KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani

dokumen-dokumen yang mirip
Permasalahan gender di masyarakat sudah ada

PERANAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF GENDER DI KABUPATEN BADUNG

KESENJANGAN GENDER PADA BEBERAPA INDIKATOR MUTU DAN RELEVANSI PENDIDIKAN DI PROVINSI BALI

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

Feminisasi Kemiskinan dalam Kultur Patriarki

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PERBEDAAN PERAN, FUNGSI, DAN TANGGUNG JAWAB ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI YANG MERUPAKAN HASIL KONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010

PENGARUS-UTAMAAN JENDER SEBAGAI STRATEGI MUTAKHIR GERAKAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

Eksistensi Perempuan dalam Pembangunan yang Berwawasan Gender

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

IV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

B A B I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDGs). MDGs berisi delapan tujuan

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

POLICY BRIEF NO. 005/DKK.PB/2017

PENDAHULUAN Latar Belakang

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

SAMBUTAN PADA KEGIATAN PENINGKATAN PERAN SERTA PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMERINTAH Serpong, 27 April 2016

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2015

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM

PERKEMBANGAN STUDI PEREMPUAN, KRITIK, DAN GAGASAN SEBUAH PERSPEKTIF UNTUK STUDI GENDER KE DEPAN

Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2013

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER. Erniati*

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di suatu negara tentunya tidak bisa terlepas dari

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS PADA IBU-IBU AISYIYAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PARTISIPATIF BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

BAB II LANDASAN TEORI

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI KEMISKINAN DAN GENDER

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

Pembangunan Manusia Berbasis Gender

PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER 2012

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

Transkripsi:

KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani Abstrak Isu gender tidak hanya merupakan isu regional ataupun nasional, tetapi sudah merupakan isu global. Isu yang menonjol berkaitan dengan gender baik di Indonesia, secara umum, maupun di Provinsi Bali secara khusus, adalah isu ketimpangan gender. Meskipun upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) telah dilakukan hampir tiga dasa warsa, namun sampai saat ini ketimpangan dan ketidakadilan gender masih terjadi diberbagai bidang pembangunan, seperti di bidang pendidikan, ketenagakerjaan, hukum, politik, kesehatan, dan lain-lainnya. Kata kunci: Gender, Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG). Pendahuluan Secara biologis laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi semestinya perbedaan ini tidak dijadikan alasan untuk memberikan perlakuan berbeda-beda di antara keduanya. Dalam realita kehidupan di masyarakat pada umumnya, tampak posisi perempuan tidak sebaik posisi laki-laki. Hal itu disebabkan oleh adanya ideologi gender yang meletakkan peran laki-laki dan perempuan secara berbeda-beda yang didasarkan pada pemahaman perbedaan biologis dan fisiologis dari laki-laki dan perempuan dalam menentukan peran-peran mereka. Konstruksi sosial budaya yang ada di masyarakat menentukan bahwa rumah tangga merupakan tempat yang layak untuk perempuan atau dengan kata lain dunia perempuan adalah di ranah domestik, sedangkan ranah publik menjadi dunianya laki-laki. Dikotomi peran yang demikian itu pada gilirannya akan memunculkan budaya petriarkhi, Hal itu menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya

perlakuan yang kurang menguntungkan bagi perempuan, seperti subordinasi, marjinalisasi, dan diskriminasi. Perbedaan perlakuan terhadap perempuan di berbagai bidang kehidupan sudah terjadi sejak zaman dahulu ketika manusia mulai mengenai kehidupan. Oleh karena itu, kemudian banyak orang terutama para pemerhati perempuan merasa perlu untuk memperbaiki kondisi perempuan yang diperlakukan tidak adil, baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga. Ketidakpuasan orang-orang akan posisi perempuan yang demikian itu menimbulkan adanya gerakan sosial yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi perempuan, baik di Barat maupun di Indonesia.. Di Barat gerakan ini sudah berlangsung sejak abad ke 18 yang lazim disebut gerakan feminis. Kemudian, perjuangan kaum feminis itu untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender mulai gencar setelah ditetapkannya Deklarasi Hak-hak Asazi Manusia PBB pada tahun 1948. Gerakan perjuangan tersebut berlangsung di dunia internasional tidak terkecuali di Indonesia. Perjuangan kesetaraan dan keadilan gender sudah menjadi isu global yang sedang menarik perhatian dunia, terutama setelah berakhirnya perang dingin antara Blok Timur dan Blok Barat. Perubahan tersebut sejalan dengan pergeseran paradigma pembangunan, yaitu dari pendekatan keamanan dan kestabilan (security) menuju pendekatan kesejahteraan dan keadilan (prosperity) atau dari pendekatan produksi (production centered development) ke pendekatan kemanusiaan (people centered development) dalam suasana yang lebih demokratis dan terbuka (UNFPA, Meneg. PP, BKKBN, 2001).

Di Indonesia upaya untuk memperbaiki nasib perempuan dipelopori oleh R.A Kartini sekitar abad ke 19 yang lebih dikenal dengan Gerakan Emansipasi. Upaya Raden Ajeng Kartini itu kemudian baru mencapai puncaknya ketika berbagai organisasi wanita yang ada di Indonesia mengadakan kongres pada tanggal 22 Desember 1928 yang dikenal dengan sebutan KOWANI yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan BKOW (Badan Kontak Organisasi Wanita) dan organisasi perempuan lainnya. Namun, selama kurun waktu 50 tahun, perjuangan untuk memperbaiki nasib perempuan yang dilakukan oleh organisasi wanita di Indonesia tidak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Kesadaran pemerintah akan pentingnya peningkatan peranan, kedudukan, dan status perempuan dalam masyarakat baru dikonkretkan sejak tahun 1975 dalam Kabinet Pembangunan II dengan dibentuknya kementerian khusus yang menangani masalah peranan perempuan yang saat ini dinamakan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan mulai dicantumkannya hak dan kewajiban perempuan dalam GBHN 1978-1999. Untuk mengatasi ketidakadilan gender di berbagai bidang pembangunan, pemerintah juga telah meratifikasi konvensi ILO No. III dengan UU No. 80 tahun 57 tentang pengupahan yang sama terhadap laki-laki dan perempuan dalam jenis pekerjaan yang sama nilainya, Konvensi ILO No. III tahun 1985 dengan UU No. 21 Th. 1999 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan, Konvensi Hak Politik Perempuan dan Konvensi tentang Penghapusdan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dengan UU. No. 7 tahun 84. Di samping itu, sejak dua dasa warsa lebih pemerintah telah melaksanakan berbagai program pembangunan yang dimulai dari program Women in Divelopment (WID), Women and Divelopment ( WAD), Gender

and Divelopment (GAD). Untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender, pada tahun 2000 pemerintah Indonesia mengambil satu strategi melalui Inpres No. 9/2000, yakni Pengarusutamaan Gender (PUG) Gender Mainsteaming (GM). KETIMPANGAN GENDER PADA BEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN Apa yang telah dirintis oleh pemerintah sejak 28 tahun yang lalu itu, tampaknya belum membuahkan hasil yang maksimal. Hal itu tercermin dari kenyataan yang masih terjadi saat ini, ketidakadilan gender pada beberapa bidang pembangunan, khususnya di Bali, masih relatif menonjol, seperti dalam bidang pendidikan, ketenagakerjaan, politik, dan kesehatan. Di bidang pendidikan. ketimpangan gender masih cukup menonjol terutama pada jenjang pendidikan SMU ke atas. Sementara itu untuk pendidikan SD SLTP, secara umum, sudah mulai seimbang. Hal itu dimungkinkan karena kesempatan untuk mengikuti pendidikan bagi anak perempuan sudah terbuka melalui program wajib belajar 9 tahun. Kondisi itu tampak dari semakin kecilnya perbedaan persentase anak laki-laki dan perempuan yang tamat SD dan SLTP pada tahun 2000, yaitu : 29,2% : 29.4% dan 13,8% : 13,1%. Semakin tinggi jenjang pendidikan, perbedaan persentase perempuan yang tamat lebih kecil dibandingkan dengan prosentase laki-laki. Pada jenjang pendidikan SMU ke atas, persentase laki-laki dan perempuan yang tamat, yaitu: 32,1% : 21,0%. ( Halif dan Arjani, 2001). Yang lebih menyedihkan lagi adalah penduduk perempuan yang tidak pernah bersekolah dan buta huruf jumlahnya lebih dua kali lipat daripada penduduk laki-laki ( 7,3 : 2,4%). Hal itu merupakan indikasi bahwa tingkat buta huruf di kalangan penduduk perempuan di Bali masih cukup tinggi dan ini sekaligus

menggambarkan bahwa kualitas sumberdaya manusia, khususnya perempuan masih relatif rendah. Ketimpangan gender di bidang pendidikan seperti ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, pertama; adanya sistem budaya patrilineal yang memunculkan stereotipi jender bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya anak perempuan akan diambil oleh orang lain dan akan bertugas di dapur, Kedua, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin terbatas jumlah sarana pendidikan yang tersedia. Sarana pendidikan SLTA/PT, umumnya, masih terkonsentrasi di kota kabupaten/provinsi. Oleh karena itu, seringkali orang tua enggan untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah yang jauh dari desanya. Ketiga, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula biaya yang diperlukan. Oleh karena itu, bagi keluarga yang tingkat ekonominya terbatas akan lebih memprioritaskan biaya pendidikan bagi anak laki-lakinya. Di bidang ketenagakerjaan, ketimpangan gender masih tampak dengan jelas, baik secara kualitas maupun kuantitas. Secara kualitas terlihat pada status pekerjaan dan jenis pekerjaan dari laki-laki dan perempuan, sedangkan dari sudut kuantitas terutama tampak dari tingkat partisipasi angkatan kerja wanita (TPAK). Hal itu pada dasarnya merupakan ukuran kegiatan penduduk secara ekonomis. Data statistik tahun 2000 menunjukkan bahwa persentase tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan di Bali jauh lebih rendah dibandingkan dengan persentase laki-laki, yaitu 59,0% : 75,9%. Ketidakadilan lain yang masih terlihat dalam bidang ketenagakerjaan adalah adanya perbedaan pemberian upah pada tenaga kerja perempuan dalam jenis pekerjaan yang sama dengan laki-laki. Hal itu terjadi karena adanya anggapan bahwa fisik laki-laki lebih kuat, sehingga dianggap berhak atas upah yang lebih tinggi. Bahkan sering terjadi tidak

adanya pengakuan terhadap pekerjaan perempuan, terutama di sektor pertanian karena pekerjaan pertanian dianggap sebagai pekerjaan laki-laki. Oleh karena itu, seberat apapun perempuan bekerja di pertanian tetap dianggap sebagai pembantu suami (kepala keluarga). Sementara itu, dalam pemberian tunjangan di perusahaan, seringkali pekerja perempuan tetap dianggap sebagai lajang, Hal itu disebabkan oleh adanya anggapan bahwa perempuan adalah pencari nafkah kedua dalam rumah tangga. Demikian juga dalam promosi jabatan, seringkali perempuan memperoleh akses yang relatif lebih terbatas dibandingkan dengan laki-laki. Di bidang politik terjadi ketimpangan gender yang masih sangat menjolok. Hal itu tercermin dari eksistensi perempuan di bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif, baik di tingkat pusat maupun di daerah, khususnya Daerah Bali. Untuk DPRD Tk I Bali saat ini hanya ada satu orang anggota legislatife perempuan dan itupun hanya pengganti antar waktu. Untuk di beberapa kabupaten/kota ada 1-2 orang perempuan yang menjadi anggota dewan seperti di Kabupaten Badung, Gianyar, dan Kelungkung masingmasing dua orang, Karangasem dan Buleleng masing-masing satu orang. Padahal, kalau dilihat dari partisipasi perempuan dalam pemilihan umum tahun 1997 jumlah pemilih perempuan lebih besar daripada jumlah pemilih laki-laki, yaitu 50,88% : 49,12%. Di samping itu, pada jajaran eksekutif jumlah perempuan yang menduduki jabatan pimpinan struktural, terutama pegawai negeri sipil (PNS), pada jenjang eselon I III secara umum di Indonesia masih sangat kecil, yaitu hanya 7,20% : 92,80% (Profil Wanita Indonesia, 1998). Kondisi umum seperti itu tampaknya tidak jauh berbeda dengan kondisi di Provinsi Bali (untuk Provinsi Bali data mengenai jumlah perempuan dalam bidang eksekutif, terutama yang menduduki jabatan eselon I III, belum terekam secara pasti.

Namun, dari pengamatan secara umum sudah dapat dipastikan bahwa perempuan yang menduduki jabatan pimpinan di pemerintahan masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan yang menduduki jabatan eselon II di Tingkat Provinsi hanya ada 4 orang. Sementara itu, di bidang yudikatif peranserta perempuan juga sangat kecil. Hal itu terlihat dari jumlah perempuan penegak hukum yang hanya berkisar 16%. Kurangnya keterlibatan perempuan di bidang eksekutif, legislatife, dan yudikatif berarti akses perempuan dalam pengambilan keputusan, perumus kebijakan, dan perencanaan akan menjadi terbatas. Oleh karena itu, seringkali aspirasi perempuan kurang diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pembangunan, sehingga pada gilirannya program pembangunan yang ada kurang berperspektif gender. Selain pada sector-sektor seperti tersebut di atas, ketimpangan gender masih terjadi di sektor lainnya seperti di sektor kesehatan/kb, komunikasi dan informasi, serta pertahanan dan keamanan. Ketidakadilan gender yang terjadi di berbagai sektor pembangunan, seperti tersebut di atas, pada dasarnya disebabkan oleh dua faktor penting, yaitu faktor ekternal, dan internal. Faktor ekternal, antara lain, adanya nilai sosial budaya di masyarakat yang kurang mendukung kemajuan perempuan, sistem budaya yang bersifat paternalistik yang memunculkan budaya patriarkhi. Sementara itu faktor internal datang dari dalam diri perempuan itu sendiri, antara lain, karena kurang percaya diri, merasa tidak pantas, tidak mau maju karena alasan-alasan tertentu, dan lainlain. Untuk mengatasi ketimpangan gender yang terjadi, seperti tersebut di atas, upaya yang perlu dilakukan, antara lain, adalah peningkatan kualitas sumberdaya perempuan melalui peningkatan pendidikan dan keterampilan. Untuk hal ini, pemerintah melalui

kementrian pemberdayaan perempuan telah menyusun Rencana Induk Pembangunan Nasional Pemberdayaan Perempuan Tahun 2000 2004. Dalam merealisasikan programprogram yang dicanangkan dalam RIPNAS. PP telah dikeluarkan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan jender di berbagai sektor pembangunan. SIMPULAN Dari hal yang telah terurai di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah telah lama menginginkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender di masyarakat, Hal itu tercermin dari langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah berkaitan dengan penanganan isu gender di Indonesia. Namun, saat ini ketimpangan gender pada beberapa bidang pembangunan masih terjadi. Kondisi itu tidak lepas dari adanya budaya patriarki yang sangat kuat di masyarakat Indonesia, pada umumnya, dan masyarakat Bali, pada khususnya. Untuk mengubah ideologi gender yang telah berurat akar di dalam kehidupan masyarakat kita bukan merupakan suatu hal yang mudah, tetapi untuk mengubah suatu budaya memerlukan proses yang panjang.

Daftar Pustaka. Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Bunga Rampai Bahan Pembelajaran Pelatihan PUG Bidang Kesehatan Reproduksi dan Kependudukan; Jakarta, 2001. Purnama, Halif dan Arjani, Profil Statistik dan Indikator Gender; Jakarta, BPS. 2001 Wulur,Vera. Wanita dalam Pembangunan Sebagai Awal Studi Wanita dalam Benih Bertumbuh, Bemmelen.dkk (penyunting); Jakarta. Panitia Peringatan Ultah Ibu Ihromi. 2000.

KETIDAKADILAN JENDER DIBERBAGAI BIDANG PEMBANGUNAN OLEH NI LUH ARJANI PUSAT STUDI WANITA (PSW) UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2001