BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

dokumen-dokumen yang mirip
SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

KESIMPULAN. saja Kesimpulan dapat membantu hakim dalam menjatuhkan Putusan

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. EKSEKUSI YANG TIDAK DAPAT DIJALANKAN MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Rahmawati Kasim 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah

E K S E K U S I (P E R D A T A)

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

ELIZA FITRIA


III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

EKSEKUSI TANAH TERHADAP PUTUSAN SERTA MERTA Muhammad Ilyas,SH,MH Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

EKSEKUSI RIEL PUTUSAN HAKIM TERHADAP BENDA TIDAK BERGERAK

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

hal 0 dari 11 halaman

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

TINJAUAN ATAS PEMBAYARAN GANTI RUGI OLEH PEMERINTAH DAERAH KEPADA PIHAK KETIGA BERDASARKAN PUTUSAN PERDATA YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-I/2003

BAB 2 EKSEKUSI. cet.2, ed. revisi, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 276

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

SURAT EDARAN MAHKAMAN AGUNG NOMOR 04 TAHUN 1975 TENTANG SANDERA (GIJZELING)

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan diantara mereka. Gesekan-gesekan kepentingan tersebut biasanya menjadi sengketa hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

K E J U R U S I T A A N Oleh: Drs. H. MASRUM M NOOR, M.H (Hakim Tinggi PTA Banten)

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Melemperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH REDHA AMANTA PULUNGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena dalam Undang-Undang No. 3 tahun 2009 mengenai. Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II UPAYA HUKUM DALAM PERKARA KEPAILITAN

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E K S E K U S I Bagian I Oleh : Drs. H. Taufiqurrohman, SH. Ketua Pengadilan Agama Praya

KETUA PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO. SURAT KEPUTUSAN Nomor : W13.A5/4241/HK.05/SK/XII/2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N. Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 )

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

A. Pelaksaan Sita Jaminan Terhadap Benda Milik Debitur. yang berada ditangan tergugat meliputi :

BAB 1 PENDAHULUAN. Surat Paksa, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2004), hal.1 2 Marihot Siahaan, ibid.

E K S E K U S I Bagian II Oleh : Drs. H. Taufiqurrohman, SH. Ketua Pengadilan Agama Praya

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA YOYO ARIFARDHANI PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD)

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

Makalah Rakernas

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. putusan yang saling bertentangan. Kata kunci: eksekusi, noneksekutabel

PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

ASPEK YURIDIS TENTANG UPAYA HUKUM LUAR BIASA (PENINJAUAN KEMBALI) TERHADAP PUTUSAN YANG BERKEKUATAN TETAP SYARIFA NUR / D

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 20. ) (20/1947) PENGADILAN. PERADILAN ULANGAN. Peraturan peradilan ulangan di Jawa dan Madura.

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

PENGGUGAT/ KUASANYA. Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Majelis Hakim, dan Panitera menunjuk Panitera Pengganti. Kepaniteraan

UNIVERSITAS INDONESIA PENINJAUAN KEMBALI ATAS PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PERDATA ( STUDI KASUS PK TERHADAP PK PERKARA PERDATA ) SKRIPSI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN NEGERI LUBUK LINGGAU

KAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG?

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1947 TENTANG PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DILUAR HADIR TERDAKWA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Apakah dapat dilakukan upaya hukum terhadap putusan kasasi yang telah dikeluarkan Mahkamah Agung?

Makalah Rakernas MA

MAHKAMAH AGUNG Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 Tanggal 30 Desember 1985 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB IV PENUTUP. Perselisihan Hubungan Industrial yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PAKSA BADAN (GIJZELING/ IMPRISONMENT FOR CIVIL DEBTS) DI INDONESIA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pogram Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Oleh : ANGGA PRADITYA C

BAB VII PERADILAN PAJAK

PROSES PEMBUKTIAN DAN PENGGUNAAN ALAT-ALAT BUKTI PADA PERKARA PERDATA DI PENGADILAN. Oleh : Deasy Soeikromo 1

PENETAPAN DAN KETETAPAN

PENCABUTAN PERKARA DI PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA. Btn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS DATA. 1. profil pengadilan agama malang. No. 1, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, dengan

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

UPAYA-UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI INDONESIA Oleh : E. Rial. N, SH 1

KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA GUNUNGSITOLI NOMOR: W2-A15/212/KU.04.2/IV/2013 TANGGAL : 01 April 2013

SEKITAR PENYITAAN. (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR EKSEKUSI DAN LELANG 1

Transkripsi:

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI A. Pengertian Eksekusi Eksekusi adalah merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan secara paksa oleh karena pihak yang kalah dalam perkara tidak mau mematuhi pelaksanaan acara Putusan Pengadilan. Dalam Pasal 195 HIR/Pasal 207 RBG dikatakan: Hal menjalankan Putusan Pengadilan Negeri dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh Pengadilan Negeri adalah atas perintah dan tugas Pimpinan ketua Pengadilan negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu menurut cara yang diatur dalam pasal-pasal HIR. Selanjutnya dalam Pasal 196 HIR/Pasal 208 RBG dikatakan: Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi amar Putusan Pengadilan dengan damai maka pihak yang menang dalam perkara mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjalankan Putusan Pengadilan itu. Kemudian Ketua Pengadilan Negeri memanggil pihak yang kalah dalam hukum serta melakukan teguran (aanmaning) agar pihak yang kalah dalam perkara memenuhi amar putusan pengadilan dalam waktu paling lama 8 (delapan) hari. Dengan demikian, pengertian eksekusi adalah tindakan paksa yang dilakukan Pengadilan Negeri terhadap pihak yang kalah dalam perkara supaya

pihak yang kalah dalam perkara menjalankan Amar Putusan Pengadilan sebagaimana mestinya 3. Eksekusi dapat dijalankan oleh Ketua Pengadilan Negeri apabila terlebih dahulu ada permohonan dari pihak yang menang dalam perkara kepada Ketua Pengadilan Negeri agar Putusan Pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sebelum menjalankan eksekusi Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maka Ketua Pengadilan Negeri melakukan teguran (aanmaning) kepada pihak yang kalah dalam perkara agardalam waktu 8 (delapan) hari sesudah Ketua Pengadilan Negeri melakukan teguran (aanmaning) maka pihak yang kalah dalam perkara harus mematuhi Amar Putusan Pengadilan dan apabila telah lewat 8 (delapan) hari ternyata pihak yang kalah dalam perkara tidak mau melaksanakan Putusan Pengadilan tersebut, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintah Panitera/Jurusita Pengadilan Negeri untuk melaksanakan sita eksekusi atas objek tanah terperkara dan kemudian dapat meminta bantuan alat-alat negara/kepolisian untuk membantu pengamanan dalam hal pengosongan yang dilakukan atas objek tanah terperkara. 3 M. Yahya Harahap, SH Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 1991, Hal. 5.

B. Sumber Hukum Eksekusi Ada pendapat dari Djazuli Bachir SH yang menyatakan bahwa sumber hukum eksekusi adalah: 1. Undang-Undang Hukum Acara Perdata 2. Undang-Undang lain yang berhubungan 3. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia 4. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia 4 1) Tentang Undang-Undang Hukum Acara Perdata Hukum Acara Perdata yang berlaku sekarang diatur di dalam Herziene Inlandsch Reglement (HIR) yang berlaku khusus untuk daerah Jawa dan Madura. Sedangkan Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah luar Jawa dan Madura diatur dalam Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBG). Di dalam HIR diatur tentang eksekusi Putusan Pengadilan pada bagian kelima (Pasal 195 sampai dengan Pasal 224 HIR) sedangkan dalam RBG diatur pada bagian keempat (Pasal 206 sampai dengan Pasal 225). Sampai saat sekarang, belum ada dibuat suatu kitab undang-undang Hukum Acara Perdata dan HIR/RBG yang merupakan produk hukum di jaman penjajahan Belanda masih tetap berlaku sebagai Hukum Acara Perdata yang harus dipedomani oleh lembaga peradilan dan para praktisi hukum. 4 Djazuli Bachir, SH Eksekusi Putusan Perkara Perdata: Segi Hukum dan Penegakan Hukum, Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta, Hal. 12.

2) Tentang Undang-Undang Hukum Acara Perdata yang Lain Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dikatakan pelaksanaan putusan Pengadilan dalam Perkara Perdata dilaksanakan oleh Panitera dan Jurusita serta dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri. Selanjutnya dalam Pasal 60 Undang-Undang No. 20 tahun 1986 tentang Peradilan Umum dikatakan dalam Perkara Perdata maka Panitera Pengadilan Negeri bertugas melaksanakan Putusan Pengadilan. Bahwa Pasal 60 Undang- Undang No. 60 tahun 1986 tetap berlaku oleh karena tidak dirubah oleh Undang- Undang No. 8 tahun 2004 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum. 3) Tentang Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Dalam Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 tahun 1969 dikatakan Mahkamah Agung dapat meninjau atau membatalkan suatu Putusan Perdata atas dasar alasan: a. Apabila putusan tersebut dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang mencolok. b. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut. c. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.

d. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu hal yang sama atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau yang sama tingkatnya telah diberikan putusan yang satu sama lain bertentangan. e. Apabila dalam suatu Putusan Pengadilan terdapat ketentuan-ketentuan yang satu sama lain bertentangan. f. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat dari pihak lawan yang diketahui setelahnya perkara diputus atau pada suatu keterangan saksi atau surat-surat bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu. g. Apabila setelah perkara diputus diketemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa, surat-surat bukti tersebut tidak dapat ditemukan. Dengan demikian, dalam praktek hukum masih ada upaya hukum yang luar biasa untuk dapat membatalkan suatu Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum bersifat tetap, dan upaya hukum yang luar biasa tersebut dikenal dengan derden verzet atau Permohonan Peninjauan Kembali pada Putusan Mahkamah Agung (Permohonan P.K.). 4) Tentang Surat Edaran Mahkamah Agung Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 tahun 1975 dikatakan bahwa Mahkamah Agung tentang gijzeling (penyanderaan) sebagaimana diakui dalam Pasal 209 HIR/Pasal 242 RBG tidak dibenarkan lagi untuk dilaksanakan dalam Hukum Acara Perdata di peradilan di Indonesia oleh karena bertentangan dengan perikemanusiaan.

Dengan demikian Hukum Acara Perdata di Indonesia tidak lagi mengenal adanya penyanderaan (gijzeling) apabila seseorang tidak mampu membayar hutangnya. Selain peraturan peraturan di atas masih ada peraturan lain yang dapat menjadi dasar penerapan eksekusi yaitu : 1. Undang-undang tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, pasal 33 ayat (4) yaitu tentang kewajiban hukum yang bersendikan norma-norma moral, dimana dalam melaksanakan putusan pengadilan diusahakan supaya prikemanusiaan dan prikeadilan tetap terpelihara 2. Mengenai pelaksanaan putusan Pengadilan Agama diatur dalam Stb.1982 No. 152 pasal 2 ayat (5) menyatakan, sesudah itu keputusan dapat dijalankan menurut aturan-aturan biasa tentang menjalankan keputusankeputusan Pengadilan Umum dalam perkara ini dan Stb. 1937 No. 63-639, pasal 3 ayat (5) alinea 3 berbunyi, sesudah itu keputusan dapat dijalankan menurut aturan-aturan menjalankan keputusan Sipil Pengadilan Negeri (Peraturan Pemerintah No. 45/1957 pasal 4 ayat (5) dan pasal-pasal lain yang berhubungan). 3. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1980 yang disempurnakan pasal 5 dinyatakan bahwa permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan eksekusi. 4. SEMA No. 4 Tahun 1975 menyatakan bahwa penyanderaan ditujukan pada orang yang sudah tidak mungkin lagi dapat melunasi hutanghutangnya dan kalau disandera dan karena itu kehilangan kebebasan

bergerak, ia tidak lagi ada kesempatan untuk berusaha mendapatkan uang atau barang-barang untuk melunasi hutangnya. 5 C. Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap Ada pendapat Djazuli Bachir SH yang mengatakan bahwa ada 3 (tiga) kekuatan yang melekat pada suatu Putusan Pengadilan yakni Kekuatan Masyarakat, Kekuatan Pembuktian dan Kekuatan Eksekusi atau jelasnya merupakan kekuatan untuk merealisasi Putusan Pengadilan karena memakai irahirah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa... 6 Dengan demikian, yang diartikan dengan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap (in kracht van gewijsde) adalah suatu Putusan Pengadilan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk dibatalkan dengan upaya hukum verzet, banding atau kasasi. Adanya upaya hukum luar biasa yang disebut derden verzet atau Permohonan Peninjauan Kembali adalah ditujukan kepada suatu Putusan Pengadilan yang sebenarnya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde). 5 Djazuli Bachir, SH Eksekusi Putusan Perkara Perdata: Segi Hukum dan Penegakan Hukum, Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta, Hal. 13-19. 6 Ibid, Hal. 21.