BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Skizofrenia adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia. Skizofrenia termasuk psikosa dan penyebabnya sampai kini belum diketahui secara pasti, namun disebutkan faktor keturunan merupakan salah satu penyebabnya. Candra (2006) menyatakan bahwa apabila saudara ayah-ibu menderita skizofrenia, maka anak memiliki potensi sebesar 3% untuk menderita skizofrenia, tetapi bila salah satu saudara kandung yang menderita, anak berpotensi menderita skizofrenia sebesar 5%-10%. Skizofrenia mempunyai prevalensi sebesar 1% dari populasi di dunia (rata-rata 0,85%). Angka insiden skizofrenia adalah 1 per 10.000 orang per tahun. Wanita cenderung mengalami gejala yang lebih ringan, lebih sedikit rawat jalan dan fungsi sosial yang lebih baik di komunitas di bandingkan laki-laki. Angka kejadian pada laki-laki terjadi lebih awal dibandingkan pada wanita. Puncak kejadian pada laki-laki terjadi pada usia 15-25 tahun sedangkan pada wanita terjadi pada usia 25-35 tahun.penderita skizofrena yang berada pada rentang usia 25-50 tahun beresiko untuk bunuh diri dan 10%nya berhasil melakukan bunuh diri (Benhard, 2007).
Hasil penelitian Intermediate Course Community Mental Health Nursing (IC-CHMN) di Aceh Tengah menemukan bahwa yang mengalami gangguan jiwa tercatat sebanyak 434 orang dengan berbagai kasus. Kasus terbanyak 139 orang dengan jenis skizofrenia dan gangguan psikotik kronik terjadi pada usia 15 sampai 45 tahun dan terbanyak pada usia produktif antara 20 sampai 44 tahun sebanyak 104 orang. Sedangkan gangguan depresi tercatat sebanyak 16 orang (Liza, 2007). Kehadiran penderita skizofrenia sering dirasakan sebagai beban keluarga, sehingga banyak keluarga yang malu mengakui penderita sebagai bagian dari keluarganya (Anas, 2002). Berbagai problema menimpa keluarga, membebani berbagai aspek kehidupan keluarga. Penderita skizofrenia sering minder, tidak mempunyai teman, menganggur, malas, aneh, bicara sendiri, ketawa sendiri, terkadang selalu memikirkan untuk bunuh diri saja, tak pandai mengatur uang, kegiatan itu-itu saja, monoton, kurang variasi, tak bisa bergaul, dan banyak lagi sifat atau gejala yang sulit-sulit (Chandra, 2004). Kondisi inilah yang membuat keluarga tidak siap menerima dan merawat penderita (anggota keluarga yang menderita skizofrenia). Penyakit skizofrenia seringkali menetap atau kronis, kambuh/berulang sehingga perlu terapi berjangka lama. Penderita skizofrenia juga merupakan tantangan bagi masyarakat karena adanya stigma dalam masyarakat, penanganan yang kurang memadai, kesempatan dan kemampuan untuk reintegrasi ke dalam masyarakat kurang sekali,
tendensi kronisitas, dukungan psikososial dan keterlibatan keluarga yang tak memadai, terapi modalitas yang berbeda-beda, sumber-sumber ekonomi yang kurang, dan biaya terapi jangka lama. Faktor-faktor inilah yang sering menimbulkan kebosanan keluarga sebagai pemberi perawatan. (Candra, 2004). Selain itu masalah yang sering dialami oleh keluarga selama merawat penderita skiizofrenia di rumah antara lain meningkatnya stres keluarga akibat biaya yang dibutuhkan oleh penderita, status emosional keluarga yang tidak stabil, dan semuanya ini berdampak pada fungsional keluarga. Talbott (1984 dikutip dari Rose, 1998) mengemukakan bahwa sekitar 25% penderita skizofrenia mendapat perlakuan yang kasar dan tidak layak dari keluarganya yang merupakan sumber dukungan utama bagi penderita. Di beberapa pedesaan di Indonesia sering ditemukan keluarga yang mengurung/memasung penderita dalam suatu ruangan khusus yang gelap dan tersendiri. Keluarga juga terkesan menelantarkan penderita dan membuangnya ke jalanan atau pasar-pasar. Mengingat bahwa lingkungan pergaulan yang pertama adalah keluarga, maka tingkah laku agresif (kekerasan) dalam keluarga harus dihindarkan sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan salah satu penyembuhan yang sangat berarti bagi penderita skizofrenia (Keliat, 1992). Hasil penelitian di peroleh data bahwa jumlah penderita skizofrenia yang berobat jalan pada Rumah Sakit Umum Langsa sebanyak 204 orang,
puskesmas Seuriget sebanyak 70 orang, puskesmas Langsa Barat sebanyak 40 orang, puskesmas Langsa Kota sebanyak 25 orang, puskesmas Sukarejo sebanyak 35 orang. Menurut pandangan masyarakat di Kota Langsa, penyakit gangguan jiwa merupakan suatu hal yang disebabkan oleh sesuatu yang magis seperti guna-guna atau santet, sehingga keluarga akan membawa anggota keluarga yang sakit ke dukun atau orang pintar. Adanya perasaan malu bila memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, sehingga keluarga akan berusaha untuk menjauhkan orang yang sakit dengan lingkungannya. Namun, uniknya semua keluarga ini menjadi tempat bertanya bagi masyarakat di sekitar tempat tinggal mereka tentang hal-hal yang berhubungan dengan gangguan jiwa dan bagaimana cara menghadapinya bila ada anggota keluarga mereka yang mengalaminya. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga sebagai pemberi asuhan perawatan pada anggota keluarga yang menderita skizofrenia di Desa Birem Puntong Kota Langsa. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang merawat anggota keluarga yang menderita skizofrenia dan tinggal dalam satu rumah. Semua penderita ini tidak ada yang di rawat di rumah sakit ataupun Puskesmas tersebut dan semuanya di rawat oleh keluarga sehingga keluarga yang memegang peranan penting dalam merawat anggota keluarga yang menderita skizofrenia.
1.2. TUJUAN PENELITIAN a. Mendapatkan gambaran tentang pengalaman keluarga sebagai pemberi asuhan perawatan pada penderita skizofrenia, b. Mengidentifikasi dampak dari pengalaman keluarga sebagai pemberi asuhan perawatan terhadap fungsi keluarga, c. Mengidentifikasi kebutuhan keluarga sebagai pemberi asuhan perawatan pada penderita skizofrenia. 1.3. PERTANYAAN PENELITIAN a. Bagaimana pengalaman keluarga selama memberi asuhan perawatan pada penderita skizofrenia? b. Dampak penyakit skizofrenia terhadap pengalaman keluarga sebagai pemberi asuhan perawatan terhadap fungsi keluarga? c. Kebutuhan apasajakah yang diperlukan keluarga selama memberi asuhan perawatan pada penderita skizofrenia? 1.4. MANFAAT PENELITIAN 1.4.1. Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi perawat jiwa komunitas dalam meningkatkan kualitas pelayanan perawatan pada penderita skizofrenia di masyarakat dan puskesmas dan mampu mengidentifikasi kebutuhan keluarga sebagai pemberi asuhan
perawatan pada penderita skizofrenia, serta memberi pendidikan kesehatan cara merawat penderita skizofrenia di rumah. 1.4.2. Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan sub mata kuliah keperawatan jiwa komunitas dalam rangka mempersiapkan mahasiwa untuk dapat memberi asuhan perawatan tidak hanya terhadap penderita skizofrenia tetapi juga kepada keluarga di masyarakat. 1.4.3. Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan pengalaman keluarga sebagai pemberi asuhan perawatan pada penderita skizofrenia di masyarakat.