LIANG LUANG SKRIP KARYA SENI

dokumen-dokumen yang mirip
Gamelan Gong luang Kiriman I Wayan Putra Ivantara, Mahasiswa PS Seni Karawitan, ISI Denpasar.

Wujud Garapan Anda Bhuwana Kiriman I Kadek Alit Suparta, Mahasiswa PS Seni Karawitan, ISI Denpasar. Instrumentasi dan Fungsi Instrumen

1. Pendahuluan. Konsep Musikal Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pesatnya perkembangan Gong Kebyar di Bali, hampir-hampir di setiap Desa atau

BAB I PENDAHULUAN. proses pembaharuan atau inovasi yang ditandai dengan masuknya gagasan-gagasan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang disediakan oleh alam dengan segala fenomenanya dan bisa timbul dari manusia

SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIP KARYA SENI YOWANA GIRANG OLEH : IDA BAGUS KESUMA ANANDA NIM

ARTIKEL KARYA SENI TRIDATU OLEH : I WAYAN ENDRA WIRADANA NIM :

ARTIKEL KARYA SENI BIANGLALA. Oleh : ANAK AGUNG GEDE AGUNG ARIS PRAYOGA

Analisa Penyajian Garapan Kembang Ratna Kiriman Ni Luh Lisa Susanti Mahasiswa PS. Seni Tari ISI Denpasar Garapan tari kreasi Palegongan Kembang Ratna

Tabuh Kreasi Pepanggulan Gamelan Smarandhana Lemayung, Bagian II

SKRIP KARYA SENI KREASIKU

ARTIKEL KARYA SENI PIS BOLONG

SKRIP KARYA SENI KELANGEN

ARTIKEL KARYA SENI KLAPA WREKSA OLEH: I WAYAN PRADNYA PITALA NIM:

Bentuk Dan Deskripsi Karya Tawur Agung Oleh : I Ketut Partha, SSKar., M.Si. Bentuk Karya 4.2 Deskripsi Karya

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

SKRIP KARYA SENI SOUND OF LOVE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pertama ini akan diuraikan secara berturut-turut : (1) latar

SKRIP KARYA SENI ELING OLEH : KADEK INDRA KESUMAJAYA NIM :

SKRIP KARYA SENI CANDA KANDA

SKRIP KARYA SENI MEGALA-GALA

Gambar 15. Foto Kendang Dalam Gamelan Terompong Beruk Foto: Ekalaiani, 2011.

SKRIP KARYA SENI KĪRTANAM

Tabuh Angklung Keklentangan Klasik Oleh: I Gede Yudarta (Dosen PS Seni Karawitan)

SKRIP KARYA SENI RETRO OLEH : I GEDE YUDI KRISNAJAYA NIM :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Struktur Tabuh Lelambatan I Oleh: I Gede Yudartha, Dosen PS Seni Karawitan - Pangawit Pangawit berasal dari kata dasar yaitu ngawit/kawit yang

BAB I PENDAHULUAN. Gamelan, seniman, serta pengrajin gamelan merupakan tiga unsur yang tidak dapat

GITA GESING ARTIKEL KARYA SENI. Oleh : I MADE EVA YADNYA NIM :

Genggong Kiriman: I Made Budiarsa, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar Jumlah Instrumentasi

Bentuk Musikalitas Gambuh Kedisan Kiriman I Wayan Sucipta, Mahasiswa PS. Seni Karawitan ISI Denpasar

Wujud Garapan Komposisi Kung Kiriman: I Ketut Suarjana, Mahasiswa PS. Seni Karawitan ISI Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. tengah berbagai perubahan, lebih jauh lagi mampu menjadikan dirinya secara aktif

SKRIP KARYA SENI SOHA

SKRIP KARYA SENI SAKA CUPAK

SKRIP KARYA SENI GITA ARCANAM PUJA

Gender Wayang di Banjar Kayumas Kaja. Kiriman I Nyoman Gede Haryana BAB I PENDAHULUAN

ARTIKEL KARYA SENI LEMPAS. Oleh : I WAYAN PADMADIPA

KAMANALA SKRIP KARYA SENI OLEH I PUTU EKA ARYA SETIAWAN

ARTIKEL SKRIPSI KARYA SENI HARMONI TIRTA EMPUL PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

PENGARUH GAMELAN SEMARADANA TERHADAP GAMELAN BALAGANJUR SEMARADANA

Elemen-Elemen Pertunjukan Tari Siwa Nataraja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

SKRIP KARYA SENI TAPAK DARA

SKRIP KARYA SENI BAYUH

SKRIP KARYA SENI DWI SWARA TUNGGAL OLEH: I WAYAN AGUS BUDI SETIAWAN NIM :

Perspektif Musikalitas Tabuh Lelambatan Banjar Tegaltamu Kiriman: I Nyoman Kariasa,S.Sn., Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar Sebagai salah satu

Bentuk Tungguhan dan Ornamentasi Gender Wayang. Oleh: I Wayan Diana Putra (Mahasiswa PS Seni Karawitan)

ANGKLUNG KEBYAR. Oleh I Wayan Muliyadi Mahasiswa S2 Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK

pergelaran wayang golek. Dalam setiap pergelaran wayang golek, Gending Karatagan berfungsi sebagai tanda dimulainya pergelaran.

RARE ANGON SKRIP KARYA SENI

14 Alat Musik Tradisional Jawa Tengah, Gambar dan Penjelasannya

BAB I PENDAHULUAN. Seni pertunjukan merupakan sebuah penyajian bentuk karya seni dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. itu sendiri. Karya seni merupakan wujud dari ide- ide, gagasan-gagasan, kejadian

DESKRIPSI TARI TABUH TUAK OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn

TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA LINGGA

-GRUNYAM SKRIP KARYA SENI KARAWITAN OLEH : I WAYAN SUWINTARA NIM :

TIGA KONSEP PENTING: VARIASI, PENGOLAHAN DAN KAIT-MENGAIT Variasi

DESKRIPSI DUKUH SILADRI. Dipentaskan pada Festival Seni Tradisional Daerah se- MPU di Mataram, Nusa Tenggara Barat 1 Agustus 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

SKRIP KARYA SENI GENI SMARA OLEH : I WAYAN PRIMAWAN

Artikel Karya Seni Tri Kona

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI

ARTIKEL LAGU PERAHU LAYAR PADA SEKA JOGED BUMBUNG CIPTA DHARMA KAJIAN ESTETIS, PROSES TRANSFORMASI, FUNGSI, DAN MAKNA

SKRIP KARYA SENI IRENG-PETAK OLEH : I WAYAN PELIK EDI ARIANTO NIM

UCAPAN TERIMA KASIH...

Instrumen Pengiring Tari Telek Anak Anak di Desa Jumpai Kiriman: Ayu Herliana, PS. Seni Tari ISI Denpasar

SKRIP KARYA SENI GEBOG DOMAS

RANCANG BANGUN APLIKASI GAMELAN GONG KEBYAR INSTRUMEN REONG, CENG-CENG RICIK, KEMONG DAN JUBLAG BERBASIS ANDROID

BAB III PENUTUP. diciptakannya. Pencapaian sebuah kesuksesan dalam proses berkarya

DESKRIPSI TARI ADI MERDANGGA SIWA NATA RAJA TEDUNG AGUNG

53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A)

PROGRAM PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETRAMPILAN SEKOLAH DASAR KELAS III SEMESTER 1

(MSPI), p A. A. M. Djelantik, 1999, Estetika Sebuah Pengantar, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

PEMBELAJARAN NILAI MELALUI GENDER WAYANG DI SANGGAR GENTA MAS CITA, PANJER, DENPASAR SELATAN

KEMBANG RATNA SKRIP KARYA SENI

BAB I PENDAHULUAN. pendukung berupa gagasan, sifat dan warna bunyi. Kendati demikian, dalam

LILA HREDAYA SKRIP KARYA SENI OLEH I WAYAN JUNIANTO NIM : PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dina Febriyanti, 2013

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Seni Musik Sumber: KTSP 2006

DESKRIPSI TARI KONTEMPORER BIOTA LAUT

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2.

SKRIP KARYA SENI BUPARGA

GAMELAN RINDIK DI DESA SEDANG KECAMATAN ABIAN SEMAL KABUPATEN BADUNG OLEH : I MADE SUDIATMIKA NIM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. Pupuh Balakbak Raehan merupakan salah satu pupuh yang terdapat dalam

ARTIKEL KARYA SENI NGEREH

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian Lagu gedé dalam Karawitan. Sunda Sebuah Tinjauan Karawitanologi, diketahui keunggulan

TUTUR KELANGEN SKRIP KARYA SENI

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

Transkripsi:

LIANG LUANG SKRIP KARYA SENI OLEH: K WINA SADHU GUNAWAN NIM : 2010.02.007 PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2014

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIP KARYA SENI LIANG LUANG Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Seni (S1) MENYETUJUI PEMBIMBING I PEMBIMBING II Ni Ketut Suryatini, SS.Kar., M.Sn Dr. I Komang Sudirga, S.Sn., M.Hum NIP. 195704291985032001 NIP. 196710161994031003 ii

Skrip Karya Seni ini telah diuji dan dinyatakan sah oleh Panitia Ujian Akhir Sarjana (S1) Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar. Pada : Hari/Tanggal : Selasa, 13 Mei 2014 Ketua : I Wayan Suharta, SSKar., M.Si (...) NIP. 19630730 199002 1 001 Sekretaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum (...) NIP. 19641231 199002 1 040 DosenPenguji : 1. Dr. I Gde Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum (...) NIP. 196612011991031003 2. I Wayan Suweca, SSKar., M.Mus (...) NIP. 19571331 198503 1 014 3. Wardisal., S.Sen., M.Si (...) NIP. 19660624 199203 1 002 4. Ni Ketut Suryatini, SS.Kar., M.Sn (...) NIP : 195704291985032001 5. Dr. I Komang Sudirga, S.Sn., M.Hum (...) NIP: 196710161994031003 Mengetahui Disahkan pada tanggal : 13 Mei 2014 Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua Jurusan Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar I Wayan Suharta,SSKar., M.Si Wardizal, S.Sen., M.Si. NIP. 19630730 199002 1 001 Nip.19660624 199203 1 002 iii

MOTTO Lewat Jagat Seni Kita Menuju Moksartam Jagat Hita Ya Caiti Dharma iv

v

KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur penata panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Asung Kerta Wara Nugraha- Nya penata dapat menyelesaikan Skrip Karya Seni ini tepat pada waktunya. Penata sungguh merasa memiliki suatu keberuntungan tersendiri karena dalam kesempatan yang baik ini penata diberikan peluang untuk mendeskripsikan suatu karya yang penata garap. Penata menyadari, tanpa adanya bantuan serta dorongan semangat dari dosen pembimbing dan kerjasama dari semua pihak yang terkait, kegiatan ini tidak akan berjalan sebagaimana yang diinginkan. Maka dari itu, dalam tulisan ini penata tidak lupa menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Dr. I Gede Arya Sugiartha, SSKar.,M.Hum selaku Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar, yang telah memberikan fasilitas yang memadai dalam proses pembelajaran. 2. I Wayan Suharta, SSKar., M.Si Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar. 3. Wardizal, S.Sen., M.Si Ketua Jurusan Seni Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar, yang selalu memberikan dorongan motivasi dalam menempuh tugas akhir. 4. Dr. I Komang Sudirga, S.Sn., M.Hum dan Ni Ketut Suryatini, SS.Kar.,M.Sn selaku pembimbing karya tulis dan karya seni yang telah banyak meluangkan vi

waktu dalam memberikan bimbingan dan petunjuk selama proses penggarapan berlangsung. 5. Mahasiswa ISI Denpasar semester IV, semester VI, dan siswa SMP N 2 Sukawati selaku pendukung utama dalam mewujudkan karya karawitan ini. 6. Kedua orang tua penata yakni I Made Surawan dan Ni Nyoman Suarini serta seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan doa serta kesabarannya memberikan dorongan moral dan material selama perkuliahan serta terselenggaranya tugas akhir ini. 7. Segenap pihak pendukung dan rekan-rekan yang tidak bisa penata sebutkan satu-persatu yang tulus iklas membantu dan mendukung kelancaran karya seni ini. Karya ini masih jauh dari kesempurnaan, penata menyadari banyak keterbatasan dan kekurangan yang penata miliki, oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati penata mohon kepada para pembaca budiman, agar sudi kiranya memberikan saran-saran atau kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga apa yang dipersembahkan dapat bermanfaat bagi kita semua. Denpasar, 17 Mei 2014 Penata vii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii ix x xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Garapan... 1 1.2 Ide Garapan... 5 1.3 Tujuan Garapan... 6 1.4 Manfaat Garapan... 7 1.5 Ruang Lingkup... 8 BAB II KAJIAN SUMBER... 10 2.1 Sumber Pustaka... 10 2.2 Sumber Diskografi... 12 2.3 Wawancara... 13 BAB III PROSES KREATIVITAS... 14 3.1 Tahapan Penjajagan (eksplorasi)... 15 3.2 Tahap Percobaan (improvisasi)... 16 viii

3.3 Tahap Pembentukan (forming)... 18 BAB IV WUJUD GARAPAN... 22 4.1 Struktur Garapan... 22 4.2 Laras dan Saih... 31 4.3 Analisa Instrumen... 34 4.4 Fungsi Instrumen dan Teknik Permainan... 35 4.5 Analisa Simbol... 44 4.6 Analisa Estetis... 49 4.6.1 Unsur Keutuhan atau Kebersatuan (Unity)... 50 4.6.2 Unsur Penonjolan atau Penekanan (Dominance)... 50 4.6.3 Unsur Keseimbangan (Balance)... 51 4.7 Analisa Penyajian/Penampilan... 52 4.7.1 Tempat Pementasan dan Setting Instrumen... 52 4.7.2 Kostum/Tata Busana... 53 BAB V PENUTUP... 55 5.1 Kesimpulan... 55 5.2 Saran-saran... 56 DAFTAR PUSTAKA... 57 LAMPIRAN-LAMPIRAN... 58 ix

DAFTAR TABEL Tabel 1 Daftar Kegiatan Proses Kreativitas... 19 Tabel 2 Tabel 3 Perbandingan patet dalam gamelan Gong Luang dengan gamelan Semar Pegulingan... 32 Penganggening Aksara Bali dibaca dalam Laras Pelog Sapta Nada... 46 Tabel 4 Lambang/Simbol dan Peniruan Bunyi Instrumen... 47 x

DAFTAR GAMBAR a. Terompong ageng dan terompong alit... 36 b. Gangsa jongkok ageng dan gangsa jongkok alit... 37 c. Jegog... 38 d. Jublag... 39 e. Kendang... 39 f. Gong... 41 g. Kajar... 41 h. Kempur... 42 i. Saron bambu... 42 j. Kecek... 43 k. Suling... 43 Setting Instrumen... 52 Foto penata dan Pendukung Karawitan... 54 xi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Sinopsis Karya Karawitan Kreasi Inovatif Liang Luang... 58 Lampiran 2 Daftar Informan... 59 Lampiran 3 Pendukung Karya Karawitan Kreasi Inovatif Liang Luang. 60 Lampiran 4 Notasi Garapan Liang Luang... 61 Lampiran 5 Susunan Panitia Ujian Tugas Akhir... 62 xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesenian bali tidak bisa lepas dari unsur- unsur keindahan, karena keindahan adalah sebuah cerminan kebahagiaan. Kesenian juga merupakan pencerminan sifat ramah tamah, jiwa yang halus, luwes, sopan santun serta kepribadian yang tinggi dari masyarakat bali. Seni pertunjukan bali beranekaragam diantaranya seni tari, seni karawitan dan pedalangan. Dalam seni karawitan, masyarakat bali kaya akan jenis gamelan, kurang lebih ada sekitar tiga puluh barungan gamelan. Dalam setiap barungan memiliki keunikan dan karakter yang berbeda. Untuk barungan yang besar kelompok instrumen memiliki peranan dan fungsi yang berbeda pula. Ada yang berfungsi sebagai pemurba irama, pemangku irama, dan pemangku melodi. Dari sekian banyak barungan yang ada, gambelan di Bali dibedakan menjadi tiga golongan yaitu golongan tua, golongan madya, dan golongan baru. Dari ketiga golongan tersebut salah satu perangkat yang cukup tua usianya adalah Gong Luang. Gamelan ini termasuk gamelan langka apabila ditinjau dari populasi maupun dari pendukungnya. Daerah penyebaran gamelan ini tidak seluas gamelan Gong Kebyar. Dewasa ini di Bali Gong Luang hanya terdapat di beberapa daerah saja seperti di desa Singapadu (Gianyar), Tangkas (Klungkung), Kerobokan (Badung) dan Kesiut (Tabanan) (Dibia, 1978 : 18). Dalam perkembangannya kemudian juga timbul di desa Kesiman khususnya Banjar Kedaton Kesiman Petilan Denpasar Timur. 1

2 Setiap gamelan Bali memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri. Demikian pula halnya dengan Gong Luang. Gamelan Gong Luang memiliki karakter yang magis religius. Hal ini nampak dalam upacara pitra yadnya terutama pada prosesi pemandian jenazah, dari sejak pengangkatan dari tempat dimana jenazah disemayamkan (biasanya bale dangin), ke tempat penusangan (pemandian jenazah), kemudian dimandikan dan dibungkus atau dililit dengan jeruji bambu (rante) dan kain kapan hingga kembali ditempatkan ke tempat semula yakni bale dangin pada upacara ngayab dan panamiu. Ketika jenazah diangkat dari bale dangin ke tempat penusangan yang telah dipersiapkan di halaman rumah, biasanya dimainkan Gilak Ageng. Pada saat pemandian jenazah dimainkan gending Cinada gending ini terus dipertahankan sampai prosesi menghias jenazah. Memasuki prosesi membungkus jenazah (ngelilit) dimainkan gending Lilit. Ketika jenazah diangkat kembali ke bale dangin gending berganti dengan Gilak Ageng. Selama upacara penamiu, ketika anggota keluarga terdekat secara simbolis memberikan jamuan makan kepada arwah orang yang meninggal dimainkan gending Saih Miring. Dari gending-gending yang disajikan dapat dilihat bagaimana gamelan Gong Luang berperan secara estetis mengiringi rangkaian pelaksanaan ritual pengabenan untuk mengingatkan warga masyarakat terhadap rangkaian upacara yang sedang berlangsung dengan suasana berbeda-beda, yang dimainkan dengan media Gong Luang. (Tebig:2010:18) Gong Luang sebagai konvensi seni diikat oleh ketentuan-ketentuan yang sekaligus menjadi ciri terhadap repertoar Luang itu sendiri. Akan tetapi jika kita

3 melihatnya sebagai kumpulan alat-alat gamelan, maka Gong Luang tersebut masih memberikan kemungkinan-kemungkinan lain untuk dikembangkan baik dari segi teknik permainan, fungsi maupun komposisi lagunya. Teknik permainan gamelan Gong Luang dapat dikembangkan dengan memasukkan teknik-teknik gamelan lain seperti Gong Kebyar, Semar Pegulingan dan lain-lain. Seperti misalnya gangsa jongkok yang biasa dimainkan dengan teknik kekenyongan dapat dikembangkan menjadi teknik kotekan. Bila dikaji dari segi fungsi gamelan Gong Luang dapat dikembangkan di luar konteks upacara untuk memperkaya fungsi dan maknanya. (Adi Adnyana:1999:3) Meskipun gamelan Gong Luang berlaras pelog tujuh nada, akan tetapi ia memiliki nuansa yang berbeda jika dibandingkan dengan gamelan berlaras pelog tujuh nada lainnya. Seperti misalnya gamelan Semar Pegulingan, Selonding, Gambang, Semarandhana dan yang lainnya. Hal inilah yang membuat gamelan Gong Luang menjadi unik dan sangat menarik minat penata untuk menggarapnya menjadi sebuah komposisi musik inovatif yang penata beri judul Liang Luang. Kata Liang jika dicari di dalam kamus bahasa Indonesia berarti lubang (KBBI:590:1997), dan kata Luang berarti kosong (KBBI:603:1997). Jadi, Liang Luang kalau diartikan menjadi dari kosong kembali ke kosong atau dari lobang kembali ke lobang. Maksudnya adalah manusia yang lahir di bumi, semuanya akan mengalami tiga fase yaitu lahir, hidup dan mati. Ketiga proses dalam siklus kehidupan tersebut dalam ajaran agama hindu disebut dengan Tri kona. Manusia merupakan makhluk terakhir yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Setelah sebelumnya Tuhan telah menciptakan makhluk lain seperti

4 malaikat, jin, bumi, langit dan seisinya. Tuhan menciptakan manusia dengan dipersiapkan untuk menjadi makhluk yang paling sempurna. Karena, manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin di muka bumi dan memakmurkannya. Kematian adalah misteri bagi semua manusia. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya di alam sana. Bagi umat yang menuruti perintah Tuhan dan menjauhi segala larangannya tentu akan mendapatkan tempat yang layak nantinya di alam sana. Kelahiran bagi si hidup adalah fase yang sudah dilewati dengan aman. meski tidak mengingat bagaimana saat dilahirkan. Maka, hidup adalah proses saat ini. Dalam prosesnya nanti akan terbagi-bagi lagi menjadi; sekolah, kuliah, kerja, menikah, punya anak, punya cucu, fase-fase standar yang akan dilewati sebelum mati. Akan tetapi tidak semua manusia mengalami fase-fase tersebut. Bila kita melihat di dalam kehidupan manusia konsep tri kona sangat tepat untuk garapan Liang Luang ini. Tri kona merupakan suatu konsep atau ajaran spiritual dimana kemahakuasaan Tuhan dijadikan sumber tuntunan tertinggi dalam melakukan tiga dinamika hidup. Dinamika hidup dengan landasan tri kona inilah yang dapat menciptakan suasana hidup yang dinamis, harmonis dan produktif. Dalam kehidupan manusia, belajar merupakan kegiatan manusia dari kecil, dan sampai dewasa pun manusia masih tetap belajar. Akan tetapi ketika manusia itu sudah dewasa, maka ia akan dituntut untuk berkreativitas. Dalam berkreativitas, umumnya hal pertama yang menjadi keinginan batiniah adalah mengolah inspirasi.

5 Menurut Primadi (1978 : 29) dalam bukunya yang berjudul Proses Kreatif mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan manusia yang dapat membantu kemampuan-kemampuan yang lain, hingga secara keseluruhan dapat mengintegrasikan rangsangan luar dengan rangsangan dalam, sehingga tercipta suatu kebulatan yang baru. Pernyataan tersebut menjelaskan, bahwa manusia pada dasarnya memiliki respon terhadap peristiwa yang terjadi untuk membuat sesuatu dengan kemampuan kreatifnya, sehingga tercipta sesuatu yang baru, misalnya : pikiran-pikiran yang baru,penemuan-penemuan baru, dan lain sebagainya. Rangsanngan luar yang mempengaruhi seorang komponis untuk melakukan proses kekaryaan berupa peristiwa atau situasi tertentu yang mengilhaminya, kemudian mendapat rangsangan dari dalam berupa ide/gagasan, merumuskan konsep, dan menghasilkan karya musik melalui proses penciptaan. Berdasarkan pemaparan di atas penata sangat tertarik mengangkat konsep Tri kona menjadi suatu garapan karawitan kreasi inovatif. 1.2 Ide Garapan Setiap orang selalu ingin menunjukkan kebaikan ataupun keindahan dirinya. Setiap benda betapapun kecilnya mempunyai keindahan pula, siapapun akan senang melihat dan menikmati keindahan itu, keindahan yang dianugerahkan Tuhan kepada yang diciptakan-nya. Pandangan persepsi keindahan terkadang memperkuat perasaan batin dalam memunculkan sebuah ide dalam penggarapan sebuah karya seni. Dalam penggarapan sebuah karya seni, ide merupakan hal yang sangat penting, karena tanpa munculnya ide dalam suatu garapan, tidak akan membentuk

6 sebuah karya seni. Ide garapan merupakan gagasan pikiran yang ingin disampaikan lewat karyanya. Gagasan bisa berupa cita-cita, imajinasi sampai dengan desain awal dari sebuah kekaryaan atau penyajian kesenian. Berdasarkan pengalaman penata sendiri, untuk mendapatkan ide merupakan hal yang gampang-gampang susah, karena terkadang ide itu muncul dengan sendirinya secara tiba-tiba, namun terkadang juga harus mencarinya dengan beberapa aktivitas seperti membaca, mendengarkan, menonton, ataupun merenungi kembali pengalaman-pengalaman yang pernah dialami, dan lain sebagainya. Setelah beberapa lama memikirkan akhirnya penata menemukan konsep siklus kehidupan manusia sebagai ide dasar untuk diolah menjadi sebuah karya seni dengan mengangkat judul Liang Luang yang nantinya akan disajikan di dalam ujian Tugas Akhir Institut Seni Indonesia Denpasar. Dalam proses penggarapan karya seni, sudah barang tentu media ungkap menjadi sangat penting karena tanpa adanya media komposer tidak akan bisa mengeksplorasi ide-ide yang didapatkannya. Untuk mendukung ide tersebut penata mulai mengobservasi beberapa barung gamelan. Setelah melalui berbagai pertimbangan maka penata menetapkan gamelan Gong Luang sebagai media ungkap. Pemilihan gamelan ini didasarkan atas konsep makna filosofis gamelan Gong Luang yang identik dengan upacara kematian. Walaupun fungsi sosialnya secara tradisi masih kental dengan aroma religius sebagai media ungkap gamelan ini akan di explorasi untuk menghasilkan nuansa yang lebih variatif. Ketertarikan penata untuk mengangkat tema tri kona menjadi sebuah garapan tradisi karena berdasarkan pengamatan empiris dan merenungkan proses

7 kehidupan penata yakin bahwa semua manusia akan mengalami 3 fase tersebut, yaitu : lahir, hidup dan mati. 1.3 Tujuan Garapan Dalam penggarapan sebuah karya seni sudah barang tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatannya. Adapun tujuan dari pengarapan karya seni ini adalah sebagai berikut : Mencoba mentransformasikan tema tri kona ke dalam sebuah bentuk karya seni karawitan kreasi inovatif. Ikut serta dalam hal memperkaya khasanah budaya di bidang seni musik, dengan menghasilkan suatu garapan musik inovatif, yang diolah dengan nafas baru. Sebagai salah satu langkah dalam upaya pelestarian dan pengembangan seni budaya khususnya seni karawitan dalam hal ini Gong Luang yang semakin langka populasinya. 1.4 Manfaat Garapan Selain memiliki tujuan, penata berharap dalam penggarapan karya seni ini hendaknya memberikan manfaat, yaitu: Mendapatkan pengalaman baru khusunyya untuk penata dalam menciptakan garapan musik baru yang lebih inovatif. Penata berharap agar garapan ini mampu merangsang minat para seniman lainnya untuk berkomposisi dan sekaligus sebagai cermin dan juga refrensi dalam penggarapan karya-karya selanjutnya.

8 Penggarap mencoba menghasilkan sebuah garapan komposisi musik yang kreatif, inovatif yang dapat berkonstribusi dalam pengembangan ilmu seni selanjutnya dapat memperkaya khasanah seni yang telah ada. 1.5 Ruang Lingkup Komposisi karawitan Liang Luang merupakan sebuah komposisi yang bersifat inovatif. Untuk menghindari perbedaan penafsiran, maka di bawah ini akan diuraikan tentang batasan karya yaitu : 1. Garapan Liang Luang merupakan garapan karawitan berbentuk kreasi inovatif yang dalam pengolahan dan pengembangannya masih berpedoman pada polapola tradisi seperti unsur musikal, meliputi: nada, melodi, irama, tempo, harmoni, dan dinamika sehingga mampu mendukung suasana berdasarkan konsep tri kona. Hal ini sejalan dengan pendapat Arya Sugiartha yang menyatakan musik kreasi baru adalah musik yang diciptakan dengan melakukan pembongkaran secara selektif dan bertahap terhadap standard konsep-konsep yang telah ada dalam musik tradisional (2012 :3). 2. Dalam garapan yang berjudul Liang Luang ini media yang digunakan adalah Gamelan Gong Luang milik ISI Denpasar, ditambah dengan empat buah suling dan sepasang kendang gupekan (lanang/wadon). Adapun kelengkapan instrumentasi dari gamelan Gong Luang yang akan digarap yaitu : dua tungguh gangsa jongkok besar ( tujuh bilah ) dua tungguh gangsa jongkok kecil ( tujuh bilah ) satu tungguh saron bambu ( delapan bilah ) dua tungguh reong ukuran besar dan ukuran kecil (delapan pencon)

9 dua buah jegogan ( tujuh bilah ) dua buah jublag atau calung ( tujuh bilah ) satu buah ceng-ceng ricik atau kecek satu pasang kendang gupekan (lanang /wadon) satu buah gong satu buah kempul satu buah kajar empat buah suling 3. Garapan Liang Luang ini didukung oleh 22 orang mahasiswa karawitan dari Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar yang berkompeten dan ingin mendalami musik Gong Luang. 4. Garapan ini berdurasi 12 menit.

BAB II KAJIAN SUMBER Terwujudnya karya seni ini tidak lepas dari sumber acuan yang melandasi baik sumber buku, discografi, maupun informan. Berbagai sumber dikaji secara seksama dan mendalam guna dapat memberikan data yang akurat terhadap karya yang diwujudkan. Adapun beberapa sumber yang dipakai dasar kajian dan acuan dalam garapan ini adalah : 2.1 Sumber Pustaka Prakempa Sebuah Lontar Gambelan Bali, oleh Dr. I Made Bandem, ASTI Denpasar: 1986. Buku ini memuat tentang empat unsur pokok dalam gamelan Bali yaitu: filsafat (logika), etika, estetika, dan teknik (gegebug). Aspek filsafati hubungan manusia dan Tuhan dalam siklus kehidupan sebagaimana tertuang dalam berbagai dimensi keseimbangannya memiliki korelasi penting dalam garapan ini ditinjau dari tema garapan yang berlandaskan konsep tri kona. Selain itu dari buku ini didapat hubungan yang sangat erat dari keempat unsur pokok tersebut yang pada dasarnya dipakai cerminan dan acuan dalam penggarapan karya ini. Keberadaan Gamelan Gong Luang di Banjar Apuan, Desa Singapadu Gianyar dari Perspektif Agama dan Kebudayaan, sebuah Tesis untuk menyelesaikan pendidikan S2 di UNHI Denpasar, th 2009 oleh I Nyoman Pasek. Dalam pembahasannya tesis ini memuat tentang fungsi Gong Luang dan keterikatan antara agama dan budaya bagi masyarakat pendukungnya terutama 10

11 fungsinya untuk mengiringi upacara kematian. Dari buku ini penata mendapatkan sejumlah informasi penting tentang gamelan Gong Luang dan keberadaannya. Skrip Karawitan Pralaya, Oleh I Made Adi Adnyana 1999. Garapan ini menggunakan media ungkap Gong Luang yang dikombinasikan dengan instrumen kendang, suling, kajar, rebab dan ceng-ceng ricik. Karya ini mengungkapkan tentang fenomena sifat manusia yang serakah dan pada akhirnya menyebabkan kehancuran dunia. Technical Assistance, Sebuah laporan kegiatan yang dilaksanakan atas biaya program I-MHERE Institut Seni Indonesia Denpasar 2010, Oleh I Wayan Tebig. Dalam buku ini memuat tentang pelestarian repertoar gamelan Gong Luang yang hampir punah agar dapat diaktualisasikan kembali dan diketahui oleh generasi muda. Skrip Karawitan Lawas, oleh Udha Pramesthi 2001. Garapan ini menggunakan media ungkap Gong Luang yang dikombinasikan dengan 1 (satu) pasang kendang krumpungan, 6 (enam) buah suling besar, 4 (empat) buah suling menengah, 1 (satu) buah kajar, 1 (satu) pangkon ceng-ceng ricik, 1 (satu) tungguh nyong-nyong alit dan 1 (satu) tungguh nyong-nyong ageng. Karya ini mengungkapkan tentang fenomena alam yang dulunya indah, asri, tenang dan tentram berubah setelah mendapat imbas dari pesatnya perkembangan aktivitas pariwisata dan teknologi. Ubit-ubitan Sebuah Teknik Permainan Gambelan Bali, oleh Dr. I Made Bandem 1991. Buku ini memuat tentang 14 jenis ubit-ubitan dalam gambelan Bali,

12 yang dalam komposisi karawitan ini akan diolah menjadi ornamentasi guna menampilkan kesan rumit yang mampu menambah unsur estetis pada garapan ini. BHERI, Sebuah Jurnal Ilmiah Musik Nusantara Volume 10, 2011, Jurusan Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar. Dari buku ini penata mendapatkan informasi tentang fungsi estetis dari gamelan Gong Luang. 2. 2 Sumber Discografi Karya ini juga di tunjang dengan adanya beberapa sumber discografi melalui rekaman-rekaman yang menunjang komposisi karawitan Liang Luang, diantaranya: Rekaman kaset I Kadek Astawa yang berjudul Keta dalam Ujian Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar tahun 2009. Dalam mendengarkan rekaman kaset ini penata banyak mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana cara mengolah patet menjadi sebuah lagu. Rekaman kaset karya I Made Adi Adnyana yang berjudul Pralaya dalam Ujian Sarjana Seni Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar tahun 1999. Dengan mendengarkan kaset ini penata memperoleh masukan mengenai pengembangan teknik permainan masing-masing instrumen. Kaset Festival Gong Kebyar tahun 2009. Ceng Ceng Kebes Duta Kabupaten Klungkung. Bali Record. Dengan mendengarkan kaset ini, penata mendapatkan bayangan tentang bagaimana bentuk sajian komposisi musik kreasi dengan motif -motif teknik gegenderan dan melodi yang menarik, sehingga dapat memotivasi diri untuk berkarya.

13 2.3 Wawancara Wawancara dengan I Komang Sudirga, S.Sn.,M.Hum, tanggal 2 April 2014 bertempat di kampus ISI Denpasar. Dalam wawancara ini penata mendapat masukan mengenai pengertian fungsi sistem notasi pencatatan gending dalam gamelan Bali. Wawancara dengan I Nyoman Windha, SSkar.,M.A, tanggal 7 April 2014 via cellular. Dalam wawancara ini beliau mengatakan bahwa saih kartika tidak ada dalam gamelan semar pegulingan namun demikian dalam garapan sendratari Kindama urutan nada-nada ini digunakan sebagai hasil eksplorasi nada-nada untuk memenuhi kebutuhan suasana garapan. Dalam wawancara ini penata mendapatkan informasi tentang patet yang tidak ada dalam gamelan Semar Pegulingan namun patet ini ada didalam saih gamelan Gong Luang.

BAB III PROSES KREATIFITAS Proses adalah suatu tahapan dalam membentuk karya seni. Sebuah karya seni tidak akan ada begitu saja tanpa adanya proses kreatif dari seniman dan pendukungnya. Proses penggarapan karya seni ini merupakan suatu langkah yang sangat menentukan dalam terwujudnya karya seni. Dalam proses penggarapan ini diperlukan kesungguhan dan ketelitian di dalam pelaksanaannya. Pengalaman para pendukung dan ketrampilan di dalam menabuh merupakan hal-hal yang sangat menunjang di dalam sebuah penggarapan karya seni. Kesiapan mental dan jasmani penata juga merupakan hal yang penting diperhatikan disamping tersediianya fasilitas yang akan digunakan. Dalam penciptaan setiap karya seni, untuk memasukkan ide-ide yang dimiliki oleh penata ke dalam garapan, harus melalui proses kreatifitas yang merupakan tahapan-tahapan penting untuk mewujudkan karya seni yang sesuai dengan keinginan. Demikian pula halnya dengan penggarapan komposisi karawitan yang berjudul Liang Luang ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Dalam proses penggarapan karya ini akan diadopsi teori dari Alma M.Hawkins dalam bukunya Mencipta Lewat Tari yang telah dialih bahasakan oleh Y. Sumandiyo Hadi. Dalam buku ini disebutkan bahwa ada tiga proses atau tahapan yang harus dilalui dalam proses penciptaan, meliputi: tahap penjajagan (Ekplorasi), percobaan (Improvisasi), pembentukan (Forming). (Alma M.Hawkins:1990:28) 14

15 3.1 Penjajagan (Eksplorasi) Tahap ini merupakan tahap paling awal dalam mewujudkan suatu karya seni. Dalam tahap ini pertama-tama hal yang dilakukan penata adalah mencari ide. Ide ini timbul ketika penata merenungi siklus kehidupan yaitu lahir, hidup dan mati, yang sangat erat hubungannya dengan konsep dalam agama Hindu yaitu tri kona. Fase-fase inilah nantinya akan dialami oleh semua manusia di bumi ini. Kita semua tahu, bahwa setiap manusia itu akan mati apa bila sudah ajalnya tiba. Akan tetapi, pada saat manusia itu hidup akan banyak sekali tuntutan yang akan dialami seperti yang telah disebutkan pada bab pendahuluan. Dalam proses penjajagan atau pencarian ide ini sudah dimulai pada bulan agustus tahun 2013. Dalam menyelesaikan program sarjana seni (S1) di Instutut Seni Indonesia Denpasar, besar keinginan penata mengangkat konsep siklus kehidupan manusia ke dalam garapan yang berjudul Liang Luang dengan menggunakan media ungkap Gong Luang. Pemilihan gamelan ini sebagai media ungkap yang dilatar belakangi oleh alasan-alasan yang telah dijelaskan pada bab pendahuluan. Melalui garapan yang berjudul Liang Luang, penata mengajak kita semua bahwa hidup ini adalah neraka. Sesuai tujuan agama Hindu agar tidak menjelma kembali marilah dalam hidup ini kita berbuat sesuai ajarannya dan menjauhi larangannya agar pada saatnya arwah kita bisa menyatu dengan asal muasalnya. Ide yang telah mantap ini kemudian dituangkan kedalam sebuah konsep, yang nantinya menuntun penata dalam penggarapan. Dalam penggarapan sebuah karya musik, penata harus dapat menghayati satu ide yang akan dituangkan lewat alunan-alunan nada sehingga menimbulkan rasa musikal yang tinggi. Rasa

16 musikal timbul secara spontanitas terkadang timbul pada saat santai, melakukan berbagai macam kegiatan berkesenian, dalam menuju dan pulang perkuliahan di kampus, atau ketika melakukan berbagai aktifitas, yang secara tidak langsung memberikan stimulan, masukan, dan inspirasi. Bait-bait alunan nada yang keluar kemudian dicatat dengan menggunakan notasi ding-dong pada sebuah buku yang telah disediakan sebelumnya. Dalam tahap penjajagan selanjutnya penata melakukan observasi yaitu dengan menghayati Gong Luang yang terdapat di ISI Denpasar. Apabila dilihat dari faktor fisik maupun kualitas suara yang ditimbulkan, gamelan Gong Luang (milik ISI Denpasar) sangat tepat untuk media ungkap dari garapan ini karena gamelan Gong Luang (milik ISI Denpasar) memungkinkan untuk digarap berdasarkan tema dari garapan ini yaitu siklus kehidupan manusia. Jika ditinjau dari beberapa gamelan Gong Luang yang ada di Bali, sangat tidak memungkinkan penata meminjam salah satu diantara gamelan tersebut sebagai sarana pendukung dalam Ujian Tugas Akhir karena gamelan Gong Luang tersebut kemungkinan sudah dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Maka dari itu, penata sudah yakin untuk menggunakan gamelan milik ISI Denpasar untuk mendukung garapan ini secara media ungkap. 3.2 Percobaan (Improvisasi) Tahap improvisasi ini merupakan tahapan kedua dalam proses penggarapan. Setelah materi-materi yang disusun dalam tahap sebelumnya terkumpul, maka penata mencoba mencoba mempratekkan gending yang sudah didapat dengan menggunakan ipod atau sebuah teknologi cangih yang dikeluarkan oleh produk apple, dengan aplikasi piano untuk mempermudah penata dalam

17 mencari perpindahan saih. Dalam percobaan yang dilakukan, penata sering kali mendapatkan pola-pola melodi atau motif-motif baru yang dapat menambah kalimat lagu yang akan dituangkan. Disela-sela kesibukan, penata menyampatkan diri untuk mencoba gending yang sudah dicatat dituangkan ke dalam sebuah gangsa jongkok Gong Luang yang ada di gedung I Ketut Lotring ISI Denpasar. Dalam percobaan ini penata tidak dibantu oleh siapapun, karena masih dalam tahap mencari-cari saih, mencocokkan dengan pola lagu yang dihasilkan. Proses ini dilakukan agar melodi yang dijalin nantinya menjadi gending yang tidak kaku kedengarannya. Di tengahtengah proses percobaan, penata mendapat kendala terutama dalam saih yang akan digunakan dalam mengeksplorasi gending bagian kawitan. Pada saat mendapatkan gending atau lagu yang diuraikan dalam tahap sebelumnya, penata menggunakan patet selisir dalam semar pagulingan. Setelah mencari-cari dalam ganga jongkok gamelan Gong Luang, ternyata nada yang ditempati oleh patet selisir dalam gamelan semar pagulingan tersebut tidak enak didengar ketika menjalin nada yang nantinya membentuk harmoni. Setelah mencari beberapa kali akhirnya saih panji gede dalam Gong Luang yang cocok menurut penata digunakan untuk membuat harmoni dalam garapan Liang Luang ini. Dalam tahap mencoba gending yang sudah dicatat dalam bentuk notasi tidaklah bersifat baku, karena dalam prosesnya masih bersifat improvisasi, terkadang secara spontan penata memperoleh gending yang enak didengar. Sehingga apa yang telah dicatat diganti dengan motif baru. Demikian seterusnya pengalaman penata dalam mengikuti berbagai ajang seni juga sangat banyak

18 memberikan pengalaman dan masukan yang bermanfaat dalam penggarapan karya ini. 3.3 Pembentukan (Forming) Dalam tahap ini penata mencoba menuangkan lagu-lagu yang telah disusun sebelumnya. Sebelum penuangan gending dimulai, tidak lupa penata menjelaskan tema dan konsep dari garapan ini secara garis besar. Dalam proses penuangan ini sebelum menginjak ke penuangan gending atau lagu, pertama-tama penata mencari hari baik untuk upacara nuasen. Kegiatan ini merupakan suatu langkah untuk memohon keselamatan dan kelancaran dalam penggarapan. Upacara nuasen ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 2014, tepatnya hari Sabtu wuku Dukut jam 14 wita. Dalam upacara nuasen ini para pendukung tidak datang sebagaimana yang penata harapkan karena masing-masing pendukung memiliki acara yang tidak dapat ditunda. Akan tetapi penata tetap optimis untuk mencoba menuangkan lagu meskipun sedikit pendukung yang datang. Saat itu penata mencoba menuangkan beberapa materi hanya dibantu oleh beberapa pendukung yang dapat menghadiri upacara nuasen pada saat itu. Pada kesempatan ini penata mulai menuangkan bagian pertama dan menyesuaikan patet dalam gamelan tersebut yang akan dipakai untuk menjalin nada-nada yang nantinya akan membentuk harmoni. Untuk hari-hari berikutnya penata mencoba menghubungi kembali para pendukung untuk menegaskan kesiapan mereka untuk mendukung, dan meminta mereka untuk menghadiri proses latihan berikutnya yang dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 2014 di studio I

19 Ketut Lotring. Terealisasikannya karya yang dilakukan dalam penuangan konsep tidaklah secara baku, melainkan masih sangat terbuka kemungkinan adanya penambahan-penambahan sesuai dengan saran pendukung tentang ilustrasiilustrasi untuk mendapatkan alternatif pengembangan yang lebih baik. Untuk lebih jelasnya proses kratifitas sampai pada tahap pembentukan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 1 Proses Kreativitas Komposisi Karawitan Kreasi inovatif Liang Luang Dari Bulan Februari, Maret, April, Mei 2014 Tanggal Kegiatan atau Usaha yang Kegiatan Dilakukan Hasil Yang Didapat 10 Februari 2014 Mengumpulkan proposal Proposal terkumpul untuk diseleksi 13 Februari 2014 Ujian proposal Masukan dan perbaikan proposal dari segi tulisan oleh tim penguji. 1 Maret 2014 - Nuasen di studio I Ketut - Menuangkan Lotring ISI Denpasar bagian I (tempat latihan) Menjelaskan konsep dan ide garapan. - Menyepakati - Membicarakan jadwal jadwal yakni hari latihan dengan berkoordinasi selasa, jumat dan terhadap pendukung dan sabtu. teman-teman yang juga menggunakan pendukung yang sama. 2 Maret 2014 Melanjutkan penuangan gending Mendapatkan bentuk pada bagian I 4 Maret 2014 Mencari refrensi tambahan dari perpustakaan ISI Denpasar mengenai garapan yang akan digarap. 7 Maret 2014 Mencari dan mengulang-ulang kembali materi bagian I yang telah dituangkan. 8 Maret 2014 Latihan tidak dapat dilaksanakan karena pendukung sangat banyak kesibukan. kasar dari bagian I Mendapatkan refrensi yang ada hubungannya dengan penciptaan dan garapan. Merampungkan materi bagian I yang telah dituangkan.

20 Disamping itu juga pada tanggal 8 maret ini bertepatan dengan hari saraswati. 11 Marer 2014 Melanjutkan gending bagian I. Merampungkan gending bagian I. 14 Maret 2014 Mencari kotekan pada gending bagian I. Mendapatkan kotekan kotekan pada bagian I. 15 Maret 2014 Latihan tidak dapat dilaksanakan karena para pendukung kebanyakan ada halangan yaitu ada menabuh di pura 18 Maret 2014 Penuangan bagian II, dan Latihan berjalan dengan sekaligus mengadakan rapat lancar meskipun ada dengan pendukung karena ada beberapa pendukung yang permasalahan terkait dengaan tidak hadir, dan adanya pendukung yang permasalahan dapat mendukung peserta ujian lain. dipecahkan dengan mengatur jadwal latihan, agar tidak terbentur dengan peserta ujian lain. 21 Maret 2014 Penuangan kembali bagian II. Latihan berjalan dengan lancar karena semua pendukung lengkap. 22 Maret 2014 Melanjutkan penuangan bagian Latihan berjalan dengan II. 24 Maret 2014 Melanjutkan kembali penuangan bagian II dan mencari kotekankotekan. 28 Maret 2014 Melanjutkan gending bagian II dan mencari transisi dari bagian II ke bagian III 29 Maret 2014 Latihan tidak dilaksanakan karena sebagian besar pendukung berhalangan hadir. 1 April 2014 Latihan tidak dapat dilaksanakan karenaa bertepatan dengan hari raya nyepi. 4 April 2014 Latihan berjalan dengan lancar akan tetapi mengingatmengingat kembali gending bagian I dan bagian II dan transisi ke bagian III. lancar. Latihann berjalan dengan lancar walaupun pemain gong dan pemain jegog tidak hadir. Latihan tidak berjaalan dengan baik karena banyak pendukung yang berhalangan hadir. Latihan berjalan dengan lancar.

21 5 April 2014 Penuangan bagian III. Latihan berjalan lancar. Dua motif bagian III sudah dituangkan di samping pemantapan 7 April 2014 Melanjutkan menuangkan bagian III bagian II. Latihan berjalan dengan lancar. 11 April 2014 Mencari kotekan pada bagian III sekaligus mencari nafas tabuh. Latihan berjalan sesuai dengan harapan. 12 April 2014 Melanjutkan mencari bagian III Latihan berjalan lancar. 14 April 2014 Latihan di tiadakan karena pendukung banyak kegiatan. 18 April 2014 Melanjutkan bagian III dan mencari transisi ke ending. Latihan berjalan dengan lancar. 19 April 2014 Melanjutkan mencari transisi ke ending dan sekaligus mencari ending dari garapan. Latihan berjalan dengan lancar. 21 April 2014 Latihan ditiadakan karena perbaikan gamelan. 25 April 2014 Melanjutkan mencari ending Latihan berjalan dengan lancar. 26 April 2014 Latihan pemantapan semua Latihan berjalan dengan bagian lancar. 28 April 2014 Latihan pemantapan semua Latihan berjalan dengan bagian lancar. 29 April 2014 Bimbingan karya Berjalan dengan lancar 30 April 2014 Gladi bersih Gladi bersih berjalan sesuai dengan harapan. 2 Mei 2014 Latihan di natya stage mandala Latihan berjalan sangat lancar. 3 Mei 2014 Latihan di natya stage mandala Latihan berjalan dengan lancar 5 Mei 2014 Latihan di natya stage mandala Latihan berjalan dengan lancar. 7 Mei 2014 Penyajian garapan di stage Natya Mandala Penyajian karya berjalan dengan lancar.

BAB IV WUJUD GARAPAN Dalam kesenian, wujud merupakan salah satu aspek mendasar yang terkandung pada sebuah benda atau peristiwa kesenian. Wujud dimaksudkan, adalah kenyataan yang tampak secara kongkrit di depan kita yang dapat dipersepsi dengan mata atau telinga dan juga kenyataan yang tidak nampak secara kongkrit di muka kita, tetapi secara abstrak wujud itu dapat dibayangkan, seperti sesuatu yang diceritakan atau yang kita baca dalam buku. Berdasarkan ilmu estetika, dalam semua jenis kesenian, baik visual maupun auditif dan yang abstrak, wujud apa yang tampil dan dapat dinikmati oleh kita, mengandung dua unsur mendasar, yakni: bentuk dan susunan. Komposisi karawitan Liang Luang ini merupakan sebuah garapan karawitan kreasi inovatif yang masih bertitik tolak pada pola-pola tradisi karawitan Bali. Pola-pola tradisi tersebut dikembangkan baik dari segi lagu, teknik permainan maupun motif-motif gendingnya dengan penataan dan pengolahan unsur-unsur musikal. 4.1 Struktur Garapan Dalam ilmu sosial yang dimaksud dengan struktur sosial menurut Radcliff Brown adalah total dari jaringan hubungan antara individu-individu, atau lebih baik person-person dan kelompok-kelompok person. Dimensinya ada dua; hubungan diadik, artinya antara pihak yaitu person dan kelompok pertama dengan pihak kedua, tetapi juga diferensial, antara satu pihak dengan beberapa pihak yang berbeda-beda, atau sebaliknya. Sementara menurut Even Pichard struktur sosial 22

23 adalah relasi-relasi yang tetap yang menyatukan kelompok-kelompok sosial pada satuan yang lebih luas, (Garna, 1996: 150). Beranalogi dari pengertian struktur menurut pendapat para ahli sosial tersebut, dalam karya seni Djelantik menegaskan bahwa yang dimaksud dengan struktur adalah aspek yang menyangkut keseluruhan dari karya itu dan meliputi juga peranan masing-masing bagian dalam keseluruhan itu. Kata struktur mengandung arti bahwa di dalam karya seni itu suatu pengorganisasian, penataan, ada hubungann tertentu dengan bagian-bagian yang tersusun itu. Akan tetapi dengan adanya suatu penyusunan atau hubungan yang teratur antara bagianbagian, belumlah terjamin bahwa apa yang terwujud sebagai keseluruhan itu merupakan sesuatu yang indah, yang seni (Djelantik:1999:37). Pengertian struktur yang dipakai dalam garapan ini ialah susunan dari beberapa aspek yang membangun bagian demi bagian serta keseluruhan dari karya Liang Luang. Garapan ini terbagi atas 3 bagian yaitu, bagian I, bagian II, dan bagian III. Adapun struktur komposisi di dalam garapan ini adalah : 4.1.1 Bagian I Mengawali bagian ini disampaikan bahwa bagaimana manusia itu lahir. Penata mencoba memulai bagian ini dengan permainan instrumen jegogan yang dipadukan dengan permainan instrumen jublag dan gangsa yang membentuk harmoni dengan menggunakan saih panji cenik. Kemudian dilanjutkan dengan permainan reong yang divariasikan dengan penambahan motif-motif kotekan. Setelah permainan reong, dilanjutkan dengan gending yang menggunakan saih panji gede adapun notasi bagian I yaitu :

24 kawitan JG 1. 4 3 1 7 5 3 4... 5 3 1 7 5 7. 1 3 JB. 1 1 7 1 5 1 7 1... 5 1 7 1 5 3 7 1 3 5 1 (7) Saron bambu. 1 1 7 1 5 1 7 1... 5 1 7 1 5 3 7 1 3 5 1 (7) Reong 1 1 3 1.. 1 4 3 1 3 5... 5 5 3 5 1 7 5 4 3 4 5 7 1 1 1 3 1 3 1. 3 1 3 7. 3 1 3 7. 4 5... 5 5 3 5 1 7 5 4 3 4 5 7 1 1 1 1 3 1 3 1. 3 1 3 7. 3 1 3 7. 4 5 3 5 7 3 5 7 3 5 7 3 5 7 3 5 7. 3 (3) JB : (5 ). 7. 5. 7. 1. 3. 1. 3 7. 1 7. (5 ). 7. 5. 7. 1. 3. 1. 3 7. 1 7. 5 3 5 7 3 5 73 57 35.3 (3) Saron Bambu.5 53 53 53 57 35 73 57 15 35 17 35 57 75 75 35 57 75 75 37 55 53 53 53 57 35 73 57 15 35 17 35 57 75 75 35 57 75 75 37

25 53 53 57 35 57 7 53 75 35 75 (3) JB+JG +SL(saih panji gede) 3 4 3 1 3 4 5 3 4 5 4 3 4 5 7 4 5 7 5 4 5 7 1 5 7 1 7 1 7 5 4 3 1 Kendang T D T D T D T D T DT D T. D. K P K P K p K p K P D KP D K P D KP D K P D KP. D. T. KP. DT. T D T T T. K P DT K P T. T. T Bsm 7 7 7 7 7 7. 7 1 7 1 3 5 3 4 5 3 4 5. 5 4 3 1 1 3. 3 1 JB 7. 1. 5 1 7 5 4 5. 5 3. 4. (5) Saih mayura gede Reong. 4..4 5.... 4..4 5... JB 7 1 3 4. 1 Gangsa 1 1 Reong 4. 1 3. 31 1 Gangsa 3 5........7. 1. 3 4. 1 (3)... 5. 7. 4.... 7.5. 3.3 4 57. 4.5 7 4 5 7.

26 JB+JG 4 5 Gangsa 3 7. 7 1 5 54. 34. 1. 3.4.1.3 4... JB 3. 4. 7. 4 Gangsa 1. 37. 31. 5.7 4. 5.7 3 5. 7 3. 7. 3 Reong 7 5 3 5 7 3 5 75 3 5 7 5 3 5 75 3 7 5 3 7 5 3. 5 4x JB. 3 1. 3 7. 1 5 1. 7 4 4.1.2 Bagian II Pada bagian ini disampaikan bagaimana manusia itu di masa anak-anak, dan setelah mengalami proses maka manusia akan tumbuh dewasa sebagaimana fase-fase yang dialami oleh semua manusia. Nuansa ini akan diwujudkan dengan pengolahan-pengolahan tempo, melodi, ritme dan patet. Dinamika kehidupan yang penuh dengan gejolak jiwa, suka-duka, pahit getir, penuh tantangan dan cobaan diekspresikan lewat aksentuasi musik yang keras motifnya gegenderan dan bapang dengan penonjolan dan permainan ritme, tempo, patet, dan angsel-angsel. Dalam gending bapang ini dikendalikan oleh tempo yang menggunakan saih mayura cenik. Adapun notasi bagian II yaitu : JB :....... 1 3 1 7. 1. 5 4... 5 4 3 4 5 4 3. 1 3. 5 4... 5 4 3 4 5 4 3. 1 3 4 5 7. 5. 7. 5. 7 5 4 3. 1 4 3 1 GP :

27 1 3. 3 1. 7 1 7. 7 1 7. 3 4. 4 3. 3. 1 3 1 3 4 4 3. 3 4 3. 3 4. 3. 3. 1 3 3 1. 3 1 7. 1 7 1 3 4 4 3. 3 4 5 4 3 7 1 3 5 4 5. 4. 5 4 5. 4. 5 4 5 7 7. 1 1 7 7. 1 1 7 7 1 1 5 5 4 3. 5. 5 7 7 3. 3 1 GS : 5 4 5 5 4. 4 5 4. 4 5 5. 4 5 4.. 3 4 5. 4 5 4 5 4 3. 3 4 3. 3 4.. 4 4 5. 4. 5 4 5 4 3 4 5 4 1 4 5 4 3 1. 1 3 4. 7 1 7 1 7 1 7 1 7 1 7. 7 7 1 1. 7 7 1 1 7 7 1 1 5. 7. 1 7 1 7 4 3.5 4 (5) Transisi ke pola gegenderan (saih panji gede) 1 3 1 3 1.. 3 4 1 3 5 4 5 4.. 1 3 1 7 7 1 3 1 7. 1 3 3 3.. JG :... 5. 3 5. 1. 1.. 5. 1 5 (3) JB :... 4. 3 1 7.1. 2. 7 1 3 GP : 5 5 3 5. 3 5 5 3 5. 1. 1 3 1 6 5 5 1 5. 4x GS : 5 5 7. 5 7 5 5 7. 5 7 3 3 4. 3. 7. 7. 4 7 4 JB :... 5. 4 3. 1.. 5. 3 5 4 JG :... 5.. 4.. 1.. 3.. 4 GP : 3 4 5 4 5 4 4 3 1 1 1 3. 7. 1 7 1. 7. 1 7. 5 4 3. 3. 3 5 3. 3 5 3 1 7 1. 7. 1 7 1. 7. 1 7 5 4 3 GS :

28. 3 1 3. 3 1 3. 3 1 7 1 7 1 3. 4 3 4 3 4 3 4. 5 4 3. 3 1 3. 3 1 3. 3 5 4 3 4 3 4 3 4 3 4. 5 4 3 Bsm 4 5 4 3 1 1. 4. 4 5 4 4 3 1 3 1 7. 1/5 4 3. 4 3 3. 5 4 4 5. 3. 3 4 4 5. 7. 5. 4 5 5 4 3 3 4. 3 4 JB+JG :. 4. 3. 5. 4. 5 7. 5. 4 3 GP : 3 5. 5. 4 5 5 4 5 4 5 4 5 4 5 5 3 5 4. 5. 5. 3. 5. 4 5 4 7 5 4. 5. 5. 4 5 5 5 4 3 3 4. 4 GS : 3 7 7 1. 7. 7. 7 5 5 7. 7 5 5 7. 4. 4. 7 1 3 3 7 7 1. 7. 5. 7. 7 3 1 1 4. 7. 7 5 4. 5. 4 5 4 Transisi ke bapang(saih panji gede ) JB : 1. 4. 5 4 6 7 1. 4. 5 4 6 7 1. 4. 5 2 4 4 2 4. 2 4 2 5 3 1 2x. 4. 5. 6. 1 3. 6 7 1 6 4 1. 4. 5. 6. 1 3. 6 7 1 6 4 1/3 3. 5. 3. 4 5 5. 3. 4. 5 7 7 5 7 7 5 7 Tempo pelan 1 7 5 4 5. 7 1 1 1 7 5 4. 7 5. 4. (3). 7. 5. 1. 7. 5 4 5 3. 5 4... 4. 5. 7. 5. 7 4. 5. 4. 3. 1 3. 1.7. 1. 1 3

29 Kebyar bsm. 3.4 3 1 7 1. 3. 4. 4. 4 3 1 7 1. 3. 4 5 7 1. 7. 5 7 5 4 3 4. 3. 1. 4 (3) 2x 5 4 3 4 3 4. 3. 1 7 5 4 5 5 4 3 4 5. 7. 5. 4 3 2x Bapang JB+JG. 7. 5. 7. 1 7 5 4. 5. 3. 4. 5. 4 3. 1 7 5 4 5 (3) GP 7 7 4 4 3. 1. 1 7 4 5 5 3 5 4 7. 5. 7 1 1 4 5 5 3 3 1 1 3 7 1 3 GS. 1. 5. 1. 5 4 3 5 75. 4. 7. 4. 4. 5. 4 7 5 74. 1.3.5. 4. 1. 4.1 Bsm 1 7 1 1 7 1 2. 7 1 7 1 1 7 1 2. 1. 3 5. 2. 1 2 5. 5 1. 5. 5 3. 5 5 3. 5. 3. 3. 1 1 5. 5 2 1 1 5. 3. 4 5. 3 1 1 7 1 17 7 5 5. 4. 4 5 5. 3. 4 4 5 4. 4 5. 7 71 7 5 4 5. 3. 4 5 4. 5 4. 7 5 4 3 45. 5 4 5 7 1 7 5 4 3. 1 1.. 4.. 1. 3 4.. 5. 5 3.4. 5.. 3. 4 5.. 4. 4 1. 3. 3x 4.1.3 Bagian III

30 Pada bagian III ini merupakan ending dari garapan yang menggambarkan kondisi kehidupan manusia. Setelah manusia melalui fase-fase yang sudah lewat maka, saat ini adalah fase terakhir yang akan di alami manusia. Dimana manusia itu sudah mulai tua, perlahan demi perlahan manusia akan tidak berdaya dan akhirnya mati. Dalam bagian tiga ini akan digarap gending leluangan yang mengisahkan keadaan manusia seperti yang sudah dijelaskan pada bagian tiga diatas. Adapun notasi bagian tiga yaitu : Bsm (saih penji gede) 5 5 4 3 4 6 7 6 4 5 4 3... 3 4 3 4 3 64 6 4. 5 4 3 1. 5 4 3 1. 1 4 3 7. 5 4 3 7. 7 3 1 5.7 3 1 5 Saih.. 7 1 7 1 3 1 3 4 3 4 5 4 3 1. 5 4 3 1. 5 4 3 1 JG 4.. 4.... JB 1.. 1.... Bsm 3 1 3 1 3 5 3 5 3 5 4 113. 5. 1. 1 3 5 1 1 3 5 1.14 3 1 Leluangan (1)5. 5. 7. 5. 4. 4. 7 1 5 7 5 1 7 5. 1. 5. 1. 5. 5. 3. 4. 7. 7. 5. 3. 1 4 5 3 4 5. 1.5.1.4.1.4. 4. 5. 7. 5. 5. 3. 5. (3). 5. 7. 5. 4. 4. 5. 5 5. 4. 5. 5. 5. 5. 5. 4. (3) Saron bambu

31.1 13 17 71 57 53 57 53 57 35 75 35 74 57 54 45 45 43 45 75 77 45 77 45 77 45 75 35 15 35 75 37 57 17 15 35 15 35 15 35 15 35 15 35 15 35 15 37 55 73 57 35 75 35 75 35 75 35 75 35 75 35 75 35 73 57 35 73 5 7 57 54 34 57 15 35 14 45 53 34 51 17 75 51 17 75 57 71 13 35 57 74 45 57 73 31 17 73 31 14 47 75 51 14 47 71 13 35 53 34 41 17 71 15 53 31 13 35 57 75 57 71 13 35 57 74 45 57 75 51 13 35 57 74 45 53 31 13 37 75 57 74 45 53 31 13 34 43 31 13 34 45 57 74 45 53 57 74 45 57 73 31 14 43 37 74 45 57 74 47 75 57 74 47 75 57 74 47 75 53 34 45 57 3 4.2 Laras dan Saih Istilah saih dalam karawitan Bali memang asing di masyarakat awam. Saih biasanya banyak digunakan dalam teknik permainan gamelan Gambang, Selonding, Caruk dan Gong Luang. Saih yang dipraktekkan pada gamelan tersebut menggunakan istilah lama yang beraneka ragam menurut I Nyoman Tantra (1991 :12) Pengelompokan nama dengan jenis saih didasarkan dengan beberapa hal yaitu : - Ada yang menggunakan nama saih tergantung pada jumlah fungsionil yang diperlukan oleh suatu lagu seperti : saih lima, saih enam dan saih pitu. - Ada yang menggunakan nama lagu sebagai nama saih seperti : saih malat, saih cupak, saih puja, saih sondong, saih riris, saih panji marga, saih puja semara, saih kesumba, saih sadi, saih salah, saih saa, saih wargasari, saih duren-duren ijo, saih abuang, saih mayura, saih panji cenik dan saih panji gede.

32 - Ada yang menggunakan salah satu nada diantara tujuh nada dalam suatu oktaf sebagai nama saih seperti : saih ding, saih dong, saih dang, saih deng, saih dung, saih dang cenik, dan saih dong cenik. Dalam gamelan berlaras pelog tujuh nada terdapat persamaan tempat nada yang ada dalam patutan yang ada dalam gamelan Semar Pagulingan dengan saih yang ada dalam gamelan Gong Luang. Tabel 2 Perbandingan patet yang ada dalam gamelan Gong Luang dengan gamelan Semar Pegulingan : No Saih/Patet Nomor Dan Urutan Nada Saih Panji 1 2 3-5 6 - Cenik 1 Patet Selisir 3 4 5-7 1-1 2 3-5 6-3 4 5-7 1 - Ket. Persamaan saih gamelan Gong Luang dengan patutan gamelan Semar Pegulingan ini berdasarkan bentuk-bentuk patutan Semar Pegulingan STSI Denpasar. Saih Panji - 2 3 4-6 7 Gede 2 Patet Sundaren - 3 4 5-7 1-2 3 4-6 7-4 5 6-1 2 Ket. Persamaan saih gamelan Gong Luang dengan patutan gamelan Semar Pegulingan ini berdasarkan bentuk-bentuk patutan Semar Pegulingan di Desa Kamasan. Saih 1-3 4 5-7 Wargasari 3 1-3 4 5-7 Patet Baro 1-3 4 5-7 3-5 6 7-2 Ket. Persamaan saih gamelan Gong Luang dengan patutan gamelan Semar Pegulingan ini berdasarkan bentuk-bentuk patutan Semar Pegulingan STSI Denpasar.

33 4 Saih Mayura Gede Patet Tembung 1 2-4 5 6-7 1-3 4 5-1 2-4 5 6-7 1-3 4 5 - Ket. Persamaan saih gamelan Gong Luang dengan patutan gamelan Semar Pegulingan ini berdasarkan bentuk-bentuk patutan Semar Pegulingan STSI Denpasar. Saih Panji - 2 3-5 6 7 Miring 5 Patet Sundaren - 7 1-3 4 5-2 3-5 6 7-4 5-7 1 2 Ket. Persamaan saih gamelan Gong Luang dengan patutan gamelan Semar Pegulingan ini berdasarkan bentuk-bentuk patutan Semar Pegulingan STSI Denpasar. Saih 1-3 4-6 7 Mayura Cenik 6 Patet Lebeng 5-7 1-3 4 1-3 4-6 7 3-5 6-1 2 Ket. Persamaan saih gamelan Gong Luang dengan patutan gamelan Semar Pegulingan ini berdasarkan bentuk-bentuk patutan Semar Pegulingan di Desa Kamasan. Saih 1 2-4 5-7 7 kartika 4 5-7 1-3 Berdasarkan wawancara dengan I Nyoman Windha mengatakan bahwa saih ini tidak ada dalam gamelan semar pegulingan namun demikian dalam garapan sendratari Kindama urutan nada-nada ini digunakan sebagai hasil eksplorasi nada-nada untuk memenuhi kebutuhan suasana garapan. (wawancara tgl 27 April 2014).

34 4.3 Analisa Instrumen Gong Luang merupakan gamelan berlaras pelog tujuh nada yang semua instrumennya terdiri dari alat-alat perkusi berupa bilah dan pencon. Jumlah instrumen dalam gamelan Gong Luang sering tidak sama. Sebagai contoh adalah gamelan Gong Luang di desa Kerobokan Badung dan di Singapadu Kabupaten Gianyar. Kedua barungan tersebut tidak sama jumlah instrumennya. Berbicara tentang Gong Luang, Rembang dkk. (1995:3) menawarkan bahwa kata Gong Luang terdiri atas 2 (dua) buah suku kata, yakni Gong dan Luang. Kata gong mengacu kepada nama salah satu instrumen gamelan tradisional Bali yang terbuat dari bahan perunggu. Bentuknya bulat seperti nekara, memiliki pencon (lambe) pada sentralnya dan pencon itulah yang biasanya dipukul. Ukuran gong ini paling besar di antara barungannya. Fungsi gong ini adalah sebagai finalis lagu atau sebagai pemberi aksen-aksen pada akhir lagu. Istilah gong juga dipakai untuk memberi nama kepada satu barungan gamelan misalnya: gamelan Gong Gede, gamelan Gong Kebyar, gamelan Gong Suling, gamelan Gong Beri, dan sebagainya. Selanjutnya kata Luang atau Ruang berarti: ruang atau bidang. Istilah Luang ini sangat popular dipergunakan dalam dunia perundagian (arsitektur tradisional Bali), untuk menyebutkann nama bidang atau ruang-ruang kosong yang akan diberi hiasan berupa motif-motif ukiran dan sejenisnya. Sebagaimana yang sudah dipaparkan di atas bahwa garapan ini menggunakan media ungkap seperangkat Gong Luang, dengan menambahkan beberapa intrumen seperlunya berdasarkan kebutuhan garap yaitu:

35-1 pasang kendang gupekan (lanang/wadon) - 1 tungguh kajar, dan satu buah cengceng gecek - 4 buah suling menengah 4.4 Fungsi Instrumen dan Teknik Permainan Dalam gamelan Gong Luang, setiap instrumen sudah memiliki fungsi dan teknik secara tersendiri. Akan tetapi di dalam komposisi karawitan yang berjudul Liang Luang ini setiap instrumen Gong Luang memiliki fungsi dan teknik yang tidak jauh menyimpang dari sebelumnya (tradisi). Namun ada beberapa instrumen yang dikembangkan fungsi dan tekniknya, sudah barang tentu disesuaikan dengan kebutuhan musikal untuk mendukung ide garapan. Adapun bentuk dan fungsi instrumen dalam garapan ini adalah sebagai berikut : a) Terompong Terompong Ageng Terompong alit

36 Instrumen ini merupakan instrumen perkusi yang berbentuk mencol dan pencol. Dalam gamelan Gong Luang terdapat dua tungguh instrumen terompong yaitu : terompong ageng dan terompong alit. Setiap masingmasing tungguh terdiri dari delapan pencon. Dalam barungannya instrumen ini berfungsi sebagai memulai gending dan mengendalikan melodi gending. Sedangkan dalam penggarapan komposisi karawitan ini, instrumen terompong difungsikan sebagai : - Memberikan hiasan pada pokok-pokok nada berupa ubit-ubitan. - Memberi angsel-angsel. - Membuat jalinan motif-motif tertentu. - Membuat jalinan melodi tertentu dengan permainan tunggal. b) Gangsa Jongkok. Gangsa Jongkok Ageng