BAB III MODEL SISTEM MIMO OFDM DENGAN SPATIAL MULTIPLEXING

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM) (multicarrier) yang saling tegak lurus (orthogonal). Pada prinsipnya, teknik OFDM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisa Kinerja MIMO 2X2 dengan Full-Rate STC pada Mobile WiMAX

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) SPATIAL DIVERSITY MIMO-OFDM UNTUK SISTEM MOBILE WIMAX SKRIPSI

BAB IV SIMULASI DAN UNJUK KERJA MODULASI WIMAX

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI DAN ANALISA KINERJA SISTEM MIMO OFDM-FDMA BERDASARKAN ALOKASI SUBCARRIER SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Pengaruh Modulasi M-Psk Pada Unjuk Kerja Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (Ofdm)

TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

III. METODE PENELITIAN

PENGARUH MODULASI M-PSK PADA UNJUK KERJA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM :

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM

BAB III. i Nirkabel (Wireless) dengan terminal user yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

Analisis Penerapan Teknik AMC dan AMS untuk Peningkatan Kapasitas Kanal Sistem MIMO-SOFDMA

ANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA

Presentasi Tugas Akhir

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING PADA SISTEM DVB-T (DIGITAL VIDEO BROADCASTING TERRESTRIAL)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI ORTHOGONAL FREQUENCY AND CODE DIVISION MULTIPLEXING (OFCDM) PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS OLEH

KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM

Analisis Kinerja SISO dan MIMO pada Mobile WiMAX e

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

Analisis Unjuk Kerja Convolutional Code pada Sistem MIMO MC-DSSS Melalui Kanal Rayleigh Fading

EVALUASI KINERJA TEKNIK ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA MOBILE WiMAX MIMO-OFDM

SIMULASI TEKNIK MODULASI OFDM QPSK DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

Analisis Penanggulangan Inter Carrier Interference di OFDM Menggunakan Zero Forcing Equalizer

PEMODELAN KANAL MIMO OFDM SISTEM KOMUNIKASI UWB MENGGUNAKAN SINGULAR VALUE DECOMPOSITION TESIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KONSEP DASAR. 2.1 Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)

Perancangan dan Pengujian Desain Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1.

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

Analisis Estimasi Kanal Dengan Menggunakan Metode Invers Matrik Pada Sistem MIMO-OFDM

Unjuk kerja Trellis Code Orthogonal Frequency Division Multiplexing (TCOFDM) pada kanal Multipath Fading (Andreas Ardian Febrianto)

MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

Analisa Kinerja Sistem MIMO-OFDM Pada Estimasi Kanal LS Untuk Modulasi m-qam

Modulasi Digital. Levy Olivia Nur, MT

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

BAB 3 ALGORITMA DAN MODEL 2K FFT-IFFT CORE

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

ANALISIS MODEM AKUSTIK OFDM MENGGUNAKAN TMS320C6416 PADA LINGKUNGAN KANAL BAWAH AIR

SIMULASI PERBANDINGAN KINERJA MODULASI M-PSK DAN M-QAM TERHADAP LAJU KESALAHAN DATA PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING (OFDM)

BAB II NOISE. Dalam sistem komunikasi, keberhasilan penyampaian informasi dari pengirim

PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF

IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713

TEE 843 Sistem Telekomunikasi. 7. Modulasi. Muhammad Daud Nurdin Jurusan Teknik Elektro FT-Unimal Lhokseumawe, 2016

SINYAL & MODULASI. Ir. Roedi Goernida, MT. Program Studi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Institut Teknologi Telkom Bandung

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Modulasi Digital: PSK dan ASK

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

Dalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:

BAB II DASAR TEORI 2.1. Turbo Coding

Kata kunci : Spread spectrum, MIMO, kode penebar. vii

BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1].

BAB II TEKNOLOGI DIGITAL VIDEO BROADCASTING-TERRESTRIAL (DVB-T) standar DVB dalam penyiaran televisi digital terrestrial (DVB-T) dan hand-held

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

BAB 2 DASAR TEORI FFT-IFFT

Praktikum Sistem Komunikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 MEKANISME PENGKODEAAN CONCATENATED VITERBI/REED-SOLOMON DAN TURBO

Quadrature Amplitudo Modulation-16 Sigit Kusmaryanto,

SIMULASI PENGARUH HAMMING CODE PADA SISTEM OFDM (ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING) MENGGUNAKAN MODULASI QPSK

Transkripsi:

BAB III MODEL SISTEM MIMO OFDM DENGAN SPATIAL MULTIPLEXING 3.1 Sisi Transmitter (Pengirim) Skema transmitter dari sistem yang disimulasikan dapat dilihat pada gambar 3.1. Gambar 3.1 mengilustrasikan tahap-tahap pemrosesan sinyal yang terjadi pada sisi transmitter mulai dari sumber data informasi, sampai pengiriman oleh antena transmitter. Tx1 Channel Encoder Interleaver MODULATOR S/P CP IFFT Upsample Upconversion P/S insertion Tx2 Data Generator S/P Channel Encoder Interleaver MODULATOR S/P CP IFFT Upsample Upconversion P/S insertion Projection on V Txn Channel Encoder Interleaver MODULATOR S/P CP IFFT Upsample Upconversion P/S insertion MIMO dan Channel Encoder OFDM Modulator Upconverter Pre-filter (SVD) Gambar 3.1 Model transmitter dari sistem yang disimulasikan 3.1.1 Channel Encoder Data inputan yang berupa random integer dibagi menjadi kumpulan data yang lebih kecil setelah melalui algoritma Serial to Paralel. Kemudian data ini, diencoding dengan code rate tertentu. Proses encoding ini disebut juga forward error correction (FEC), dimana bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dari kanal dengan menambakan bit redundant pada data informasi yang ditransmisikan. Proses penambahan bit redundant tersebut juga dinamakan channel coding. Teknik channel coding yang dipakai pada simulasi ini adalah Convolutional encoding. Convolutional encoder berfungsi untuk menurunkan error rate selama pentransmisian data, atau dengan kata lain berfungsi sebagai pendeteksi dan sekaligus memperbaiki error selama pentransmisian data, tanpa harus meminta Spatial multiplexing mimo..., I Gura 19 Prabu Senky, FT UI, 2008

pengirim untuk mengirimkan kembali data yang sama. Prinsip kerja dari convolutional encoder adalah dengan men-xor-kan beberapa bit masukan sebelumnya dengan bit input pada saat itu. Sistem xor ini mencakup bagaimana alur operasi xor dan berapa lama suatu bit akan mempengaruhi keluaran bit lain. Pada sistem MIMO OFDM yang disimulasikan, terdapat 3 pilihan nilai code rate, yaitu: 3/2, 1/2 dan 1/3. Coding rate pada convolutional encoder merupakan nilai perbandingan antara jumlah keluaran dengan jumlah masukan pada satu waktu yang bersamaan. Besar nilai code rate akan menentukan pemetaan output dari convolutional encoding. Sebagai contoh. Code rate 3/2 berarti, 3 bit masukan dipetakan menjadi 2 bit keluaran. Code rate yang bernilai kecil, berarti jumlah bit kode lebih banyak dibanding jumlah bit informasi, begitu juga sebalikya. Pemilihan nilai code rate sangat penting dalam menjaga performa sistem. Disatu sisi, Jika nilai coding rate semakin besar, performanya dalam mendeteksi dan memperbaiki error juga semakin baik tetapi sebagai konsekuensinya encoder semakin tidak efisien. Karena jumlah bit yang akan dikirimkan menjadi lebih banyak untuk jumlah bit informasi yang sama. Pada simulasi ini, teknik Convolutional encoder menggunakan algoritma Trellis (Trellis diagram). Diagram dari algoritma Trellis dapat dilihat pada gambar 3.2. Gambar 3.2 Trellis Diagram Spatial multiplexing mimo..., I Gura 20 Prabu Senky, FT UI, 2008

Gambar 3.2 diatas, merupakan contoh diagram Trellis dengan 2 shift register. Terdapat 4 keadaan dari diagram Trellis tersebut, yaitu 00, 01, 10, 11. Sebagai contoh, jika bit masukan adalah 1 1 0 0, maka keluaran dari convolutional encoder adalah 11, 10, 10, 11. 3.1.2 Interleaver Proses Interleaver berfungsi sebagai cara untuk meminimalisasi burst error selama transmisi data. Interleaver akan menyusun kembali data dimana data yang berurutan akan dibagi menjadi beberapa blok berbeda. Interleaver disini berbentuk sebuah matriks. Aliran bit inputan akan mengisi matriks tersebut baris demi baris. Keluaran dari interleaver merupakan bit bit yang tersusun secara kolom. Gambar 3.3 Aliran bit yang melalui interleaver 3.1.3 Modulasi Data hasil keluaran dari Interleaver dipetakan menjadi simbol-simbol melalui proses modulasi. Dalam sistem ini, jenis modulasi yang digunakan ada tiga jenis, yaitu QPSK, 16 QAM dan 64 QAM. Kemudian dari hasil stream serial data, dibagi menjadi paralel sesuai dengan jumlah subkanal pada OFDM. 3.1.3.1 Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) QPSK memetakan bit bit informasi menjadi simbol, dimana setiap simbolnya memiliki 2 bit informasi. QPSK dapat diperoleh dengan penggabungan 2 modulasi BPSK. Bit stream yang masuk pada modulator p(t), dibagi menjadi 2 stream yaitu p t (t) dan p q (t). Bit stream p t (t) akan dimodulasikan dengan cos (ώ 0 t,) Spatial multiplexing mimo..., I Gura 21 Prabu Senky, FT UI, 2008

dan p q (t) akan dikalikan dengan sin (ώ 0 t,) seperti yang terlihat pada gambar 3.4 berikut: Gambar 3.4 Modulator QPSK Dua bit stream diatas digabungkan kembali menjadi stream QPSK dengan kondisi seperti yang ditampilkan table 3.1 berikut: pt(t) pq(t) QPSK 1 1 Cos(ώ 0 t) sin(ώ 0 t) = 2cos(ώ 0 t + 45 o ) 1-1 Cos(ώ 0 t) + sin(ώ 0 t) = 2cos(ώ 0 t - 45 o ) -1 1 -Cos(ώ 0 t) sin(ώ 0 t) = 2cos(ώ 0 t + 135 o ) -1-1 -Cos(ώ 0 t )+ sin(ώ 0 t) = 2cos(ώ 0 t - 135 o ) Tabel 3.1 Tabel keadaan sinyal QPSK Kata Quardrature mengacu kepada empat kemungkinan keadaan fasa carrier (4-PSK) pada satu waktu. Empat fasa tersebut mengacu kepada sudut dari bit yang dimodulasikan, yaitu 0 o, 90 o, 180 o, 270 o. Hal ini terlihat pada gambar 3.5 berikut. Spatial multiplexing mimo..., I Gura 22 Prabu Senky, FT UI, 2008

Gambar 3.5 Diagram fasa modulasi QPSK 3.1.3.2 QAM (Quadrature Amplitude Modulation) QAM merupakan modulasi dengan kombinasi fasa dan amplitude. Teknik ini mengirim sinyal dengan empat fase berbeda. Pada simulasi ini, jenis modulasi QAM yang digunakan adalah 16 QAM dan 64 QAM. Modulasi 16 QAM memiliki 4 bit informasi untuk setiap simbolnya, sehingga memiliki 2 4 keadaan fasa. Disisi lain, 64 QAM memiliki 2 6 keadaan fasa, karena tiap simbolnya terdiri dari 6 bit informasi. Modulasi QAM membagi sinyal yang ditransmisikan menjadi dua bagian/ bit stream, yaitu In-phase dan Quardrature phase. Kedua bagian ini berbeda fasa 90 derajat, karena bit stream In-phase dikalikan dengan sinyal kosinus, sedangkan bagian quardrature dikalikan dengan sinyal sinus. Dalam pentransmisian data, kedua bagian tersebut digabungkan, menurut persamaan 3.1 berikut:...(3.1) Berikut merupakan blok diagram modulasi dari QAM dengan frekuensi carrier f 0 dan H t respon frekuensi dari filter transmisi. Gambar 3.6 Modulator QAM Modulasi QAM memiliki keuntungan dari segi kecepatan dalam transmisi data dan efisien dalam penggunaan bandwidth. Hal ini dikarenakan banyaknya Spatial multiplexing mimo..., I Gura 23 Prabu Senky, FT UI, 2008

jumlah bit informasi yang diwakilkan oleh satu simbol. Makin tinggi orde modulasinya, makin cepat transmisi datanya. Namun, seiring dengan makin tingginya orde modulasi, modulasi ini makin sensitif terhadap noise. 3.1.4 IFFT Parameter subkanal OFDM menggunakan parameter pada mobile wimax. Lebar masing-masing kanal bandwidth adalah 10 MHz. Dengan terdiri dari 256 subcarrier yang akan menjadi subkanal dengan frekuensi carrier antara 3400-3600 MHz atau terletak pada band frekuensi 3.5 GHz. Setiap subkanal, dimodulasi dengan IFFT sehingga data sekarang direpresentasikan dalam time domain. IFFT dan juga FFT pada receiver merupakan komponen utama dalam sistem OFDM. Operasi pemetaan linier antara data simbol kompleks dan simbol OFDM komlpleks akan menghasilkan sebuah ketahanan terhadap kanal multipath Fading. Simbol kompleks OFDM hasil IFFT ini kemudian digabungkan kembali menjadi serial. 3.1.5 Cyclic Prefix Tujuan utama penambahan cyclic prefix pada data adalah untuk mempertahankan properties ortogonalitas sinyal selama durasi waktu tertentu. Selain itu, Inter Simbol Interference (ISI) dan Inter channel interference (ICI) dapat dicegah dengan menambahkan guard interval pada awal frame. Gambar 3.7 Penambahan Cyclic prefix pada frame Gambar 3.7 memperlihatkan struktur frame setelah ditambahkan Cyclic prefix. Cyclic prefix ditambahkan pada awal frame dan diperoleh dari beberapa sampel simbol OFDM. Spatial multiplexing mimo..., I Gura 24 Prabu Senky, FT UI, 2008

3.1.6 Upsampling Upsampling merupakan proses peningkatan sampling rate dari sebuah sinyal. Up-sampling pada sistem MIMO OFDM diperlukan untuk meningkatkan akurasi sinkronisasi dan estimasi kanal. Berbeda dengan proses upsampling pada umumnya yang menyisipkan zeros diantara bit informasi, pada simulasi ini, upsampling yang digunakan adalah dengan mengulang masing-masing simbol sebanyak n kali, dimana n adalah faktor upsampling nya. 3.1.7 Upconversion Up-conversion bertujuan untuk memudahkan transmisi simbol kompleks. Bagian real dan imajiner di-up-conversi menggunakan dua carrier yang saling ortogonal (sinus dan cosinus). Sinyal hasil up-conversi terbagi menjadi bagian sinyal inphase (I) dan quardrature (Q). Kedua sinyal ini kemudian dijumlahkan untuk dikirim melalui transmitter. Up-conversion disini menggunakan intermediate frekuensi F i = 10 KHz. Selanjutnya, sebelum sinyal dikirim melalui antena transmitter, sinyal dikalikan dengan matriks V sebagaimana terlihat pada gambar 3.8, dimana matriks ini berfungsi sebagai prefilter bagi sinyal informasi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan simbol-simbol yang akan dipancarkan melalui masing-masing antena transmitter.penggunaan prefilter dengan matriks V ini berkaitan dengan penggunaan Singular Value Decomposition pada kanal MIMO. Matriks V juga sering disebut sebagai vektor singular kanan dari matriks respon kanal H. Idenya adalah agar masing-masing kanal dapat memaksimalkan kapasitas kanal secara independen terhadap kanal yang lainnya. Selain itu kanal juga dapat digunakan pada rate yang optimum, independen terhadap kanal spasial yang lain sehingga dapat meningkatkan throughput keseluruhan sistem. Spatial multiplexing mimo..., I Gura 25 Prabu Senky, FT UI, 2008

Gambar 3.8. Prefilter V transmitter MIMO berbasis SVD 3.2 Kanal Transmisi 3.2.1. SVD SVD (Singular Value Decomposition) merupakan suatu metoda untuk mendiagonalisasi suatu matriks dan mendapatkan nilai eigennya. Jika kolom dan baris dari matriks H adalah independen satu terhadap yang lainnya, maka dengan menggunakan metode faktorisasi SVD, matriks kanalnya dapat didekomposisi ke dalam bentuk perkalian dari tiga matriks berikut H = U Σ V h..(3.2) U dan V adalah matriks unitaris non singular ortogonal dengan nilai absolut 1, dimana transposenya merupakan invers dari matriks itu sendiri. V h adalah hermit atau transposisi kompleks konjugasi matriks unitaris V. U memiliki dimensi R x R dan dibentuk oleh vektor eigen ortonormal matriks korelasi h HH, vektor kolom ortogonalnya memuat vektor kiri singular matriks H. V memiliki dimensi T x T dibentuk oleh vektor eigen orthonormal matriks korelasi ortogonalnya memuat vektor singular kanan matriks H. H h H, vektor kolom Σ adalah matriks diagonal berdimensi R x T yang entri-entrinya adalah nilai singular matriks H pada diagonal utama, dimana elemennya bernilai positif atau nol. 1 k 2 1 n 2..(3.3) 1 k 2 Spatial multiplexing mimo..., I Gura 26 Prabu Senky, FT UI, 2008

1 n 2 (3.4)...(3.5) Melalui SVD ini, suatu matriks didiagonalisasi, dimana hal ini berarti tercipta sub kanal spasial MIMO 2x2 secara terpisah dan independent [9]. Nilai singular pada matriks diagonal merupakan akar pangkat dua dari nilai eigen matriks: D = H*H λ H,1 dan λ H,2 merupakan nilai eigen dari matriks D, yang menggambarkan channel gain. Vektor V i dari matriks V H merupakan transmit weight factor untuk eksitasi dari nilai singular λ i dan receive weight factor adalah matriks U i * pada matriks U H. Dengan demikian, kanal independent menjadi:....(3.6)....(3.7) Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa data informasi (x) dipremultiplikasi dengan prefilter V dan nantinya, pada receiver akan terjadi perkalian sinyal yang diterima (y) dengan postfilter U h. Dengan demikian, secara umum, prinsip kerja MIMO OFDM berbasiskan SVD dapat dituliskan sebagai berikut: y HVx...(3.8) ~ h y U y...(3.9) Dengan demikian, sinyal yang diterima setelah postfilter, adalah: ~ h y U HVx U h h (( U V ) Vx η) h h h U U V Vx U η ~ y x ~...(3.10) Selanjutnya, dengan membagi persamaan diatas dengan nilai eigen matriks, pada sisi akhir receiver, didapatkan kembali sinyal informasi yang dikirimkan. Spatial multiplexing mimo..., I Gura 27 Prabu Senky, FT UI, 2008

3.2.2 AWGN dan Fading Fading merupakan karakterisktik utama dalam propagasi radio bergerak. Fading dapat didefinisikan sebagai perubahan fase, polarisasi dan atau level dari suatu sinyal terhadap waktu. Definisi dasar dari fading yang paling umum adalah yang berkaitan dengan mekanisme propagasi yang melibatkan refraksi, refleksi, difraksi, hamburan dan redaman dari gelombang radio. Fenomena fading yang terjadi dapat dimodelkan secara matematis menurut distibusi Rayleigh, dan lebih dikenal dengan Rayleigh Fading Model. Pemodelan dengan Rayleigh Fading sering dipakai bila lingkungan dari propagasi yang ada memiliki banyak objek sehingga akan menghamburkan sinyal sebelum sampai di penerima. Pada simulasi ini, Rayleigh Fading Model digunakan untuk menjelaskan perubahan waktu dari selubung sinyal fading datar (flat Fading) yang diterima, atau selubung dari satu komponen multipath. Telah diketahui bahwa selubung dari jumlah antara dua sinyal derau gaussian membentuk distribusi Rayleigh. Distribusi Rayleigh mempunyai fungsi kerapatan probabilitas (probability density function - pdf) diberikan oleh persamaan 3.11 berikut [10][11]:. ( 2.8)...(3.11) dengan σ 2 merupakan daya rata-rata sinyal yang diterima terhadap waktu sebelum deteksi tegangan (envelope) dan r nilai mean Pada simulasi ini, juga digunakan kanal Gaussian, yaitu kanal yang dipengaruhi oleh Additive White Gaussian Noise (AWGN). AWGN adalah suatu derau thermal yang merusak sinyal dalam bentuk aditif. Artinya, derau ini ditambahkan ke dalam sinyal utama yang memiliki kepadatan spektrum daya yang sama untuk semua daerah frekuensi. Kanal ini tidak memperhitungkan faktorfaktor perusak seperti fading, sehingga bisa disebut kanal ideal [10][11]. AWGN dan rayleigh Fading digunakan untuk merepresentasikan kanal transmisi yang sesuai dengan kanal transmisi sebenanrnya. Gangguan AWGN divariasikan dengan parameter Signal to Noise Ratio (SNR) dan gangguan rayleigh fading divariasikan dengan parameter kecepatan gerak relatif mobile Spatial multiplexing mimo..., I Gura 28 Prabu Senky, FT UI, 2008

station dengan base station (v). Variasi kecepatan gerak juga merupakan variasi pergeseran maksimum frekuensi Doppler (Doppler shift). Nilai realistik untuk Doppler Shift adalah antara 4 Hz untuk gerak lambat (pedestrian) hingga 80 Hz untuk gerak sangat cepat (full mobility). Keadaan multipath juga direpresentasikan oleh gangguan rayleigh Fading. Keadaan multipath ini digambarkan memiliki 3 path yang datang dengan waktu tunda yang berbeda-beda. Delay spread untuk keadaan multipath ini adalah 4.10-8 detik dan termasuk delay spread untuk keadaan indoor yang bernilai antara 1. 10-7 detik hingga 1. 10-9 detik. Gain untuk setiap path yang datang biasanya bernilai antara -20 db hingga 0 db.[12] 3.2.3 Least Square Least square digunakan untuk mengestimasi respon kanal sistem. Estimasi kanal digunakan untuk mendapatkan nilai matriks respon kanal H. Estimasi kanal dilakukan pada frame pertama yang berisikan training sequence. Pada transmitter, dilakukan frame packing dimana frame pertama akan berisikan training sequence, sedangkan frame selanjutnya berisikan data informasi beserta guard interval (Cyclic prefix). Penyusunan ini akan mempermudah pemrosesan data, dimana sebelum memroses data informasi, dilakukan estimasi kanal terlebih dahulu. Sebelum diestimasi, sistem menggunakan suatu matriks kanal H yang sudah didefinisikan, namun nilai dari matriks kanal tersebut tidak diketahui. Disini, least square bertujuan untuk mendapatkan nilai matriks respon kanal tersebut. 3.3 Receiver Blok diagram dari sisi receiver diilustrasikan pada gambar 3.8. Pada gambar 3.8 tersebut, terlihat tahap-tahap permrosesan sinyal, mulai dari penerimaan sinyal oleh antena penerima, sampai diperolehnya kembali data informasi. Spatial multiplexing mimo..., I Gura 29 Prabu Senky, FT UI, 2008

Rx1 Channel Decoder Deinterleaver Demodulator P/S FFT CP Deletion Down sample Down conversion S/P Rx2 Data Sink P/S Channel Decoder Deinterleaver Demodulator P/S FFT CP Deletion Down sample Down conversion S/P Projection on U h Rxn Channel Decoder Deinterleaver Demodulator P/S FFT CP Deletion Down sample Down conversion S/P MIMO dan Channel Decoder OFDM Demodulator Downconverter Post-filter (SVD) Gambar 3.9 Model receiver sistem yang disimulasikan Pada receiver, sinyal yang diterima melakukan perlakuan yang merupakan kebalikan dari proses pada transmitter. Karena menggunakan operasi SVD, maka simbol yang diterima oleh antena penerima akan diteruskan terlebih dahulu ke postfilter untuk dikalikan dengan vektor kolom ortogonal matriks demultipleks h U, yang juga sering disebut sebagai vektor singular kiri dari matriks respon kanal H. Hal ini diilustrasikan pada gambar 3.10. Gambar 3.10. Postfilter U receivermimo berbasis SVD 3.3.1. Down-Conversion Sinyal dari antena penerima merupakan sinyal passband. Untuk pemrosesan pada sisi penerima, maka sinyal ini dikonversi menjadi sinyal baseband. Spatial multiplexing mimo..., I Gura 30 Prabu Senky, FT UI, 2008

3.3.2 Down sampling Selanjutnya, sinyal di-down sample dengan rate yang merupakan kebalikan dari rate upsampling pada transmitter. Dengan demikian, rate untuk down sampling adalah 1/L (1/4), karena pada sisi transiter rate dari upsampling adalah 4. 3.3.3. Penghapusan cyclic prefix Proses merupakan penghapusan cyclic prefix yang sebelumnya ditambahkan pada sisi transmitter. 3.3.4 FFT Data ditransmformasikan kembali ke frekuensi domain menggunakan fungsi Fast Fourir Transform (FFT) yang merupakan kebalikan dari fungsi IFFT. 3.3.5 Demodulasi Dengan demodulasi, simbol ditransformasikan kembali ke dalam bentuk bits, tergantung jenis modulasi yang digunakan pada sisi transmitter. Sebelum didemodulasi, terlebih dahulu dilihat konstelasi dari sinyal yang diterima. 3.3.5.1 Demodulasi QPSK Proses demodulasi ini merupakan kebalikan dari proses modulasi pada sisi transmitter. Setiap simbol dipetakan kembali menjadi bit bit informasi, seperti terlihat pada gambar 3.9 berikut: Gambar 3.11 Demodulator QPSK Spatial multiplexing mimo..., I Gura 31 Prabu Senky, FT UI, 2008

3.3.5.2 Demodulasi QAM Demodulasi dilakukan dengan konsep demodulator ASK yang kemudian masing masing bit stream digabung kembali menjadi satu bit stream sinyal informasi. Pada praktiknya, terdapat phase delay antara transmitter dan receiver yang nantinya dapat diatasi dengan menggunakan synchronization pada bagian receiver. Pada aplikasi mobile, terdapat efek Doppler shift yang menggeser nilai frekuensi asli pada transmitter, sehingga diperlukan adanya tuning pada komponen kosinus dan sinus yang memerlukan phase reference dengan menggunakan phase lock loop. Gambar 3.12 Demodulator QAM 3.3.6. Deinterleaver Merupakan proses yang berkebalikan dengan interleaver, dimana bits akan mengisi matriks kolom per kolom. Output dari deinterleaver merupakan matriks baris. 3.3.7 Convolutional decoder Decoder akan membentuk algoritma Viterbi decoding untuk menghasilkan bit data informasi dari bit yang dikodekan. Spatial multiplexing mimo..., I Gura 32 Prabu Senky, FT UI, 2008