terus menerus dan tidak ada peraturan mengenai penangkapan maka populasi C. falciformis dikhawatirkan akan semakin menurun (Fahmi & Dharmadi, 2013). 11

2.3 Perikanan Hiu Perikanan hiu telah dieksploitasi dengan penangkapan berskala industri sejak 1935 di perairan Atlantik Utara. Tiga puluh jenis hiu dieksplotasi secara intensif oleh armada berbagai negara seperti Perancis, Inggris, Irlandia, Norwegia dan Spanyol (Pawson and Vince, 1999). Selain itu terdapat sembilan belas jenis hiu dieksploitasi sebagai hasil tangkapan sampingan (by-catch) di perairan Kanada, dan alat tangkap yang dominan digunakan adalah longline (Joyce, 1999). Penangkapan hiu secara komersil di perairan Amerika Serikat dimulai tahun 1944 ketika Perang Dunia II terjadi, tiga puluh sembilan jenis hiu dieksploitasi secara intensif, termasuk jenis hiu laut dalam (Branstetter, 1999). Perikanan hiu di Indonesia dimulai pada tahun 1970. Penangkapannya menggunakan pancing rawai (tuna longline). Hasil tangkapan hiu tersebut bukan merupakan tangkapan target melainkan tangkapan sampingan (by-catch) di perikanan tuna. Penangkapan hiu meningkat ketika permintaan terhadap sirip hiu di pasar internasional semakin tinggi. Bahkan nelayan menjadikan hiu menjadi tangkapan utama mereka (Fahmi dan Dharmadi, 2005). Nilai produksi perikanan hiu di Indonesia tergolong tinggi. Pada tahun 1987 tercatat produksi perikanan hiu di Indonesia sebesar 36,884 ton, pada tahun 2000 meningkat menjadi 68,366 ton. Angka tersebut hampir 2 kali lipat dari tahun 1987 (Darmadi et al., 2002). Data FAO menunjukkan bahwa Indonesia merupakan urutan teratas sebagai negara yang paling banyak menangkap hiu dan pari setiap tahunnya (Stevens et al., 2000; Traffic, 2002). 12

2.4 Genetika Populasi Hiu Penggunaan bidang genetik telah banyak digunakan untuk menambah informasi dalam pengelolaan lingkungan pada dekade terakhir. Salah satu pengaplikasiannya adalah metode identifikasi genetik stok atau Genetic Stock Identification (GSI). Metode ini dapat memberikan gambaran mengenai informasi genetik suatu organisme yang nantinya dapat digunakan untuk mengestimasi komposisi stok yang masih ada di alam (Shaklee dan Currens 2003). Beberapa analisis molekuler telah diaplikasikan pada hiu. Analisis forensik menggunakan DNA pada sirip hiu telah berhasil dan lebih akurat untuk mengidentifikasi dan mengawasi perdagangan jenis sirip hiu di pasar internasional (Shivji et al., 2002; Holmes et al., 2009., Sembiring et al., 2015). Metode Random amplified polymorphic DNA (RAPD) dan Metode Microsatellites juga digunakan untuk melihat struktur stok populasi hiu. Analisis nuclear dan mtdna digunakan untuk mengetahui sejarah dan proses pola persebaran hiu. Lokus mitokondria Control Region (mtcr) sering digunakan untuk merekonstruksi hubungan antara tempat memijah, berkembang dan mencari makan suatu organisme. Metode GSI menggunakan sekuen mtcr telah berhasil digunakan untuk melihat migrasi pada ikan bertulang sejati, penyu dan mamalia laut (Waldman et al., 1996; Laurent et al., 1998; Baker, 2008). Beberapa penelitian mengenai bentuk struktur genetik hiu menyatakan bahwa spesies hiu secara global merupakan panmixia spesies yaitu spesies yang melakukan perkawinan secara acak (random mating) (Hoelzel et al., 2006; Castro et al., 2007). Struktur genetik populasi telah diteliti secara mendalam pada hiu yang berukuran 13

besar dan kecil yang menyatakan tidak adanya perbedaan yang signifikan (Whitney et al., 2012). Duncan et al. (2006) menyatakan bahwa hiu martil (Sphyrna lewini) memiliki struktur genetik yang berbeda di populasi Pasifik dan Atlantik. Selain itu hiu Alopias pelagicus ditemukan memiliki struktur genetik yang berbeda antara populasi samudra pasifik bagian timur dan barat ( Cardenosa et al., 2014). Clarke et al. (2015) melakukan penelitian terakhir mengenai struktur populasi dan phylogeography genetik C. falciformis di Asia-Pasifik dan Atlantik. C. falciformis memiliki keanekaragaman haplotipe dan nukleotida yang relatif tinggi (0.93 dan 0.61) serta ditemukan bahwa keanekaragaman genetik C. falciformis di Indo-Pasifik sangat signifikan rendah yaitu setengah dari keanekaragaman genetik yang ditemukan di Atlantik. Selain itu terdapat struktur genetik antara Samudra Atlantik dan Indo-Pasifik dan struktur genetik antar wilayah di Indo-Pasifik (Clarke et al., 2015). Data tersebut merupakan informasi secara global, namun tidak terdapat sampel dari Indonesia. 14