JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

dokumen-dokumen yang mirip
JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

Ilmu Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

EPISTIMOLOGI, ONTOLOGI, DAN AKSIOLOGI PENGETAHUAN FILSAFAT

Suatu Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

TUGAS UTS DASAR DASAR LOGIKA PENGERTIAN PENGERTIAN FILSAFAT, LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA DAN FILSAFAT ILMU

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan Makalah D. Metode Penulisan Makalah

I. DASAR-DASAR PENGETAHUAN

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa

Teori-teori Kebenaran Ilmu Pengetahuan. # Sesi 9, Kamis 16 April 2015 #1

BAB I PENDAHULUAN. A. Pengertian Logika. B. Tujuan Penulisan

KATA PENGANTAR. Malang, Mei Penyusun

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

DASAR-DASAR ILMU PENGERTIAN ILMU KARAKTERISTIK ILMU Ernest van den Haag JENIS JENIS ILMU

METODE RISET (TMK602)

Filsafat Ilmu dan Logika

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.

METODE PENELITIAN PENDIDIKAN (KUALITATIF DESKRIPSI)

makalah filsafat BAB II PEMBAHASAN Pengertian Filsafat; Berpikir Secara Rasional, Logis Kritis dan Analistis

Sebuah Pengantar Populer Karangan Jujun S. Sumantri Tentang Matematika Dan Statistika

PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

Filsafat Ilmu dan Logika

The Elements of Philosophy of Science and Its Christian Response (Realism-Anti-Realism Debate) Rudi Zalukhu, M.Th

MAKALAH FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN DAN ETIKA SERTA MORALITAS

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

SARANA BERPIKIR ILMIAH ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH IX METODE ILMIAH PROGRAM STUDI AGRIBISNIS, UNIVERSITAS JEMBER 2017

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains.

SILABUS : FILSAFAT ILMU

MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Pengetahuan dan Kebenaran

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

MAKNA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN DASAR ILMU

Nama Mata Kuliah. Pengetahuan dan kebenaran. Masyhar, MA. Fakultas Psikologi. Modul ke: Fakultas. Program Studi Program Studi.

FILSAFAT????? Irnin Agustina D.A, M.Pd

FILSAFAT ILMU. Irnin Agustina D.A.,M.Pd

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KONSEP DASAR DAN HAKIKAT PENELITIAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

FILSAFAT ILMU & LOGIKA. Oleh : dr. Nur Indarawati Lipoeto

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU. Drs. Dede Kosasih, M.Si.

PENDIDIKAN PANCASILA

Dosen: Pipin Hanapiah, Drs. Caroline Paskarina, S.IP., M.Si. Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Padjadjaran

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

Bapak Dr. Rulam Ahmadi, M.Pd

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA

Pengantar Sosiologi. Yesi Marince.S.IP., M.Si

METODE PENELITIAN. Pengantar: Pengetahuan, Ilmu dan Kebenaran. Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc.

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU

Tauhid Yang Pertama dan Utama

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran

SOSIOLOGI POLITIK. oleh : Yesi Marince, M.Si. 4 October 2012 yesimarince-materi-01 1

Oleh. Salamun Rohman Nudin, S.Kom., M.Kom Etika Profesi/ Teknik Informatika Untag Surabaya

Isilah 10 Hari Awal Dzul Hijjah dengan Ketaatan

Kebenaran dan Cara Memperoleh Kebenaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan oleh manusia. Menurut para ahli Belajar dan pembelajaran. konstruktivisme. Menurut Wikandari (1998:11).

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

Tugas Filsafat. Mohamad Kashuri M

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Jenis Pengetahuan dan. Ukuran Kebenaran

PreSeNtasi MakaLaH FiLsaFat Ilmu dengan TeMa

ASAL-USUL PENGETAHUAN DAN HAKEKAT PENGETAHUAN

Landasan Penelaahan Ilmu

PENELITIAN DAN METODE ILMIAH. BY: EKO BUDI SULISTIO

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

BAB V METODE-METODE KEILMUAN

Etika dan Filsafat. Komunikasi

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak didapatkan dari Puasanya itu kecuali lapar dan dahaga.

BAB I PENDAHULUAN. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis

TUGAS SOFTSKILL PENGERTIAN ETIKA DAN PROFESIONALISME DALAM BIDANG IT

Mata Kuliah ini menjadi landasan memahami dan materi ilmu pengetahuan, terutama yang terkait dengan dengan disiplin ilmu tertentu yang dipelajari

IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDEKATAN ILMIAH

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS

EPISTEMOLOGI: CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR

ILMU DAN ILMU PENGETAHUAN

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

SARANA BERFIKIR ILMIAH

Pendahuluan Syarat agar dapat melakukan penelitian ilmiah dengan baik : 1. Paham konsep dasar ilmu pengetahuan (IP) 2. Menguasai metodologi penelitian

Transkripsi:

JENIS PENGETAHUAN DAN UKURAN KEBENARAN Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, philosophia meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982). Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana pohon ilmu pengetahuan telah tumbuh mekar bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri. Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan ke arah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar tidaknya dapat ditentukan. Terlepas dari berbagai macam pengelompokan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F. Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya Knowledge Is Power, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis. Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences). Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan a higher level of knowledge, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, 1

epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah. DEFINISI PENGETAHUAN DAN KEBENARAN Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam Bahsa Inggris Knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Sedangkan secara Terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atu hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Dalam Kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (Knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) didalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusuri yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif. Dalam Ensiklopedia Indonesia kita dapati uraian yang lebih luas, menurut Epistemologi setiap pengetahuan manusia itu adalah hasil dari berkontaknya dua macam besaran yaitu: pertama, benda tua yang diperiksa, diselidiki dan akhirnya diketahui (objek). Kedua, manusia yang melakukan berbagai pemeriksaan dan penyidikan dan akhirnya mengetahui (mengenal) benda atau hal tadi. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa pengetahuan dalam arti luas berarti kehadiran internasional objek dalm subjek. Namun dalam arti sempit dan berbeda dengan imajinasi atau pemikiran belaka, pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti (kebenaran dan kepastian). Disini subjek sadar akan hubungan objek dengan eksistensi. Pada umumnya, adalah tepat kalau mengatakan pengetahuan hanya merupakan pengetahuan sadar. Karena sangat sulit melihat bagaiman persisnya suatu pribadi dapat sadar akan suatu eksistensi tanpa kehadiran eksisitensi itu dalam dirinya. Orang pragmatis, terutama John Dewy tidak membedakan pengetahuan denan kebenaran (antara Knowledge dan Truth). Jadi pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi. Kebenaran adalah kenyataan yang benar-benar terjadi. Pernyataan ini pasti, dan tidak dapat dipungkiri lagi. Kita manusia selalu ingin tahu kebenaran, karena hanya kebenaranlah yang bisa memuaskan rasa ingin tahu kita, dengan kata lain tujuan pengetahuan ialah mengetahui kebenaran. Tujuan ilmu juga mencapai kebenaran, dengan kata lain, dalam ilmu kita manusia ingin memperoleh pengetahuann yang benar, karena ilmu merupakan pengetahuan yang sistematis, maka pengetahuan yang diituju ilmu adalah pengetahuan ilmiah. Kita manusia bukan hanya sekedar ingin tahu, tetapi ingin mengetahu kebenaran. Kita juga selalu ingin memiliki pengetahuan yang benar. Kebenaran ialah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya. HAKIKAT DAN SUMBER PENGETAHUAN 2

Maksud dari pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran. Dalam komunikasi keseharian, kita sering menggunakan kalimat seperti, Saya terampil mengoperasikan mesin ini, Saya sudah terbiasa menyelesaikan masalah itu, Saya menginformasikan kejadian itu, Saya meyakini bahwa masyarakat pasti mempercayai Tuhan, Saya tidak emosi menghadapi orang itu, dan Saya mempunyai pikiranpikiran baru dalam solusi persoalan itu. Ketika mengamati atau menilai suatu perkara, kita biasanya menggunakan kalimat-kalimat seperti, saya mengetahuinya, saya memahaminya, saya mengenal, meyakini dan mempercayainya. Berdasarkan realitas ini, bisa dikatakan bahwa pengetahuan itu memiliki derajat dan tingkatan. Disamping itu, bisa jadi hal tersebut bagi seseorang adalah pengetahuan, sementara bagi yang lainnya merupakan bukan pengetahuan. Terkadang seseorang mengakui bahwa sesuatu itu diketahuinya dan mengenal keadaannya dengan baik, namun, pada hakikatnya, ia salah memahaminya dan ketika ia berhadapan dengan seseorang yang sungguh-sungguh mengetahui realitas tersebut, barulah ia menyadari bahwa ia benar-benar tidak memahami permasalahan tersebut sebagaimana adanya. Pengetahuan adalah suatu keadaan yang hadir dikarenakan persentuhan kita dengan suatu perkara. Keluasan dan kedalaman kehadiran kondisi-kondisi ini dalam pikiran dan jiwa kita sangat bergantung pada sejauh mana reaksi, pertemuan, persentuhan, dan hubungan kita dengan objek-objek eksternal. Walhasil, makrifat dan pengetahuan ialah suatu keyakinan yang kita miliki yang hadir dalam syarat-syarat tertentu dan terwujud karena terbentuknya hubunganhubungan khusus antara subjek (yang mengetahui) dan objek (yang diketahui) dimana hubungan ini sama sekali kita tidak ragukan. John Dewey menyamakan antara hakikat itu sendiri dan pengetahuan dan beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil dan capaian dari suatu penelitian dan observasi. Menurutnya, pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa berubah. Dalam pengetahuan sangat mungkin terdapat dua aspek yang berbeda, antara lain: 1. Hal-hal yang diperoleh. Pengetahuan seperti ini mencakup tradisi, keterampilan, informasi, pemilkiran-pemikiran, dan akidah-akidah yang diyakini oleh seseorang dan diaplikasikan dalam semua kondisi dan dimensi penting kehidupan. Misalnya pengetahuan seseorang tentang sejarah negaranya dan pengetahuannya terhadap etika dan agama dimana pengetahuan-pengetahuan ini nantinya ia bisa aplikasikan dan menjadikannya sebagai dasar pembahasan. 2. Realitas yang terus berubah. Sangat mungkin pengetahuan itu diasumsikan sebagai suatu realitas yang senantiasa berubah dimana perolehan itu tidak pernah berakhir. Pada kondisi ini, seseorang mengetahui secara khusus perkara- perkara yang beragam, kemudian ia membandingkan perkara tersebut satu sama lain dan memberikan pandangan atasnya, dengan demikian, ia menyiapkan dirinya untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang lebih global Sumber Ilmu Pengetahuan Pertama, di kalangan filosof dan saints muslim berkembang sebuah pemikiran bahwa sumber ilmu utama pengetahuan adalah wahyu yang termanifestasi dalam bentuk Alqur an dan sunnah Nabi, tentu selain sumber empiris yang factual / induktif dan rasional / deduktif. Kedua, sumber ilmu pengetahuan yang ada komunitas masyarakat terakhir ini adalah pengetahuan yang lahir atas pertimbangan rasio (akal / deduktif). Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain: 3

a. Empirisme, kata ini berasal dari yunani empeirikos artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. pengalamna yang dimaksut ialah pengalaman indrawi. John Locke (1632-1704), bapak empiris bratania mengemukakan teori tabulu rasa (sejenis buku cacatan kosong). Maksutnya adalah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas dimiliki pengetahuan. b. Rasionalisme, aliran ini meyatakan bahwa akal adalah dasar kepastuan pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. resionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam pemperoleh pengetahuan c. Intulsi, menurut Henry Bergson intulsi adalan hasil dari evolosi pemehaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting. d. Wahyu, wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para Nabi. TINGKATAN DAN KRITERIA KEBENARAN Salah satu kriteria kebenaran adalah adanya konsistensi dengan pernyataan terdahulu yang dianggap benar. Sebagai contoh ialah kasus penjumlahan angka-angka tersebut dibawah ini 3 3 + 5 : 8 4 4 + 4 : 8 6 + 2 : 8 Semua orang akan menganggap benar bahwa 3 + 5 = 8, maka pernyataan berikutnya bahwa 4 + 4 = 8 juga benar, karena konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Sifat Kebenaran Berbagai kebenaran dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta (dalam Surajiyo, 2010) dibedakan menjadi tiga hal, yakni sebagai berikut: Kebenaran yang pertama berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya ialah bahwa setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui suatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya pengetahuan itu meliputi: pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan agama. Kebenaran pengetahuan yang kedua berkaitan dengan sifat atau karakteristik dari bagaiman cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya itu. Apakah membangunnya dengan penginderaan atau akal pikirnya, atau rasio, intuisi, atau keyakinan. Kebenaran pengetahuan yang ketiga adalah nilai kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantunan terjadinya pengetahuan itu. Artinya bagaimana relasi atau hubungan antar subjek dan objek. TEORI KEBENARAN Menurut Michael Williams terdapat 5 teori kebenaran, yaitu: Kebenaran Koherensi, Kebenaran Korespondensi, Kebenaran Performatif, Kebenaran Pragmatik, dan Kebenaran Proposisi. 1. Kebenaran Koherensi Sesuatu yang koheren dengan sesuatu yang lain berarti ada kesesuaian atau keharmonisan dengan sesuatu yang memiliki hirarki lebih tinggi, hal ini dapat berupa skema, sisitem, atau nilai. Koheren tersebut mungkin saja tetap pada dataran sensual rasional, tetapi mungkin pula menjangkau dataran transenden. 2. Kebenaran Korespondensi Berfikir benar korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalanatau berlawanan 4

arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan (positifisme), antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik. 3. Kebenaran Performatif Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan actual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis, yang teoritik, maupun yang filosofik. Orang yang mengetengahkan kebenaran tampilan actual yang disebut dengan kebenaran performatif tokoh penganut ini antara lain Strawson (1950) dan Geach (1960) sesuatu sebagai benar biladapat diaktualkan dalam tindakan. 4. Kebenaran Pragmatik Perintis teori ini adalah Charles S. Pierce. Yang benar adalah ya g konkret, yang individual, dan yang spesifik, demikian James Deweylebih lanjut menyatakan bahwa kebenaran merupakan korespondensi antara idée denga fakta, dan arti korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis. 5. Kebenaran Proposisi Sesuatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi- proposisinya benar dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai denganpersyaratan formal suatu proposisi. Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks. Descartes merumuskan pedoman penyelidikan supaya orang jangan tersesat dalam usahanya mencapai kebenaran sebagai berikut: Pertama, janganlah sekali-kali mnerima sebagai kebenaran, jika tidak ternyata kebenarannyadengan terang benderang, hauslah kita membuang segala prasangka dan janganlah campurkan apapun juga yang tak nampak sejeas-jelasnya kepada kita, hinga tak ada dasar sedikitpun juga untuk sanksi. Kedua, rincilah tiap kesulitan sesempurna-sempurnanya dan carilah jawaban secukupnya. Ketiga, aturlah pikiran dan pengetahuan kita sedemikian rupa, sehingga kita mulai dari yamng paling rendah dan sederhana, kemudian meningkat dari sedikit, setapak demi setapak untuk mencapai pengetahauan yang lebih sukar dan lebih ruwet. Keempat, buatlah pengumpulan fakta sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya dan seumum-umumnya hingga menyeluruh, sampai kita tidak khawatir kalau-kalau ada yang kelewatan MENGKLASIFIKASIKAN HIERARKI ILMU Secara umum basis yang sangat mendasar mengenai penyusunan hierarkis yaitu: 1. Metodologis 2. Ontologism 3. Etis Pengetahuan, menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullahu Ta ala, dalam kitabnya Syarhu Ushul Ats Tsalatsah, memiliki enam tingkatan : 1. Al-Ilmu, yaitu pengetahuan secara pasti terhadap sesuatu sesuai dengan hakekatnya. 2. Al-Jahlul Basith, yaitu tidak diketahuinya sesuatu secara keseluruhan. 3. Al-Jahlul Murakkab, yaitu mengetahui sesuatu tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Disebut murakkab karena pada orang tersebut ada 2 kebodohan sekaligus, yaitu bodoh karena ia tidak mengetahui yang sebenarnya dan bodoh karena beranggapan bahwa dirinya tahu padahal sebenarnya tidak tahu. 4. Al-Waham, yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan (adanya) kemungkinan berlawanan yang lebih kuat. 5. Asy-Syak, yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan adanya kemungkinan (lain) yang sama (kuatnya). 6. Adz-Dzan, yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan (adanya) kemungkinan berlawanan yang lebih lemah. 5

Tentu saja, untuk mencapai tingkatan pertama, Al-Ilmu, seseorang membutuhkan usaha yang lebih dibanding dengan lima tingkatan di bawahnya, baik itu perkara dunia apalagi perkara agama. Seseorang yang ingin mendalami ilmu di bidang kedokteran akan menghabiskan waktu bertahun-tahun di bangku kuliah. Belum lagi beberapa praktek lapangan dan kegiatan uji laboratorium yang harus ia lakukan di luar jam kuliah. Dari sisi materi (harta) apalagi. Ini berlaku pula bagi bidang lainnya, begitu juga dengan keilmuan yang lebih urgent, yang menyangkut keselamatan manusia setelah meninggalkan dunia kelak, yakni ilmu tentang agama (Islam). Cukuplah bagi kita membaca perjalanan para ulama dari zaman ke zaman, dari mulai Imam yang empat, Al Bukhari, Muslim sampai Ulama Muta akhirin seperti Syaikh Abdul Azis bin Baz, Syaikh Al Albani, Syaikh Al Utsaimin, Syaikh Muqbil Rahimahumullahu Ta ala dan yang selainnya. Mereka menyediakan hampir seluruh umurnya, harta, dan rela menghadapi kesengsaraan hidup untuk ilmu yang bermanfaat bagi Islam dan kaum Muslimin. Bagi kebanyakan kaum Muslimin seperti kita, tentu tidaklah dibebani harus memiliki pengetahuan sama seperti mereka, para Ulama. Kita hanya diwajibkan memiliki pengetahuan pada hal-hal yang pokok seperti tauhid dan lawannya, syirik, kemudian hal-hal yang berkaitan dengan ibadah wajib keseharian kita seperti sholat, puasa serta hal-hal yang berkaitan dengan profesi kita secara umum. Selebihnya, fas aluu ahladz dzikri inkuntum laa ta lamuun, bertanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak mengetahui. Permasalahannya, di zaman sedikitnya ahli ilmu seperti sekarang ini, di saat manusia semakin sibuk dengan urusan dunianya, dan lalai dalam urusan agamanya, mereka menyerahkan urusan agama bukan kepada ahlinya. Walhasil yang mereka dapat bukan ilmu namun kejahilan, bahkan sampai pada tingkatan Jahil Murakkab. Kasus Mbah priok salah satu contohnya. Betapa kejahilan besar (terlepas dari kepentingan politik dan ekonomi), pengagungan terhadap kuburan yang bisa membawa kepada kesyirikan dibela sedemikian rupa atas nama agama. Beberapa nyawa melayang, mobil terbakar, infrastruktur rusak disebabkan pengagungan kubur yang berlebihan yang dalam Islam sangat dilarang. Maka bagi kita, untuk aman dari kejahilan-kejahilan khususnya dalam masalah agama, sebagaimana perkataan Imam Bukhari Rahimahullahu Ta ala di kitab shahih-nya bab Ilmu Qoblal Qoul wal Amal setelah membawakan surat Muhammad ayat 19, beliau berkata, Maka mulailah dengan ilmu sebelum berkata dan beramal, sepatutnyalah kita mulai membekali diri dan keluarga dengan ilmu yang diambil dari orang yang benar-benar berilmu, selebihnya kita diam (dari berkata dan beramal) sebelum berilmu. KESIMPULAN 1. Ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu methode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia itu dalam berbagai seginya dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti. 2. Pada tahap awal perkembangannya ilmu terdiri dari dua bagian yaitu : a. trivium yang terdiri dari : 1)gramatika, tata bahasa agar orang berbicara benar 2)dialektika, agar orang berpikir logis 3)retorika, agar orang berbicara indah b. quadrivium yang terdiri dari : 1)aritmetika, ilmu hitung 2)geometrika, ilmu ukur 3)musika, ilmu musik 4)astronomis, ilmu perbintangan 3. Hierarki ilmu adalah tingkatan ilmu. Adapun tingkatan ilmu yaitu : a. Al-Ilmu, yaitu pengetahuan secara pasti terhadap sesuatu sesuai dengan hakekatnya. b. Al-Jahlul Basith, yaitu tidak diketahuinya sesuatu secara keseluruhan. 6

c. Al-Jahlul Murakkab, yaitu mengetahui sesuatu tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Disebut murakkab karena pada orang tersebut ada 2 kebodohan sekaligus, yaitu bodoh karena ia tidak mengetahui yang sebenarnya dan bodoh karena beranggapan bahwa dirinya tahu padahal sebenarnya tidak tahu. d. Al-Waham, yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan (adanya) kemungkinan berlawanan yang lebih kuat. e. Asy-Syak, yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan adanya kemungkinan (lain) yang sama (kuatnya). f. Adz-Dzan, yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan (adanya) kemungkinan berlawanan yang lebih lemah. Ratna Indraswari (Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen Afid Burhanuddin, M.Pd.) 7