BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World

dokumen-dokumen yang mirip
Identifikasi Komunikasi Efektif SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendation) Di RSUD Kota Mataram ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keselamatan ( safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

Artikel Komunikasi Efektif SBAR

BAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya.

Komunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan

Winarni, S. Kep., Ns. MKM

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional.

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit saat ini wajib menerapkan keselamatan pasien. Keselamatan. menjadi lebih aman dan berkualitas tinggi (Kemenkes, 2011;

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. standar professional dan hukum (College of registered nurses of British. pasien, keluarga serta masyarakat (Aditama, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan berdasarkan pola pelayanan berfokus pada pasien (Patient

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan rumah sakit menyebabkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan mutu pelaksanaan layanan kesehatan. Di banyak penelitian diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. profesional, perawat harus mampu memberikan perawatan dengan penuh kasih

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di rumah sakit. Hal ini disebabkan karena tenaga keperawatan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama beratnya untuk diimplementasikan (Vincent, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini keselamatan pasien merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era

BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. mampu melaksanakan fungsi manajemen keperawatan (Sitorus, R & Panjaitan,

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien adalah sebuah sistem pencegahan cedera terhadap pasien dengan

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. dipisah-pisahkan. Keselamatan pasien adalah bagian dari mutu. Diantara enam sasaran mutu,

BAB I PENDAHULUAN. dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

KESELAMATAN PASIEN. Winarni, S. Kep., Ns., M. KM

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan

PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEAMANAN PEMBERIAN TERAPI OBAT

BAB I PENDAHULUAN. dibahas dalam pelayanan kesehatan. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, maka syarat mutu makin bertambah penting. Hal tersebut mudah saja

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi, padat karya, padat profesi, padat sistem, padat mutu dan padat risiko,

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) adalah sistem dimana Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kepada pasien (Komisi disiplin ilmu kesehatan, 2002). kebutuhan pasien, tenaga pemberi layanan dan institusi.

BAB I PENDAHULUAN. satu yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit yaitu sistem keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan puskesmas maka pelayanan rumah sakit haruslah yang. berupaya meningkatkan mutu pelayanannya (Maturbongs, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009).

BAB I PENDAHULUAN. ketepatgunaan perawatan pasien di rumah sakit. tingkat dasar pada tanggal 12 juli 2014 dan sudah dilakukan kunjungan

Farida Marjani 1) Happy Indri Hapsari 2), Anissa Cindy Nurul Afni, 2) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Sarana pelayanan kesehatan menurut Permenkes RI. No.269/Menkes/Per/III/2008 adalah tempat penyelenggaraan upaya

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana dimasa lalu pelayanan. diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden.

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Peneliti akan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Diharapkan) dengan rentang 3,2 16,6 %. Negara Indonesia data tentang KTD

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of

repository.unimus.ac.id

RSUD A.M. PARIKESIT PENINGKATAN MUTU & KESELAMATAN PASIEN

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. kolaborasi dengan berbagai pihak. Hal ini membuat perawat berada pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai industri jasa kesehatan pada dasarnya bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

No. Dokumen No. Revisi Halaman 1 dari 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hampir semua aspek atau tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diperlukan pegawai yang profesional, bertanggung jawab, jujur

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

I.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sehingga, perawat sebagai profesi dibidang pelayanan sosial rentan

Pelatihan Komunikasi S-BAR, Mutu Operan Jaga

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan sehingga di rumah sakit diharapkan mampu untuk. puas dan nyaman, sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada seperti

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DINAS KESEHATAN UPT.PUSKESMAS MENGWI II Alamat : Jl. Raya Tumbak Bayuh

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

BAB I PENDAHULUAN. komitmen pembangunan kualitas masyarakat di Indonesia. Sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk

tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar 234 juta per tahun (Weiser, et al,

BAB I PENDAHULUAN. 24 jam, dimana dibutuhkan sistem kerja yang bergantian(shift) dalam

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat


BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. dilakukan walau belum memenuhi standar. 2. Persepsi perawat terhadap motivasi lebih dari separuh memiliki motivasi

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya oleh pemerintah, namun juga masyarakat. Salah satu fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. motivasi. Menurut Winardi (2007), motivasi merupakan karakteristik. psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Patient Safety dewasa ini menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit (WHO, 2013). Tidak hanya rumah sakit di negara maju yang menerapkan keselamatan pasien untuk menjamin mutu pelayanan yang baik, tetapi juga rumah sakit di negara berkembang seperti Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan no 1691/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit. Peraturan ini menjadi tonggak utama operasionalisasi kesalamatan pasien di rumah sakit seluruh Indonesia. Pada tanggal 2 Mei 2007, WHO Collaborating Center for Patient Safety resmi menerbitkan Nine Life Saving Patient Safety Solution sebagai upaya untuk mengoptimalkan program World Alliance for Patient Safety yang mendorong rumah sakit di Indonesia melalui Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) untuk menerapkan Sembilan Solusi Life Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Berdasarkan sembilan unsur solusi keselamatan pasien, komunikasi efektif merupakan salah satu peran penting yang menduduki posisi

ketiga setelah keamanan obat dan identifikasi pasien. Komunikasi yang tidak efektif akan berdampak buruk bagi pasien, hampir 70% kejadian sentinel di rumah sakit disebabkan karena kegagalan komunikasi dan 75% nya mengakibatkan kematian (Linda, 2006). Selain itu standar akreditasi RS 2012 SKP.2/ JCI IPSG.2 mensyaratkan agar rumah sakit menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap dan jelas yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan informasi. Australian Comission on Safety and Quality in Health Care (2009) mewajibkan seluruh rumah sakit untuk menerapkan komunikasi efektif di instalasi rawat inap dengan menerapkan komunikasi secara benar saat serah terima/ timbang terima pasien sebagai upaya meningkatkan keakuratan informasi dan kesinambungan perawat dalam pengobatan dan asuhan keperawatan. Timbang terima merupakan transfer perawatan dan tanggung jawab dari satu perawat ke perawat lain sehingga dapat memberikan perawatan yang aman dan berkualitas. Alvarado, Lee & Christoffersen (2006) menyebutkan bahwa komunikasi berbagai informasi yang diberikan saat timbang terima sangat membantu dalam perawatan pasien. Timbang terima yang dilaksanakan dengan baik dapat membantu memfasilitasi kesinambungan perawatan pasien sehingga tercipta perawatan pasien yang aman. Meskipun timbang terima pasien merupakan salah satu pilar terciptanya perawatan yang aman, sampai saat ini kesalahan akibat pelaksanaan timbang

terima masih mengundang keprihatinan internasional. Sebagaimana dilaporkan Cohen & Hilligos, dalam studinya tentang kesalahan komunikasi timbang terima pasien ditemukan kejadian sebesar 32% yang menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat, rencana keperawatan, kehilangan informasi serta tes penunjang. WHO (2007) juga melaporkan bahwa terdapat 11% dari 25.000-30.000 kasus pada tahun 1995 2006 terdapat kesalahan akibat komunikasi pada saat timbang terima. Sebagai upaya dalam meminimalisasi kesalahan komunikasi timbang terima pasien, maka WHO pada tahun 2007 mewajibkan penggunaan suatu standar untuk anggota negara WHO dalam memperbaiki pola komunikasi pada saat melakukan timbang terima, dengan menggunakan metode komunikasi SBAR. Menurut modul Interprofesional communication SBAR, Komunikasi SBAR merupakan komunikasi yang dilaksanakan secara face to face dan terdiri dari 4 komponen, yaitu komponen S(Situation) merupakan suatu gambaran yang terjadi pada saat itu. Komponen B(Background) merupakan sesuatu yang melatar belakangi situasi yang terjadi. Komponen A(Assessment): merupakan suatu pengkajian terhadap suatu masalah, dan yang terakhir adalah komponen R(Recommendation) merupakan suatu tindakan dimana meminta saran untuk tindakan yang benar yang seharusnya dilakukan untuk masalah tersebut. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pelaksanaan timbang terima dengan teknik SBAR masih belum efektif. Ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Supinganto, Mulianingsih, & Suharmanto (2015), di RSUD Kota Mataram,

didapatkan hasil bahwa komunikasi SBAR saat handover belum sepenuhnya efektif, yaitu pada komponen (S), dalam kategori efektif 82%. Komponen (B), dalam kategori tidak efektif 78%. komponen(a) dalam kategori tidak efektif 64,0%. Komponen (R) dalam kategori tidak efektif 64,0%. Pelaksanaan timbang terima yang tidak sesuai dengan standar SBAR dan tidak efektif mengakibatkan insiden dalam keselamatan pasien berupa Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Kejadian Tidak Diinginkan (KNC). Laporan insiden keselamatan pasien berdasarkan provinsi pada tahun 2007 ditemukan provinsi DKI Jakarta menempati urutan teringgi yaitu 37,9%. Bidang spesialisasi unit kerja ditemukan paling banyak pada unit penyakit dalam, bedah dan anak yaitu 56,7% dibandingkan unit kerja lain, sedangkan untuk pelaporan jenis kejadian KNC lebih banyak dilaporkan sebesar 47,6% dibandingkan dengan KTD sebesar 46,2% (KKP-RS, 2008). Kesalahan yang terjadi berupa keterlambatan dalam penentuan diagnosa dan pemberian pengobatan, pemeriksaan yang berlebihan, kepuasan pasien rendah, biaya tinggi, dan hari rawat lebih lama (Yudianto, 2005) Dari laporan-laporan di atas, tidak efektifnya pelaksanaan timbang terima sesuai standar salah satunya dikarenakan kurangnya kepatuhan perawat akibat faktor manajemen yang kurang baik (Sjarief, 2013). Faktor manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan pengawasan (Handoko, 2013). Didukung oleh teori yang dikemukakan Mc Gregor bahwa pada dasarnya manusia itu senang diarahkan dan diawasi agar mereka menjalankan tugas untuk mencapai

tujuan organisasi. Salah satu tugas dari kepala ruang selaku manajer keperawatan adalah dijalankannya fungsi pengawasan. Didalam suatu pengawasan terdapat suatu usaha menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanan, pengukuran pelaksanaan kegiatan dengan membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya (observasi), evaluasi dan pengambilan tindakan koreksi, sehingga nantinya diketahui apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana, pedoman, ketentuan, kebijakan, tujuan, dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Suarli & Bahtiar, 2009). Menurut penelitian Winani (2012) didapatkan adanya hubungan fungsi pengawasan kepala ruang menurut persepsi perawat pelaksana dengan timbang terima pasien sesuai standar. Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2015) juga menunjukkan bahwa tidak terlaksananya timbang terima sesuai standar dikarenakan pelaksanaan timbang terima tidak pernah dievaluasi oleh kepala ruang apakah sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, dan tidak adanya sanksi maupun reward yang menyebabkan tidak adanya motivasi perawat dalam pelaksanaan timbang terima secara optimal. Tidak hanya fungsi pengawasan kepala ruang yang menjadi faktor penentu, motivasi juga mempunyai peran dalam terlaksananya timbang terima sesuai standar. Studi yang dilakukan oleh Fitria (2013) dan Safitri (2012), mengemukakan bahwasanya motivasi merupakan salah satu faktor terlaksananya komunikasi yang efektif dengan teknik SBAR saat timbang terima. pelatihan SBAR yang dilakukan ini merupakan salah satu program keselamatan pasien

untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan. Perawat yang kurang mempunyai motivasi terhadap program patient safety terutama menggunakan teknik komunikasi SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation) dapat memperburuk pelayanan dan keamanan pasien yang berawal dari kesalahan komunikasi. Menurut Marquis & Huston (2010) Secara umum motivasi dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik secara langsung berhubungan dengan tingkatan cita-cita seseorang. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ditingkatkan dari dorongan lingkungan atau penghargaan eksternal. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwasanya dalam pelaksanaan komunikasi SBAR saat timbang terima membutuhkan motivasi perawat baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik sehingga pelaksanaan asuhan keperawatan yang berkelanjutan memiliki mutu yang tinggi, dan gambaran yang didapat dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik perawat pelaksana di RSUD dr. Zainul Abidin tentang teknik komunikasi SBAR saat timbang terima baru 63,1% perawat yeng memiliki motivasi tinggi dalam pelaksanaannya (Fajri, 2015). RSUP Dr. M.Djamil Padang merupakan rumah sakit tipe B+ yang menjadi pusat rujukan untuk provinsi Sumatera Tengah yang mengaplikasikan standar timbang terima dengan komunikasi menggunakan teknik SBAR. Guna meningkatkan upaya mutu pelayanan keperawatan yang lebih baik sehingga dapat

meningkatkan akreditasi dari rumah sakit, salah satu kegiatan yang dapat ditingkatkan efektivitasnya adalah pada saat timbang terima pasien. Beberapa kasus insiden keselamatan pasien yang terjadi di RSUP Dr. M.Djamil salah satunya disebabkan karena kesalahan dalam komunikasi dengan kasus terbanyak terjadi pada Instalasi Rawat Inap (IRNA) dengan persentase kejadian 65% dengan KTD 30% (Mutu Pelayanan rumah sakit). IRNA Bedah merupakan salah satu Instalasi Rawat Inap yang terbesar di RSUP Dr. M.Djamil yang memiliki 8 ruangan, diantaranya HCU Bedah, Bedah kelas-1, Bedah Anak, Bedah Pria, Bedah Wanita dan Trauma Center (Keperawatan Bedah), Bedah THT-gigi-Mulut dan Bedah Mata. Berdasarkan data dari bidang keperawatan, jumlah tenaga perawat di IRNA Bedah adalah 105 orang. Metode keperawatan yang digunakan adalah metode modular dan metode tim dan berdasarkan teori Marquis & Huston (2010), pada metode ini ketua tim memiliki tanggung jawab dalam pelaporan perkembangan asuhan keperawatan pasien kepada Kepala ruangan atau perawat shift selanjutnya. Jumlah ketua tim di IRNA Bedah adalah 48 orang dengan latar belakang jenjang pendidikan yang bervariasi, yaitu Magister Keperawatan 3 orang, Sarjana Keperawatan 7 orang dan Diploma III Keperawatan 38 orang (Bidang keperawatan, 2016). Timbang terima dengan teknik SBAR belum dilakukan setiap pergantian shift, yaitu pada pergantian shift pagi ke siang dan shift siang ke malam. Menurut pengawas keperawatan dan kepala ruangan IRNA Bedah, pelaksanaan timbang

terima dengan komunikasi SBAR yang tidak optimal menyebabkan terjadinya kesalahan berupa KTD, KNC dan KPC, diantaranya operasi yang mundur 5 kejadian, pemberian obat yang tidak sesuai instruksi dokter 2 kejadian dan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi yang tertunda 3 kejadian, akan tetapi hal ini belum terdokumentasi secara resmi Berdasarkan SOP komunikasi efektif SBAR harus dilaksanakan setiap pelaporan kondisi pasien (shift) dan diikuti oleh semua perawat yang dinas saat itu (Karu/Katim dan perawat pelaksana). Langkah-langkah komunikasi SBAR yang harus dilaksanakan yaitu persiapan (read first), lakukan timbang terima dengan langkah S : Situation (menyebutkan nama dan umur pasien, tanggal masuk dan hari perawatan, nama dokter yang menangani pasien, masalah yang ingin disampaikan), B : Background (latar belakang permasalahan, yaitu masalah pasien sebelumnya/ diagnosa keperawatan serta intervensi yang telah dilakukan, menyebutkan pemasangan alat invasif dan mengkaji pengetahuan pasien terkait diagnosa medik), A : Assessment (kondisi pasien saat ini, hasil investigasi yang abnormal dan hasil penunjang yang telah dilakukan), dan R: Recommendation (rekomendasi untuk penyelesaian masalah, apakah diperlukan pemeriksaan tambahan dan tindakan lanjutan). Peneliti melakukan studi pendahuluan di IRNA Bedah RSUP Dr. M.Djamil dengan cara observasi yang dilakukan pada tanggal 22 dan 23 April 2016. Hasil pelaksanaan observasi komunikasi SBAR saat timbang terima di 5 ruangan (IRNA Keperawatan Bedah; kelas I bedah, HCU, Trauma Center. Bedah THT-

Gigi-Mulut dan Bedah Mata) belum terlaksana dengan optimal. Sebelum timbang terima 10 orang katim membaca rekam medis pasien yang selanjutnya akan dilaporkan. Pada komponen S (Situation) 7 orang katim belum membacakan identitas pasien secara lengkap hanya menyebutkan nama pasien, komponen B (Background) 5 orang katim belum menjelaskan tentang diagnosa keperawatan, komponen A (Assessment) 7 orang katim belum menyatakan kondisi pasien saat itu, komponen R (Recommendation) 6 orang katim tidak melaporkan saran atau rekomendasi tindakan keperawatan atas kondisi pasien. Hasil wawancara dengan kepala ruang di IRNA Bedah pada tanggal 22 April 2016, 4 dari 5 kepala ruang menyatakan sosialisasi teknik SBAR saat timbang terima sudah dilakukan namun pelaksanaan evaluasi jarang dilakukan. Hasil wawancara dari 10 orang katim pada tanggal 22 dan 23 April 2016, mengenai fungsi pengawasan kepala ruang dalam pelaksanaan komunikasi SBAR saat timbang terima, menyatakan bahwa evaluasi SBAR tidak dilakukan oleh Karu, tidak ada sanksi/ tindakan koreksi yang diberikan jika pelaksanaan timbang terima dengan komunikasi SBAR tidak dilakukan. Pengukuran pelaksanaan timbang terima yaitu perbandingan pelaksanaan dengan standar SBAR juga jarang dilakukan. Hasil wawancara peneliti dengan katim, 6 orang katim mengatakan komunikasi SBAR tidak membantu kerja shift selanjutnya, menggunakan waktu timbang terima yang lama sedangkan mereka masih banyak tindakan yang akan dilakukan, juga tidak ada penghargaan (reward) yang diberikan jika timbang

terima dengan komunikasi SBAR dilakukan dengan benar, 4 orang katim lainnya menyatakan masih bingung dalam aplikasi timbang terima dengan komunikasi SBAR dan juga tidak punya keinginan untuk mencari informasi dari sumber lainnya sehingga memilih untuk tidak mengaplikasikan. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan persepsi fungsi pengawasan dan motivasi katim dengan pelaksanaan timbang terima menggunakan komunikasi SBAR di IRNA Bedah RSUP Dr. M.Djamil Padang B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan persepsi fungsi pengawasan dan motivasi katim dengan pelaksanaan timbang terima menngunakan komunikasi SBAR di IRNA Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan fungsi pengawasan dan motivasi perawat dengan pelaksanaan timbang terima menggunakan komunikasi SBAR di IRNA Bedah RSUP M. Djamil Padang. 2. Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran pelaksanaan teknik komunikasi SBAR saat timbang terima di IRNA Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang. b. Mengetahui fungsi pengawasan kepala ruangan dalam pelaksanaan komunikasi SBAR saat timbang terima di IRNA Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang.. c. Mengetahui motivasi perawat pelaksana dalam pelaksanaan komunikasi SBAR saat timbang terima di IRNA Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang.. d. Mengetahui hubungan persepsi fungsi pengawasan dengan pelaksanaan timbang terima menggunakan komunikasi SBAR di IRNA Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. e. Mengetahui hubungan motivasi dengan pelaksanaan timbang terima menggunakan komunikasi SBAR di IRNA Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. D. Manfaat penelitian 1. Pengembangan ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang bermanfaat untuk pengembangan wawasan keperawatan khususnya dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, motivasi dan supervisi perawat dan mengaplikasikan teknik komunikasi SBAR seusai dengan standar yang berlaku.

2. Praktik keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi bagi perawat dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan komunikasi di rumah sakit 3. Pengembangan metodologi keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan implementasi teknik komunikasi SBAR untuk peningkatan patient safety di rumah sakit.