BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Mankiw (2003):

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional (Wikipedia, 2014). Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US dollar, ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. proses pertukaran barang dan jasa serta untuk pembayaran utang. Pada umumnya setiap

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BAB I PENDAHULUAN. dan mengatur kegiatan perekonomian suatu negara, termasuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan stabilitas di bidang ekonomi yang sehat dan dinamis, pemeliharaan di bidang ekonomi akan tercipta melalui pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

ANALISIS FLUKTUASI KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberalisasi dan globalisasi membawa konsekuensi pada fundamental

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1958, hubungan antara inflasi dan pengangguran yang dikenal sebagai kedua

BAB 1 PENDAHULUAN` Universitas Indonesia. Dinamika moneter indonesia.., Ratna Sari Pakpahan, Program Pascasarjana, 2008

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

I. PENDAHULUAN. menghimpun dana dari pihak yang berkelebihan dana dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laju inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama pengambil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dewasa ini kita melihat dunia pasar modal semakin cukup

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB I PENDAHULUAN. terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu Negara berkembang di kawasan Asia. Salah

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar Amerika Serikat Periode 2004Q.!-2013Q.3

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang adalah catatan harga pasar dari mata uang asing (foreign

BAB I. Pendahuluan. Pengukuran keluaran agregat pada akun pendapatan nasional disebut

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem

I. PENDAHULUAN. Kebijaksanan moneter mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi misalnya Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat inflasi, Sertifikat

: Determinan Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar dan Tingkat Inflasi di Indonesia Periode Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Cadangan devisa didefenisikan sebagai saham eksternal aset, yang tersedia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki mata uang yang menunjukkan harga-harga barang dan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi.

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mankiw (2003): Because high inflation imposes various costs on society, keeping inflation at a low level is a goal of economic policymakers around the world. Fakta bahwa inflasi pada dasawarsa 1960-an pernah mencapai lebih dari 635% merupakan pengalaman pahit bagi pemerintah maupun seluruh masyarakat Indonesia. Sejak saat itu, pemerintah berusaha untuk mengendalikan laju inflasi (dan variabel-variabel ekonomi makro lainnya) melalui strategi pembangunan jangka panjang terarah dan terencana yang dimulai tahun 1969. Hasilnya pada tahun 1969 1971 inflasi berada pada level di bawah 10%. Kemudian tahun 1972 sampai dengan 1980-an laju inflasi rata-rata berada pada level dua digit, dan pada tahun 1984 sampai 1996 laju inflasi dapat dikendalikan pada level satu digit. Sayangnya, krisis moneter pada pertengahan 1997 membuat laju inflasi kembali melejit sehingga tahun 1998 inflasi mencapai 77,63%. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mengalami banyak perubahan. Selama dekade 1970-an dan 1980-an, proses pembangunan mengalami banyak hambatan yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti merosotnya harga minyak mentah internasional pada dasawarsa 1980-an dan adanya resesi ekonomi dunia. Di tengah berbagai hambatan internal maupun eksternal, Indonesia tetap mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang impresif. Setelah hampir 30 tahun (1969 1997) Indonesia mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan tersebut, sayangnya pada tahun 1998 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 13,13% akibat dari krisis moneter 1997. Pascakrisis moneter, perekonomian Indonesia mulai mengalami perbaikan, sehingga antara tahun 1998 dan 2009 laju inflasi kembali dapat dikendalikan oleh pemerintah melalui berbagai instrumen kebijakan. Secara kontras, terdapat suatu perbedaan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada periode sebelum dan sesudah krisis moneter 1997. Pada periode sebelum krisis, antara tahun 1969 dan 1

2 1997, inflasi walaupun masih bertahan sekitar 11,50% per tahun, tetapi telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (rata-rata 6,62% setahun). Setelah krisis, antara tahun 1999 dan 2009, walaupun inflasi berhasil diturunkan menjadi rata-rata 8,15% setahun, tapi ternyata pertumbuhan ekonomi hanya 4,66% setahun. 1 Perbedaan ini diduga akibat perbedaan kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah antara tahun 1969 1997 dan tahun 1998 2009, terutama yang terkait erat dengan usaha memicu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pada saat bersamaan menjaga inflasi pada tingkat yang rendah. Tidak mengherankan jika karakter hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak pernah berhenti diperdebatkan. Seperti yang ditulis oleh BI (2009), pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat juga turun. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian bagi masyarakat dalam mengambil keputusan melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah. 1.2 Inflasi di Indonesia dan Variabel-variabel yang Mempengaruhinya Tahun 1969-2009 Dornbusch & Fischer (1993) menggolongkan tingkat inflasi rata-rata di Indonesia dekade 1970-an dan 1980-an dalam rentang moderat (15% s.d. 30%). Padahal sebelum itu (1960-an) inflasi berada di ambang sangat mengkhawatirkan. Sepanjang dekade 1960-an, inflasi rata-rata sebesar 196,08% dengan tingkat paling parah terjadi tahun 1966 (635,35%). Hanya pada tahun 1969 saja inflasi berada pada level rendah (9,89%). 1 Perhitungan rata-rata setelah krisis moneter tanpa memasukkan tingkat inflasi tahun 1998 (77,63%) maupun pertumbuhan ekonomi tahun 1998 (-13,13%).

1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 3 Kemudian, pergantian pemerintahan mampu membawa Indonesia kembali menjadi negara dengan tingkat inflasi antara rendah dan moderat sampai dengan tahun 1997. Tetapi Indonesia lagi-lagi mengalami ketidakberuntungan dan kembali mengalami keterpurukan inflasi di tahun 1998 yang akibatnya berdampak sangat luas dengan timbulnya beragam tragedi sosial, politik, dan ekonomi yang hampir merata di seluruh penjuru tanah air. Untuk melihat fenomena fluktuasi tingkat inflasi Indonesia selama empat dekade terakhir, termasuk tragedi inflasi 1998 berikut disajikan dalam Tabel 1.1 dan Grafik 1.1. Tabel 1.1 Tingkat Inflasi (%) Berdasarkan IHK 1969-2009 Thn Inflasi Thn Inflasi Thn Inflasi Thn Inflasi 1969 9,89 1970 8,88 1980 15,97 1990 9,53 2000 9,40 1971 2,47 1981 7,09 1991 9,52 2001 12,55 1972 25,84 1982 9,69 1992 4,94 2002 10,03 1973 23,30 1983 11,46 1993 9,77 2003 5,16 1974 33,32 1984 8,76 1994 9,24 2004 6,40 1975 19,69 1985 4,31 1995 8,60 2005 17,11 1976 14,20 1986 8,83 1996 6,50 2006 6,60 1977 11,82 1987 8,90 1997 11,10 2007 6,59 1978 6,69 1988 5,47 1998 77,60 2008 11,06 1979 21,77 1989 5,97 1999 2,00 2009 2,78 Sumber: BPS dan BI, diolah 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Sumber: BPS dan BI, diolah Grafik 1.1 Tingkat Inflasi (%) Berdasarkan IHK 1969-2009 Dari Tabel 1.1 dan Grafik 1.1 bisa disimak inflasi dekade 1970-an lebih fluktuatif dibandingkan dekade-dekade sesudah itu. Dekade 1970-an diawali

4 dengan inflasi satu digit (8,88%) yang bahkan menurun di tahun 1971 (2,47%). Setelah itu, selama tiga tahun berturut-turut (1972, 1973, 1974) inflasi justru melesat naik dengan cepat (25,87%; 27,30%; 33,32%), tapi kemudian secara perlahan turun lagi hingga angka 6,69% di tahun 1978. Pada tahun berikutnya (1979), inflasi melonjak pesat lebih dari 3 kali lipat 21,77%; kemudian hanya dalam waktu dua tahun inflasi kembali turun drastis ke angka 7,09% di tahun 1981. Antara 1981 dan 1997 inflasi relatif stabil dengan rataan 8,22%; dimana pada kurun waktu 1981 1997 ini inflasi tertinggi terjadi tahun 1983 (11,46%) dan terendah pada tahun 1985 (4,31%). Setelah periode yang relatif stabil selama 17 tahun ini, inflasi meningkat sangat tajam dan masuk kategori hyper inflation di tahun 1998 hingga mencapai 77,6% dan kemudian pada akhirnya mengakibatkan kerusuhan sosial serta gejolak politik yang ditandai dengan runtuhnya rejim orde baru. Sepuluh tahun terakhir ini, tahun 1999 hingga 2009, tingkat inflasi cukup fluktuatif dengan besaran rata-rata 8,69% dimana tingkat paling rendah adalah sebesar 2,00% (1999) dan paling tinggi 17,11% (2005). Fenomena inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor, dan salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi. Studi keterkaitan inflasi dan pertumbuhan ekonomi banyak menghasilkan temuan bahwa antara keduanya bisa berhubungan negatif atau bisa juga tidak ada korelasi yang signifikan. Bukti statistik di negaranegara berkembang Afrika dan Amerika Latin mengindikasikan bahwa pertumbuhan PDB berdampak negatif terhadap inflasi (Ericsson, Irons & Tryon, 2001). Bukti lain di Fiji, pertumbuhan ekonomi bisa mengurangi laju inflasi walau dalam derajat yang tidak terlalu signifikan (Gokal & Hanif, 2004). Kebijakan fiskal seperti pengeluaran pemerintah adalah variabel lain yang memicu pergerakan inflasi. Sejumlah studi mencatat temuan-temuan mengejutkan dan menarik tentang interaksi antara kebijakan fiskal dan moneter, khususnya ketika otoritas moneter menargetkan inflasi (Andersen, 2005). Menurut Andersen (2005), kebijakan fiskal disebut ekspansif apabila mampu secara langsung (temporer) mempengaruhi proses inflasi dengan cara mempengaruhi output nasional dan kemudian mereduksi inflasi; apabila efek yang ditimbulkannya berlawanan (meningkatkan inflasi) disebut kontraktif.

5 Sementara itu, seperti juga kebanyakan ekonom lainnya, Mankiw (2003) percaya bahwa pada hampir semua kasus inflasi, penyebab utamanya adalah pertumbuhan uang. Contohnya di Indonesia, hanya dalam waktu 9 bulan saat krisis 1997 melanda, pertumbuhan uang beredar melesat hingga 115% (Siregar & Rajaguru, 2005) dan menjadi penyebab utama meningkatnya inflasi tahun 1998 yang mencapai 76,6%. Hasil studi Siregar & Rajaguru (2005) mendukung aliran monetaris seperti Harriss (1975) dan Moroney (2002) bahwa di negara berkembang seperti Indonesia, inflasi adalah fenomena moneter akibat dari pertumbuhan uang. Faktor lain yang mempengaruhi inflasi adalah harga minyak. Studi Cologni & Manera (2008) menemukan adanya hubungan jangka-pendek maupun jangkapanjang antara variabel-variabel ekonomi makro, yaitu output, permintaan uang, harga minyak, inflasi, nilai tukar, dan tingkat bunga. Oleh karenanya di Indonesia, dimana inflasi sering juga dikategorikan sebagai cost push inflation, goncangan harga minyak disinyalir sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya inflasi karena bisa saja kenaikan harga minyak tersebut disalurkan ke harga produk yang dihasilkan (Surjadi, 2006). Bagi negara pengekspor neto (ekspor minyaknya lebih besar daripada impor minyaknya), kenaikan harga langsung menaikkan pendapatan nasional riil melalui pendapatan ekspor yang lebih besar. Namun sangat tidak beruntung, sejak tahun 2004 Indonesia telah menjadi importir neto minyak (Surjadi, 2006). Krisis ekonomi Indonesia tahun 1997/98 juga diyakini dipicu oleh volatilitas nilai tukar. Saat itu kurs rupiah terdepresiasi hingga sebesar 95,1% di tahun 1997 dan 72,6% di tahun 1998. Nominal shock ini mengakibatkan pengaruh yang sangat besar pada sektor riil yang berujung pada kenaikan harga. Studi yang dilakukan oleh Levy-Yeyati & Sturzenegger (2003) menunjukkan bahwa di negara berkembang semakin tidak fleksibel sistem nilai tukarnya, semakin rendah pula tingkat pertumbuhan ekonominya. Hasil studi tersebut juga secara signifikan menggarisbawahi Indonesia, dimana volatilitas nilai tukar di Indonesia berpengaruh terhadap harga antara lain melalui jalur ekspor dan impor. Hubungan tingkat inflasi dan tingkat perubahan variabel-variabel yang mempengaruhinya seperti yang disebutkan di atas bisa ditelaah pada Tabel 1.2.

6 Sementara itu, untuk melihat hubungan-hubungan tersebut secara lebih jelas, bisa disimak pada Grafik 1.2 s.d. Grafik 1.5. Tabel 1.2 Tingkat Inflasi dan Pertumbuhan PDB, PeP, JUB, NTN, dan BBM 1969-2009 (dalam %) 2 Thn Inflasi PDB PeP JUB NTN BBM 1969 9,89 6,82 26,92 61,02 0,00 9,12 1970 8,88 7,55 47,61 36,48 15,95 6,27 1971 2,47 7,02 16,38 28,17 9,79 0,00 1972 25,84 7,04 21,41 47,94 0,00 0,00 1973 23,30 8,10 72,95 40,96 0,00 21,07 1974 33,32 7,63 17,46 40,14 0,00 158,93 1975 19,69 4,98 49,07 33,34 0,00 0,00 1976 14,20 6,89 26,86 28,23 0,00 24,55 1977 11,82 8,76 30,61 25,17 0,00 6,83 1978 6,69 6,77 28,00 24,02 50,60 0,00 1979 21,77 7,32 40,41 36,03 0,32 118,86 1980 15,97 9,88 25,57 47,56-0,04 13,85 1981 7,09 7,93 37,62 29,85 2,75-5,41 1982 9,69 2,25 12,04 9,79 7,53-9,37 1983 11,46 4,19 11,74 6,29 43,54-7,82 1984 8,76 6,98 12,93 13,37 8,05-13,03 1985 4,31 2,46 21,33 17,75 4,75 7,07 1986 8,83 5,87 9,94 15,57 45,87-40,96 1987 8,90 4,93-0,34 8,63 0,55 7,25 1988 5,47 5,78 10,68 13,46 4,91-5,66 1989 5,97 7,46 25,71 39,76 3,81 29,64 1990 9,53 7,24 12,33 18,42 5,79 29,63 1991 9,52 6,95 20,46 10,59 4,79-28,61 1992 4,94 6,46 17,74 9,25 3,51-0,56 1993 9,77 6,50 10,71 27,89 2,33-25,23 1994 9,24 7,54 4,22 23,28 4,27 18,26 1995 8,60 8,22 14,74 16,10 4,91 10,96 1996 6,50 7,82 13,25 21,66 3,25 33,35 1997 11,10 4,70 6,58 22,24 95,13-27,85 1998 77,60-13,13 26,69 29,17 72,58-38,43 1999 2,00 0,79 33,47 23,16-11,71 131,21 2000 9,40 4,92 24,99 30,13 35,43 9,13 2001 12,55 3,64 24,94 9,58 8,39-32,08 2002 10,03 4,50 16,58 7,99-14,04 52,20 2003 5,16 4,78 23,81 16,60-5,31 9,28 2004 6,40 5,03 16,71 13,41 9,75 34,77 2005 17,11 5,69 17,76 11,07 5,81 37,16 2006 6,60 5,50 28,05 28,08-8,24 4,37 2007 6,59 6,28 14,47 27,63 4,42 47,88 2008 11,06 6,06 26,42 1,20 16,25-55,28 2009 2,78 4,10 27,96 8,41-14,16 81,13 Sumber: BPS, BI, IMF, diolah 2 PDB (Produk Domestik Bruto) nominal, PeP (pengeluaran pemerintah), JUB (Jumlah Uang Beredar dalam arti sempit, M1), NTN (Nilai Tukar Nominal: kurs Rupiah per USD), dan BBM (harga minyak internasional).

1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 7 80 70 60 50 40 30 20 10 0-10 -20 Inflasi PDB (Sumber: BPS, BI, dan IMF, diolah) Grafik 1.2 Tingkat Inflasi (%) dan Pertumbuhan PDB y-o-y (%) 1969-2009 Grafik 1.2 menunjukkan bahwa trend pertumbuhan ekonomi tahun 1969 2009 tampaknya berdampak negatif terhadap inflasi (PDB naik, inflasi turun). 80 70 60 50 40 30 20 10 0-10 Inflasi (Sumber: IMF, diolah) Grafik 1.3 Tingkat Inflasi (%) dan Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah (%) 1969-2009 Pengeluaran pemerintah saat sebelum krisis tampak selalu meningkat cukup besar dari tahun ke tahun. Setelah krisis, pengeluaran pemerintah juga selalu naik meskipun dengan tingkat pertumbuhan yang relatif lebih kecil. Dari Grafik 1.3 di atas, trend yang terlihat (walaupun tidak begitu jelas) adalah kenaikan pengeluaran pemerintah cenderung menurunkan inflasi. Namun pada periode setelah krisis trend ini terlihat sedikit lebih jelas. PeP

1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 8 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Inflasi JUB Teori kuantitas uang beredar tampaknya sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia. Seperti yang dapat dilihat pada Grafik 1.4 di atas, trend rata-rata pertumbuhan JUB Indonesia bergerak selaras dengan fluktuasi inflasi (JUB tumbuh, inflasi naik). (Sumber: BPS dan BI, diolah) Grafik 1.4 Tingkat Inflasi (%) dan Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar JUB (%) 1969-2009 100 80 60 40 20 0-20 Inflasi NTN (Sumber: IMF, diolah) Grafik 1.5 Tingkat Inflasi (%) dan Pertumbuhan Nilai Tukar Nominal NTN (%) 1969-2009 Secara keseluruhan hubungan antara perubahan nilai tukar dan tingkat inflasi sebelum dan sesudah tahun 1997 tampaknya mengalami pergeseran. Pada Grafik 1.5 bisa dilihat setelah krisis moneter 1997, nilai tukar bergerak lebih fluktuatif, dengan trend yang tampaknya berhubungan negatif dengan inflasi.

1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 9 175 150 125 100 75 50 25 0-25 -50-75 Inflasi BBM (Sumber: BPS dan BI, diolah) Grafik 1.6 Tingkat Inflasi (%) dan Pertumbuhan Harga Minyak BBM (%) 1969-2009 Pada Grafik 1.6 di atas, trend rata-rata pertumbuhan harga minyak tampaknya tidak bergerak selaras dengan fluktuasi inflasi di Indonesia pada periode sebelum krisis (1969 s.d. 1997). Tetapi pada periode setelah krisis moneter (1999-2009), perubahan harga minyak sepertinya bergerak searah dengan inflasi, yaitu harga minyak naik, maka inflasi naik. Kendati demikian, perlu dibuktikan secara empiris. 1.3 Perumusan Masalah Mengingat dampak inflasi yang begitu luas dalam kehidupan sosial dan politik maupun perekonomian Indonesia yang secara langsung bisa memicu kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara sampai titik buruk tertentu, maka penulis tertarik untuk mengidentifikasi faktor-faktor determinan penyebab inflasi pada masa prakrisis dan pascakrisis moneter. Untuk itu, penulis merumuskan permasalahan penelitian ini dalam 2 pertanyaan penelitian: (1) Berapa besar dan apa perbedaan antara pengaruh jumlah uang beredar, PDB nominal, pengeluaran pemerintah, nilai tukar riil, harga minyak, dan inflasi itu sendiri terhadap proses inflasi di Indonesia sebelum dan sesudah krisis moneter 1997? (2) Apa implikasi faktor-faktor penyebab inflasi tersebut terhadap kebijakan ekonomi makro yang terkait inflasi Indonesia di masa mendatang?

10 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Bertolak dari latar belakang dan permasalahan di atas, maka secara umum penelitian tesis ini bertujuan mendapatkan bukti empiris untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia, terutama faktor dengan tingkat pengaruh terbesar terhadap inflasi, pada masa sebelum dan setelah krisis moneter 1997. Selain itu, secara khusus penulis akan mendiskusikan keterkaitan antara faktor-faktor tersebut dengan implikasi kebijakan ekonomi makro Indonesia di masa yang akan datang. Ada dua manfaat utama yang dapat diperoleh dari penelitian ini. Pertama, hasil penelitian ini baik untuk penulis maupun pihak-pihak lain diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau referensi atau sebagai pembanding bagi penelitian selanjutnya, terutama yang terkait erat dengan proses inflasi dan faktor-faktor penyebabnya di Indonesia. Kedua, bagi pemerintah, hasil yang diperoleh mungkin bisa dipakai sebagai bahan masukan yang dapat dipertimbangkan dalam penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan yang lebih efektif dan efisien yang terkait dengan laju inflasi dan determinannya. 1.5 Batasan Penelitian Pemilihan tahun dan periode penelitian (1969Q1-1997Q4 dan 1999Q1-2009Q4) didasari atas tiga pertimbangan: (1) Inflasi Indonesia mulai stabil sejak 1969; (2) Strategi pembangunan jangka panjang mulai dicanangkan secara terarah dan terencana sejak 1969; dan (3) Terjadi krisis moneter 1997 yang telah merubah arah kebijakan perekonomian makro Indonesia. Perlu dicatat bahwa tahun 1998 tidak dimasukkan sebagai periode penelitian dalam studi ini mengingat variabelvariabel penelitian tahun 1998 berada pada tingkat yang tidak normal, sehingga dikhawatirkan hasilnya akan menjadi bias. Dari sisi kedalaman pengolahan, analisis, dan interpretasi data, penulis lebih meletakkan fokus pada faktor-faktor penyebab inflasi yang dipilih untuk studi ini serta derajat pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap proses terjadinya inflasi, serta melakukan perbandingan pengaruh-pengaruh tersebut pada era sebelum dan setelah krisis. Kemudian penulis mencoba menyimpulkan hasilnya untuk

11 selanjutnya memberikan saran kebijakan yang bisa diterapkan di masa mendatang. 1.6 Metodologi Penelitian Rancangan modelnya rincian yang lebih lengkap akan dibahas pada Bab III (Metodologi Penelitian) adalah bahwa inflasi merupakan fungsi dari perubahan jumlah uang beredar (M1), pertumbuhan PDB nominal, perubahan nilai tukar riil, dan perubahan harga minyak, maupun perubahan inflasi itu sendiri. Model yang dirancang adalah sebuah model VAR dimana semua variabelvariabelnya bersifat endogen. Data sekunder yang dipakai dalam studi ini adalah data kwartalan deretwaktu (time-series) periode 1969Q1-2009Q4 dari berbagai publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) serta International Monetary Fund (IMF), baik berupa data cetak maupun data elektronik, sesuai dengan semua variabel yang ada dalam persamaan. Perlu dicatat bahwa data tahun 2008 merupakan data sementara, sedangkan tahun 2009 masih merupakan data sangat sementara. Program pengolahan data yang digunakan adalah EViews version 4.1. Hasil pengolahan data akan diinterpretasikan sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian ini, dan kemudian akan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sejenis untuk menarik kesimpulan dan saran maupun implikasi kebijakan di masa mendatang. Data dan model dalam studi ini akan diuji validitasnya agar bisa menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak bias. Beberapa uji yang akan dilakukan antara lain: uji akar unit, uji Augmented Dickey-Fuller (ADF), uji Phillips-Perron (PP), uji Impulse Response Function dan Variance Decomposition. Pemaparan yang lebih menyeluruh akan disajikan pada Bab III, Metodologi Penelitian. 1.7 Hipotesa Penelitian Hipotesis yang diajukan untuk menjelaskan penelitian tesis ini adalah, Ada perbedaan antara pengaruh PDB, pengeluaran pemerintah, uang beredar, nilai tukar dan harga minyak maupun inflasi itu sendiri terhadap proses inflasi sebelum dan sesudah krisis moneter 1997. Secara rinci definisi operasional masing-

12 masing variabel dan pengujian hipotesis akan diuraikan dalam Bab III, Metodologi Penelitian. 1.8 Sistematika Penulisan Hasil penelitian tesis ini ditulis ke dalam lima bab. Bab I, Pendahuluan, berisi latar belakang masalah (termasuk deskripsi inflasi Indonesia 1969-2009), perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian metodlogi penelitian, hipotesa penelitian dan sistematika penulisan. Bab II, Tinjauan Literatur, memuat tinjauan teori secara umum, faktor-faktor penyebab inflasi, tinjauan literatur hasilhasil studi dan model-model inflasi yang berhubungan dengan permasalahan penelitian serta kerangka berpikir pemecahan masalah. Bab III, Metodologi Penelitian, merupakan bagian yang menggambarkan persamaan-persamaan yang dipakai untuk membangun spesifikasi model, definisi operasional variabel yang ada dalam model, hipotesa penelitian, sampel dan sumber serta koleksi data. Bab IV, Hasil dan Pembahasan, berisi analisis dan interpretasi dari hasil-hasil analisis masing-masing variabel secara parsial ataupun serentak, analisis dan uji statistik, uji hipotesis, serta analisis secara ekonometrik dan ekonomi. Terakhir adalah Bab V, Kesimpulan dan Rekomendasi, yang akan memaparkan hasil penelitian secara keseluruhan dalam bentuk kesimpulan dan implikasi maupun rekomendasi kebijakan.