KETERSEDIAAN PAKAN MENUNJANG PENINGKATAN POPULASI RUMINANSIA KECIL

dokumen-dokumen yang mirip
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

DAYA DUKUNG LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK RUMINANSIA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

KAJIAN POTENSI LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KOTA PARE-PARE

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI HIJAUAN PAKAN TERNAK DI DESA MARENU, TAPANULI SELATAN

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

ANALISIS POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

BAB. IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT PAKAN TERNAK TAHUN 2014

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

LUMBUNG PAKAN RUMINANSIA. Bernadete Barek Koten 1), Lilo J.M. Ch. Kalelado 1) dan Redempta Wea 1)

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang.

Lampiran 1. Peta Kabupaten Pati

DAYA DUKUNG HIJAUAN PAKAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DAN KERBAU DALAM MENDUKUNG PSDS/K 2014 DI KABUPATEN LEBAK

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA PEMERINTAHAN (LAKIP)

SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DI PROPINSI JAMBI

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

Johanis A. Jermias; Vinni D. Tome dan Tri A. Y. Foenay. ABSTRAK

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

Analisis Perkembangan Harga Protein Hewani Asal Ternak dan Bahan Pakan Ternak di Kota Padang Tahun 2012

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

IKHTISAR EKSEKUTIF Meningkatnya Produksi Pangan Asal Ternak dan Dayasaing Peternakan.

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

Transkripsi:

KETERSEDIAAN PAKAN MENUNJANG PENINGKATAN POPULASI RUMINANSIA KECIL (Availability of Feedstuff to Increase Small Ruminant Population) MURSYID MA SUM Direktorat Pakan Ternak, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Jl. Harsono RM No. 3 Margasatwa, Jakarta Selatan ABSTRACT Based on the goats and sheep population in 2010, number of those animals to about 17,75 million heads, equivalent to 3.3 million AU (Animal Units), then its need forages about 7.5 million ton DM/year. Potential feed is available from the pasture is estimated to be 13.7 million ton of DM/year can hold about 6 million AU; from the food crops waste product (rice straw, corn and soybeans) for 44.4 million ton DM/year, that can accommodate approximately 19.5 million AU. Six million ha of palm oil plantation can accommodate approximately 12 million AU. Seeing the potential of the feed is available, then the business of goats and sheep, had a great opportunity to develop and could increase its contribution for consumption and meat production, in order to support self-sufficiency beef and buffalo by 2014. Key Words: Goats, Sheep, Feed Availability ABSTRAK Berdasarkan populasi ternak kambing dan domba tahun 2010, yaitu sekitar 17,75 juta ekor, setara dengan 3,3 juta ST (satuan ternak), maka dibutuhkan pakan hijauan sekitar 7,5 juta ton BK/tahun. Potensi pakan yang tersedia dari padang rumput diperkirakan 13,7 juta ton BK/tahun dapat menampung sekitar 6 juta ST ruminansia; dan dari hasil samping tanaman pangan (jerami padi, jagung dan kedele) sebesar 44,4 juta ton BK/tahun, yang dapat menampung sekitar 19,5 juta ST. Sedangkan lahan dan hasil samping perkebunan sawit seluas 6 juta ha, setidaknya dapat menampung ± 12 juta ST. Melihat potensi pakan yang tersedia, maka usaha peternakan kambing dan domba, mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan dan dapat meningkatkan kontribusinya terhadap produksi dan konsumsi daging, khususnya dalam rangka mendukung swasembada daging sapi dan kerbau tahun 2014. Kata Kunci: Kambing, Domba, Pakan PENDAHULUAN Salah satu alasan dibentuknya Direktorat Pakan Ternak di lingkungan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian adalah dalam rangka merespon tuntutan dan kebutuhan yang kian besar dan yang akan terus bekembang di masyarakat dalam urusan pakan. Walaupun secara teori dan empiris telah lama diketahui bahwa (1) kontribusi pakan terhadap kesehatan hewan, produksi dan produktivitas ternak sangat vital; (2) pakan adalah faktor penting dalam usaha peternakan, karena merupakan 70 75% dari total biaya produksi; (3) beberapa bahan pakan, khususnya untuk pakan unggas harus masih diimpor; dan (4) secara alami Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi yang cukup besar untuk bisa memenuhi sendiri kebutuhan pakan tersebut, namun sejauh ini belum terlihat upaya-upaya yang serius dari Pemerintah, baik upaya-upaya untuk mengatasi masalahmasalah tersebut maupun upaya untuk memanfaatkan potensi yang ada. Dari sisi lain, juga merespon isu global terkait dengan pakan, yaitu (1) terjadinya kompetisi yang sangat kuat antara feed, food dan fuel. Terjadinya krisis pangan dan krisis energi akan menyeret pakan pada posisi yang sulit; (2) terjadinya perubahan iklim global (climate change), telah mempengaruhi kalender tanam, pola tanam, produksi dan distribusi pangan termasuk bahan pakan di dalamnya; dan (3) tuntutan terhadap 27

keamanan pakan (feed safety) yang akan mempengaruhi keamanan pangan asal hewan (food safety). Berkaitan dengan peranannya terhadap swasembada daging sapi, kontribusi daging kambing dan domba terhadap konsumsi daging belum sebesar konsumsi daging unggas dan daging sapi. Namun demikian, daging kambing dan domba mempunyai potensi dan prospek yang cukup besar sebagai substitusi daging sapi. Tulisan ini secara singkat membahas beberapa hal yang terkait dengan judul makalah, yaitu: (1) kondisi peternakan ruminansia kecil (kambing dan domba) saat ini; (2) permasalahan-permasalahan pakan; dan (3) kebijakan dan program pengembangan pakan. KONDISI SAAT INI Jumlah rumah tangga yang mengusahakan ternak kambing sekitar 580 ribu dan untuk domba 305 ribu rumah tangga. Tetapi dilihat dari jumlah rumah tangga yang memelihara ternak kambing dan domba, maka secara berturut adalah 3,43 juta dan 1,17 juta rumah tangga (BPS dan DITJENNAK, 2008). Populasi kambing dan domba dalam kurun lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan naik. Sedangkan untuk produksi daging domba sempat mengalami penurunan pada tiga tahun pertama (Tabel 1 dan 2). Produksi daging tahun 2009 sekitar 2.519 ribu ton, dimana kambing dan domba berkontribusi sebesar 74 dan 54 ribu ton atau hanya sebesar 4,96% (KEMTAN, 2010). Berdasarkan populasi ternak kambing dan domba tahun 2010, yaitu sekitar 17,75 juta ekor, yang jumlahnya setara dengan 3,3 juta ST (satuan ternak), maka membutuhkan pakan hijauan sebanyak 7,5 juta ton BK/tahun (DITJENNAK, 2010). LAHAN SUMBER PENGHASIL PAKAN RUMINANSIA Pakan ternak ruminansia umumnya dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat serta tambahan vitamin dan mineral sebagai suplemen (tambahan) pakan. Pakan hijauan merupakan makanan utama ternak ruminansia yang berasal dari rumput-rumputan dan leguminosa. Pada dasarnya ada 2 (dua) budidaya TPT, yaitu budidaya untuk dipotong (cut and carry) dan budidaya untuk penggembalaan (grazzing). Budidaya untuk dipotong biasanya dilakukan pada lahan-lahan yang sempit dimana areal tanaman pangan mendominasi areal tersebut, sedangkan skala usaha peternak rata-rata 1 4 ekor. Penanaman pada wilayah seperti itu hanya dapat dilakukan pada pematang sawah atau memanfaatkan areal sempit disekitar tanaman pangan. Pola semacam ini dilakukan oleh peternak di Jawa, Lampung dan Bali. Tabel 1. Populasi kambing dan domba lima tahun terakhir (000 ekor) Komoditi 2006 2007 2008 2009 2010*) Kambing 13.789 14.873 15.147 15.815 16.841 Domba 8.979 9.859 9.605 10.199 10.915 *) Preliminary figures Sumber: DITJENNAK (2010) Tabel 2. Produksi daging kambing dan domba tahun 2006 2010 (ribu ton) Komoditi 2006 2007 2008 2009 2010*) Kambing 65,0 63,6 66,0 73,8 77,6 Domba 75,2 56,9 47,0 54,3 52,2 28

Sedangkan budidaya padang rumput hanya bisa dilakukan di wilayah yang lahannya masih sangat luas dengan pola pemeliharaan ternak secara ekstensif, baik dikandangkan maupun tidak dikandangkan. Pola ini cocok dilakukan pada daerah padat ternak tetapi jarang penduduk seperti di NTT, Sulawesi Tenggara dan Wilayah Indonesia Bagian Timur lainnya. Di Indonesia hijauan pakan dapat diperoleh hampir di setiap tempat, mulai dari padang rumput sampai di pasar-pasar kumuh di kota besar. Untuk wilayah kering, sumber hijauan pakan adalah padang rumput, lahan pertanian pangan, lahan holtikultura, lahan perkebunan dan lahan kehutanan. Sedangkan pada wilayah lahan irigasi sumber hijauan pakan dapat berasal dari pematang dan pinggir saluran irigasi. Di daerah rawa dan pasang surut, hijauan pakan juga mudah dijumpai, karena untuk habitat seperti itu terdapat jenis-jenis rumput yang dapat tumbuh dengan baik. Disamping itu, hijauan pakan juga dapat diperoleh di pinggir-pinggir jalan dan di halaman rumah. Halaman dan pagar rumah merupakan tempat yang penting sebagai sumber hijauan pakan karena letaknya tidak terlalu jauh dari kandang. Jenis-jenis hijauan pakan yang biasanya ada di halaman rumah merupakan tanaman pangan dan tanaman pakan seperti rumput, ubi kayu, pisang, lamtoro, nangka, petai, randu, sengon, gamal, kelor dan sebagainya. Hasil identifikasi NITIS (1994) menyebutkan bahwa lahan sumber penghasil pakan hijauan adalah: (1) Lahan tanaman pangan; (2) Lahan hortikultura; (3) Lahan perkebunan; (4) Padang rumput alam; (5) Tanah bera; (6) Daerah aliran sungai (DAS); (7) Daerah pinggiran hutan; (8) Pangonan dan sepadan jalan; (9) Lahan kritis/marjinal. Jika benar bahwa di Indonesia saat ini terdapat padang rumput sekitar 22 juta ha (BALITBANGTAN, 2006), dengan perkiraan produksi 13,7 juta ton BK/tahun, maka diperkirakan dapat menampung sekitar 6 juta ST. Hasil perhitungan berdasarkan konversi produksi utama padi, jagung dan kedele tahun 2008, maka diperoleh hasil samping dari tanaman pangan (jerami padi, jagung dan kedele) sebesar 44,4 juta ton BK/tahun, ini dapat menampung sekitar 19,5 juta ST. Sedangkan lahan dan hasil samping perkebunan sawit seluas 6 juta ha, setidaknya dapat menampung ± 12 juta ST. Hasil penelitian MA SUM (1997) menunjukkan bahwa daerah-daerah di wilayah provinsi Sumatera Selatan dan Jambi, populasi ternak ruminansia yang ada, hanya membutuhkan kurang dari 50% dari potensi pakan hijauan yang tersedia. Artinya, berdasarkan potensi pakan yang tersedia, daerah-daerah tersebut masih dapat menampung lebih banyak ternak ruminansia. Berdasarkan angka-angka diatas, maka untuk ternak ruminansia, secara makronasional tidak akan kekurangan pakan. PERMASALAHAN PAKAN RUMINANSIA Untuk pakan hijauan, persoalan klasik masih terus terjadi, yaitu: (1) pakan hijauan yang melimpah pada musim hujan tidak dimanfaatkan untuk memenuhi kekurangan/ kelangkaan pakan di musim kemarau; (2) ternak ruminansia masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Untuk kambing sekitar 50% dan domba sekitar 90% yang luas lahannya kian sempit; dan (3) baru sebagian kecil peternak yang mengadopsi teknologi pakan (penyimpanan, pengolahan ataupun pengawetan). Untuk pakan konsentrat, industri pakan ruminansia belum berkembang sebagaimana industri pakan unggas. DIREKTORAT PAKAN TERNAK (2011) sebesar 10 juta ton, 89% adalah untuk pakan unggas. Produksi pakan konsentrat (sapi potong dan sapi perah) masih kurang dari 1% dari seluruh produksi pabrik pakan (skala besar). Untuk kambing dan domba tidak data. Sebagian besar konsentrat untuk ternak ruminansia merupakan produksi dari pabrik pakan skala menengah (Koperasi) dan skala kecil (kelompok). Produksi pakan yang beredar dan diperdagangkan masih belum sesuai dengan standard mutu (PTM/SNI) dan belum terregistrasi di Kementerian Pertanian. Oleh karena itu, belum ada sertifikasi dan labelisasi. Pengalaman dalam memfasilitasi kegiatan pabrik pakan skala kecil, pada umumnya terbentur pada sulitnya mencari sumberdaya manusia yang mempunyai kompetensi yang dibutuhkan. Seperti, manajemen pabrik pakan, pengetahuan tentang cara pembuatan pakan yang baik dan yang mampu menyusun 29

formulasi pakan berbasis bahan pakan yang tersedia (lokal). Dilain pihak, peternak belum banyak mengadopsi teknologi pakan dan menggunakan hijauan pakan (rumput dan leguminosa) yang unggul/berkualitas. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PAKAN Kebijakan pengembangan pakan diarahkan untuk menjawab dua tantangan besar pakan, yaitu: (1) penyediaan pakan (feed security) dan (2) peningkatan mutu pakan (feed safety), yang berbasis sumberdaya lokal, dengan tujuan akhir kemandirian pakan. Feed security mencakup aspek kecukupan ketersediaan, kontinyuitas pasokan, kemudahan akses, standardisasi kualitas dan harga bersaing. Feed safety mencakup aspek pemenuhan standar baku mutu pakan dan bebas dari segala cemaran fisik, kimiawi dan biologis. Kebijakan pengembangan pakan saat ini difokuskan untuk mendukung Program PSDSK 2014 dan Restrukturisasi perunggasan, selain perogram lain terkait dengan pelayanan teknis minimal di bidang pakan. Strategi pengembangan pakan ruminansia Strategi pengembangan pakan dilakukan di wilayah-wilayah sentra ternak, dengan kegiatan-kegiatan: 1) Meningkatkan ketersediaan sumber benih/bibit tanaman pakan ternak (TPT). Dengan meningkatkan ketersediaan benih/bibit TPT unggul dan berkualitas, diharapkan secara mudah dapat diakses oleh peternak untuk menanam dan mengembangkan pakan hijauan sendiri di lahan-lahan yang dimiliki. 2) Meningkatkan pemanfaatan lahan melalui kegiatan integrasi ternak dan pemanfaatan lahan hutan. Perlunya ada lahan khusus untuk peternakan adalah sangat mendesak saat ini. Namun hal ini tidak berarti budidaya ternak berhenti karena tidak ada lahan khusus untuk peternakan tersebut. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana memanfaatan lahan-lahan yang ada saat ini, baik lahan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan lain-lain yang mempunyai potensi dalam penyediaan pakan. 3) Melakukan akselerasi pengembangan pastura dan cut and carry. Pola budidaya ternak, sangat terkait dengan ketersediaan (daya dukung) sumberdaya alam dan budaya suatu masyarakat. Oleh karena itu, budidaya sapi secara intensif (dikandangkan) dimana cara pemberian pakannya secara cut and carry; ataupun pola budidaya ekstensif (dilepas) di padang penggembalaan ataupun pangonan, baik secara perorangan maupun kolektif, harus didorong untuk dapat memperoleh pakan dengan mudah dan berkualitas. 4) Memanfaatkan teknologi dengan basis bahan pakan lokal. Teknologi pada dasarnya dibuat untuk mempermudah kehidupan kita. Sudah banyak teknologi pakan tepat guna dihasilkan, tetapi belum diadopsi oleh peternak, seperti teknologi pengolahan, pengawetan dan penyimpanan pakan. Pemanfaatan teknologi pakan ini harus terus didorong untuk memudahkan peternak memperoleh pakan berkualitas dengan mudah. Kebijakan penyediaan pakan ruminansia Kebijakan penyediaan pakan ruminansia dilakukan terhadap dua hal, yaitu: (1) penyediaan pakan hijauan dan (2) penyediaan pakan konsentrat. Untuk penyediaan pakan hijauan, kebijakannya meliputi penyediaan benih/bibit TPT, unit usaha TPT, pemanfaatan lahan, dan kawasan gembala. Sedangkan untuk penyediaan pakan konsentrat, kebijakannya meliputi unit pengolah/pabrik pakan dan unit usaha bahan pakan. Penyediaan benih/bibit TPT melibatkan UPT Pusat, UPT Daerah, kelompok ternak dan swasta. Dengan tersedianya sumber-sumber bibit/benih TPT, diharapkan akan muncul unit usaha TPT. Kebijakan penyediaan TPT melalui pemanfaatan lahan dilakukan dengan integrasi ternak ke dalam lahan sumber penghasil TPT, seperti lahan tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan dan lain-lain. Kebijakan penyediaan TPT melalui kawasan gembala dilakukan dengan mengidentifikasi lahan yang tersedia, peningkatan kualitas padang gembala, penyediaan air, dan optimalisasi pemanfaatannya. 30

Untuk penyediaan pakan konsentrat, kebijakannya yang meliputi unit pengolah/pabrik pakan, dilakukan dengan memfasilitasi unit/alat pengolah pakan dan pabrik pakan skala kecil. Sedangkan untuk unit usaha bahan pakan dimaksudkan agar dapat mensuport pabrik pakan skala kecil dalam memperoleh bahan pakan yang siap digunakan oleh pabrik pakan. Program penyediaan pakan hijauan antara lain adalah: Pengembangan sumber benih/bibit TPT (UPT Pusat dan Daerah, kelompok dan swasta) Pengembangan desa mandiri pakan (lumbung pakan, kebun TPT, embung dan lain-lain) Penguatan kawasan penggembalaan (integrasi, padang penggembalaan, hutan dan lain-lain) Pengembangan unit pengolah pakan dan pabrik pakan skala kecil berbasis sumber daya lokal Bimbingan teknologi dan manajemen pakan. Kebijakan pengembangan mutu pakan Kebijakan pengembangan mutu pakan meliputi (1) pengembangan standar mutu pakan, (2) peningkatan mutu pakan, dan (3) pengawasan mutu pakan. Saat ini telah ditetapkan standar 56 bahan pakan dan 38 pakan. Beberapa jenis pakan lainnya sedang dalam proses penetapan standarnya. Peningkatan mutu pakan dilakukan dengan mendorong dan memfasilitasi penerapan teknologi pakan dan fasilitasi unit usaha pengolahan pakan serta pabrik pakan skala kecil. Sedangkan pengawasan mutu pakan dilakukan dengan sertifikasi mutu pakan oleh laboratorium pakan yang telah terakreditasi, dan melalui labelisasi produk pakan yang diedarkan untuk diperdagangkan. Kebijakan pengawasan mutu pakan Pelaksanaan pengawasan mutu pakan, dibuat kebijakan tersendiri karena hal ini sangat terkait dengan kebijakan pengembangan mutu pakan dan jaminan terhadap mutu pakan. Berkaitan dengan perbedaan sifat dari usaha peternakan unggas dan ruminansia, maka kebijakan pengawasan mutu pakan dibedakan, yaitu: (1) untuk pakan unggas ras, dilakukan penerapan yang ketat terhadap standar mutu; (2) untuk unggas lokal, jika diproduksi oleh pabrik pakan skala besar maka dilakukan kebijakan yang sama untuk pakan unggas ras; tetapi jika diproduksi oleh pabrik pakan skala kecil, maka akan dilakukan peningkatan kapasitas produksi dan kualitasnya agar dapat memenuhi standar; dan (3) untuk ternak ruminansia, kebijakan yang dilakukan adalah melakukan penataan dan pendampingan. Sistem pengawasan mutu pakan mencakup beberapa subsistem yang saling terkait, yaitu standar mutu pakan dan bahan pakan, cara pembuatan pakan yang baik (Good Feed Processing Practice = GFP), pengujian mutu pakan oleh laboratorium yang terakreditasi, pendaftaran pakan dan labelisasi, pejabat fungsional pengawas mutu pakan serta ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hal-hal di atas. PENUTUP Melihat potensi pakan yang tersedia, maka usaha peternakan kambing dan domba, mempunyai peluang yang besar untuk dapat meningkatkan kontribusinya terhadap produksi dan konsumsi daging, khususnya dalam rangka mendukung swasembada daging sapi dan kerbau tahun 2014. DAFTAR PUSTAKA AGUS, A. 2010. Kemandirian dan keamanan pakan, tantangan masa depan pembangunan peternakan. Pidato pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. BADAN LITBANG PERTANIAN. 2006. Hijauan Pakan Ternak di Indonesia. BPS dan DITJENNAK. 2008. Survei Rumah Tangga Peternakan Nasional 2008. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. DITJENNAK. 2008. Restrukturisasi Perunggasan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. 31

DITJENNAK. 2010. Statistik Peternakan 2010. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. DIREKTORAT PAKAN TERNAK. 2011. Rencana strategis (Renstra) Direktorat Pakan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011 2014. KEMTAN. 2010. Blue Print Program Swasembada Daging Sapi 2014. Kementerian Pertanian, Jakarta. MA SUM, M. 1997. Estimation of carrying capacity using satellite data for livestock development in South Sumatra and Jambi Provinces, Indonesia. Tesis. Gifu University Jepang. NITIS, I.M. 1994. Forage production system for sustainable environment. Plenary paper in Proc. of 7 th AAAP Animal Science Congress. Bali, Indonesia. 32