8 PEMBAHASAN UMUM. Karakteristik Minyak Kelapa. Komposisi Asam Lemak

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengaruh Laju Pendinginan, Suhu, dan Lama Kristalisasi pada Profil Triasilgliserol dan Sifat Pelelehan Produk Fraksionasi Minyak Kelapa

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK KELAPA. Characterisation of Physicochemical Properties of Coconut Oil

4 KARAKTERISASI SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK KELAPA 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

HASIL DAN PEMBAHASAN

MEMPELAJARI PERILAKU FRAKSINASI KERING DAN KINETIKA KRISTALISASI MINYAK KELAPA MURSALIN

5 FRAKSINASI KERING MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN KRISTALISATOR SKALA 120 KG UNTUK MENGHASILKAN FRAKSI MINYAK KAYA TRIASILGLISER0L RANTAI MENENGAH 1)

III. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

INTERESTERIFIKASI INTERESTERIFIKASI 14/01/2014

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat

PLASTISISASI 14/01/2014

METODOLOGI PENELITIAN

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

HIDROGENASI 14/01/2014 HIDROGENASI. Hasil reaksi hidrogenasi Penjenuhan ikatan rangkap Migrasi ikatan rangkap Pembentukan asam lemak Trans

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PENELITIAN. Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil. (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI ( )

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN

LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair

LEMAK/LIPID Oleh: Susila Kristianingrum

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

STRATEGI FORMULASI BIODIESEL JATROPHA UNTUK MEMENUHI SPESIFIKASI WWFC

Menentukan Titik Optimal Koagulasi Santan dengan Pendekatan Filtrasi

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

3. PENGARUH SUHU TERHADAP SIFAT FISIK MINYAK SAWIT KASAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI

II. DESKRIPSI PROSES

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 11,4 juta ton dan 8 juta ton sehingga memiliki kontribusi dalam

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

TINJAUAN PUSTAKA. kelapa dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu bagian

Dry fractionation of coconut oil using 120 kg-scale crystallizer to produce concentrated medium chain triglycerides

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

MINYAK DAN LEMAK TITIS SARI K.

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

93 8 PEMBAHASAN UMUM Komposisi Asam Lemak Karakteristik Minyak Kelapa Minyak dan lemak adalah suatu campuran triasilgliserol, yaitu ester dari gliserol dan asam lemak. Minyak dan lemak yang diperoleh dari berbagai sumber mempunyai sifat fisiko-kimia yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan jumlah dan jenis ester yang terdapat di dalamnya. Minyak atau lemak dapat berwujud padat atau cair tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Minyak akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah asam lemak dengan titik cair yang rendah dan berbentuk padat jika dominan mengandung asam lemak dengan titik leleh tinggi. Asam lemak dominan dalam minyak kelapa adalah asam laurat. Oleh karenanya, minyak kelapa sering digolongkan sebagai minyak laurat. Minyak kelapa mengandung asam laurat sebesar 5.98%. Menurut Ketaren (25), sifat fisika dan kimia minyak kelapa sangat ditentukan oleh sifat fisika dan kimia dari asam laurat. Asam lemak dominan lainnya dalam minyak kelapa adalah asam miristat, kaprilat, kaprat, palmitat dan oleat yaitu masing-masing sebanyak 15.35, 1.45, 8.15, 6.17 dan 4.6%. Komposisi asam lemak dan TAG, profil SFC dan SMP minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 8.1. Menurut Lawson (1995) dan Gee (27), sifat-sifat minyak, terutama titik lelehnya, tergantung dari susunan asam lemaknya. Minyak kelapa mempunyai profil leleh yang tajam (25.5-26.2 C) karena lebih banyak mengandung asam lemak berberat molekul rendah dibandingkan yang berantai panjang. Tabel 8.1 Komposisi asam lemak minyak kelapa Jenis Asam Lemak Komposisi (%b/b) C8: (Kaprilat, Cp) C1: (Kaprat, Ca) C12: (Laurat, La) C14: (Miristat, Mi) C16: (Palmitat, P) C16:1 (Palmitoleat, Po) C18: (Stearat, S) C18:1 (Oleat, O) C18:2 (Linoleat, L) C18:3 (Linolenat, Ln) C2: (Arakhidat, A) C22: (Behenat, B) Saturated FA** Monounsaturated FA Polyunsaturated FA *nd = tidak terdeteksi 1.45 8.15 5.98 15.35 6.17 nd 1.99 4.6 1.41 nd nd nd 94.54 4.6 1.41

94 Minyak kelapa berdasarkan tingkat kejenuhan asam lemaknya digolongkan sebagai minyak jenuh. Minyak kelapa mengandung 94.54% asam lemak jenuh (saturated fatty acid) dan hanya mengandung 4.6% asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid) dan 1.41% asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid). Dari keseluruhan asam lemak minyak kelapa, 69.59% merupakan asam lemak berantai menengah (Medium Chain Fatty Acid/MCFA) dan sisanya (3.41%) merupakan asam lemak berantai panjang (Long Chain Fatty Acid/LCFA). MCFA adalah asam lemak unik dengan nilai ekonomis yang tinggi. MCFA bersifat jenuh tetapi memiliki titik cair yang rendah, kurang bersifat fattening, mempunyai kelarutan yang lebih tinggi di dalam air, memiliki nilai kalori yang lebih rendah, dan lebih mudah dicerna (Matulka et al. 26; Prakoso et al. 26). Komposisi TAG Hasil analisis komponen TAG minyak kelapa menggunakan HPLC, diketahui bahwa minyak kelapa tersusun atas 12 jenis TAG utama dengan 4 jenis TAG dominan, yaitu trilaurin (LaLaLa) sebesar 2.43%, kaprodilaurin (CaLaLa) sebesar 16.23%, dilauromiristin (LaLaM) sebesar 15.38% dan dikaprolaurin (CaCaLa) sebesar 12.68%. Berdasarkan jenis asam lemak penyusun TAG minyak kelapa, diketahui bahwa minyak kelapa mengandung 82.54% TAG yang ketiga asam lemaknya jenuh (St3). Dari keseluruhan kandungan St3 minyak kelapa, 53.71% diantaranya adalah Medium Chain Triglycerides (MCT). Kandungan St2U dan StU2 minyak kelapa masing-masing sebesar 14.25 dan 3.22%. Minyak kelapa tidak mengandung TAG jenis triunsaturated (U3). Berdasarkan sifat leleh dan kecenderungan untuk berwujud padat atau cair, TAG minyak kelapa dibagi dalam dua kelompok, yaitu TAG yang lebih berwujud padat dengan titik leleh tinggi (Solidlike/S) dan TAG yang lebih berwujud cair dengan titik leleh rendah (Liquidlike/L). Yang termasuk golongan TAG S pada minyak kelapa adalah LaLaLa, LaLaM, lauromiristopalmitin (LaMP) dan laurodimiristin (LaMM); sedangkan delapan jenis TAG lainnya tergolong sebagai TAG L. Sebagian MCT, seluruh St2U dan StU2 termasuk dalam golongan TAG L. Jumlah TAG S dan L masing-masing dalam minyak kelapa adalah 49.25 dan 5.75%. Komposisi TAG minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 8.2. Tabel 8.2 Komposisi TAG minyak kelapa Jenis TAG Komposisi (%) MCT 53.71 ±.48 LCT 46.29 ±.3 St3 82.54 ±.18 St2U 14.25 ±.21 StU2 3.22 ±.5 U3 nd ± nd Solidlike 49.25 ±.29 Liquidlike 5.75 ±.26 *nd = tidak terdeteksi

95 Profil SFC dan SMP SFC adalah jumlah kristal lemak yang terdapat dalam campuran minyak/lemak yang menentukan karakteristik berbagai produk, seperti sifat pelelehan maupun sifat organoleptik produk. SFC menentukan kesesuaian dari minyak dan lemak untuk aplikasi khusus. Secara umum, SFC dari komponen minyak dan lemak bertanggung jawab terhadap berbagai karakteristik produk, meliputi penampakan umum, kemudahan untuk dikemas, daya oles, peresapan minyak dan sifat-sifat organoleptik (Noor Lida dan Ali 1998). SFC juga dapat digunakan untuk mempelajari kompatibilitas lemak dengan menentukan perubahan persen padatan pada berbagai proporsi lemak (Noor Lida et al. 22). Profil SFC minyak kelapa hasil pengukuran menggunakan pnmr pada berbagai suhu disajikan pada Tabel 8.3. SFC minyak kelapa dengan nilai sekitar 32 %, berada pada interval suhu 21-22 o C. Hal ini berarti bahwa minyak kelapa memiliki spreadibilitas yang bagus di suhu 22 o C (suhu ruang bagi negara-negara yang memiliki 4 musim). Minyak kelapa mempunyai nilai SFC tinggi pada suhu rendah dan terjadi penurunan yang cukup tajam sampai suhu 25 C, kemudian laju penurunan nilai SFC-nya relatif konstan sampai suhu sekitar 3 ºC. Pada suhu pengukuran 27 C minyak kelapa memiliki nilai SFC-sebesar 3.53 %, hal ini mengindikasikan bahwa pada suhu tersebut minyak kelapa sudah melewati slip melting point (SMP)-nya. Karena menurut Lida dan Ali (1998), lemak di dalam tabung kapiler akan mengalami slip ketika kandungan lemak padatnya sekitar 4-5 %, sehingga dapat dianalogikan bahwa SMP menunjukkan kondisi ketika minyak/lemak mempunyai nilai SFC sekitar 4-5 %. SFC minyak atau lemak mencerminkan komposisi TAG-nya (Noor Lida et al. 22). TAG jenis S diperkirakan yang menyebabkan minyak kelapa memiliki SFC yang tinggi. Menurut Li et al. (21) profil SFC merupakan persentasi bagian padat dalam lipida pada berbagai suhu. Oleh karena itu, SFC menjadi parameter penting untuk menganalisis sifat-sifat lemak padat seperti margarine dan shortening. Tabel 8.3 Profil SFC dan SMP minyak kelapa Karakteristik SFC, % 5 o C o 1 C o 2 C o 25 C o 27 C o 3 C 35 o C 83.45 74.72 4.78 1.39 3.54 Komposisi Slip Melting Point (SMP, o C) 24.5-26.2 ± ± ± ± ± ± ±.6.2 1.78.42.14.. Hasil pengukuran SMP menunjukkan bahwa minyak kelapa memiliki titik leleh pada suhu di antara 24.5 26.2 oc. SMP adalah temperatur pada saat lemak dalam pipa

96 kapiler yang berada dalam air menjadi cukup leleh untuk naik dalam pipa kapiler. SMP minyak berkaitan dengan wujud dan tampilannya. Pada suhu di atas SMP minyak akan berwujud cair dengan tampilan yang jernih tetapi di bawah suhu SMP minyak akan berwujud semi-padat hingga padat dengan tampilan warna keruh hingga putih. Menurut Lawson (1995), faktor penting penentu titik cair dan melting behaviour minyak atau lemak antara lain adalah panjang rantai asam lemak (semakin panjang semakin tinggi titik cairnya), posisi asam lemak pada molekul gliserol, proporsi relatif dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh, dan teknik pengolahan (derajat hidrogenasi dan winterisasi). Pendinginan dan Kristalisasi Minyak Kelapa Hasil analisis terhadap kurva perubahan suhu minyak kelapa selama kristalisasi, diketahui bahwa perubahan suhu minyak kelapa selama kristalisasi secara tipikal dapat digambarkan dengan bentuk kurva yang dapat dilihat pada Gambar 8.1. Gambar 8.1. Tipikal kurva perubahan suhu minyak kelapa selama proses kristalisasi Hasil analisis terhadap kurva pendinginan minyak kelapa selama kristalisasi (Gambar 8.1) mengindikasikan bahwa terdapat tiga tahap pendinginan yang mempengaruhi proses kristalisasi dan fraksinasinya. Tahap pertama adalah pendinginan awal, yaitu pendinginan yang berlangsung dari suhu awal minyak (T ) hingga suhu awal kristalisasi. Pada penelitian ini suhu awal kristalisasi pada minyak kelapa (suhu dimana inti kristal pertama mulai terbentuk) diperkirakan

97 terjadi pada suhu 29 C. Hal ini didukung oleh hasil analisis NMR yang menunjukkan bahwa pada suhu 29 C minyak kelapa mempunyai nilai SFC berkisar antara 1.-2. % (data tidak ditampilkan). Selain itu terlihat pula secara visual bahwa pada suhu tersebut viskositas minyak kelapa mulai meningkat. Tahap kedua adalah pendinginan yang berlangsung dari suhu awal kristalisasi hingga tercapainya suhu kristalisasi (T cr ) yang ditetapkan. Diduga pada tahap kedua ini terjadi peningkatan intensitas pembentukan inti kristal (propagasi) yang terjadi setelah inti pertama terbentuk hingga tercapainya suhu kristalisasi (T cr ). Laju pendinginan pada tahap kedua ini disebut sebagai laju pendinginan kritis (v c ). Tahap ketiga adalah pendinginan untuk mempertahankan suhu kristalisasi konstan sesuai dengan yang ditetapkan. Diduga pada pendinginan tahap ketiga ini terjadi penggabungan inti kristal membentuk kristal yang lebih besar (pertumbuhan kristal). Oleh karena itu pendinginan tahap ketiga ini disebut sebagai waktu kristalisasi. Pengaruh Pendinginan pada Fraksinasi Kering Minyak Kelapa Fraksinasi kering adalah proses pemisahan berbagai triasilgliserol menjadi satu atau lebih fraksi dengan menggunakan perbedaan kelarutan triasilgliserol, yang tergantung pada berat molekul dan derajat ketidakjenuhan. Fraksi stearin atau fraksi minyak jenuh yang mempunyai titik cair lebih tinggi akan membentuk kristal terlebih dahulu. Sedangkan fraksi olein atau fraksi minyak yang tidak jenuh dengan titik cair yang lebih rendah masih dalam bentuk cair (Timms 1997). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, suhu awal pendinginan dan laju pendinginan di tahap pertama tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas kristal, ukuran kristal, pola pembentukan stearin, pola perubahan MCT, profil TAG, rasio S/L, pola perubahan St3, St2U dan StU2, pola perubahan SFC dan SMP, indeks Avrami, laju pertumbuhan kristal, waktu faruh kristalisasi, jumlah kristal maksimum yang dapat dicapai, waktu induksi dan laju pertumbuhan kristal maksimum. Keseluruhan parameter fraksinasi tersebut dipengaruhi kuat oleh laju pendinginan kritis, suhu kristalisasi dan lama proses kristalisasi. Hasil penelitian ini sedikit bertentangan dengan hasil yang dilaporkan oleh Kellens and Hendrix (2); Timms (25), yang mengungkapkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pembentukan kristal dan pemisahan stearin dengan olein pada fraksinasi kering adalah suhu awal dari minyak, suhu akhir fraksinasi, kecepatan pendinginan, kecepatan agitasi dan metode preparasi. Menurut Calliauw et al. (21) keempat faktor pendinginan di atas sangat berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk kristal, kecepatan filtrasi, perolehan olein dan stearin, kandungan lemak padat, titik leleh dan profil asam lemak produk fraksinasi. Temuan terhadap adanya tiga tahap pendinginan pada fraksinasi kering minyak kelapa dan pengaruh masing-masing tahap tersebut terhadap parameter fraksinasi, berimplikasi pada efisiensi dan efektivitas produksi bagi pengembangan produk olahan berbasis minyak kelapa. Fraksinasi minyak kelapa bisa dijalankan dengan lebih cepat karena pendinginan minyak hingga suhu 29 o C dapat dilaksanakan dengan laju yang secepat-cepatnya, baru setelah itu diatur pendinginan lambat hingga minyak mencapai suhu kristalisasi yang ditetapkan.

98 Penelitian ini menghasilkan persamaan matematika yang menjelaskan hubungan antara laju pendinginan kritis dan suhu kristalisasi dengan masingmasing parameter fraksinasi yang diamati pada rentang waktu kristalisasi yang diterapkan. Persamaan-persamaan ini dapat digunakan untuk menduga nilai akhir dari setiap parameter di akhir proses fraksinasi. Sehingga untuk menghasilkan suatu nilai parameter dengan jumlah dan kualitas tertentu, dapat diatur program pendinginan yang sesuai dengan lama waktu kristalisasi tertentu. Dengan demikian, fraksinasi minyak kelapa untuk tujuan khusus dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Sebagai ilustrasi, dari hasil penelitian diketahui bahwa perubahan jumlah kandungan MCT minyak kelapa selama proses kristalisasi pada berbagai laju pendinginan kritis adalah: MT=1.552ln(t)+51.23 untuk v c <.75 o C/menit; MT=1.997ln(t)+46.29 untuk.75<v c <.125 o C/menit; dan MT=2.72ln(t)+45.18 untuk v c >.125 o C/menit. Perubahan jumlah kandungan MCT minyak kelapa selama proses kristalisasi pada laju pendinginan kritis kurang dari.125 C/menit di berbagai interval suhu kristalisasi yang dipelajari mengikuti persamaan: MT=1.884ln(t)+49.59 untuk 21.3<T cr <21.73 o C; MT=1.388ln(t)+51.4 untuk 18.82<T cr <18.91 o C; dan MT=1.71ln(t)+47.48 untuk 21.9<T cr <22.38 o C. Berdasarkan persamaanpersamaan ini maka dapat diprediksi perubahan nilai MCT sepanjang waktu kristalisasi seperti dideskripsikan pada Tabel 8.4. Tabel 8.4 Lama Kristalisasi (menit) Prediksi perubahan kandungan MCT fraksi olein minyak kelapa sepanjang waktu kristalisasi T Cr Prediksi Kandungan MCT (%), pada perlakuan 1 TCr T 2 Cr 3 vc 1 vc 2 vc 3 3 55.76 56. 53.3 56.51 53.8 52.23 6 56.72 57.3 54.48 57.58 54.47 53.66 9 57.29 58.7 55.17 58.21 55.28 54.5 12 57.69 58.61 55.67 58.66 55.85 55.1 15 57.99 59.3 56.5 59.1 56.3 55.56 18 58.25 59.37 56.36 59.29 56.66 55.94 21 58.46 59.66 56.62 59.53 56.97 56.26 24 58.65 59.92 56.85 59.74 57.23 56.54 27 58.81 6.14 57.5 59.92 57.47 56.78 3 58.96 6.34 57.23 6.8 57.68 57. Keterangan: T cr 1 = suhu kristalisasi 18.82-18.91 o C Tcr 1 = suhu kristalisasi 21.3-21.73 o C Tcr 1 = suhu kristalisasi 21.9-22.38 o C vc 1 = laju pendinginan kritis <,75 o C/menit vc 2 = laju pendinginan kritis antara,75-.125 o C/menit vc 3 = laju pendinginan kritis >,125 o C/menit Lama proses kristalisasi yang dimaksudkan pada Tabel 8.4 bukan merujuk pada keseluruhan waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan minyak dari awal, tetapi adalah lamanya proses pendinginan sejak dimulainya pendinginan tahap

99 ketiga, dimana proses pendinginan tersebut ditujukan untuk mempertahankan suhu minyak konstan pada suhu kristalisasi yang ditetapkan. Berdasarkan tipikal kurva pendinginan (Gambar 5.2), onset waktu kristalisasi (t Cr = ) adalah saat minyak pertama kali mencapai suhu kristalisasi, atau senilai dengan seluruh lama proses pendinginan dari awal dikurangi waktu induksi untuk terjadinya proses kristalisasi (τ). TAG minyak kelapa yang memiliki titik leleh tinggi akan lebih dahulu terkristalkan selama proses kristalisasi. Dan saat difraksinasi, jika kristal yang dihasilkan stabil dan berukuran besar, akan lebih terkonsentrasi di dalam fraksi stearin. Ilustrasi perubahan komposisi TAG minyak kelapa bertitik leleh tinggi sebelum dan sesudah fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 8.2 dan Tabel 8.5. Pada Gambar 8.2 terlihat bahwa tiga peak pertama pada kromatogram hasil analisis TAG menggunakan HPLC yaitu CpCaLa, CaCaLa dan CaLaLa lebih tinggi adanya pada fraksi olein (Gambar 8.2b), ketiga TAG ini tersusun atas asam lemak dengan jumlah atom karbon 8-1, merupakan komponen utama dalam MCT dan memiliki titik leleh sangat rendah. Peak ke-5, 7 dan 9 yang diberi tanda lingkaran, masing-masing adalah LaLaM, LaMP dan LaMM. Ketiga TAG ini tergolong sebagai trisaturated berantai panjang yang memiliki titik leleh tinggi, lebih tinggi adanya pada fraksi stearin. Peak yang keempat, adalah trilaurin (LaLaLa), yang juga digolongkan sebagai MCT, terlihat sedikit lebih rendah di fraksi olein dan lebih tinggi di fraksi stearin dibandingkan dengan di minyak kelapa. Hal ini menunjukkan bahwa TAG ini tidak tergolong sebagai TAG bertitik leleh rendah, tetapi lebih cocok digolongkan sebagai TAG bertitik leleh sedang atau bahkan tinggi. Tabel 8.5 Perubahan konsentrasi masing-masing jenis TAG minyak kelapa selama fraksinasi Peak Konsentrasi TAG (%) Jenis TAG Sebelum Setelah Fraksinasi Fraksinasi Fraksi Olein Fraksi Stearin 1 CpCaLa 4.38 ±.15 4.49 ±.7 4.26 ±.7 2 CaCaLa 12.68 ±.33 13.32 ±.9 12.4 ±.9 3 CaLaLa 16.23 ±.31 17.4 ±.12 15.5 ±.12 4 LaLaLa 2.43 ±.45 21.51 ±.13 19.36 ±.13 5 LaLaO 2.24 ±.13 2.48 ±.3 1.99 ±.3 6 LaLaM 15.38 ±.4 13.99 ±.12 16.77 ±.12 7 LaMP 3.77 ±.46 2.75 ±.13 4.79 ±.13 8 LaMM 9.67 ±.26 8.21 ±.2 11.14 ±.2 9 LaMO 3.49 ±.15 3.59 ±.4 3.39 ±.4 1 MPO 6.11 ±.14 6.37 ±.3 5.85 ±.3 11 PLO/PPL 2.41 ±.4 2.6 ±.3 2.21 ±.3 12 MOO 3.22 ±.5 3.39 ±.3 3.5 ±.3 Keberhasilan pemisahan fraksi (fraksinasi) sangat ditentukan oleh stabilitas kristal yang terbentuk. Kristal dengan stabilitas tinggi akan lebih mudah dipisahkan dari fraksi cairnya. Menurut Weber et al. (1998), efisiensi pemisahan

1 pada fraksinasi kering sangat ditentukan oleh kualitas kristalisasinya: alat pemisah terbaik sekali pun tidak akan sempurna memisahkan kedua fraksi (olein dan stearin) pada kristal yang buruk (kurang stabil dan berukuran kecil). Metode pendinginan adalah hal yang paling mempengaruhi pembentukan inti dan pembesarannya; kontrol yang sempurna akan menghasilkan kristalisasi yang lebih selektif. Tetapi, pada beberapa kondisi operatif, pertambahan besar kristal dapat menjerap cairan dalam partikel padat; fenomena ini menjadi kritis pada sistem dengan viskositas tinggi. A RID1 A, Refractive Index Signal (2-6-12\OLE15-5.D) nriu 7 6 8.984 9.936 11.62 12.528 B 5 4 3 14.359 2 1 8.229 12.244 13.889 15.972 16.68 19.369 nriu 7 8 1 12 14 16 18 RID1 A, Refractive Index Signal (21-6-12\STE16-31.D) 8.737 9.86 11.323 C min 6 7.782 5 13.174 4 3 15.471 2 1 7.9 12.739 14.858 17.466 18.296 Gambar 8.2 8 1 12 14 16 18 Waktu retensi (menit) Perubahan kromatogram profil TAG minyak kelapa sebelum fraksinasi (A), fraksi olein (B) dan fraksi stearin (C), 3 peak pertama masingmasing adalah CpCaLa, CaCaLa dan CaLaLa; tiga peak yang dilingkari masing-masing adalah LaLaM, LaMP dan LaMM min

11 Terjerapnya minyak cair dalam fase padat, menyebabkan fraksi stearin masih mengandung TAG bertitik leleh rendah dalam jumlah yang cukup banyak. Jika kristalisasi berjalan dengan sempurna, jumlah olein yang terperangkap secara fisik pada kristal relatif rendah dan pemerasan dengan tekanan 5-1 bar (pneumatic design) secara umum dapat menghasilkan pemisahan dengan baik. Olein secara normal tidak dipengaruhi oleh tekanan filtrasi, tetapi lain halnya dengan stearin, selama penyaringan stearin dapat melewati filter penyaring dan tercampur ke dalam olein. Hal ini terjadi jika ukuran dan ketebalan kristal tidak cukup besar; ketidaksempurnaan kristalisasi adalah alasannya. Akan tetapi, beberapa jenis minyak (termasuk minyak kelapa), memang menghasilkan kristal yang lemah, jika penanganan selama fase kristalisasi kurang tepat, kristal yang terbentuk akan mudah pecah dan mencair selama pengepresan. Untuk kasus seperti ini, dianjurkan untuk melakukan proses pengepresan dengan tekanan rendah (Weber et al. 1998). Stabilitas kristal minyak kelapa berbanding terbalik dengan laju pendinginan kritis yang diterapkan, hubungan antara laju pendinginan kritis dengan stabilitas kristal minyak kelapa yang diperoleh pada berbagai waktu kristalisasi, dapat dijelaskan dengan persamaan SC=67,3e -7,92Vc dimana SC adalah stabilitas kristal (lamanya kristal minyak berada pada fase padat di suhu 25 o C, detik) dan v c adalah laju pendinginan kritis yang diterapkan pada saat kristalisasi ( o C/menit). Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara stabilitas dan ukuran kristal minyak kelapa dengan proporsi TAG bertitik leleh tinggi (proporsi S/L) yang ada dalam minyak, deskripsi hubungan ketiga parameter ini dapat dilihat pada Gambar 8.3. 6 Crystal Stability Crystal diameter 16 Crystal stability (second) 5 4 3 2 1 SC = 3623.e -1.1[S/L] R² =.737 DC = 68754e -14.8[S/L] R² =.724 14 12 1 8 6 4 2 Crystal diameter (µm).4.42.44.46.48.5.52 S/L proportion Gambar 8.3 Hubungan antara proporsi TAG bertitik leleh tinggi/bertitik leleh rendah di dalam fraksi olein minyak kelapa dengan stabilitas kristalnya; SC = stabilitas kristal, DC = diameter Kristal, S/L = proporsi TAG solid like/liquid like

12 Pada Gambar 8.3 terlihat bahwa hubungan antara proporsi TAG bertitik leleh tinggi/bertitik leleh rendah di dalam minyak kelapa dengan stabilitas kristalnya dapat dijelaskan dengan persamaan SC = 3623.e -1.1[S/L], hubungannya dengan diameter kristal dapat dituliskan sebagai DC = 68754e -14.8[S/L]. Hal ini mengindikasikan bahwa ketiga parameter kristalisasi tersebut memang saling terkait satu sama lain, keberadaan atau kondisi salah satunya akan menggambarkan kondisi relative parameter yang lainnya. Gambar 8.3 juga memperlihatkan bahwa proporsi TAG bertitik leleh tinggi/bertitik leleh rendah di dalam fraksi olein minyak kelapa berbanding terbalik baik dengan stabilitas maupun diameter kristalnya. Hal ini menunjukkan bahwa kristalisasi dan fraksinasi minyak kelapa yang menghasilkan kristal dengan stabilitas dan diameter yang tinggi akan menghasilkan proporsi S/L dalam fraksi olein minyak kelapa yang rendah. Fraksi olein adalah fraksi cair dari minyak yang diperoleh setelah difiltrasi vacuum. Tingginya jumlah TAG yang bersifat solid like (bertitik leleh tinggi) dalam fraksi olein menunjukkan bahwa fraksinasi tidak berlangsung secara efektif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kristalisasi minyak kelapa yang menghasilkan kristal dengan stabilitas dan diameter yang tinggi akan meningkatkan efektivitas fraksinasi olein dan stearin, dan hal tersebut hanya dapat dicapai jika kristalisasi dilakukan pada laju pendinginan yang rendah. Rasio TAG S/L juga berpengaruh terhadap profil SFC produk fraksinasi minyak kelapa. Tingginya jumlah TAG bertitik leleh tinggi dalam minyak akan meningkatkan nilai SFC pada setiap suhu pengukuran. Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Neff et al. (1999) yang menyatakan bahwa komposisi TAG dalam minyak, khususnya kelompok TAG bertitik leleh tinggi, mempunyai korelasi yang kuat dengan titik leleh, solid fat index dan stabilitas oksidatif minyak tersebut. Hubungan antara proporsi S/L produk fraksinasi minyak kelapa dengan nilai SFC fraksi tersebut pada beberapa suhu pengukuran dapat dilihat pada Gambar 8.4. SFC mempunyai korelasi yang positif dengan proporsi S/L pada semua suhu pengukuran (Gambar 8.4). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan TAG bertitik leleh tinggi dalam minyak maka akan semakin tinggi pula nilai SFC minyak tersebut. SFC minyak kelapa pada suhu 22.5 o C dapat diprediksi nilainya berdasarkan proporsi S/L minyak tersebut menggunakan persamaan: S/L=.35ln(SFC)+.362; pada suhu 2 o C menggunakan persamaan: S/L=.114ln(SFC)+.5; pada suhu 1 o C menggunakan persamaan: o S/L=.251ln(SFC)-.617; dan pada suhu 5 C menggunakan persamaan: S/L=.366ln(SFC)-1.143. Minyak kelapa dalam keadaan sebelum difraksinasi, memiliki titik leleh (SMP) sebesar 24.5-26.2 o C. Nilai SMP minyak setara dengan kandungan SFC minyak tersebut sebesar 4-5 %, karena menurut Lida dan Ali (1998), lemak di dalam tabung kapiler akan mengalami slip ketika kandungan lemak padatnya sekitar 4-5, sehingga dapat dianalogikan bahwa SMP menunjukkan kondisi ketika minyak/lemak mempunyai SFC sebesar 4-5 %.

13.52.5 S/L =.35ln(SFC) +.362 R² =.615 S/L =.114ln(SFC) +.5 R² =.737 S/L =.366ln(SFC) - 1.143 R² =.648 S/L proportion.48.46.44.42 S/L =.251ln(SFC) -.617 R² =.718 SFC 22.5 SFC 2 SFC 1 SFC 5.4 Gambar 8.4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SFC (%) Hubungan antara proporsi distribusi TAG bertitik leleh tinggi dengan nilai SFC fraksi olein minyak kelapa pada berbagai suhu pengukuran; S/L = proporsi TAG solid like/liquid like, SFC = solid fat content, SFC 5, 1, 2, 22.5 nilai SFC diukur pada suhu masing-masing 5, 1, 2 dan 22.5 o C Fraksinasi minyak kelapa menghasilkan fraksi olein yang mempunyai SFC lebih rendah dan stearin dengan nilai SFC yang lebih tinggi, dibandingkan pada minyak sebelum fraksinasi. Deskripsi perubahan SFC fraksi olein dan stearin pasca fraksinasi minyak kelapa sebagai pengaruh dari laju pendinginan kritis dan suhu kristalisasi dapat dilihat pada Gambar 8.5. Penurunan nilai SFC minyak pada fraksi olein atau peningkatannya pada fraksi stearin tidak sama untuk setiap laju pendinginan kritis ataupun suhu kristalisasi (Gambar 8.5). Peningkatan nilai SFC tertinggi terlihat pada fraksi stearin dengan perlakuan laju pendinginan kritis yang rendah (v c <.75 o C/menit) atau suhu kristalisasi yang tinggi (21.9-22.38 o C). Semakin tinggi laju pendinginan kritis atau semakin rendah suhu kristalisasi minyak kelapa akan menghasilkan perubahan SFC yang semakin kecil baik pada fraksi olein maupun fraksi stearin. Hal ini mengindikasikan bahwa laju pendinginan kritis yang tinggi atau suhu kristalisasi yang rendah menyebabkan proses pemisahan fraksi olein dan stearin tidak berjalan efektif yang disebabkan oleh kurang sempurnanya pembentukan kristal selama proses kristalisasi. Fraksinasi minyak kelapa menghasilkan fraksi olein yang mempunyai kandungan MCT lebih tinggi (59.98±.79 %) dan stearin dengan nilai MCT yang lebih rentah (48.75±.67 %), dibandingkan pada minyak sebelum fraksinasi (53.71±.96 %). Deskripsi perubahan MCT fraksi olein dan stearin pasca fraksinasi minyak kelapa sebagai pengaruh dari laju pendinginan kritis dan suhu kristalisasi dapat dilihat pada Gambar 8.6.

14 Solid Fat Content (%) Solid Fat Content (%) 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 ST: Vc <.75 C/min Coconut oil OL: Vc<.75 C/min 5 1 15 2 25 3 Temperature ( o C) Solid Fat Content (%) 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 ST:.75 < Vc <.125 C/min Coconut oil OL:.75 < Vc <.125 C/min 5 1 15 2 25 3 Temperature ( o C) (a) (b) (c) 9 8 7 6 5 4 ST 18.82-18.91 C 3 Coconut oil 2 OL 19.82-18.91 C 1 5 1 15 2 25 3 Temperature ( o C) Solid Fat Content (%) 9 8 7 6 5 4 ST 21.3-21.73 C 3 Coconut oil 2 OL 21.3-21.73 C 1 5 1 15 2 25 3 Temperature ( o C) (d) (e) (f) 5 1 15 2 25 3 Temperature ( o C) Gambar 8.5 Profil SFC minyak kelapa pada fraksi olein dan stearin sebelum dan sesudah fraksinasi untuk laju pendinginan kritis ( o C/menit) kurang dari.75 (a), antara.75-.125 (b), lebih dari.125 (c); dan suhu kristalisasi ( o C) antara 18.82-18.91 (d); antara 21.3-21.73 (e); antara 21.9-22.38 (f); OL = olein; ST = stearin; v c = laju pendinginan kritis; T Cr = suhu kristalisasi Solid Fat Content (%) Solid Fat Content (%) 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 ST: Vc >.125 C/min Coconut oil OL: Vc >.125 C/min 9 8 7 6 5 4 ST 21.9-22.38 C 3 Coconut oil 2 OL 21.9-22.38 C 1 5 1 15 2 25 3 Temperature ( o C) Gambar 8.6 Profil MCT minyak kelapa pada fraksi olein dan stearin sebelum dan sesudah fraksinasi

15 Gambar 8.6 mengilustrasikan nilai MCT minyak kelapa sebelum dan sesudah fraksinasi. Nilai yang ditampilkan pada masing-masing fraksi olein dan stearin merupakan nilai rataan dari hasil pengukuran MCT pada akhir proses dari kombinasi semua suhu kristalisasi, laju pendinginan kritis dan lama kristalisasi. Minyak dengan kandungan MCT tinggi (6 %) dapat diperoleh dengan cara mengatur laju pendinginan kritis <.125 o C/menit pada suhu kristalisasi 21.3-21.73 o C dengan lama kristalisasi 25 menit. Berdasarkan hasil penelitian ini, secara ideal, prosedur pendinginan untuk menghasilkan fraksi minyak (olein) dengan kandungan MCT tinggi dapat dilakukan selama 7.5 jam yang terbagi dalam pemanasan minyak untuk rejuvenasi selama 9 menit, pendinginan awal untuk mencapai suhu 29 o C selama 3 menit dengan laju 1.5 o C/menit, pendinginan kritis untuk mencapai suhu kristalisasi 21 o C selama 8 menit dan proses kristalisasi selama 25 menit. Secara skematis, prosedur pendinginan ini dapat dilihat pada Gambar 8.7. Gambar 8.7 Skema prosedur pendinginan efektif untuk menghasilkan fraksi minyak (olein) dengan kandungan MCT tinggi pada fraksinasi kering minyak kelapa Kinetika Kristalisasi Minyak Kelapa Studi terhadap kinetika kristalisasi minyak kelapa menggunakan model Avrami dan Gompertz menunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaaan sifat kristalisasi minyak kelapa dibandingkan dengan minyak sawit dan lemak cokelat. Minyak kelapa mengalami kristalisasi dalam satu tahap (ditunjukkan oleh tidak adanya patahan pada kurva garis lurus persamaan Avrami) dengan nilai indeks Avrami (n) dan laju pertumbuhan kristal (z), pada rentang laju pendinginan kritis dan suhu kristaliasi yang dipelajari, masing-masing pada interval 3.26-4.4 dan.3-48.71 x 1-1 ; sedangkan lemak coklat dan minyak sawit rata-rata mengalami kristalisasi dalam dua tahap dengan nilai n yang lebih kecil dan z yang lebih besar di tahap pertama. Pada penelitian ini diketahui bahwa, nilai n meningkat dan z menurun sebanding dengan peningkatan laju pendinginan kritis. Bentuk kurva nukleasi minyak kelapa pada penelitian ini bersifat kontinyu (Gambar 7.8), hal ini berarti bahwa selama kristalisasi minyak kelapa, pada berbagai

16 perlakuan laju pendinginan kritis dan suhu kristalisasi, bentuk polimorfis yang terjadi hanya satu jenis, yaitu bentuk β. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Chaleepa et al. (21) yang menguji pengaruh pemberian additives terhadap polimorfisme minyak kelapa, yang mengungkapkan bahwa kristalisasi minyak kelapa cenderung hanya membentuk satu jenis polimorfis saja, yaitu berbentuk β. Perlakuan laju pendinginan kritis dan suhu kristalisasi pada penelitian ini hanya berpengaruh terhadap termodinamika dan kinetika kristalisasi minyak kelapa, tetapi tidak terhadap pembentukan polimorfis kristalnya.