PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENYELENGGARAAN PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

dokumen-dokumen yang mirip
PETUNJUK TEKNIS BANTUAN SOSIAL (BANSOS) PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DIREKTORAT BINA GIZI MASYARAKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada

d. Sumber Data Laporan Puskesmas. Laporan Dinas Kesehatan Kab/Kota

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

Sumber: GIZI CEPER 2013.docx?dl=0

KERANGKA ACUAN PROGRAM GIZI PUSKESMAS KAMPAR KIRI

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

BAB II PERENCANAAN KINERJA

Daya tahan rendah Mudah sakit Kematian

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 747/Menkes/SK/VI/2007 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL KELUARGA SADAR GIZI DI DESA SIAGA

No. Dokumen : C. KEBIJAKAN Puskesmas Gedongan mengatur tata cara melakukan konsultasi gizi kepada pasien

1 Usia Harapan Hidup (UHH) Tahun 61,2 66,18. 2 Angka Kematian Bayi (AKB) /1.000 KH Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) /100.

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BULUNGAN

PANDUAN PENGISIAN KUESIONER PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) DAN MONITORING EVALUASI KEGIATAN PEMBINAAN GIZI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Juknis Operasional SPM

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH DINAS KESEHATAN Jalan Jend.Sudirman No.24 Telp SUNGAI PENUH Kode Pos : 37112

b. Tujuan Khusus Meningkatkan cakupan hasil kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB) di Puskesmas Losarang.

BAB IV PELAYANAN PUBLIK BIDANG KESEHATAN

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

I. PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan mempunyai visi mewujudkan masyarakat mandiri untuk

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

PEDOMAN PENDAMPINGAN KELUARGA MENUJU KADARZI

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

PROGRAM AKSELERASI PENINGKATAN GIZI MASYARAKAT

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

PPG ( PUSAT PEMULIHAN GIZI )

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERJANJIAN KINERJA DINAS KESEHATAN TAHUN 2016

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR ^7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS

Pengelolaan Program Gizi Di Puskesmas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN SANGGAU DINAS KESEHATAN PUSKESMAS ENTIKONG KEPALA PUSKESMAS ENTIKONG,

KERANGKA ACUAN KERJA PROGRAM GIZI PUSKESMAS MANDIANGIN TAHUN 2017

Disampaikan pada : REFRESHING KADER POSYANDU Kabupaten Nias Utara Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

TFC ( Therapeutic Feeding Centre ) / PPG ( Pusat Pemulihan Gizi )

UPTD PUSKESMAS CIKAUM

PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN 2015

SURVEILANS GIZI (Direktorat Gizi Masyarakat)

KEBIJAKAN DASAR PUSKESMAS (Kepmenkes No 128 th 2004) Latar belakang

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan suatu negara. Berdasarkan target Millenium Development Goals

TANTANGAN PROGRAM GIZI DI INDONESIA. Doddy Izwardy Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN KABUPATEN/KOTA

PEMERINTAH KABUPATEN BOMBANA

PENCAPAIAN SPM KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

OLEH: DODIK BRIAWAN (KULIAH PEMBEKALAN KKP ILMU GIZI, BOGOR, 5 MEI 2012) KOMPETENSI KKP/Internship (AIPGI)

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

PEDOMAN PELAKSANAAN SURVEILANS GIZI DI KABUPATEN/KOTA

D. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Petugas P2 Diare (Program Pemberantasan Diare) Puskesmas Payolansek

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155/Menkes/Per/I/2010 TENTANG PENGGUNAAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) BAGI BALITA

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

DEFINISI OPERASIONAL STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

RENCANA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANJAR TAHUN 2017

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN. tahun. Berikut data ketenagaan pegawai di Puskesmas Banguntapan III per 31

BAB 1 PENDAHULUAN. menggembirakan. Berbagai masalah gizi seperti gizi kurang dan gizi buruk,

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. tahun Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS BANJARANGKAN II PROTAP PELAYANAN PENINGKATAN GIZI DI PUSKESMAS BANJARANGKAN II

PETUNJUK PELAKSANAAN SURVEILANS GIZI

Panduan Pelayanan Pencegahan Penyakit Menular

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL KEGIATAN PUSKESMAS BALARAJA

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Salah satu penentu kualitas sumber daya manusia adalah gizi seimbang. Kekurangan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan (growth) adalah hal yang berhubungan dengan perubahan

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi

Transkripsi:

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENYELENGGARAAN PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DITJEN BINA KESEHATAN MASYARAKAT DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT JAKARTA 2004

- i - KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan hidayah-nya sehingga Petunjuk Teknis (Juknis) Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat ini dapat diselesaikan. Juknis SPM Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat merupakan penjabaran dari Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota (Kep.Menkes R.I. Nomor: 1457/MENKES/SK/X/2003) Tanggal 10 Oktober 2003. Juknis SPM Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat disusun setelah mendapat masukan dari lintas sektor, lintas program baik ditingkat pusat maupun di daerah, dan telah dilakukan uji coba di lima kabupaten/kota di lima Propinsi yaitu Kabupaten Bantul Propinsi D.I.Yogyakarta, Kabupaten Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat, Kota Pare-Pare Propinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara, dan Kota Singkawang Propinsi Kalimantan Barat. Penyusunan Juknis SPM Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi pelaksana program gizi di tingkat kabupaten/kota dalam rangka menilai pencapaian pelaksanaan program gizi. Mengingat Juknis SPM Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat ini bersifat dinamis, maka jenis pelayanan beserta indikator kinerjanya perlu terus dikembangkan melalui konsensus nasional, untuk itu kritik, saran dan masukan-masukan untuk kesempurnaan juknis SPM ini sangat kami harapkan. Akhirnya saya sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Tim Penyusun Juknis SPM Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat, serta

- ii - semua pihak yang telah bekerja keras sejak penyusunan materi, model building sampai disusunnya juknis SPM Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kekuatan dan petunjuk-nya kepada kita semua. Jakarta, Oktober 2004 Direktur Gizi Masyarakat, Dr. Rachmi Untoro NIP. 380 001 106

- iii - DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 1 II. RUANGLINGKUP SPM PENYELENGGARAAN GIZI MASYARAKAT... 3 III. PETUNJUK TEKNIS SPM PENYELENGGARAAN GIZI MASYARAKAT... 5

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kewenangan Pemerintah untuk menetapkan pedoman standar pelayanan minimal (SPM) yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000. Dalam rangka desentralisasi, daerah diberi tugas, wewenang, kewajiban dan tanggungjawab menangani urusan pemerintah tertentu. Pemerintah Kabupaten / kota menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai standar Pelayanan Minimal (SPM). Standar Pelayanan Minimal berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan dan indikator kinerja serta target pencapaiannya pada tahun 2010. Pelayanan dasar kepada masyarakat adalah fungsi pemerintah dalam memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. SPM bidang kesehatan di kabupaten / kota adalah salahsatu tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan daerah, dan penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu program bidang kesehatan. Untuk memudahkan dalam pengimplementasian SPM Bidang Kesehatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat, maka disusunlah Petunjuk Teknis SPM Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat ini. B. TUJUAN Juknis SPM Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat ini dimaksudkan untuk memberikan acuan kepada petugas gizi kabupaten / kota dalam merencanakan program perbaikan gizi masyarakat sesuai standar pelayanan minimal yang harus diterapkan di kabupaten/kota. 1

Juknis SPM Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat secara khusus dimaksudkan untuk memudahkan petugas gizi kabupaten/kota dalam hal: 1). Perhitungan kebutuhan pelayanan gizi sesuai dengan standar pelayanan minimal. 2). Penyusunan rencana kerja dan pencapaian target SPM. 3). Penilaian pengukuran kinerja. 4). Penyusunan laporan kinerja dalam penyelenggaraan SPM penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat. 2

II. RUANG LINGKUP SPM PENYELENGGARAAN GIZI MASYARAKAT A. SPM Bidang Kesehatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak 1. Cakupan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang ditangani Pelayanan Kesehatan Anak Pra-Sekolah dan Usia Sekolah 1. Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita & pra-sekolah 2. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih / guru UKS / dokter kecil 3. Cakupan pelayanan kesehatan remaja Pelayanan Pengobatan / Perawatan 1. Cakupan rawat jalan 2. Cakupan rawat inap Pemantauan Pertumbuhan Balita 1. Balita yang naik berat badannya 2. Balita bawah garis merah (BGM) Pelayanan Gizi 1. Cakupan balita mendapat kapsul Vitamin A dua kali per tahun 2. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe 3. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi BGM dari keluarga miskin 4. Balita gizi buruk (BB/TB <-3 SD WHO NCHS) mendapat perawatan 3

Pelayanan Gawat Darurat 1. Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat 2. Penyelenggaraan penyelidikan Epidemiologi dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) dan Gizi Buruk 3. Desa/kelurahan yang mengalami KLB ditangani <24 jam 4. Kecamatan bebas rawan gizi Penyuluhan Perilaku Sehat 1. Bayi yang mendapat ASI Eksklusif 2. Desa dengan garam beryodium baik B. SPM di luar Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan Kerja 1. Cakupan Pelayanan Kesehatan Kerja pada Pekerja Formal Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut 1. Cakupan Pelayanan Kesehatan Pra-usia Lanjut dan Usia Lanjut Pelayanan Gizi 1. Cakupan WUS yang Mendapat Kapsul Yodium 4

III. PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENYELENGGARAAN PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT G. Pemantauan Pertumbuhan Balita 1. Balita yang Naik Berat Badannya a. Pengertian Balita yang naik berat badannya (N) adalah balita yang ditimbang 2 (dua) bulan berturut-turut naik berat badannya dan mengikuti garis pertumbuhan pada KMS. b. Definisi Operasional Balita yang naik berat badannya (N) adalah Balita yang ditimbang (D) di Posyandu maupun di luar Posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Balita yang naik berat badannya = Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun diluar posyandu yang berat badannya naik (N) Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun diluar posyandu (D) x 100 % 2) Pembilang Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun di luar posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun di luar posyandu di satu wilayah kerja tertentu pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5

5) Contoh Perhitungan Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 45. Jumlah balita yang ditimbang seluruhnya (D) = 62. Persentase balita yang naik berat badannya : 45 62 X 100% = 72,6% d. Sumber Data R1 Gizi, LB3-SIMPUS e. Rujukan 1) Pedoman UPGK; 2) Pedoman pengisian KMS; 3) Pedoman pemantauan pertumbuhan balita. f. Target Target 2005: 60% Target 2010: 80% g. Langkah Kegiatan 1) Pengadaan dan pemeliharaan sarana terdiri dari alat timbang, pengadaan daftar tilik, formulir rujukan, R1 Gizi, LB3-SIMPUS; 2) Perencanaan logistik, pelaksanaan kegiatan dan pengambilan laporan; 3) Pelaksanaan pemantauan pertumbuhan di posyandu dan di luar posyandu; 4) Bimbingan teknis. 2. Balita Bawah Garis Merah a. Pengertian Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS. b. Definisi Operasional Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita BGM yang ditemukan disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 6

c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Balita bawah garis merah = Jumlah balita Bawah Garis Merah (BGM) Jumlah seluruh balita yang ditimbang (D) X 100% 2) Pembilang Jumlah balita BGM di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah seluruh balita yang ditimbang di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah balita BGM = 4 anak. Jumlah seluruh balita yang ditimbang = 62 anak. Persentase balita bawah garis merah : 4 62 X 100% = 6,5% d. Sumber Data R1 Gizi, LB3-SIMPUS e. Rujukan 1) Pedoman UPGK; 2) Pedoman pengisian KMS; 3) Pedoman pemantauan pertumbuhan balita; f. Target Target 2005: 8% Target 2010: 5% g. Langkah Kegiatan 1) Pengadaan dan pemeliharaan alat ukur berat badan dan KMS, pengadaan daftar tilik dan formulir rujukan; 2) Perencanaan penyiapan logistik; 7

3) Pelacakan BGM melalui pemantauan pertumbuhan di posyandu dan di luar posyandu; 4) Bimbingan teknis. H. Pelayanan Gizi 1. Cakupan Balita Mendapat Kapsul Vitamin A 2 kali per tahun. a. Pengertian 1) Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul vitamin A adalah bayi yang berumur mulai umur 6-11 bulan dan anak umur 12-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi. 2) Kapsul vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna biru dengan dosis 100.000 S.I. yang diberikan kepada bayi umur 6-11 bulan dan kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 S.I. yang diberikan kepada anak umur 12-59 bulan. b. Definisi Operasional Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan bayi 6-11 bulan mendapat kapsul vitamin A satu kali dan anak umur 12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi dua kali per tahun di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Cakupan Balita mendapat kapsul vitamin A = Jumlah Balita yang mendapat kapsul Vitamin A dosis tinggi Balita yang ada di satu wilayah kerja X 100% 2) Pembilang Jumlah Balita mendapat kapsul vit. A dosis tinggi di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 8

3) Penyebut Jumlah Balita yang ada di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah anak usia 12-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi= 100.000. Jumlah bayi usia 6-11 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi= 20.000. Jumlah Balita di wilayah Kabupaten/Kota= 150.000 balita. Cakupan balita mendapat Kapsul vitamin A di Kab/Kota X pada tahun 2003 = (100.000+20.000) 150.000 X 100% = 80% d. Sumber Data FIII Gizi, LB3-SIMPUS, Kohort Balita dan Biro Pusat Statistik Kabupaten/Kota. e. Rujukan 1) Pedoman Akselerasi Cakupan Kapsul Vitamin A, Depkes RI Tahun 2000; 2) Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A, Depkes RI Tahun 2000; 3) Booklet Deteksi Dini Xerophtalmia, Depkes RI Tahun 2002; 4) Pedoman dan deteksi tatalaksana kasus xerophtalmi, Depkes RI Tahun 2002. f. Target Target 2005: 80% Target 2010: 90% g. Langkah Kegiatan 1) Pendataan Sasaran Balita (Baseline data); 2) Perencanaan kebutuhan kapsul vitamin A; 3) Pengadaan dan pendistribusian kapsul vitamin A; 4) Sweeping pemberian kapsul vitamin A; 5) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis; 6) Monitoring dan Evaluasi. 9

2. Cakupan Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Fe a. Pengertian 1) Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I s/d trismester III. 2) Tablet Fe adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi Anemia Gizi Besi yang diberikan kepada ibu hamil. b. Definisi Operasional Cakupan Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe adalah cakupan Ibu hamil yang mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Cakupan Ibu Hamil mendapat 90 tablet = Jumlah ibu hamil mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya Jumlah ibu hamil X 100% 2) Pembilang Jumlah ibu hamil yang mendapat tabket Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah ibu hamil mendapat tabket Fe= 7.500 ibu Jumlah ibu hamil= 15.000 ibu. Cakupan ibu hamil mendapat tablet 7.500 15.000 X 100% = 50,0% 10

d. Sumber Data Kohort LB3 Ibu, PWS-KIA, Perkiraan sasaran ibu bersalin di wilayah kerja yang sama dihitung dengan formula 1.05 x CBR wilayah kerja yang sama x jumlah penduduk di wilayah kerja yang sama. e. Rujukan 1) Pedoman Pemberian Tablet Besi-Folat dan Sirup Besi bagi Petugas Depkes RI Tahun 1999; 2) Booklet Anemia Gizi dan Tablet Tambah Darah Untuk WUS Tahun 2001. f. Target Target 2005: 70% Target 2010: 90% g. Langkah Kegiatan 1) Pendataan Sasaran Ibu Hamil (Baseline data); 2) Perencanaan kebutuhan tablet Fe (zat besi); 3) Pengadaan dan pendistrubusian tablet Fe; 4) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis; 5) Monitoring dan Evaluasi. 3. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Bawah Garis Merah dari Keluarga Miskin. a. Pengertian 1). Bayi Bawah Garis Merah (BGM) keluarga miskin adalah bayi usia 6-11 bulan yang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS. 2). Keluarga Miskin (Gakin) adalah keluarga yang dtetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui Tim Koordinasi Kabupaten/Kota (TKK) dengan melibatkan Tim Desa dalam mengidentifikasi nama dan alamat Gakin secara tepat, sesuai dengan Gakin yang disepakati. 3) MP-ASI dapat berbentuk bubur, nasi tim dan biskuit yang dapat dibuat dari campuran beras, dan atau beras merah, kacang-kacangan, sumber protein hewani/nabati, terigu, margarine, gula, susu, lesitin kedele, garam bikarbonat dan diperkaya dengan vitamin dan mineral. 11

b. Definisi Operasional Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi usia 6-11 bulan BGM dari keluarga miskin adalah pemberian MP-ASI dengan porsi 100 gram per hari selama 90 hari. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Cakupan pemberian MP-ASI = Jumlah bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin yang mendapat MP- ASI Jumlah seluruh bayi BGM usia 6 11 bulan dari Gakin X 100% 2) Pembilang Jumlah bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin yang mendapat MP-ASI di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah seluruh bayi usia 6-11 BGM bulan dari Gakin di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin yang mendapat MP-ASI = 60; Jumlah seluruh bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin= 75. Cakupan pemberian MP-ASI bayi usia 6-11 bulan BGM yang mendapat MP-ASI dari GAKIN 60 75 X 100% = 80,0% d. Sumber Data Laporan Khusus MP-ASI, R1 Gizi, LB3-SIMPUS 12

e. Rujukan Pedoman pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk bayi usia 6-11 bulan dan Spesifikasi MP-ASI tahun 2004. f. Target Target 2005: 90% Target 2010: 100% g. Langkah Kegiatan 1) Pendataan sasaran; 2) Penyusunan Spesifikasi dan Pedoman Pengelolaan MP-ASI untuk bayi usia 6-11 bln dan anak usia 12-23 bln; 3) Pelatihan tenaga pelaksanaan program MP-ASI; 4) Sosialisasi program MP-ASI; 5) Distribusi MP-ASI; 6) Pencatatan/Pelaporan; 7) Monitoring dan Evaluasi. 4. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan a. Pengertian 1) Balita adalah anak usia di bawah lima tahun (0 tahun sampai dengan 4 tahun 11 bulan), yang ada di kabupaten/kota. 2) Gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan Z-score < 3, dan atau dengan tanda-tanda klinis (marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor). 3) Perawatan sesuai standar yaitu pelayanan yang diberikan mencakup : a) Pemeriksaan klinis meliputi kesadaran, dehidrasi, hipoglikemi, dan hipotermi; b) Pengukuran antropometri menggunakan parameter BB dan TB; c) Pemberian larutan elektrolit dan multimicronutrient serta memberikan makanan dalam bentuk, jenis, dan jumlah yang sesuai kebutuhan, mengikuti fase Stabilisasi, Transisi, dan Rehabilitasi; d) Diberikan pengobatan sesuai penyakit penyerta; 13

e) Ditimbang setiap minggu untuk memantau peningkatan BB sampai mencapai Z-score -1; f) Konseling gizi kepada orang tua / pengasuh tentang cara memberi makan anak. b. Definisi Operasional Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Balita gizi buruk mendapat perawatan = Balita gizi buruk yang dirawat di sarana pelayanan kesehatan sesuai standar Balita gizi buruk yang ditemukan X 100% 2) Pembilang Jumlah balita gizi buruk yang dirawat di sarana pelayanan kesehatan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah seluruh balita gizi buruk yang ditemukan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Berdasarkan hasil temuan balita gizi buruk di kecamatan X sebanyak 20 balita. Laporan dari petugas terkait menunjukkan terdapat 16 balita gizi buruk yang mendapat perawatan sesuai standar. Maka Cakupan pelayanan perawatan balita gizi buruk adalah : 16 20 X 100% = 80,0% 14

d. Sumber Data R1/Gizi, LB3-SIMPUS, SIRS, W1 (laporan Wabah KLB), Laporan KLB gizi buruk Puskesmas dan atau Rumah Sakit. e. Rujukan 1) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya, 1998; 2) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Puskesmas dan Rumah Tangga, 1998; 3) Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003; 4) Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003; 5) Panduan Pelatihan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003; 6) Pedoman pelayanan gizi rumah sakit, 2003. 7) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) f. Target Target 2005: 100% Target 2010: 100% g. Langkah Kegiatan 1) Perencanaan penyiapan sarana/prasarana; 2) Pelatihan tenaga kesehatan; 3) Pelayanan kasus; 4) Evaluasi. 1. Bayi Yang Mendapat ASI Eksklusif a. Pengertian ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman. b. Definisi Operasional Bayi yang mendapat ASI eksklusif ádalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 15

c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Cakupan ASI Eksklusif = Jumlah bayi usia 0 6 bulan yang mendapat hanya ASI saja Jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan X 100% 2) Pembilang Jumlah bayi yang mendapat hanya ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%). 5) Contoh Perhitungan Jumlah bayi usia 0-6 bulan yang mendapat hanya ASI saja di satu wilayah Kab/Kota tahun 2003= 500 orang. Jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan di satu wilayah Kab/Kota = 1.500 orang. Cakupan ASI Eksklusif 500 1.500 X 100% = 33,3% d. Sumber Data Register kohort bayi atau R1-Gizi, dan Pencatatan kegiatan Puskesmas. e. Rujukan 1) Buku Strategi Nasional Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Tahun 2002; 2) Kep.Menkes Nomor 450/Menkes/IV/2000 tentang Pemberian ASI secara Eksklusif pada bayi di Indonesia; 3) Pedoman peningkatan penggunaan ASI (PP- ASI); 4) Booklet ASI Eksklusif. 16

f. Target Target 2005: 40% Target 2010: 80% g. Langkah Kegiatan 1) Kegiatan pengumpulan data : a) Menghitung jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan di satu wilayah kerja/ administrasi. b) Menghitung jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan yang hanya diberi ASI saja dari catatan puskesmas. c) Menghitung dengan rumus. 2) Kegiatan meningkatkan penyelenggaraan program: a) Pelatihan PP-ASI bagi tokoh agama, pengajar di institusi pendidikan keperawatan, kebidanan, gizi dan tenaga kesehatan. b) Penyusunan materi KIE ASI Eksklusif. c) Pengadaan materi KIE ASI Eksklusif. d) Pendataan sasaran ASI Eksklusif e) Penyuluhan ASI Eksklusif. f) Sosialisasi KIE ASI Eksklusif g) Pembinaan teknis (kunjungan lapangan) h) Pelaporan dan evaluasi. 2. Desa dengan Garam Beryodium Baik a. Pengertian 1). Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam Sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten. (Undang-undang 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). 2) Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah kota di bawah kecamatan (Undang-undang Otonomi Daerah 1999) 3) Garam beryodium baik adalah garam mempunyai kandungan yodium dengan kadar yang cukup (>30 ppm kalium yodat). 17

b. Definisi Operasional Desa dengan garam beryodium baik adalah desa/kelurahan dengan 21 sampel garam konsumsi yang diperiksa hanya ditemukan tidak lebih dari satu sampel garam konsumsi dengan kandungan yodium kurang dari 30 ppm pada kurun waktu tertentu c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Desa dengan garam beryodium = Jumlah desa dengan garam beryodium baik Jumlah seluruh desa yang diperiksa X 100% 2) Pembilang Jumlah desa dengan garam beryodium baik di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu 3) Penyebut Jumlah seluruh desa yang diperiksa di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%). 5) Contoh Perhitungan Jumlah desa dengan garam beryodium baik di Kab/Kota X pada tahun 2003 = 155 desa. Jumlah seluruh desa yang diperiksa di Kab/Kota tahun 2003 = 200 desa. Desa dengan garam beryodium baik 155 200 X 100% = 77,5% d. Sumber Data Laporan pemantauan garam beryodium di masyarakat. e. Rujukan 1) Pedoman pemantauan garam beryodium di tingkat masyarakat, Departemen Kesehatan RI. 2001. 18

2) Panduan Penegakan Norma Sosial Peningkatan Konsumsi Garam Beryodium, Tim Penanggulangan GAKY Pusat Tahun 2002. 3) Hasil pencatatan petugas lapangan tenaga kesehatan, guru dan kader. f. Target Target 2005: 65% Target 2010: 90% g. Langkah Kegiatan 1) Kegiatan mendapatkan data : a) Menghitung jumlah seluruh desa di satu wilayah kerja/administrasi. b) Menghitung desa yang beryodium. c) Menetapkan status desa (beryodium baik atau tidak). d) Menghitung jumlah desa yang beryodium baik. e) Menghitung dengan rumus. 2) Kegiatan meningkatkan pelaksanaan program : a) Pendataan sasaran desa (Baseline data); b) Perencanaan kebutuhan anggaran kegiatan promosi / KIE; c) Pengadaan tes kit yodium d) Pelatihan dan Kegiatan promosi KIE garam beryodium; e) Pengadaan media KIE garam beryodium. K. Penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Gizi buruk 1. Desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam a. Pengertian Desa/kelurahan mengalami KLB bila terjadi peningkatan kesakitan atau kematian penyakit potensial KLB, penyakit karantina atau keracunan makanan. KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu desa /kelurahan dalam waktu tertentu. 19

Desa/Kelurahan mengalami KLB gizi buruk, adalah jika ditemukan anak dengan pengukuran antropometri BB/U <-3 SD lalu dikonfirmasi dengan BB/TB, dan atau disertai tanda-tanda klinis. 1) Ditangani adalah mencakup penyelidikan dan penanggulangan KLB. 2) Pengertian kurang dari 24 jam adalah sejak laporan W1 diterima sampai penyelidikan dilakukan dengan catatan, selain formulir W1 dapat juga berupa fax atau telepon. 3) Penyelidikan KLB adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan pada suatu KLB atau dugaan adanya KLB, untuk memastikan adanya KLB, mengetahui penyebab, gambaran epidemiologi dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta menetapkan cara penanggulangan yang efektif. 4) Penanggulangan KLB adalah upaya untuk menemukan penderita atau dugaan penderita, untuk rujukan dan penanganan kasus, pencegahan peningkatan dan perluasan serta menghentikan suatu KLB. b. Definisi Operasional Persentase desa mengalami KLB gizi buruk ditangani kurang dari 24 jam sesuai pedoman SKD dan penanggulangan KLB. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam dalam 1 tahun = Jumlah desa/kelurahan yang mengalami kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan ditangani < 24 jam dalam 1 tahun Jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB gizi buruk dalam periode 1 tahun X 100% Catatan : Bila dalam 1 desa/kelurahan terjadi lebih dari 1 kali KLB pada periode 1 tahun, maka jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB dihitung sesuai dengan frekuensi KLB yang terjadi di desa/kelurahan tersebut, dan ikut dimasukan dalam penghitungan pembilang maupun penyebut. 20

2) Pembilang Jumlah desa/kelurahan yang mengalami kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan ditangani < 24 jam dalam periode 1 tahun 3) Penyebut Jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB gizi buruk dalam periode 1 tahun 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Kelurahan/ Desa J a n P e b M a r D s t D e s Frek. KLB Jml KLB ditanga ni < 24 jam Jml Desa/ Kelurah an mengalami KLB Keterangan A x x x - - 3 3 3 Jml desa/kel mengalami KLB dihi tung 3 krn KLB di desa/kel A terjadi 3 kali pd thn tersebut. B - - - - - 0 0 0 Tdk dihitung, krn tdk C - x - - - 1 0 1 D - - x - x 2 1 2 E x x x - x 4 2 4 terjadi KLB Jml desa/kel mengalami KLB dihi tung 1 krn KLB di desa/kel A terjadi 1 kali pd thn tersebut. Jml desa/kel mengalami KLB dihi tung 2 krn KLB di desa/kel A terjadi 2 kali pd thn tersebut. Jml desa/kel mengalami KLB dihi tung 4 krn KLB di desa/kel A terjadi 4 kali pd thn tersebut. Jum lah 2 3 3 0 2 10 6 10 Keterangan: X : Terjadi KLB - : tidak terjadi KLB 21

Hasil perhitungan pencapaian target berdasarkan indikator di kabupaten X tahun Y adalah : 6 10 X 100% = 60,0% d. Sumber Data 1) Laporan posyandu, masyarakat dan media masa (telah dikonfirmasi oleh petugas kesehatan) 2) Laporan KLB 24 jam ( W1); 3) Laporan SP2TP; e. Rujukan 1) Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan penanggulangan KLB gizi buruk; 2) Kepmenkes No: 1176/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan; 3) Kepmenkes No: 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan; 4) Kepmenkes No: 1479/Menkes/SK/X/2003, tentang Surveilans Terpadu Penyakit. 5) Pedoman pemantauan pertumbuhan f. Target Target 2005: 100 % KLB tertanggulangi Target 2010: 100 % KLB tertanggulangi g. Langkah-Langkah Kegiatan: 1) Pelatihan petugas 2) Penyelidikan kasus 3) Pengolahan dan analisis data 4) Pembahasan hasil 5) Rujukan kasus 6) Surveilans ketat (intensif) 7) Dukungan tehnis dan logistik 8) Pemantauan dan evaluasi 9) Pelaporan 22

2. Kecamatan Bebas Rawan Gizi a. Pengertian 1) Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah Kabupaten dan/atau daerah Kota dibawah Kabupaten/Kota. (Undang-Undang No. 22, tentang pemerintahan daerah 2) Gizi kurang: Status gizi yang diukur berdasarkan berat badan menurut umur ( Z-Score < -2 s.d. -3 ). 3) Gizi buruk; Status gizi yang diukur berdasarkan berat badan menurut umur (, Z-Score terletak <-3 ), dan atau disertai tanda klinis kwashiorkor, marasmus, marasmus kwashiorkor) 4) KLB Gizi buruk, bila ditemukan 1 kasus gizi buruk menurut BB/U dan dikonfirmasi dengan BB/TB,,Z-Score <-3 dan/ atau disertai dengan tanda-tanda klinis. 5) Kecamatan bebas rawan gizi, bila prevalensi gizi kurang dan gizi buruk, < 15% 6) Kurun waktu tertentu adalah waktu pelaksanaan pemantauan status gizi kecamatan selama 1 tahun. b. Definisi Operasional Kecamatan bebas rawan gizi adalah kecamatan dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita <15% pada kurun waktu tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Kecamatan bebas rawan gizi = Jumlah kecamatan dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk < 15% Jumlah kecamatan seluruhnya X 100% 2) Pembilang Jumlah kecamatan dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita <15% di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah kecamatan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%). 23

5) Contoh Perhitungan Jumlah kecamatan dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita <15%= 12; Jumlah kecamatan seluruhnya= 18; Kecamatan Bebas rawan Gizi adalah 12 X 100% = 66,6% 18 d. Sumber Data Hasil Pemantauan status gizi kecamatan, W1 (Laporan Wabah Harian), laporan SKDN. e. Rujukan 1) Buku Pedoman Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi; 2) Buku Petunjuk Tehnis Pemantauan Status Gizi (PSG) Anak Balita; 3) SK Menteri Kesehatan RI No:920/Menkes/SK/VIII/2002: Klasifikasi status gizi anak dibawah lima tahun ( balita). f. Target Target 2005 : 40% Target 2010 : 80 % g. Langkah Kegiatan 1) Pemantauan status gizi; 2) Penyelidikan dan penanggulangan KLB Gizi. A. Pelayanan Gizi Cakupan Wanita Usia Subur Yang Mendapatkan Kapsul Yodium a. Pengertian 1) Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang berusia 15 s/d 49 tahun termasuk ibu hamil/nifas, calon pengantin (catin), remaja puteri (dalam dan luar sekolah), pekerja wanita, dan WUS tidak hamil. 2) Kapsul yodium adalah kapsul minyak yang mengandung yodium yang diberikan kepada Wanita Usia Subur untuk daerah endemik sedang dan endemik berat. 24

b. Definisi Operasional Cakupan wanita usia subur yang mendapatkan kapsul yodium adalah wanita usia subur di daerah endemik sedang dan berat yang mendapat kapsul yodium di satu wilayah kerja pada waktu kurun tertentu. c. Cara Perhitungan/Rumus 1) Rumus Cakupan WUS yang mendapat kapsul yodium = Jumlah WUS di daerah endemik sedang dan berat yang mendapat kapsul yodium Jumlah seluruh WUS di daerah endemik sedang dan berat X 100% 2) Pembilang Jumlah WUS di daerah endemik sedang dan berat yang mendapat kapsul yodium di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 3) Penyebut Jumlah seluruh WUS di daerah endemik sedang dan berat yang ada di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama 4) Ukuran/Konstanta Persentase (%) 5) Contoh Perhitungan Jumlah WUS mendapat kapsul yodium 22.000 WUS. Jumlah WUS seluruhnya= 50.000 WUS Persentase cakupan WUS mendapat kapsul yodium adalah 22.000 50.000 X 100% = 44,0% d. Sumber Data Laporan program GAKY Kabupaten e. Rujukan 1. Pedoman Distribusi Kapsul Minyak Beryodium Depkes RI, Tahun 2000. 25

2. Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Garam Beryodium Di Tingkat Masyarakat Depkes RI, Tahun 2001. 3. Booklet Kretin Akibat Kurang Yodium, Tahun 2002. f. Target Target 2005: 50% Target 2010: 80% g. Langkah Kegiatan 1) Pendataan Sasaran WUS (Baseline data) 2) Perencanaan kebutuhan kapsul yodium 3) Pengadaan dan pendistribusian kapsul yodium 4) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis 5) Monitoring dan Evaluasi 26