RENCANA STRATEGIS

dokumen-dokumen yang mirip
V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, SDA dan LH Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

SAMBUTAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

PELAKSANAAN RPJMN BIDANG SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DAN DUKUNGAN RISET

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA KEDAULATAN ENERGI

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN DAN POSISI IPTEK HASIL LITBANG KEHUTANAN DI ERA PEMERINTAHAN BARU

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN

LAPORAN KINERJA. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Membangun Kedaulatan Energi Nasional

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

RPJMN dan RENSTRA BPOM

BAPPEDA Planning for a better Babel

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

BAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN

Versi 27 Februari 2017

VI. SIMPULAN DAN SARAN

PERTEMUAN MULTILATERAL I PENYUSUNAN RKP 2017 KEDAULATAN ENERGI

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin)

LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN. Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu. Jaminan pasokan energi

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Kondisi umum Tujuan dan Sasaran Strategi 1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Pelaksanaan EITI (Extractive Industries Transparency Initiative) di Indonesia. Sekretariat EITI Indonesia 8 Oktober 2015

BAB II PERENCANAAN KINERJA

REVITALISASI KEHUTANAN

Jakarta, 10 Maret 2011

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

Disampaikan oleh: MENTERI DALAM NEGERI TJAHJO KUMOLO KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Yogyakarta, 7 Maret 2016

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

Kedaulatan Energi dan Ketenagalistrikan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH

PAPARAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

PERAN GEOLOGI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SAMBUTAN/PENGARAHAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA MUSRENBANG RKPD PROVINSI JAMBI TAHUN 2016

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Kebijakan Bioenergi, Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Iman Sugema. Membangun Ekonomi Mandiri & Merata

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

Transkripsi:

RENCANA STRATEGIS 2015-2019 DEPUTI BIDANG KOORDINASI PENGELOLAAN ENERGI, SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

DAFTAR ISI PENDAHULUAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR Halaman i ii iii iv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Kondisi Umum 1 1.2 Potensi dan Permasalahan 5 BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN 12 2.1 Visi dan Misi 13 2.2 Tujuan 13 2.3 Sasaran Strategis 13 BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA 16 KELEMBAGAAN 3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 16 3.2 Arah Kebijakan Kedeputian Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan 16 Lingkungan Hidup 3.3 Kerangka Regulasi 17 3.4 Kerangka Kelembagaan 18 BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN 19 4.1 Target Kinerja 19 4.2 Kerangka Pendanaan 19 BAB V PENUTUP 21 Lampiran 1 Matriks Kinerja dan Pendanaan Lampiran 2 Matriks Kerangka Regulasi i

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Sasaran RPJMN 2015-2019 Bidang Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Halaman Tabel 1.2 Produksi Minyak, Gas Bumi dan Batubara 9 Tabel 3.1 Sasaran Strategis dan Kinerja Deputi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 2015-2019 5 15 ii

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Peta Sasaran Strategis Deputi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup 2015-2019 Halaman 14 iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Kondisi Umum Peran sumber daya alam dan lingkungan hidup sangat strategis dalam mengamankan kelangsungan pembangunan dan keberlanjutan kehidupan bangsa dan negara. Bidang ini menjadi tulang punggung kehidupan sebagai penyedia pangan, energi, air dan penyangga sistem kehidupan berupa kualitas lingkungan hidup untuk kesehatan kehidupan bangsa dan keberlanjutan kehidupan generasi mendatang. Sesuai dengan amanah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup menjadi modal utama pembangunan untuk meningkatkan daya saing ekonomi berbasis sumber daya alam dan lingkungan hidup. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi namun tetap menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup diperlukan peningkatan kualitas lingkungan hidup dan penggalian potensi baru dalam pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Salah satu misi yang hendak dilaksakanakan dalam pembangunan nasional adalah mewujudkan Indonesia asri dan lestari dengan memperbaiki pengelolaan pembangunan untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan; memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan, memberikan keindahan dan kenyamanan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal pembangunan. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014, prioritas nasional ketahanan energi adalah untuk menjamin kelangsungan pertumbuhan nasional melalui restrukturisasi kelembagaan dan optimalisasi pemanfaatan energi secara menyeluruh. Isu utama yang perlu dijawab adalah ketahanan energi, yaitu dapat memberikan ketersediaan energi bagi Negara dan masyarakat melalui berbagai sumber energi dengan tidak menggantungkan diri terhadap minyak bumi semata-mata. Ketergantungan tinggi pada minyak bumi membuat ketahanan energi nasional rentan terhadap ketersediaan dan harga minyak bumi. Kebutuhan sumber daya alam energi sampai saat ini terus meningkat sebesar 7% pertahun seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan jumlah dan pendapatan penduduk. Pada Tahun 2013, produksi minyak bumi mencapai 824 Setara Barel Minyak (SBM). Ketergantungan penyediaan energi masih bertumpu pada minyak bumi dan masih memberi kontribusi sebesar 49,7% dari total kebutuhan, sedangkan energi baru dan terbarukan sebesar 5,7%. Sementara kontribusi penerimaan minyak dan gas bumi terhadap PDB rata-rata sebesar 7,8% pada periode Tahun 2010-2013. Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain maka dalam rangka meningkatkan pemanfaatan bahan bakar nabati/bbn pemerintah telah mengatur peningkatan pemanfaatan bahan bakar nabati untuk semua konsumen pengguna jenis bahan bakar minyak tertentu. Oleh karena itu telah direkomendasikan mandatori pemanfaatan biodiesel pada tahun 2014 sebesar 10% untuk sektor transportasi PSO, Non PSO maupun industri sebesar 20% untuk 1

pembangkit listrik. Kebijakan mandatori merupakan upaya yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil khususnya BBM, mengembangkan industri BBN dalam negeri sehingga memberikan nilai tambah pada perekonomian, mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat pembakaran energi fosil, serta untuk mengurangi impor BBM yang semakin meningkat (penghematan devisa akibat pengurangan impor BBM). Implementasi kebijakan mandatori yang juga merupakan penciptaan pasar BBN di dalam negeri ditunjukkan oleh peningkatan produksi dan pemanfaatan BBN di dalam negeri yang signifikan dari tahun 2009 hingga 2014. Dalam pengembangan Bahan Bakar Gas (BBG) yang dilakukan untuk sektor transportasi Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 64 tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan harga BBG untuk transportasi jalan. Tantangan dalam pengembangan BBG terutama adalah terbatasnya infrastruktur gas, keterbatasan lahan untuk stasiun pengisian BBG maupun jaringan pendukung lainnya. Sampai dengan tahun 2014 terdapat 69 SPBG dan 8 MRU yang tersebar di beberapa kota di Indonesia antara lain: Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Bogor, Palembang, Surabaya, Balikpapan. Potensi sumber energi alternatif gas non konvensional yaitu shale gas (gas serpih) yang berdasarkan penelitian Indonesia mempunyai potensi besar yang diperkirakan mencapai 574,07 TCF yang tersebar pada 14 cekungan. Kebijakan untuk pengembangan minyak dan gas konvensional telah diatur melalui Peraturan Menteri ESDM No. 5/2012 tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional. Pada tahun 2013 telah ditandatangani KKS Migas Non Konvesional pertama yaitu untuk pengembangan shale gas di Wilayah Sumatera Bagian Utara. Selain itu, PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui anak perusahaannya PT. Saka Energi Indonesia juga telah turut serta dalam pengelelolaan shale gas di Amerika. Pemerintah bersama dengan perguruan tinggi saat ini sedang melakukan studi potensi shale gas di 13 wilayah yaitu di : Sumatera 7 wilayah, Kalimantan 5 wilayah dan Jawa 1 wilayah (Cepu). Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW Tahap I dan II (Fast Track Program, FTP I dan II) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi kekurangan pasokan tenaga listrik guna menopang kegiatan ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi tetap dapat dipertahankan. Per Desember 2014, dari 34 proyek dengan total kapasitas 9.927 MW baru diselesaikan 14 proyek dengan total kapasitas sebesar 6.727 MW atau baru 67,76% dari total proyek. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gangguan Keamanan dalam Negeri Tahun 2014, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ditunjuk sebagai Penanggung Jawab Rencana Aksi sebagai berikut: Rencana Aksi-17 (RA-17) yaitu Peningkatan Pengawasan Terhadap Perusahaan dalam Pelaksanaan Corporate Social Responsibility; Rencana Aksi-18 (RA-18) yaitu Sosialisasi dan Implementasi SOP Penanganan Permasalahan Dalam Pengelolaan Agraria dan SDA; Rencana Aksi-60 (RA-60) yaitu Penyelesaian Konflik Sosial Menonjol Berlatar Belakang Lahan/SDA Berskala Nasional/Lintas Kewenangan Mulai Tahun 2014; Rencana Aksi-63 (RA-63) yaitu Penyelesaian Konflik Sosial Menonjol Berlatar Belakang Industrial Berskala Nasional/Lintas Kewenangan Mulai Tahun 2014. Pemanfaatan panas bumi hanya 1,3 GW dari potensi sebesar 29 GW atau hanya 4,6%, dan oleh karenanya diperlukan upaya percepatan pengembangan panas bumi di Indonesia, antara lain dengan melakukan revisi terhadap UU Nomor 27 Tahun 2003 dengan mengundangkan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Panas Bumi. Beberapa rekomendasi yang menjadi perbedaan substansi antara kedua Undang-Undang yang mengatur tentang panas bumi tersebut, yaitu: (i) Menghilangkan istilah pertambangan/penambangan dalam kegiatan usaha panas bumi, sehingga pengusahaan panas bumi dapat dilakukan di hutan produksi, lindung dan konservasi; (ii) 2

Pemanfaatan langsung energi panas bumi merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota; (iii) Pemanfaatan tidak langsung energi panas bumi sebagai pembangkit listrik merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota, sehingga Izin Panas Bumi, lelang, pembinaan dan pengawasan merupakan kewenangan pemerintah pusat; (iv) Untuk WKP yang mempunyai potensi kecil dan tidak menarik bagi investor, dilelang tidak ada peminat maka Pemerintah dapat menugaskan BUMN atau BLU; (v) Pengaturan pengalihan kepemilikan saham dapat dilakukan setelah selesai eksplorasi; dan (vi) Pengaturan pemberian Bonus Produksi (Production Bonus) yang didasarkan pada persentase pendapatan kotor sejak unit pertama berproduksi. Untuk mengatur pelaksanaan UU Nomor 21 Tahun 2014 tersebut, maka saat ini sedang disusun Rancangan Peraturan Pemerintah untuk mengatur : 1) pemanfaatan langsung panas bumi, 2) pemanfaatan tidak langsung panas bumi, dan 3) bonus produksi pengusahaan panas bumi. Untuk menindaklanjuti amanat UU No. 4 tahun 2009 khususnya terkait dengan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral tersebut, maka pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Berdasarkan peraturan ini maka setiap perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK)/Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib melakukan peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Hal ini diharapkan meningkatkan industri berbasis mineral logam, sehingga berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Peraturan Pemerintah ini telah dilakukan perubahan beberapa kali dan terakhir perubahan ke tiga dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pembahasan revisi Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) sudah dimulai sejak tahun 2009. Kebijakan Energi Nasional (KEN) disusun dengan tujuan sebagai pedoman untuk memberi arah pengelolaan energi nasional guna mewujudkan kemandirian energi nasional dan ketahanan energi untuk mendukung pembangunan nasional berkelanjutan. Kebijakan penting dalam Rancangan KEN adalah perubahan paradigma pengelolaan energi nasional, yang menempatkan sumber daya energi sebagai modal pembangunan nasional, bukan hanya sebagai komoditi. Dalam Kebijakan Energi Nasional tersebut juga mendorong pengembangan energi baru terbarukan sehingga ditargetkan peran energi baru terbarukan mencapai 23% terhadap bauran energi nasional pada tahun 2025 dan menjadi 31% pada tahun 2050. Sektor industri ekstraktif menopang hampir 30% dari penerimaan negara setiap tahunnya. Penerimaan Migas ini terdiri dari PPh Migas, PNBP Migas, serta selisih harga DMO dengan fee kontraktor pada kegiatan hulu Migas. Sementara penerimaan subsektor Pertambangan Umum terdiri dari pajak pertambangan umum dan PNBP Pertambangan umum. Mengingat peran pentingnya bagi penerimaan negara, maka sumberdaya ekstraktif migas dan tambang harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas di sektor ini adalah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara/Daerah yang diterima dari Industri Ekstraktif Migas dan Minerba pada tanggal 23 April 2010. Tim Pengarah diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan 5 pejabat setingkat menteri, sementara Tim Pelaksana beranggotakan 9 pejabat setingkat Deputi atau Direktur Jenderal. Di dunia internasional, bentuk inisiatif ini dikenal sebagai Extractive Industries Transparency Initiative (EITI). EITI merupakan standar sukarela yang independen, disepakati secara internasional, untuk menciptakan transparansi dalam industri ekstraktif. 3

Sejak bergabung dalam suatu standar global transparansi industri ekstraktif pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2104, Tim Transparansi Industri Ekstraktif telah mempublikasikan dua laporan EITI. Laporan Pertama mencakup tahun kalender 2009 dipublikasikan pada tahun 2013, sedangkan setahun kemudian terbit Laporan Kedua yang mencakup tahun kalender 2010 dan 2011. Laporan Kedua ini yang mengantarkan Indonesia menyandang status compliant country dalam rapat dewan EITI di Myanmar pada 15 Oktober 2014. Namun, pada tahun 2014 status compliant country Indonesia untuk sementara waktu ditunda (suspended) karena sampai akhir tahun 2014 belum menyampaikan laporan tahun kalender 2012. Untuk mengembalikan Indonesia sebagai compliant country kembali dan mencabut status suspended tersebut, tim transparansi industri ekstraktif berupaya keras untuk dapat menerbitkan laporan EITI Indonesia ketiga yang mencakup tahun kalender 2012-2013 sebelum tahun 2015 berakhir. Arah kebijakan umum Pembangunan Nasional 2015-2019 dalam bidang pengelolaan energi, sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah peningkatan pengelolaan dan nilai tambah sumber daya alam mencakup peningkatan produktivitas sumber daya hutan, mengoptimalkan nilai tambah dalam pemanfaatan sumber daya mineral dan tambang lainnya, meningkatkan produksi dan ragam bauran sumber daya energi, meningkatkan efisiensi dan pemerataan sumber daya energi, mempercepat penyediaan infrastruktur kelistrikan, menjamin ketahanan energi untuk mendukung ketahanan nasional, meningkatkan efektivitas pengelolaan dan pemanfaatan keragaman hayati Indonesia yang sangat kaya, meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan penanganan perubahan iklim. Norma Pembangunan yang diterapkan dalam RPJMN 2015-2019 menekankan bahwa aktivitas pembangunan tidak boleh merusak, menurunkan daya dukung lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Sementara itu, salah satu dimensi pembangunan sektor unggulan pembangunan nasional adalah dengan prioritas kedaulatan energi dan ketenagalistrikan yang dilakukan dengan memanfaatkan sebesar-besarnya sumber daya energi (gas, batubara, dan tenaga air) dalam negeri. Sasaran utama penguatan ketahanan energi yang akan dicapai dalam kurun waktu 2015-2019 adalah: menguatnya ketersediaan energi primer dari produksi minyak bumi yang didukung oleh produksi gas bumi dan batubara, meningkatnya pemanfaatan sumber energi primer untuk penggunaan di dalam negeri, terpenuhinya rasio elektrifikasi mencapai 96,6 persen. Dalam kaitannya dengan perubahan iklim, Indonesia merupakan salah satu negara yang tidak diwajibkan menentukan target penurunan emisi gas rumah kaca secara kuantitatif. Namun, Indonesia secara sukarela telah memberikan komitmen penurunan emisi gas rumah kaca. Komitmen ini dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional penurunan gas rumah kaca (RAN GRK) melalui Perpres No. 61/2011 dan 33 Rencana Aksi Daerah (RAD GRK) yang ditetapkan melalui peraturan gubernur. Langkah penurunan emisi diiringi dengan langkah adaptasi yang rencana aksinya sudah selesai disusun pada tahun 2013. Rencana pelaksanaan rencana mitigasi dan rencana adaptasi perubahan iklim pada berbagai bidang terkait dituangkan di dalam program lintas bidang dalam RPJMN 2015-2019 dengan target penurunan emisi GRK sekitar 26 persen pada tahun 2019 dan peningkatan ketahanan perubahan iklim di daerah. Sasaran bidang pengelolaan energi, sumber daya dan lingkungan hidup disajikan pada tabel 1.1. 4

Tabel 1.1 Sasaran RPJMN 2015-2019 Bidang Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Sasaran Pembangunan Baseline 2014 Baseline 2019 Produksi Sumber Daya Energi Minyak Bumi (ribu SBM/hari) 818 700 Gas Bumi (ribu SBM/hari 1.224 1.295 Batubara (juta ton) 421 400 Penggunaan Dalam Negeri (DMO) Gas Bumi DN 53% 64% Batubara 24% 60% Listrik Kapasitas pembangkit (GW) 50,7 86,6 Rasio elektrifikasi (%) 81,5 96,6 Konsumsi Listrik Perkapita 843KWh 1.200KWh Infrastruktur Energi Pembangunan FSRU (unit) 2 7 Jaringan pipa gas (km) 11.960 18.322 Pembangunan SPBG (unit) 40 118 Jaringan gas kota (sambungan rumah) 200 ribu 1,1 juta Pembangunan kilang minyak (unit) - 1 Intensitas Energi Primer (Penurunan 1% per tahun) (SBM) 487,0 463,2 Elastisitas Energi 1,3 Kehutanan Pembentukan operasionalisasi KPH Lindung (unit) 40 182 Pembentukan operasionalisasi KPH Produksi (unit) 80 347 Produksi kayu bulat Hutan Alam (juta m 3 ) 5,6 6,0 Produksi kayu bulat Hutan Tanaman (juta m 3 ) 26 35 Produksi kayu bulat Hutan Rakyat (juta m 3 ) 15 22 Nilai Eksport Produk Kayu (USD miliar) 6,9 9,3 Peningkatan produksi dan ragam HHBK (%) 4 20 Peningkatan Akses HKm dan Hutan Desa (unit) 100 500 Berkurangnya luasan lahan kritis melalui rehabilitasi di KPH 500.000 ha 5,5 juta ha (kumulatif) Tambahan Rehabilitasi Hutan 2 juta ha (dalam/luar kawasan) 750 ribu ha (dalam kawasan) Lingkungan Hidup Emisi Gas Rumah Kaca 15,5% ~ 26% Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) 63,0-64,0 66,5-68,5 Sumber: RPJMN 2015-2019 1.2. Potensi dan Permasalahan Minyak dan Gas Bumi. Indonesia memiliki potensi hidrokarbon di 60 cekungan sedimen. Bahkan hasil penelitian Badan Geologi terakhir diidentifikasi cekungan migas sebanyak 128 cekungan. Cadangan terbukti minyak bumi tahun 2014 sebesar 3,6 miliar barel dan dengan tingkat produksi saat ini maka usianya sekitar 13 tahun. Sedangkan cadangan terbukti gas bumi tahun 2014 sebesar 100,3 TCF dan akan bertahan selama 34 tahun. Usia cadangan migas, diasumsikan apabila tidak ada penemuan cadangan migas baru. 5

Coalbed Methane (CBM). Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman energi juga dianugerahi CBM sebagai salah satu unconventional gas. Unconventional gas merupakan sumber daya yang relatif masih sulit dan mahal untuk dikembangkan, namun potensinya biasanya lebih besar daripada conventional gas. Berdasarkan penelitian Ditjen Migas dan Advance Resources International, Inc. pada tahun 2003, sumber daya CBM Indonesia diperkirakan sekitar 453 TCF. Shale Gas. Hasil survei potensi yang dilakukan oleh Badan Geologi mencatat Shale Gas Resources pada cekungan sedimen utama Indonesia sebesar 574 TSCF, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Papua. Dalam mendorong pengembangan Shale Gas, telah diterbitkan Permen ESDM No. 5/2012 tentang tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional. Batubara. Berdasarkan data Badan Geologi KESDM tahun 2013 jumlah sumber daya batubara tercatat sebesar 120 miliar ton dan cadangan 31 miliar ton atau 26% dari jumlah sumber daya. Penemuan cadangan batubara meningkat tiap tahunnya dari tahun 2010 sebesar 21 miliar ton menjadi 31 miliar ton pada tahun 2013. Sumber daya batubara terutama tersebar di Sumatera Selatan dan Kalimantan. Sebagian besar dari sumberdaya batubara ini tergolong batubara berkalori rendah (low rank coal) atau lignitik. Jenis batubara ini memiliki kandungan kadar air total sebesar (30-40%) dan nilai kalor (<5.000 kcal/kg). Jumlah cadangan batubara Indonesia sangat kecil bila dibandingkan dengan cadangan batubara dunia. Berdasarkan data BP Statistical Review of World Energy 2013, besar cadangan batubara Indonesia hanya 0,6% cadangan dunia. Bila dibandingkan lagi dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 240 juta jiwa, maka cadangan batubara Indonesia per kapita akan lebih kecil lagi. Bandingkan misalnya dengan Australia yang memiliki cadangan batubara sebesar 8,9% dari cadangan dunia, sementara jumlah penduduknya hanya sekitar 23 juta jiwa. Data ini ingin menunjukkan bahwa penambangan batubara harus dilaksanakan seoptimal mungkin untuk memberikan manfaat yang lebih besar dan lebih lama buat Indonesia. Bila asumsi bahwa nilai produksi setiap tahun sama sekitar 435 juta ton, tanpa adanya temuan cadangan baru, maka secara ekonomis umur pengusahaan batubara masih dapat dimanfaatkan sampai 72 tahun yang akan datang. Panas Bumi. Indonesia memiliki sumber panas bumi yang sangat melimpah, tersebar sepanjang jalur sabuk gunungapi mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku serta merupakan potensi panas bumi terbesar di dunia. Mengacu pada hasil penyelidikan panas bumi yang telah dilakukan oleh Badan Geologi, hingga tahun 2013 telah teridentifikasi sebanyak 312 titik potensi panas bumi. Adapun total potensi panas buminya sebesar 28.910 MW dengan total cadangan sekitar 16.524 MW. Namun, kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi (PLTP) hingga tahun 2014 baru mencapai 1.403,5 MW atau sebesar 4,9% dari potensi yang ada. Sedangkan Filipina meskipun potensinya lebih kecil namun pemanfaatan potensi panas buminya mencapai 46,2%. Potensi panas bumi Indonesia tersebut merupakan nomor 2 terbesar di dunia (13% potensi dunia). Namun, kapasitas terpasang PLTP Indonesia merupakan nomor 3 terbesar di dunia. Dunia baru memanfaatkan 10,4% (10,8 GW) dari potensi panas bumi yang ada (103,6 GW). Energi Baru dan Terbarukan. Selain itu, Indonesia juga memiliki sumber energi terbarukan yang belum dimanfaatkan secara optimal yaitu biomassa (bahan bakar nabati, BBN), air, matahari, dan angin. Total potensi BBN Indonesia saat ini sekitar 32.654 MW, sementara pemanfaatannya sebesar 1.716 MW atau masih sekitar 5% dari total potensi. Sedangkan potensi tenaga air untuk PLTA dan PLTMH tersebar di Indonesia dengan total perkiraan sampai 75.000 MW, sementara pemanfaatannya masih sekitar 9% dari total potensi. Selain itu, Potensi energi angin yang sudah dilakukan preleminary study tersebar di pulau Jawa dan Sulawesi sekitar 950 MW. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari berbagai lokasi di Indonesia menunjukkan sumber daya 6

energi surya Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan wilayah yaitu kawasan barat dan timur Indonesia. Sumber daya energi surya kawasan barat Indonesia (4,5 kwh/m 2 /hari) dengan variasi bulanan sekitar 10%, dan kawasan timur Indonesia 5,1 kwh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9% serta rata-rata Indonesia 4,8 kwh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Potensi energi panas matahari di Indonesia sekitar 4,8 kwh/m²/hari atau setara dengan 112 ribu GWp. Namun, saat ini energi matahari yang sudah dimanfaatkan hanya sekitar 49 MWp. Ini berarti, potensi energi matahari yang sudah dimanfaatkan masih jauh dari angka 1%. Sumber Daya Alam Mineral. Selain memiliki beragam sumber energi, Indonesia juga memiliki potensi sumber daya alam mineral yang sangat beragam dan cukup besar potensinya. Sebelum tahun 2014, ekspor mineral mentah dapat dilakukan secara leluasa sehingga tidak terjadi peningkatan nilai tambah mineral. Industri pengolahan dan pemurnian dalam negeri tidak berkembang. Namun, sejak 2014 mulai diberlakukan pembatasan ekspor mineral dan komitmen pembangunan smelter, meskipun berdampak pada menurunnya produksi mineral dan penerimaan negara, namun cadangan mineral tersebut lebih bisa dikonservasi. Sumber Daya Hayati. Sementara itu, sebagai sumber daya hayati, hutan Indonesia merupakan hutan tropis yang terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo. Dengan luas 1.860.359,67 km 2 daratan, 5,8 juta km wilayah perairan dan 81.000 km garis pantai, Indonesia ditempatkan pada urutan kedua setelah Brazil dalam hal tingkat keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi Indonesia meliputi: 10 persen spesies tanaman berbunga, 12 persen spesies mamalia, 16 persen spesies reptil dan amfibi, 17 persen spesies burung, 1 serta 25 persen spesies ikan yang terdapat di dunia. Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat berlipat ganda, baik manfaat yang secara langsung maupun manfaat secara tidak langsung. Manfaat hutan secara langsung adalah sebagai sumber berbagai jenis barang, seperti kayu, getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh manusia atau menjadi bahan baku berbagai industri yang hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi hampir semua kebutuhan manusia. Manfaat hutan yang tidak langsung meliputi: sumber keanekaragaman hayati (biodiversity) yang terbesar di dunia meliputi flora dan fauna; mempunyai peran esensial dalam lingkungan regional dan global yang tidak ternilai, baik sebagai pengatur iklim, penyerap CO 2 serta penghasil oksigen; memiliki fungsi hidrologi yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia di sekitar hutan dan plasma nutfah yang dikandungnya; sumber bahan obat-obatan; ekoturisme; sumber genetik yang hampir-hampir tidak terbatas, dan lain-lain. Pembangunan ekonomi Indonesia sampai saat ini masih bertumpu pada sumbangan sumber daya alam, yakni sebesar kurang lebih 25% Produk Domestik Bruto (PDB), khususnya minyak, sumber daya mineral, dan hutan, menyebabkan deplesi sumber daya alam dan degradasi lingkungan. Di sisi lain, kualitas lingkungan hidup yang dicerminkan pada kualitas air, udara dan lahan juga masih rendah. Untuk itu, pertumbuhan ekonomi yang terus ditingkatkan harus dapat menggunakan sumber daya alam secara efisien agar tidak menguras cadangan sumber daya alam, dipergunakan untuk mencapai kemakmuran yang merata, tidak menyebabkan masalah lingkungan hidup, sehingga dapat menjaga kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Di sektor energi, permasalahan yang dihadapi dalam 5 tahun kedepan adalah terbatasnya pasokan energi primer, sehingga perlu dilakukan optimalisasi dari kemampuan pasokan yang ada, termasuk optimalisasi penggunaan gas dan batubara serta meningkatkan kontribusi sumber energi baru dan terbarukan Termasuk Bahan Bakar Nabati (BBN) dan panas bumi. Selain itu dari sisi pemanfaatannya perlu terus meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Permasalahan lainnya dalam 7

mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya energi untuk pembangunan adalah peningkatan nilai tambah di dalam negeri dan pengelolaan secara berkelanjutan. Jumlah energi yang dibutuhkan selama lima tahun mendatang diperkirakan akan meningkat dengan laju pertumbuhan masingmasing sebesar 5-6 persen untuk energi primer, dan 7-8 persen per tahun untuk energi final. Meningkatnya kebutuhan energi ini menuntut tersedianya sumber daya dan cadangan energi yang cukup serta infrastruktur energi yang memadai. Selain itu, harga energi perlu disesuaikan untuk menjamin ketersediaan pasokan energi dengan tidak mengganggu kemampuan daya beli masyarakat. Ketergantungan terhadap minyak bumi perlu dikurangi sehingga bauran energi menjadi lebih sehat dengan memaksimalkan penggunaan energi terbarukan dan mengoptimalkan pemanfaatan gas alam. Konsumsi energi juga perlu dikelola dengan baik sehingga pemborosan serta jumlah emisi dapat dikurangi. Industri minyak bumi nasional sudah tua, lebih dari 100 tahun, dan produksinya semakin menurun. Setelah Indonesia merdeka, puncak produksi minyak terjadi sebanyak 2 kali, yaitu pada tahun 1977 dan 1995 yaitu masing-masing sebesar 1,68 juta barrel per day (bpd) dan 1,62 juta bpd. Setelah tahun 1995, produksi minyak Indonesia rata-rata menurun dengan natural decline rate sekitar 12%. Namun sejak tahun 2004 penurunan produksi minyak dapat ditahan dengan decline rate sekitar 3% per tahun. Pada tahun 2014, produksi minyak bumi hanya sekitar 789 ribu bpd atau menurun menjadi 96% dibandingkan tahun 2013 sebesar 824 ribu bpd. Penurunan produksi tersebut, selain disebabkan karena usia lapangan minyak Indonesia yang sudah tua, juga karena adanya kendala teknis seperti unplanned shutdown, kebocoran pipa, kerusakan peralatan, kendala subsurface dan gangguan alam. Selain itu, terdapat kendala non teknis terjadi seperti perizinan, lahan, sosial dan keamanan. Untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah dan BBM, dilakukan melalui impor dikarenakan kapasitas produksi minyak mentah dan kilang BBM di dalam negeri yang terbatas. Pada tahun 2013, kebutuhan BBM Indonesia tercatat sebesar 1,3 juta barrel per day (bpd) namun kapasitas kilang minyak Indonesia sebesar 1,167 juta bpcd dan hanya dapat menghasilkan produksi BBM sekitar 650 ribu bpd. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, diperlukan impor BBM sekitar 600 ribu bpd dengan nilai lebih dari Rp. 1 triliun per hari. Selain melakukan impor BBM, Indonesia juga melakukan impor minyak mentah sebagai input kilang minyak dalam negeri. Produksi minyak mentah Indonesia kurang dari 800 ribu bpd, tetapi tidak seluruhnya diolah di kilang minyak dalam negeri. Sekitar 40% produksi minyak mentah Indonesia diekspor karena tidak semua spesifikasi kilang minyak dalam negeri cocok untuk mengolah minyak mentah Indonesia. Indonesia masih cenderung boros dalam pemakaian energi. Ini dapat dilihat dari laju konsumsi BBM selama sepuluh tahun terakhir mencapai rata-rata di atas 6 persen per tahun. Laju ini termasuk tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara yang rata-rata hanya mencapai sekitar 1 persen per tahun dan dunia sekitar 1,8 persen per tahun. Penggunaan BBM ternyata tidak sernata-mata untuk tujuan produktif, tetapi telah menjurus konsumtif dan bersifat pemborosan. Boros dan tidak efisiennya penggunaan energi ini juga menjadi salah satu masalah dalam pembangunan energi. 8

Tabel 1.2. Produksi Minyak, Gas Bumi dan Batubara No Jenis Komoditas Satuan Tahun 2011 2012 2013 2014 1 Minyak Bumi MBOPD 902 860 824 794 2 Gas Bumi MBOEPD 1.503 1.455 1.451 1.218 3 Batubara Ton 353 407 421 435 Sumber : Kementerian ESDM, 2015 Cadangan penyangga dan operasional Minyak Mentah, BBM dan LPG masih sangat terbatas. Penyediaan energi nasional saat ini belum mempertimbangkan perlunya ketersediaan cadangan BBM dan LPG jika terjadi krisis atau kelangkaan energi. Kapasitas penyimpanan saat ini adalah sebesar 6,7 juta KL untuk BBM dan 420 ribu Metric Ton (MT) untuk LPG. Cadangan yang ada berupa cadangan operasional minyak mentah dengan fasilitas penyimpanan (storage) atau penimbunan (stock) untuk 17 hari, cadangan operasional BBM untuk 21-23 hari, dan cadangan LPG untuk 17 hari. Untuk meningkatkan kehandalan dalam pasokan energi, diperlukan sekurang-kurangnya cadangan operasional dengan kapasitas fasilitas penyimpanan atau penimbunan BBM dan LPG selama 30 hari. Sumber daya mineral yang selama ini diekspor dalam bentuk mentah, perlu ditingkatkan nilai tambahnya secara bertahap, agar memperluas basis perekonomian nasional dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Ekspor bahan mentah telah berlangsung lama (bijih bauksit sejak 1938 tanpa mampu diolah hingga 2013). Indonesia eksportir timah terbesar di dunia berabad abad lamanya, baru saat ini mampu membangun industri berbasis timah dengan berbagai variasi produk. Indonesia pengekspor bijih nikel terbesar (60 juta di tahun 2013), namun hanya PT. Antam (Persero), Tbk dan PT. Vale Indonesia yang baru memurnikannya. UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan mandat mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri dari kekayaan mineral dan batubara dengan terus meningkatkan nilai tambahnya. Dengan demikian, pengembangan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral wajib untuk ditingkatkan mulai tahun 2014. Penggunaan gas bumi juga terus mengalami kenaikan. Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) serta harga gas yang relatif rendah, dibandingkan dengan BBM, telah memicu konsumsi gas secara signifikan. Selain itu, peningkatan konsumsi juga dipicu oleh peningkatan permintaan untuk industri pupuk yang peningkatannya mencapai 12 persen per tahun dan untuk sektor industri manufaktur sebesar 8 persen per tahun. Meskipun permintaannya meningkat, pasokan gas ke industri dalam negeri terkendala oleh keterbatasan kapasitas infrastruktur gas, yakni pipa transmisi dan distribusi gas, serta fasilitas/terminal regasifikasi. Fasilitas atau terminal penerima dan regasifikasi LNG masih belum terbangun sesuai dengan kebutuhan sehingga pasokan gas dalam negeri terkendala. Permintaan tenaga listrik dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 10,1% per tahun. Sementara itu, pengembangan sarana dan prasarana ketenagalistrikan hanya dapat memenuhi pertumbuhan listrik sekitar 7% per tahun. Ketidakseimbangan antara permintaan dengan penyediaan tenaga listrik tersebut, mengakibatkan kekurangan pasokan tenaga listrik di beberapa daerah terutama di luar sistem kelistrikan Jawa- Madura-Bali (JAMALI) tidak dapat dihindari. 9

Beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam rangka peningkatan ketahanan dan kemandirian energi adalah: (1) menurunnya produksi minyak bumi, karena sebagian besar sumur-sumur yang beroperasi saat ini adalah sumur tua, sedangkan kegiatan eksplorasi baru terkendala oleh tingginya biaya eksplorasi mengingat lapangan baru umumnya terletak di kawasan laut dalam; (2) meningkatnya kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) tanpa di imbangi oleh kenaikan produksi BBM di dalam negeri karena kapasitas kilang terbatas, sehingga berakibat impor BBM terus mengalami kenaikan; dan (3) tersendatnya ketersediaan gas untuk pembangkit listrik dan industri di dalam negeri terutama disebabkan oleh adanya rantai perdagangan gas yang agak panjang menyebabkan harga gas dalam negeri melambung tinggi, infrastruktur yang terbatas, serta adanya kontrak jangka panjang untuk ekspor. Upaya penganekaragaman (diversifikasi) tidak dapat berjalan dengan baik apabila ketersediaan atau pasokan gas untuk kebutuhan dalam negeri terganggu. Sedangkan tantangan pemanfaatan energi terbarukan adalah bagaimana meningkatkan peran daerah dan masyarakat dalam ikut serta untuk membangun energi baru dan terbarukan. Pengelolaan energi baru dan terbarukan yang unitnya kecil dan tersebar secara luas pada seluruh wilayah Indonesia tidak memungkinkan untuk ditangani secara nasional. Tantangan lain dalam pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan adalah kecenderungan turunnya harga minyak dunia sehingga mendorong kembali peningkatan penggunaan energi fosil yang secara ekonomis lebih murah jika dibandingkan dengan penggunaan energi terbarukan yang relatif masih mahal. Sementara itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi namun tetap menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup diperlukan penggalian potensi baru dalam pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Potensi utama pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah peningkatan nilai tambah dari produksi pertambangan dan kehutanan. Potensi lain adalah mendorong tumbuhnya pengembangan ekonomi dari hasil konservasi dan perlindungan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti pengembangan manfaat ekonomi dari keanekaragaman hayati (bioresources) dan pengembangan manfaat ekonomi dari jasa lingkungan. Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang sudah menyumbang cukup signifikan pada perekonomian nasional, dihadapkan pada dampak pemanfaatan sumber daya alam terhadap kualitas lingkungan hidup. Selama ini konservasi dan perlindungan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang memberi manfaat jangka panjang masih sering dikalahkan dengan pemanfaatan jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini. Seiring dengan perkembangan pengetahuan, pemanfaatan ekonomi dari jasa lingkungan dan keanekaragaman hayati juga semakin berkembang. Untuk itu, ekonomi dan keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan merupakan potensi ekonomi yang besar untuk sumber pendapatan dan pertumbuhan berkelanjutan. Permasalahan di sektor kehutanan terutama adalah tata kelola hutan yang belum efektif dan efisien dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya hutan baik dari sisi ekonomi, sosial maupun lingkungan disebabkan tata kelola hutan yang baik masih belum berjalan. Di sisi lingkungan, kualitas sumber daya hutan juga semakin menurun. Diversifikasi produk diperlukan sehingga sumber daya hutan dapat dioptimalkan sebagai penyedia bioenergi untuk mendukung penyediaan energi terbarukan, pangan untuk mendukung ketahanan pangan, tanaman biofarma untuk mendukung pengembangan industri obat-obatan, serta serat sebagai bahan baku industri biotekstil dan bioplastik. Ketidakhadiran pengelola/kph ditingkat tapak menyebabkan sejumlah permasalahan yang tidak dapat segera ditangani, seperti illegal activities (logging, hunting, encroaching), pencurian plasma nutfah, kebakaran hutan dan lahan masih terus berlangsung di dalam kawasan hutan yang berdampak pada rusaknya ekosistem hutan. Permasalahan lain adalah rendahnya daya saing produk kehutanan disebabkan oleh belum 10

optimalnya pemanfaatan kawasan hutan produksi, belum optimalnya pemanfaatan potensi hutan produksi yang sudah dibebani hak, kurang berkembangnya industri primer hasil hutan, Kinerja ekspor belum optimal (hanya 4% dari total ekspor). Lebih lanjut penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam belum dapat dilakukan dengan optimal sehingga keberadaan kawasan konservasi belum berperan secara utuh dalam melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dan sekaligus meningkatkan kemakmuran masyarakat. Permasalahan lain yang dihadapi dalam penggunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah dampak perubahan iklim yang semakin terasa. Perubahan iklim yang berjalan lebih cepat dari dekade sebelumnya, disebabkan meningkatnya percepatan CO 2 di atmosfer bumi akibat pembakaran energi fosil, deforestrasi atau kerusakan hutan, serta proses industri, yang menimbulkan efek gas rumah kaca. Beberapa kajian menunjukkan terjadinya bencana alam kekeringan dan banjir akibat perubahan iklim, sehingga memberi dampak terhadap berbagai sektor di Indonesia, seperti kesehatan, pertanian, dan perekonomian nasional. 11

BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN 2.1 Visi dan Misi Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah: Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi Pembangunan yaitu: 1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum. 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. 6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. 7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan Dimensi pembangunan sektor unggulan pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 memprioritaskan bidang : Kedaulatan pangan. Indonesia mempunyai modal yang cukup untuk memenuhi kedaulatan pangan bagi seluruh rakyat, sehingga tidak boleh tergantung secara berlebihan kepada negara lain. Kedaulatan energi dan ketenagalistrikan. Dilakukan dengan memanfaatkan sebesar-besarnya sumber daya energi (gas, batu-bara, dan tenaga air) dalam negeri. Kemaritiman dan kelautan. Kekayaan laut dan maritim Indonesia harus dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat. Pariwisata dan industri. Potensi keindahan alam dan keanekaragaman budaya yang unik merupakan modal untuk pengembangan pariwisata nasional. Sedangkan industri diprioritaskan agar tercipta ekonomi yang berbasiskan penciptaan nilai tambah dengan muatan iptek, keterampilan, keahlian, dan SDM yang unggul. Selanjutnya, untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan, dirumuskan sembilan agenda prioritas. Kesembilan agenda prioritas itu disebut NAWA CITA, yaitu: 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara. 2. Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. 4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. 12

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. 6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. 8. Melakukan revolusi karakter bangsa. 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia Dalam upaya percepatan pembangunan nasional demi terwujudnya Indonesia mandiri di bidang ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian fokus untuk memastikan terwujudnya pelaksanaan agenda prioritas 3, 6 dan 7, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Sesuai dengan fungsi yang diamanatkan pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, maka visi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian adalah: Terwujudnya Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pengendalian Pembangunan Ekonomi Yang Efektif dan Berkelanjutan Dalam rangka mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata yang sesuai dengan peran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang ditetapkan melalui misi: Menjaga dan Memperbaiki Koordinasi dan Sinkronisasi Penyusunan Kebijakan, Serta Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Perekonomian Berdasarkan dimensi pembangunan sektor unggulan pembangunan nasional tahun 2015-2019 yang memprioritaskan bidang kedaulatan energi dan ketenagalistrikan serta arah kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 untuk meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sumber daya alam yang berkelanjutan serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan penanganan perubahan iklim, maka dalam mendukung pencapaian visi dan misi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang pengelolaan energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. 2.2 Tujuan Berdasarkan tugas tersebut di atas, Deputi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup mempunyai tujuan yang hendak dicapai yaitu meningkatnya efektivitas koordinasi penyusunan kebijakan dan terlaksananya implementasi kebijakan di bidang pengelolaan energi, sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian Bidang Perekonomian. 2.3 Sasaran Strategis Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya maka Deputi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup memiliki 3 sasaran strategis yang hendak dicapai yaitu : 1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 2. Terwujudnya Pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 13

3. Meningkatnya pemahaman pemangku kepentingan terhadap kebijakan baru Extractive Industries Transparency initative (EITI). Gambar 3.1 Peta Sasaran Strategis Deputi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 2015-2019 14

Tabel 3.1 Sasaran Strategis dan Kinerja Deputi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 2015-2019 Sasaran Strategis/ Sasaran strategis (outcome) 1 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Persentase rancangan peraturan perundangundangan di bidang Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang diselesaikan Sasaran strategis (outcome) 2 Terwujudnya Pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Persentase kebijakan di bidang Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang terimplementasi Sasaran strategis (outcome) 3 Meningkatnya pemahaman pemangku kepentingan terhadap kebijakan baru Extractive Industries Transparency initative (EITI) Persentase pemahaman pemangku kepentingan terhadap kebijakan baru EITI Target 2015 2016 2017 2018 2019 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 90 90 90 90 90 15

BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA, REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN 3.1 Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam rangka mengemban tugas dan fungsi untuk melaksanakan arah kebijakan pembangunan nasional maupun program-program prioritas nasional dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkualitas dan berkelanjutan, dengan melalui strategi koordinasi dan sinkronisasi, pengendalian, studi kebijakan/kajian/telaahan dan sosialisasi. Strategi tersebut merupakan langkah-langkah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendorong peningkatan kinerja sektor/lintas sektor menjadi lebih optimal baik dalam pelaksanaan program/kegiatan sektor atau lintas sektor menjadi lebih efektif dan efisien. Meningkatnya pengelolaan sektor/lintas sektor dimaksud diharapkan dapat memberikan manfaat peningkatan produktivitas bagi sektor/lintas sektor bidang perekonomian, sehingga pada akhirnya dengan tercapainya target-target sektor/lintas sektor secara akumulatif memberikan kontribusi dampak terhadap keberhasilan akan terwujudnya sasaran pembangunan ekonomi yang madiri dan berdaya saing sebagaimana tertuang pada RPJMN 2015-2019 dapat dicapai. Adapun kebijakan prioritas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan Koordinasi kebijakan Kredit Usaha Rakyat; 2. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Pengendalian Inflasi; 3. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Kedaulatan Pangan dan Pertanian; 4. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Ketahanan Energi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara Berkelanjutan; 5. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Sistem Logistik Nasional (Sislognas); 6. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Fasilitasi Peraturan Daerah; 7. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan UMKM berbasis Teknologi; 8. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Peningkatan Investasi; 9. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Pengembangan Industri; 10. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Peningkatan Ekspor; 11. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Prioritas; 12. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan ASEAN Economic Community (AEC); 13. Meningkatkan Koordinasi Kebijakan Pengembangan KEK. Adapun strategi yang digunakan untuk mewujudkan pembangunan di bidang perekonomian, adalah sebagai berikut: 1. Mendahulukan penanganan terhadap prioritas kegiatan yang tercantum dalam Nawacita; 2. Mengedepankan kepentingan yang berdampak pada masyarakat luas dalam pengambilan keberpihakan dalam koordinasi dan sinkronisasi; 3. Mengantisipasi potensi deviasi atas realisasi kegiatan yang targetnya telah disepakati antar Kementerian/Lembaga. 3.2 Arah Kebijakan dan Strategi Deputi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Sebagaimana telah ditetapkan dalam arah kebijakan dan strategi Kemenko Perekonomian, maka arah kebijakan dan strategi Deputi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 16

dalam rangka meningkatkan Koordinasi Kebijakan Ketahanan Energi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara Berkelanjutan dilakukan melalui strategi koordinasi dan pengendalian kebijakan di Bidang Produktivitas Energi, Infrastruktur Energi, Industri Ekstraktif, Tata Kelola Kehutanan dan Pelestarian Lingkungan Hidup dalam hal : 1. Meningkatkan diversifikasi pemanfaatan energi dan mempertahankan produksi minyak dan gas bumi yang didukung dengan sarana prasarana memadai serta teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan serta pemerataan dalam pemanfaatan energi meliputi: peningkatan pasokan energi primer, penyediaan infrastruktur energi, pemanfaatan batubara kalori rendah, pengelolaan energi yang lebih efisien, peningkatan bauran energi baru dan terbarukan, dan pengurangan subsidi energi. 2. Mempercepat pembangunan infrastruktur energi, infrastruktur kelistrikan serta, menjamin ketahanan energi untuk mendukung ketahanan nasional yang dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama pemerintah dan swasta. 3. Meningkatkan pengelolaan dan peningkatan nilai tambah sumber daya alam yang berkelanjutan dengan mengoptimalkan nilai tambah dalam pemanfaatan sumber daya mineral dan tambang lainnya, serta meningkatkan produksi dan ragam bauran sumber daya energi. 4. Meningkatkan kualitas tata kelola kehutanan (good forest governance), deregulasi dan debottlenecking peraturan perundang-undangan yang birokratis dan tidak pro investasi serta mendesentralisasikan keputusan kemitraan dalam pengelolaan kawasan hutan pada tingkat tapak, optimalisasi pemanfaatan sumber daya hutan sejak industri hulu hingga industri hilir dengan mengembangkan keterpaduan industri berbasis hasil hutan (forest based cluster industry), dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas industri hulu dan hilir untuk meningkatkan nilai tambah melalui aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Arah kebijakan kehutanan termasuk mempercepat kepastian status hukum kawasan hutan melalui inventarisasi sumber daya hutan, penyelesaian tata batas kawasan dan tata batas fungsi kawasan hutan dengan melibatkan semua stakeholders, percepatan penyelesaian pemetaan dan penetapan seluruh kawasan hutan, meningkatkan keterbukaan data dan informasi sumber daya hutan, dan mempermudah perizinan dalam melakukan investasi di sektor kehutanan. Berkaitan dengan peningkatan konservasi keanekaragaman hayati yaitu dengan memberikan kewenangan dan keleluasan bagi pengelola kawasan hutan konservasi di tingkat tapak untuk melindungi, meningkatkan kualitas habitat, mengawetkan spesies serta sumber daya genetik dan mendorong terselenggaranya pemanfaatan jasa lingkungan sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar dan di dalam kawasan hutan konservasi. 5. Meningkatkan pembangunan secara berkelanjutan, mengembangkan keekonomian keanekaragaman hayati dengan tetap mempertahankan kelestarian sumber daya alam dan kualitas lingkungan hidup, dan penanganan perubahan Iklim. 3.3 Kerangka Regulasi Dalam rangka Koordinasi Kebijakan Ketahanan Energi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara Berkelanjutan maka perlu dibangun kerangka regulasi dalam tahun 2015-2019. Kerangka regulasi yang perlu dibangun secara umum merupakan penjabaran/amanat Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden mauapun peraturan lain yang diperlukan dalam operasional/implementasi kebijakan. Berbagai regulasi yang tumpang tindih dari berbagai sektor untuk mengatur hal sama juga perlu diselaraskan sehingga dapat mengurangi waktu dan biaya dalam pengurusannya sehingga dapat meningkatkan daya saing. Selain itu, berbagai kebijakan yang sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika pembangunan maupun kondisi yang sedang berkembang perlu diperbaiki sehingga adaptif terhadap kondisi saat ini dan masa mendatang. Berbagai kerangka 17