Hak Anak atas Perlindungan dari Tindak Kekerasan 1. Oleh: Adzkar Ahsinin

dokumen-dokumen yang mirip
Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

A. Definisi Perlindungan Anak dan Ruang Lingkupnya

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Anak-Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus dan Kewajiban Negara Memberikan Perlindungan 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

Institute for Criminal Justice Reform

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

Bentuk Kekerasan Seksual

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

Rahmad Gunawan Lubis : Tinjauan Hukum Humaniter Internasional Terhadap Pengungsi..., 2005 USU Repository 2008.

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

MEKANISME PERLINDUNGAN DAN PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK. Grasia Kurniati, S.H, M.H, Wulansari, S.H, M.H. Tim Abdimas Pusat Studi Gender

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

Call Center : 129 : tesa.bali Blog : tesabali.wordpress.com Twiter TESA 129 BALI 2

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

BAB II KONVENSI HAK ANAK SEBAGAI HUKUM INTERNASIONAL

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengatur tetntang pengertian anak berdasarkan umur. Batasan umur seseorang

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sebagai UU yang Mengatur Tindak Pidana Khusus

PERLINDUNGAN HAK ANAK

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG SEKOLAH RAMAH ANAK

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB II. Pengaturan Tentang Tindak Pidana Eksploitasi Anak Dalam. Hukum Positif di Indonesia

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Wawancara bersama penyidik Unit Pelayanan Perempuan Dan Anak

[Melengkapi aturan 7 dari Aturan-aturan Standar Minimum untuk Perlakuan Tahanan]

KONVENSI HAK ANAK Mukadimah

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

Transkripsi:

Bahan Bacaan Modul 3 Mengenal Hak Anak Hak Anak atas Perlindungan dari Tindak Kekerasan 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi Kekerasan terhadap Anak Tidak ada negara atau masyarakat yang tidak tersentuh oleh kekerasan. Potret dan jumlah kekerasan yang diliput oleh media, memperlihatkan kekerasan terjadi di jalanan, di sekolah, di rumah, di tempat kerja, atau di institusi Negara. Kekerasan merusak dan mengancam kehidupan, kesehatan, dan kebahagiaan yang menjadi harapan seluruh umat manusia. Catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan setiap tahun, lebih dari 1,6 juta orang di seluruh dunia kehilangan nyawa akibat tindak kekerasan. Lebih banyak lagi yang terluka dan menderita secara fisik, seksual, kesehatan reproduksi dan mental akibat kekerasan. Kekerasan adalah salah satu penyebab utama kematian untuk orang yang berusia 15-44 tahun di seluruh dunia, terhitung dari kematian tersebut laki-laki sekitar 14% dan perempuan sekitar 7% (WHO, 2003). WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2002, hampir 53.000 anak meninggal akibat pembunuhan dan pada tahun 2000, sekitar 57.000 anak meninggal akibat kekerasan. Profesor Pinheiro menemukan kekerasan terhadap anak-anak untuk menjadi masalah global yang sangat besar dan serius. Kekerasan terhadap anak ada di setiap negara di dunia dalam berbagai bentuk dan tempat yang justru berakar dalam praktik-praktik budaya, ekonomi, dan sosial (Carolyne Willow, 2010). Oleh karena itu, KHA menegaskan bahwa anak memiliki hak untuk dilindungi dari kekerasan fisik dan mental, hukuman merendahkan, cedera, pengabaian dan 1 Draft Bahan Bacaan untuk Penyusunan Modul Anak Berhadapan dengan Hukum The Indonesian Legal Resource Center (ILRC) 1 H a l.

pelecehan. Mereka memiliki hak untuk dilindungi dari pekerjaan yang menempatkan mereka dalam bahaya, dari penyalahgunaan obat, kekerasan seksual, perdagangan, dan bentuk lain dari eksploitasi. B. Pengertian Kekerasan WHO memberikan pengertian kekerasan sebagai penggunaan kekuatan fisik atau kekuasaan yang dimaksudkan untuk, ancaman atau tindakan aktual, melawan diri sendiri, orang yang lain, atau terhadap kelompok atau komunitas, baik menghasilkan atau memiliki kemungkinan tinggi mengakibatkan bahaya luka-luka, kematian, dampak psikologis, perkembangan yang timpang atau kekurangan (WHO, 2003). Sementara itu, pengertian kekerasan terhadap anak menurut Carolyne Willow ( 2010), sebagai berikut: Penggunaan kekuatan fisik atau kekuasaan yang diarahkan, untuk mengancam ancaman atau aktual terhadap seorang anak, oleh seorang individu atau kelompok, baik menghasilkan atau memiliki kemungkinan yang tinggi mengakibatkan bahaya aktual atau potensial, kelangsungan hidup, perkembangan kesehatan, atau martabat anak. Pasal 19 KHA memberikan pengertian kekerasan terhadap anak sebagai semua bentuk kekerasan fisik atau mental, luka-luka atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan alpa, perlakuan buruk atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seks. Menurut Komentar Umum Komite Hak Anak No. 13 (2011) mengenai Hak Anak Bebas dari Segala Jenis Kekerasan (The right of the child to freedom from all forms of violence) memberikan pengertian kekerasan sebagai semua bentuk kekerasan fisik atau mental, luka-luka atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan lalai, penganiayaan atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seksual seperti yang tercantum dalam pasal 19 ayat (1) KHA. 2 H a l.

Lebih jauh, dalam komentar tersebut ditegaskan kekerasan merupakan semua bentuk kerugian bagi anak-anak seperti yang tercantum dalam pasal 19 ayat (1) sesuai dengan terminologi yang digunakan dalam studi 2006 PBB tentang kekerasan terhadap anak. Namun demikian, istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan jenis kerugian (luka-luka, penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan lalai, penganiayaan dan eksploitasi) tetap memiliki bobot yang sama. Dalam bahasa umum istilah kekerasan ini sering dipahami hanya berarti kerugian fisik dan / atau kerugian yang disengaja. Namun, Komite menekankan bahwa pilihan istilah kekerasan dalam komentar umum ini tidak harus ditafsirkan dengan cara apapun untuk meminimalkan dampak, dan perlu untuk ditujukan, bentuk-bentuk non-fisik dan/atau kerugian yang tidak-disengaja, seperti antara lain, pengabaian dan perlakuan salah secara psikologis. C. Tipologi (Jenis) Kekerasan terhadap Anak Tipologi yang digunakan dalam Laporan Dunia mengenai kekerasan dan kesehatan membagi kekerasan menjadi 3 kategori besar, menurut yang melakukan tindak kekerasan, yakni: 1. Kekerasan yang ditujukan bagi diri; 2. Kekerasan antarpersonal; dan 3. Kekerasan kolektif. Kategorisasi tersebut untuk membedakan antara kekerasan yang diimbulkan seseorang pada dirinya sendiri, kekerasan yang ditimbulkan oleh individu yang lain atau oleh sekelompok kecil orang, dan kekerasan yang ditimbulkan oleh kelompokkelompok yang lebih besar seperti negara, kelompok politik yang terorganisasi, kelompok milisi dan organisasi teroris (WHO, tanpa tahun). Tipologi kekerasan-kekerasan di atas dapat divisualisasikan melalui ragaan berikut ini. 3 H a l.

Sumber: WHO, tanpa tahun 4 H a l.

Kekerasan yang ditujukan diri meliputi perilaku bunuh diri (suicidal behaviour) dan penyalahgunaan diri (self-abuse) seperti mutilasi diri sendiri. Sedangkan kekerasan antarpersonal (interpersonal) dibagi menjadi 2 kategori: 1. Keluarga dan kekerasan pasangan intim (family and intimate partner violence) sebagian besar kekerasan antara anggota keluarga dan pasangan intim, biasanya, meskipun tidak secara eksklusif, terjadi di rumah. 2. Kekerasan komunitas, yakni kekerasan antara individu yang tidak berhubungan, dan mungkin saling mengenali atau mungkin tidak mengenal satu sama lain, umumnya terjadi di luar rumah. Kelompok pertama mencakup bentuk-bentuk kekerasan seperti pelecehan anak, kekerasan oleh pasangan intim dan penyalahgunaan oleh orang tua. Kelompok terakhir ini termasuk kekerasan remaja, tindak kekerasan secara acak, perkosaan atau penyerangan seksual oleh orang asing, dan kekerasan di kelembagaan seperti sekolah, tempat kerja, lembaga pemasyarakat dan rumah tahanan dan panti asuhan. Kekerasan kolektif adalah penggunaan instrumen kekerasan oleh orangorang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota suatu kelompok terhadap kelompok lain dalam rangka mencapai tujuan politik, ekonomi atau sosial. Kekerasan ini mencakup beberapa bentuk, seperti konflik bersenjata di dalam atau di antara negara, genosida, represi dan pelanggaran HAM, terorisme, dan kejahatan yang terorganisasi. Tipologi kekerasan juga mencakup sifat tindak kekerasan, dapat berupa fisik, seksual atau psikologis atau pencerabutan (pengabaian) (WHO, tanpa tahun). Meskipun kekerasan membahayakan kehidupan anak karena menyerang martabatnya sebagai manusia kekerasan terhadap anak seringkali dan tidak dilaporkan. Ada banyak alasan mengapa kekerasan terhadap anak masih banyak tersembunyi, sebagai contoh (Susan Fountain, tanpa tahun): 5 H a l.

1. Takut Banyak anak takut untuk melaporkan kekerasan, terutama jika orang yang telah menyakiti mereka adalah lebih kuat dan bisa menyakiti mereka lagi; 2. Stigma Anak-anak mungkin akan mengalami ketakutan bahwa jika orang lain tahu tentang kekerasan, mereka akan disalahkan atau terisolasi; 3. Keyakinan tentang kekerasan Kadang-kadang kekerasan dipandang sebagai cara yang normal untuk melakukan hal-hal tertentu; 4. Kekerasan tidak dilaporkan: Terkadang anak-anak dan orang dewasa tidak mempercayai pihak yang berwenang atau kadang-kadang pada saat harus melaporkan tindak kekerasan pihak yang berwenang tidak berada di tempat; 5. Kekerasan tidak tercatat Bahkan jika kekerasan dilaporkan, seringkali catatan tersebut tidak tersimpan dengan baik, sehingga tidak data yang akurat yang menggambarkan peta kekerasan terhadap anak. Studi Sekretaris Jenderal PBB tentang Kekerasan terhadap Anak-anak (United Nations Secretarymenemukan bahwa kekerasan terhadap anak terjadi di setiap negara di dunia, di setiap budaya dan kelompok etnis, apakah keluarga berpendidikan tinggi atau tidak dan apakah mereka kaya atau miskin. Studi PBB tentang kekerasan terhadap anak dilakukan secara partisipatif dan diikuti oleh anak-anak dengan rentang usia 12-18 tahun dari seluruh negara melalui konsultasi secara berjenjang. 6 H a l.

Lebih jauh, studi ini menemukan bahwa anak-anak dan orang mengalami kekerasan pada 5 (lima) tempat yang berbeda, yaitu (Susan Fountain, tanpa tahun): 1. Di rumah dan keluarga Jenis-jenis kekerasan yang terjadi di rumah dan dalam keluarga antara lain: a) Kekerasan terhadap anak yang masih kecil; b) Kekerasan fisik; c) Kekerasan emosional; d) Pengabaian (penelantaran) Keluarga tidak memastikan anak dipenuhi segala yang mereka butuhkan untuk tumbuh dengan aman dan sehat, dan tidak melindungi mereka dari bahaya. Anak perempuan dan anak-anak penyandang cacat (disabilitas) adalah yang paling berisiko mengabaikan. e) Kekerasan seksual; f) Pernikahan dini; g) Kekerasan berbasis tradisi Beberapa kebiasaan tradisional melibatkan kekerasan terhadap anak, misalnya: mutilasi genital perempuan (memotong bagian-bagian seksual anak perempuan). h) Kekerasan domestik 2. Di sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan Jenis-jenis kekerasan yang terjadi di sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan, antara lain: a) Kekerasan fisik oleh guru b) Penghukuman (perlakuan) yang kejam dan penghinaan oleh guru c) Kekerasan fisik dan mental oleh siswa lain d) kekerasan oleh gang e) Kekerasan seksual dan gender 7 H a l.

3. Dalam lembaga-lembaga, seperti panti asuhan, lembaga pemasyarakatan (penjara), atau pusat penahanan lainnya. Jenis-jenis kekerasan yang terjadi dalam lembaga-lembaga, seperti panti asuhan, lembaga pemasyarakatan (penjara), atau pusat penahanan lainnya, antara lain: a) Kekerasan oleh aparat (staf); b) Kekerasan sebagai tindakan; c) Pengabaian (penelantaran) Anak-anak tidak diberikan perawatan dan perlindungan yang mereka butuhkan. d) Kekerasan dari anak-anak lain dan anak-anak yang lebih tua di lembaga-lembaga; e) Penghukuman fisik; f) Kekerasan sebagai upaya pendisiplinan; 4. Di tempat kerja; Jenis-jenis kekerasan yang terjadi di tempat-tempat kerja, terdiri dari: a) Kekerasan oleh majikan, staf lain dan klien; b) Prostitusi dan pornografi anak; c) Pekerja paksa atau perbudakan: 5. Dalam masyarakat Jenis-jenis kekerasan yang terjadi dalam masyarakat, terdiri dari: a) Kekerasan antara anak dan anak yang lebih tua lainnya; b) Kekerasan oleh gang; c) Kekerasan seksual dalam masyarakat: d) Kekerasan ketika berkencan; e) Kekerasan terhadap anak jalanan: f) Pariwisata seks; g) Kekerasan di kamp-kamp bagi para pengungsi dan orang terlantar; h) Perdagangan orang dan penculikan; 8 H a l.

i) Kekerasan melalui media dan internet: D. Akar Masalah Kekerasan terhadap Anak: Pendekatan Ekologis Kekerasan adalah gejala yang sangat kompleks yang berakar pada interaksi dari banyak faktor, biologis, sosial, budaya, ekonomi dan politik. Sementara terdapat beberapa faktor risiko kekerasan yang sangat unik untuk jenis kekerasan tertentu. Untuk memahami akar kekerasan, Laporan Dunia tentang kekerasan dan kesehatan menggunakan model ekologis untuk mencoba memahami sifat beragam kekerasan. Model ini membantu untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku atau faktor yang meningkatkan risiko melakukan tindak kekerasan atau menjadi korban kekerasan. Model pendekatan ekologis membagi 4 tingkat faktor yang melatarbelakangi tindakan kekerasan sebagai berikut (WHO, tanpa tahun): 1. Tingkat pertama mengidentifikasi faktor-faktor sejarah biologis dan personal yang mempengaruhi bagaimana individu berperilaku dan meningkatkan risiko kemungkinan mereka menjadi korban atau pelaku kekerasan. Contoh faktor yang dapat diukur atau ditelusuri meliputi karakteristik demografi (umur, pendidikan, penghasilan), gangguan psikologis atau kepribadian, penyalahgunaan zat, dan riwayat berperilaku agresif atau pengalaman mengalami pelecehan. 2. Tingkat kedua melihat hubungan kedekatan, seperti keluarga, teman, pasangan intim dan teman sebaya, dan mengeksplorasi bagaimana hubungan ini meningkatkan risiko menjadi korban atau pelaku kekerasan. Dalam kekerasan pada kaum muda, misalnya, memiliki teman yang mendorong kekerasan dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi korban atau pelaku kekerasan; 3. Tingkat ketiga, mengeksplorasi konteks masyarakat tempat terjadinya hubungan sosial, seperti sekolah, tempat kerja dan lingkungan. Analisis ini 9 H a l.

berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko kekerasan. Risiko pada tingkat ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti mobilitas warga perumahan (misalnya, apakah orangorang di lingkungan cenderung untuk tinggal untuk waktu yang lama atau sering berpindah), kepadatan penduduk, tingkat pengangguran yang tinggi, atau adanya perdagangan obat di tingkat lokal. 4. Tingkat keempat melihat faktor-faktor sosial yang luas yang mendorong menciptakan atau menghambat iklim tindakan kekerasan. Hal Ini termasuk keberadaan norma-norma sosial dan budaya dalam masyarakat. Faktor sosial yang lebih besar mencakup kebijakan di bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan dan sosial yang seharusnya membantu menghilangkan ketimpangan ekonomi atau sosial antara kelompok-kelompok dalam masyarakat, Model pendekatan ekologis untuk menganalisis akar permasalahan kekerasan terhadap anak dapat divisualisasi melalui ragaan di bawah ini. Sosial Masyarakat Jalinan (kemitraan) Individu Sumber: WHO tanpa tahun E. Kekerasan Terhadap Anak dalam Perspektif KHA KHA menjadi kerangka prinsip hukum dan standar rinci bagi upaya pengaturan seluruh hukum, kebijakan, dan praktik yang berdampak pada anak, 10 H a l.

termasuk pemajuan pencegahan kekerasan dan upaya memberikan perlindungan kepada seluruh anak dari segala jenis kekerasan. Berbagai pasal dari KHA menegaskan bahwa anak memiliki hak atas integritas fisik dan pribadi, dan menikmati standar yang tinggi untuk perlindungan. Pasal 19 KHA menandaskan bahwa Negara-negara Pihak harus mengambil semua tindakan legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang tepat untuk melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, luka-luka atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan alpa, perlakuan buruk atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seks selama dalam pengasuhan (para) orang tua, wali hukum atau orang lain manapun yang memiliki tanggung jawab mengasuh anak. Luasnya kewajiban ini telah ditekankan oleh Komite Hak Anak. Komite juga menggarisbawahi persyaratan bahwa semua kekerasan terhadap anak-anak harus dilarang. Larangan tersebut mencakup semua bentuk hukuman fisik (corporal punishment). Komentar Umum Komite Hak Anak No. 8 (2006) tentang Hak Anak atas Perlindungan dari Penghukuman Fisik dan Formulir Kejam atau Merendahkan Hukuman lain (The Rights of the Child to Protection from Corporal Punishment and Other Cruel or Degrading Forms of Punishment) menyoroti kewajiban semua Negara untuk bergerak cepat untuk melarang dan menghapuskan segala bentuk hukuman fisik dan hukuman lainnya kejam atau merendahkan martabat anak-anak, dengan fokus pada peningkatan, kesadaran legislatif dan langkah-langkah pendidikan. Larangan ditujukan terhadap penggunaan hukuman yang disengaja dan kekuatan untuk menyebabkan beberapa derajat nyeri, ketidaknyamanan atau penghinaan kepada anak-anak. Kemudian Komite Hak Anak kembali memperkuat upaya perlindungan anak melalui Komentar Umum No. 13 (2011) mengenai Hak Anak Bebas dari Segala Jenis Kekerasan (The right of the child to freedom from all forms of violence) sebagai upaya lebih lanjut Komite untuk melindungi anak dari segala jenis kekerasan. Lahirnya komentar ini dilatarbelakangi intensitas kekerasan terhadap yang semakin meluas. Langkah-langkah harus diperkuat dan diperluas agar secara efektif dapat 11 H a l.

mengakhiri praktik-praktik kekerasan yang membahayakan perkembangan anakanak. Pasal 28 ayat (2) KHA mensyaratkan bahwa upaya pendisiplin sekolah diberikan sesuai dengan martabat manusia anak dan sesuai dengan Konvensi ini. Dalam menafsirkan ketentuan ini, Komite menggarisbawahi bahwa Negara untuk melarang hukuman fisik dan segala bentuk pendisiplinan yang menghinakan dan berbahaya dalam konteks pendidikan. Perlindungan dari segala bentuk eksploitasi diatur dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 36 KHA, yakni perlindungan dari eksploitasi ekonomi; pemanfaatan dalam perdagangan narkotika ilegal; eksploitasi seksual; perdagangan anak, dan bentuk eksploitasi lainnya. Pasal 37 KHA menjamin hak anak dari penyiksaan, perlakuan, atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat anak. Selanjutnya, Pasal 38 KHA memberikan perlindungan anak yang berada dalam situasi konflik bersenjata. Cakupan perlindungan juga ditujukan bagi anak yang berhadapan dengan hukum melalui Pasal 37, Pasal 39, dan Pasal 40. Perlindungan tersebut mencakup : 1. Perampasan kebebasan yang sewenang-wenang; 2. Hukuman mati dan penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan; 3. Penangkapan, Penahanan atau Pemenjaraan: a) Sesuai dengan hukum b) Sebagai upaya terakhir; c) Periode waktu yang singkat; 4. Anak-anak yang dirampas kebebasannya harus: a) Diperlakukan dengan manusiawi dan dengan cara yang memperhitungkan kebutuhan khusus sesuai usia mereka; b) Dipisahkan dari orang dewasa; c) Melakukan kontak dengan keluarga mereka; d) Memiliki akses yang cepat untuk bantuan hukum dan lainnya Memiliki hak untuk menguji legalitas penahanan mereka. 5. Memajukan martabat dan harga diri anak melalui: 12 H a l.

a) Memperkuat penghormatan hak anak dan kekebasan dasar lainnya; b) Menaikan usia pertanggungjawaban pidana anak; c) Memajukan reintegrasi ke dalam masyarakat dan peningkatan peran konstruktif anak. 13 H a l.