commit to user BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. maupun bahaya baik berasal dari dalam mupun luar negeri. Negara Indonesia dalam bertingkah laku sehari-hari agar tidak merugikan

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. rangka menciptakan tatanan masyarakat yang tertib dan damai. 1 Putusan hakim

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang berbunyi, Negara Indonesia adalah Negara hukum. Jadi sudah barang tentu jika Negara Indonesia mendukung dan selalu menjunjung tinggi penegakan hukum di Indonesia. Penegakan hukum merupakan tahapan setelah berakhirnya pembuatan hukum, sehingga yang dimaksud penegakan hukum adalah pelaksanaan secara konkrit atas dasar hukum yang telah dibuat ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari (Satjipto Raharjo, 2006: 181). Proses penegakan hukum di Indonesia terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi agar proses persidangan berjalan lancar, yaitu dimulai dari proses penyidikan oleh polisi dalam suatu perkara yang kemudian dibuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang akan diajukan ke Pengadilan Negeri, dalam proses penyidikan ini diperlukan alat-alat menyidik kebenaran untuk menyidik pelaku yang lengkap dan akurat, menangkap dan menahan pelaku kejahatan agar proses penyidikan berjalan lancar. Setelah dari kepolisian, berkas-berkas diajukan ke Kejaksaan Negeri guna proses penuntutan. Selanjutnya berkas dari Kejaksaan Negeri dilimpahkan ke Pengadilan Negeri. Kemudian di persidangan hakim memberikan putusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana. Terdakwa diberikan kesempatan untuk melakukan upaya hukum jika ia melawan putusan hakim tersebut. Dan pada akhirnya terdakwa melaksanakan putusan tentang pidana dan tindakan tata tertib oleh hakim. Tujuan hukum acara pidana antara lain dapat dibaca pada pedoman pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh menteri kehakiman sebagai berikut. Tujuan dari hukum acara pidana ialah untuk mencari dan mendapatkan atau bahkan setidak-tidaknya kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari 1

2 suatu perkara pidana dengan menetapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan (Andi Hamzah, 2013: 7-8). Putusan yang dibacakan oleh hakim di persidangan idealnya mampu menyelesaikan suatu perkara dan atau sengketa. Putusan hakim merupakan suatu pernyataan hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Mengingat peran putusan hakim yang begitu penting maka seharusnya putusan itu dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan negara. Hakim adalah profesi terhormat. Ia adalah pemeriksa, pengadili dan pemutus sehingga harus menjaga indepensi, imparsialitas, kompetensi dan integritas (Michael Jackson Hutabarat, 2013:3). Penyidikan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat (Malaysia). KUHAP memberi definisi penyidikan sebagai berikut: Serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dalam bahasa Belanda ini sama dengan opsporing. Menurut de Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu dirujuk oleh undangundang segera setelah mereka dengan jalan apa pun mendengar kabar yang sekadar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum. Penyidikan merupakan tugas pokok dari kepolisian dan penuntutan merupakan tugas pokok dari kejaksaan. Walaupun tugas pokok dari kejaksaan dalah untuk melakukan penuntutan, akan tetapi jaksa juga mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan menurut HIR. Kemudian dengan berlakunya Undang-undang

3 Nomor 8 Tahun 1981, maka kewenangan jaksa untuk melakukan penyidikan sudah tidak dimungkinkan (C. Djisman Samosir, 2013: 115). Tahap pemeriksaan, setiap alat bukti diperlukan guna membantu hakim untuk mengambil keputusan. Salah satunya alat bukti adalah keterangan saksi. Bahwa pengertian umum dari saksi dicantumkan dalam Pasal 1 butir 26 KUHAP yang berbunyi: saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan,dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Ketentuan mengenai saksi verbalism ini belum diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun peraturan perundangundangan lainnya di Indonesia. Namun, penggunaan saksi verbalism ini banyak ditemui dalam ranah praktik hukum acara pidana. Dari sisi hukum acara pidana, yang dimaksud dengan saksi verbalism atau disebut juga dengan saksi penyidik adalah seorang penyidik yang kemudian menjadi saksi atas suatu perkara pidana karena terdakwa menyatakan bahwa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) telah dibuat di bawah tekanan atau paksaan. Dengan kata lain, terdakwa membantah kebenaran dari BAP yang dibuat oleh penyidik yang bersangkutan. Sehingga, untuk menjawab bantahan terdakwa, penuntut umum dapat menghadirkan saksi verbalism ini. Apabila dalam persidangan, terdakwa mencabut keterangannya pada waktu pemeriksaan penyidikan (berita acara penyidikan) atau mungkin, seringkali penyidik yang memeriksa perkara tersebut dipanggil jadi saksi (Hari Sasangka, Lily Rosita, 2003: 48). Pembuktian merupakan masalah yang memegang peran dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Pembuktian mengandung arti bahwa suatu peristiwa yang telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya jika kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa dinyatakan bersalah. Kepadanya akan dijatuhi hukuman. Oleh

4 karena itu hakim harus berhati-hati, cermat. Dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian. Meneliti sampai dimana batas minimum kekuatan pembuktian atau bewijs kracht dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP (Yahya Harahap, 2009: 273). Pembuktian ialah ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. Menurut Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti ialah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa (Hari Sasangka, Lily Rosita, 2003: 223). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis hendak mengkaji lebih dalam tentang pencabutan BAP oleh terdakwa dalam pembuktian perkara pembunuhan berencana di persidangan yang mempengaruhi kedudukan saksi verbalism yang berjudul: TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN SAKSI VERBALISM SEBAGAI RESPON HAKIM TERHADAP PENCABUTAN BAP PENYIDIKAN OLEH TERDAKWA DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PEMBUNUHAN BERENCANA DI PERSIDANGAN (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 893 K/PID/2011). B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis merumuskan masalah untuk mengetahui dan menegaskan masalah-masalah apa yang hendak diteliti sehingga dapat memudahkan penulis dalam mengumpulkan, menyusun, menganalisa, dan mengkaji data secara lebih rinci. Adapun permasalahan yang akan dikaji penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kedudukan saksi verbalism sebagai respon hakim terhadap pencabutan BAP penyidikan oleh terdakwa dalam pembuktian perkara pembunuhan berencana di persidangan? 2. Bagaimanakah pertimbangan hakim mengenai saksi verbalism dalam persidangan?

5 C. TUJUAN PENELITIAN Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai dengan jelas. Tujuannya penelitian diperlukan untuk memberikan arah dalam melangkah dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk menganalisis kedudukan saksi verbalism sebagai respon hakim terhadap pencabutan BAP penyidikan oleh terdakwa dalam pembuktian perkara pembunuhan berencana di persidangan dalam kasus nomor 893 K/Pid/2011. b. Untuk menganalisis pertimbangan hakim mengenai saksi verbalism dalam persidangan. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya. b. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam hal mengetahui kekuatan pembuktian dalam pengungkapan tindak pidana pembunuhan berencana. c. Untuk melatih kemampuan penulis dala mempraktekkan teori ilmu hukum, mengembangkan dan memperluas pemikiran serta pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan guna mengkaji kekuatan pembuktian dalam pengungkapan tindak pidana pembunuhan berencana. d. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar akademik sarjana dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. MANFAAT PENELITIAN Salah satu pemilihan masalah dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi sebanyak mungkin pihak yang terkait dalam penulisan hukum ini, yaitu bagi penulis maupun bagi pembaca dan pihak-pihak lain. Karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari adanya

6 penelitian tersebut. Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya. b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengajaran dan sarana untuk pemahaman, pengkajian, dan pengembangan, serta penulian karya ilmiah di bidang hukum. c. Digunakan sebagai bahan pendalaman dan menambah referensi bagi ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya dalam hal pencabutan BAP terdakwa dan kekuatan pembuktian saksi verbalism dalam putusan perkara pembunuhan berencana dengan alasan kekuatan saksi verbalism dan kaitannya dengan respon hakim dalam perkara pembunuhan berencana. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang telah diperoleh di bangku kuliah. b. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti oleh peneliti secara benar dan bukan hanya penalaran saja sehingga sesuai dengan tujuan hukum yaitu kepastian hukum. c. Memberikan masukan terhadap ilmu hukum bagi masyarakat pada umumnya dan bagi orang-orang yang bekerja dalam bidang hukum pada khususnya. Karena sesungguhnya kegiatan sehari-hari seorang dosen pada fakultas hukum, caturwangsa (polisi, jaksa, hakim, dan advokat) serta profesi hukum yang bebas seperti notaris, dan kegiatan penulisan di bidang hukum, sesungguhnya tidak pernah lepas dari kegiatan penelitian hukum (Sunaryati hartono, 1994:131).

7 E. METODE PENELITIAN Penelitian adalah suatu proses untuk menentukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 35). Dalam mendapatkan bahan hukum dan metode dalam menemukan jawaban pernasalahan dapat diperoleh metode yang sesuai. Adapaun metode peneliian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang bersifat preskriptif bukan deskriptif sebagai mana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 33). Dimana dalam penelitian hukum ini penulis meneliti kedudukan saksi verbalism sebagai respon hakim terhadap pencabutan BAP penyidikan oleh terdakwa dalam pembuktian perkara pembunuhan berencana studi kasus dalam putusan Mahkamah Agung Nomor: 893 K/Pid/2011 yang perkara ini diteliti dengan menggunakan penalaran dari aspek hukum normatif yang merupakan ciri khas dari penelitian hukum normatif. Atas dasar itu maka jenis penelitian yang dipilih penulis yaitu penelitian hukum normatif telah sesuai dengan objek kajian yang akan diteliti oleh penulis. 2. Sifat Penelitian Berdasarkan uraian mengenai jenis penelitian di atas, maka kajian penelitian ini bersifat preskriptif dan terapan. Ilmu hukum memiliki karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan normanorma hukum. Maksud bersifat terapan yaitu ilmu hukum menerapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 22).

8 3. Pendekatan penelitian Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, yang mana dengan pendekatan tersebut maka peneliti akan mendapatkan informasi dari beberapa aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan kasus (case approach). Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 94). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumbersumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah-risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa seluruh publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi. Publikasi tentang hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentarkomentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 181). Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum ini antara lain: a) Bahan hukum primer: 1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 4) Putusan Mahkamah Agung Nomor: 893 K/Pid/2011. b) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, jurnal-jurnal hukum, referensi. Majalah, artikel, dan komentar-komentar putusan pengadilan yang berkaitan dengan topik ini. 5. Teknik Analisis Bahan Hukum

9 Teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah deduksi silogisme. Deduksi silogisme bertujuan untuk merumuskan fakta hukum dengan cara membuat konklusi atas premis mayor dan premis minor (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 89). Sehingga dapat dikatakan bahwa penulisan hukum dengan menggunakan metode deduksi silogisme berarti menganalisis hukum dalam kenyataan (in concreto) dalam hal ini adalah putusan hakim dengan hukum yang abstrak (in abstracto) yaitu peraturan perundang-undangan untuk diambil suatu kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyuluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi kedalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab I ini penulis mengemukakan mengenai uraian latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori dari para pakar hukum dan doktrin hukum berdasarkan literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan pustaka dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Kerangka Teori, yang berisikan Tinjauan mengenai sistem pembuktian dan alat bukti, tinjauan tentang penyidikan,

10 tinjauan tentang saksi, tinjauan tentang saksi verbalism, dan tinjauan tentang tindak pidana pembunuhan berencana. 2. Kerangka Pemikiran, yang berisikan gambaran alur berfikir dari penulis berupa konsep yang akan dijabarkan dalam penelitian ini. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab III penulis hendak menguraikan pembahasan dan hasil dari penelitian yang dilakukan. Berpijak pada perumusan masalah yang ada, maka dalam bab ini penulis akan membahas 2 (dua) pokok permasalahan yaitu membahas Kedudukan saksi verbalism sebagai respon hakim terhadap pencabutan BAP penyidikan oleh terdakwa dalam pembuktian perkara pembunuhan berencana di persidangan dalam putusan dan pertimbangan hakim mengenai saksi verbalism dalam persidangan. BAB IV : PENUTUP Pada bab IV ini penulis mengemukakan simpulan dari hasil penelitian serta memberiakan saran yang relevan dengan penelitian terhadap pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN