BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifat Fisik Kimia Produk

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pangan di mata dunia. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

KECENDERUNGAN PENGEMBANGAN SURFAKTAN. Penggunaan bahan dasar karbohidrat

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran dengan

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

SINTESIS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA DARI GLUKOSA DAN DODEKANOL DENGAN KATALIS ASAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berasa dan tidak berwarna. Pengunaannya dalam dunia industri sangat luas. meliputi industri farmasi, kosmetik, dan bahan pangan.

PEMBUATAN MINYAK KELAPA SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN RIMPANG JAHE SEBAGAI KATALISATOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMASI REAKSI AMIDASI ENZIMATIS DIETANOLAMIDA MENGGUNAKAN Rhizomucor Meihei

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Makanan gorengan menjadi hal yang tidak terlepas dari konsumsi masyarakat

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

BAB I PENDAHULUAN. baku baru yang potensial. Salah satu bahan yang potensial untuk pembuatan surfaktan adalah

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Minyak Kelapa Murni (VCO, Virgin Coconut Oil) berasal dari tanaman

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pemanfaatan sumber daya alam yang

Lampiran 1. Lanjutan. Keterangan : *) sementara **) sangat sementara. Sumber : Ditjenbun dan PPKS, 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

I. PENDAHULUAN. yang berfungsi sebagai penstabil pada emulsi. Pada makanan, emulsifier berperan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

PENGARUH SUHU PADA PROSES ESTERIFIKASI SORBITOL DENGAN ASAM OLEAT MENGGUNAKAN KATALIS ASAM p-toluene sulfonate

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN. dengan baik bisa mendapatkan hasil yang sangat menguntungkan dari industri produk

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TRANSESTERIFIKASI PARSIAL MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN ETANOL PADA PEMBUATAN DIGLISERIDA SEBAGAI AGEN PENGEMULSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Katalis H 2 SO 4 pada Reaksi Epoksidasi Metil Ester PFAD (Palm Fatty Acid Distillate)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

I. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

KADAR GLUKOSA DAN KADAR BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissima pohl) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENELITIAN PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR OSILATOR. Oleh:

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

I. PENDAHULUAN. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian utama dan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP KADAR ETANOL DAN KADAR GLUKOSA HASIL FERMENTASI KULIT BUAH NANAS (Ananas comosus)

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Surfaktan (surface active agent) merupakan bahan kimia yang dapat mengubah sifat permukaan bahan yang dikenainya. Sifat aktif dari surfaktan disebabkan adanya struktur molekulnya yang terdiri dari dua gugus yang mempunyai sifat kelarutan berlawanan yaitu rantai hidrokarbon yang larut di dalam minyak dan gugus ionik yang larut di dalam air (Hartomo dan Widyatmoko, 1993). Apabila dibandingkan dengan industri kimia yang lain, industri surfaktan di dunia saat ini tidak terlalu besar yaitu hanya sekitar 12-13 juta metrik ton per tahun dengan tingkat pertumbuhan 3-4 % setiap tahunnya. Nilai industri surfaktan per tahun sekitar USD 28 milyar terdiri dari kelompok anionik 64 %, non ionik 29 %, sisanya kelompok kationik dan amphoterik. Berdasarkan penggunaannya surfaktan dikonsumsi oleh kelompok industri rumah tangga 67 % dan industri 33 % (Kurniawan, 2006). Surfaktan banyak digunakan pada berbagai industri, misalnya industri detergen, pelembut, cat, tinta, bahan pengemulsi (emulsifier), insektisida dan lain-lain. Di Indonesia, kebutuhan surfaktan sekitar 95 ribu ton per tahun, sedangkan kapasitas produksi dalam negeri hanya 55 ribu ton per tahun, sehingga ada kekurangan sebesar 45 ribu ton yang harus di impor (LIPI, 2008). Melihat kegunaan surfaktan yang sangat luas dan konsumsi dalam negeri yang besar tersebut menjadi pendorong berkembangnya industri pembuatan surfaktan di Indonesia. Salah satu faktor yang mendorong berkembangnya industri surfaktan adalah keberadaan bahan baku. Secara umum pembuatan surfaktan menggunakan bahan baku yang renewable maupun non renewable. Bahan baku renewable berasal dari sumber daya alam, misalnya minyak sawit, sedangkan bahan baku non renewable

2 berasal dari produk industri kimia. Pada saat ini dengan terbatasnya bahan baku non renewable, maka perlu dilakukan berbagai usaha untuk menggantikan bahan baku non renewable dengan bahan baku renewable. Bahan baku non renewable seperti linear alkyl benzene ( LAB ) dan etilen oksida yang selama ini mendominasi sebagai bahan baku surfaktan mengalami keterbatasan karena tingginya harga minyak bumi sehingga mulai tumbuh industri surfaktan berbahan baku alkohol lemah (fatty alcohol ) dan asam lemak (fatty acid) dari sumber bahan baku yang renewable seperti palm oil. Dewasa ini pertumbuhan industri palm oil di Indonesia sangat tinggi sehingga menyebabkan produksi asam lemak dan alkohol lemah meningkat. Peningkatan tersebut mendorong bahan baku renewable lain yang dapat digunakan bersama asam lemak dan alkohol lemah untuk diproses menjadi surfaktan. Beras merupakan salah satu bahan yang dapat dipilih sebagai bahan baku untuk pembuatan surfaktan bersama alkohol lemah atau asam lemak, dengan pertimbangan beras mudah didapat dan ada kecenderungan di tahun-tahun mendatang Indonesia akan mengalami surplus beras. Peningkatan produksi beras di Indonesia terutama disebabkan oleh berhasilnya program ekstensifikasi pertanian yaitu penambahan luas lahan khususnya lahan tanaman padi dan program intensifikasi pertanian seperti teknologi pemupukan, pemakaian bibit unggul, pemberantasan hama dan lain-lain. Data menunjukkan bahwa sekitar 91 % luas lahan pertanian tanaman pangan yang tersedia ditanami padi. Produksi beras diprediksi sekitar 63,2 % dari produksi Gabah Kering Giling (GKG). Kebutuhan beras di Indonesia dari tahun 2001 sampai 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.1.

3 Tabel 1.1 Produksi beras di Indonesia (BPS dan The Rice Report, 2008) Tahun Produksi (Kiloton) Import (Kiloton) Kebutuhan (Kiloton) 2001 31.891 1.404 33.295 2002 32.130 3.703 35.833 2003 32.950 550 33.500 2004 33.490 Impor dilarang 33.490 2005 34.120 Surplus 16.000 34.120 2006 34.600 150 34.750 2007 36.970 500 37.470 2008 39.537 Surplus 1.778 37.759 2009 41.359 Surplus 2.069 39.290. Meskipun surplus beras menandakan bahwa tujuan swa sembada pangan telah tercapai sehingga masyarakat tidak merasa kekurangan pangan, namun menimbulkan permasalahan yaitu menumpuknya beras di gudang. Hal ini dapat diatasi dengan cara mengeskspor beras ke negara tetangga, tetapi karena harga jual beras di luar negeri lebih rendah dibanding harga dalam negeri sehingga membebani pemerintah untuk mensubsidi dana kepada petani. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah mengolah beras menjadi produk lain yang mempunyai nilai jual lebih tinggi, yaitu memanfaatkan beras sebagai bahan baku untuk membuat surfaktan. 1.2 Identifikasi Masalah. Penelitian tentang pembuatan surfaktan (food surfactant) dari bahan baku glukosa telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Yu dkk. (2008) menyatakan bahwa glukosa mono ester dapat dibuat dengan mereaksikan glukosa dan asam stearat dengan katalis enzim lipase dari Candida sp. pada suhu 35 45 o C. Penelitian ini hanya menggunakan asam stearat saja dan tidak dibandingkan dengan asam lemak jenuh dengan panjang rantai C yang lebih pendek, misalnya pemakaian asam palmitat dan tidak menyebutkan sumber glukosa.

4 Penelitian lain yang dilakukan oleh Boge dan Lutz (1998) menyatakan bahwa pembuatan alkil poliglukosida dengan alkohol lemah dan d-glukosa. Pada penelitian ini tidak menyebutkan sumber glukosa dan jenis alkohol lemah yang digunakan. Bator dkk.( 1999), menyatakan bahwa surfaktan alkil poli glukosida dapat dibuat dari tepung glukosa dari jagung dan alkohol lemah (fatty alcohol). Pada penelitian ini tidak menyebutkan jenis alkohol lemah yang digunakan. El-Sukkary dkk. (2008) menyatakan bahwa alkil poli glukosida (APG) yang mempunyai panjang rantai karbon yang berbeda dapat dibuat dengan cara langsung termasuk kondensasi fatty alcohol dan dextrose. Dalam hal ini peneliti tidak menyebutkan jenis fatty alcohol dan sumber dextrose yang digunakan. 1.3 Perumusan Masalah. Penelitian yang dilakukan oleh Yu dkk. (2008) hanya sebatas esterifikasi secara enzimatis terhadap glukosa dengan jenis asam lemak tertentu yaitu asam stearat, sehingga ada permasalahan bahwa pengaruh panjang rantai asam lemak yang digunakan dalam pembuatan surfaktan glukosa mono ester belum diketahui. Untuk menjawab kelemahan tersebut maka dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan surfaktan glukosa mono ester dengan menggunakan bahan baku campuran tepung beras yang berasal dari beras jenis C4 kualitas terendah, beras untuk raskin, beras reject dan pecahan butiran beras hasil penggilingan sebagai sumber glukosa, dan berbagai asam lemak jenuh dengan katalisator asam sulfat. Asam lemak jenuh yang digunakan adalah asam stearat, asam palmitat dan asam laurat. 1.4 Tujuan Penelitian. 1. Mengetahui kondisi fermentasi terbaik yaitu suhu, waktu dan penambahan enzim pada proses terjadinya glukosa dari tepung beras secara enzimatis.

5 2. Mengetahui jenis asam lemak jenuh (fatty acid) yang terbaik untuk mendapatkan surfaktan glukosa ester yang mempunyai aktifitas permukaan yang tinggi pada kondisi esterifikasi terbaik yaitu suhu dan waktu. 3. Melakukan kajian panjang rantai carbon terhadap kestabilan emulsi dari surfaktan glukosa mono ester yang dihasilkan. 1.5 Manfaat Penelitian. Aspek Ilmu Pengetahuan. Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai parameter rancangan proses pembuatan surfaktan jenis glukosa ester dengan bahan baku beras. Aspek Ekonomi. Menaikkan nilai ekonomis dari beras yang semula hanya digunakan sebagai bahan makanan dapat diproses menjadi surfaktan yang dari segi kegunaan lebih luas dan dari segi harga jauh lebih tinggi.