Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

BAB II KERANGKA TEORI

Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

Las busur listrik atau las listrik : Proses penyambungan logam dengan menggunakan tegangan listrik sebagai sumber panas.

BAB IV DATA DAN ANALISA

PENGARUH HEAT TREATMENT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa serta reparasi

proses welding ( pengelasan )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai

PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK- MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4

RANGKUMAN LAS TIG DAN MIG GUNA MEMENUHI TUGAS TEORI PENGELASAN

I. PENDAHULUAN. Dalam dunia konstruksi, pengelasan sering digunakan untuk perbaikan dan

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DASAR TEKNOLOGI PENGELASAN

BAB 1 PROSES PENGELASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

Pengaruh Kondisi Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah

Prosiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa. pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi.

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.

Kata Kunci: Pengelasan Berbeda, GMAW, Variasi Arus, Struktur Mikro

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

Ir. Hari Subiyanto, MSc

I. PENDAHULUAN. sampah. Karena suhu yang diperoleh dengan pembakaran tadi sangat rendah maka

VARIASI ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT MEKANIK MIKRO SAMBUNGAN LAS BAJA TAHAN KARAT AISI 304

BAB I PENDAHULUAN. Pengelasan adalah suatu proses penggabungan antara dua. logam atau lebih yang menggunakan energi panas.

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

ANALISIS PENGARU ARUS PENGELASAN DENGAN METODE SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN PADA BAJA KARBON RENDAH ABSTRAK

PENGARUH HASIL PENGELASAN GTAW DAN SMAW PADA PELAT BAJA SA 516 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

PENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL. Sutrisna*)

BAB I PENDAHULUAN. panas yang dihasilkan dari tahanan arus listrik. Spot welding banyak

Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebagai media atau alat pemotongan (Yustinus Edward, 2005). Kelebihan

SIFAT FISIK DAN MINERAL BAJA

PENGARUH ARUS, KANDUNGAN SULFUR, DAN GAS PELINDUNG TERHADAP MORFOLOGI LASAN PADA PENGELASAN GTAW DENGAN BUSUR DIAM.

03/01/1438 KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN BAJA KLASIFIKASI BAJA 1) BAJA PEGAS. Baja yang mempunyai kekerasan tinggi sebagai sifat utamanya

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK

PENGARUH PREHEAT TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIK LAS LOGAM TAK SEJENIS BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK AISI 304 DAN BAJA KARBON A36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

C. RUANG LINGKUP Adapun rung lingkup dari penulisan praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Kerja las 2. Workshop produksi dan perancangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

ANALISA KUAT LENTUR DAN PENGELASAN PADA PEMEGANG KURSI MOBIL

Analisa Sifat Mekanik Hasil Pengelasan GMAW Baja SS400 Studi Kasus di PT INKA Madiun

PENGARUH ARUS PENGELASAN LAS TIG TERHADAP KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS STAINLESS STEEL TYPE 304 ABSTRAK

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang

Dimas Hardjo Subowo NRP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh arus pengelasan

WELDABILITY, WELDING METALLURGY, WELDING CHEMISTRY

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BESAR ARUS LISTRIK DAN PANJANG BUSUR API TERHADAP HASIL PENGELASAN.

I. PENDAHULUAN. berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu design,

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN LAS GMAW BAJA KARBON TINGGI DENGAN VARIASI MASUKAN ARUS LISTRIK

BAB I PENDAHULUAN. atau non ferrous dengan memanaskan sampai suhu pengalasan, dengan atau tanpa menggunakan logam pengisi ( filler metal ).

EFFECT OF POST HEAT TEMPERATURE TO HARDNESS AND MACROSTRUCTURE IN WELDED STELL ST 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

STUDI PENGARUH BESARNYA ARUS LISTRIK TERHADAP DISTRIBUSI KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KEKUATAN IMPAK PADA BAJA KARBON RENDAH JENIS SB 46

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Mengetahui cara mengoperasian mesin las GMAW

Kata kunci : tegangan sisa, HAZ, SMAW.

ARI BUDIANTO N I M : D

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

Pengaruh Variasi Waktu dan Tebal Plat Pada Las Titik terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las Baja Karbon Rendah

PENGARUH ANNEALING TERHADAP LAS MIG DENGAN GAS PELINDUNG CO2 (100%) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO DAN MAKRO PADA BAJA STAM 390 G

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. terjadinya oksidasi lebih lanjut (Amanto & Daryanto, 2006). Selain sifatnya

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk.

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

PENGARUH KELEMBABAN FLUKS ELEKTRODA E 6013 LAS SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN TUMPUL BAJA PADUAN BERKEKUATAN TARIK TINGGI AISI 4340

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan dari metode yang sudah ada sebelumnya. Salah satu metode pengelasan yang sedang dikembangkan adalah las isi atau plug welding. Penelitian tentang plug weld dilakukan oleh Tsuruta dkk (1952), penelitian ini mengkaji tentang teknik pengelasan plug weld pada lembaran baja karbon. Teknik pengelasan plug weld juga dijelaskan oleh Martin (2007) yaitu proses pengelasan dimulai dengan proses pengeboran salah satu plat yang akan disambung dengan diameter 7,5-10 mm atau lebih besar lagi tergantung jenis material dan ketebalannya. Kemudian plat yang akan disambung disusun membentuk lap joint dan dilanjutkan dengan proses pengelasan pada lubanglubang yang telah dibuat, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1. Menurut Martin (2007) parameter geometri las plug welding yang dominan adalah diameter lubang bor awal yang besarnya tergantung dari tebal material yang dilas. Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) Plug welding dilakukan dengan pengelasan MIG atau GMAW, karena dalam proses ini diperlukan filler untuk mengisi lubang yang telah dibuat. Las MIG merupakan las busur gas yang menggunakan kawat las sekaligus sebagai elektroda. Elektroda tersebut berupa gulungan kawat yang gerakannya diatur oleh motor listrik. Las ini menggunakan gas argon dan helium sebagai pelindung busur dan logam yang mencair dari pengaruh atmosfir. Namun sekarang telah banyak 5

6 penelitian tentang pengaruh komposisi gas pelindung, dengan mencampur argon dengan gas lain (Yusim dan Triwikantoro, 2011). Ebrahimnia, dkk (2009) telah melakukan penelitian tentang pengaruh komposisi gas pelindung. Penelitian ini menggunakan logam induk baja ST 37-2 dengan tebal 4,5 mm dan variasi komposisi gas pelindung 97,5% Ar+2,5% CO 2, 90% Ar+10% CO 2, 82% Ar+18% CO 2, dan 75% Ar+25% CO 2. Gambar 2.2 menunjukkan jumlah inklusi dari hasil penelitian, di gambar tersebut ditunjukkan bahwa dengan meningkatnya jumlah karbon dioksida maka jumlah inklusi dan porositas semakin berkurang. Gambar 2.2. Perbandingan jumlah inklusi pada (a) 97,5% Ar+2,5% CO 2, (b) 90% Ar+10% CO 2, (c) 82% Ar+18% CO 2, dan (d) 75% Ar+25% CO 2 ( Ebrahimnia dkk, 2009 ). Selain itu juga didapatkan hasil bahwa ketangguhan meningkat kemudian cenderung konstan seiring dengan bertambahnya jumlah karbon dioksida. Nilai kekerasan tertinggi didapat dari sampel dengan gas pelindung argon murni. Penelitian lain juga pernah dilakukan dengan oleh Gülenç, dkk (2005) tentang efek hydrogen pada argon sebagai gas pelindung. Penelitian ini menggunakan baja tahan karat 304L dengan pengelasan MIG dan variasi gas pelindung argon murni, 1,5% H+98,5% Ar dan 5% H+95% Ar. Dari hasil penelitian disebutkan bahwa terjadi peningkatan kekuatan tarik dan ketangguhan dengan ditambahkannya hydrogen dalam gas pelindung, namun kekerasan tertinggi didapatkan pada lasan

7 dengan gas pelindung argon murni. Peningkatan kadar hydrogen juga mengakibatkan ukuran butir menjadi lebih besar dan meningkatnya kedalaman penetrasi (Gulenc dkk, 2005). Parameter lain yang berpengaruh dalam pengelasan MIG adalah arus pengelasan. Penelitian tentang pengaruh arus pengelasan dan gas pelindung pernah dilakukan oleh Suyono, dkk (2011) terhadap kekuatan tarik dan impact baja karbon medium fasa ganda. Arus pengelasan yang digunakan 80A, 100A, 120A dan campuran gas pelindung Argon - CO 2 (0-100%), (100% - 0) dan (50% - 50%). Hasil penelitian pada Gambar 2.3 menunjukkan bahwa semakin besar arus pengelasan yang digunakan maka kekuatan tarik dan kekuatan impact meningkat. (a) (b) Gambar 2.3. Pengaruh arus pengelasan terhadap (a) kekuatan tarik dan (b) kekuatan impact (Suyono dkk, 2011). 2.2 DASAR TEORI 2.2.1. GMAW (Gas Metal Arc Welding) Pengelasan GMAW merupakan proses penyambungan dua material logam atau lebih menjadi satu melalui proses pencairan setempat, dengan menggunakan elektroda gulungan (filler metal) yang sama dengan logam dasarnya dan menggunakan gas pelindung. Sebagai pelindung oksidasi dipakai gas pelindung yang berupa gas mulia yaitu 97% Argon untuk plat tipis dan 100% Helium untuk plat tebal (Yusim dan Triwikantoro, 2011). Pada proses pengelasan GMAW, panas dihasilkan oleh busur las yang terbentuk di antara elektroda kawat dengan benda kerja. Selama proses pengelasan, elektroda akan meleleh kemudian menjadi

8 deposit logam las dan membentuk butiran las, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Gas pelindung digunakan untuk mencegah terjadinya oksidasi dan melindungi hasil las selama masa pembekuan. Gambar 2.4. Skema pengelasan GMAW (Daryus, 2008) Sistem pembangkit tenaga pada mesin GMAW pada prinsipnya adalah sama dengan mesin SMAW yang dibagi dalam 2 golongan, yaitu : Mesin las arus bolak balik (Alternating Current / AC Welding Machine) dan Mesin las arus searah (Direct Current/DC Welding Machine). Sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan jenis bahan yang di las yang kebanyakan adalah jenis baja, maka secara luas proses pengelasan dengan GMAW adalah menggunakan mesin las DC. Rangkaian perlengkapan mesin las dapat dilihat pada Gambar 2.5. Pengelasan dengan GMAW memiliki beberapa kelebihan, antara lain: 1. Konsentrasi busur yang tinggi, sehingga memudahkan pengelasan. 2. Sangat efisien dan proses pengerjaan cepat. 3. Terak yang terbentuk cukup banyak. 4. Ketangguhan dan elastisitas, kekedapan udara, ketidakpekaan terhadap retak dan sifat-sifat lainnya lebih baik daripada yang dihasilkan dengan cara pengelasan yang lain.

9 Gambar 2.5. Peralatan Las GMAW (Hadisaputra, 2015) 2.2.1.1. Plug welding Plug welding adalah salah satu metode penyambungan plat pada sambungan lap joint. Proses pengelasan dimulai dengan proses pengeboran salah satu plat yang akan disambung dengan diameter 7,5-10 mm atau lebih besar lagi tergantung jenis material dan ketebalannya. Kemudian plat yang akan disambung disusun membentuk lap joint dan dilanjutkan dengan proses pengelasan pada lubang-lubang yang telah dibuat (Martin, 2007). 2.2.1.2. Gas Pelindung Gas pelindung (Shielding Gas) adalah suatu gas yang berfungsi melindungi cairan logam las (bahan logam pengisi maupun logam induk) dari udara lingkungan sekitarnya untuk mencegah terjadinya proses oksidasi antara logam las dengan udara luar. Pada suhu tinggi oksigen bereaksi dengan logam las menjadi oksida metal. Oksigen juga bereaksi dengan karbon di dalam cairan logam las menjadi CO (karbon monoksida) dan CO 2 (karbon dioksida). Prosesproses bereaksinya cairan logam las dengan udara luar sekitarnya juga dapat menghasilkan berbagai macam cacat las, oleh karena itu unsur-unsur oksigen maupun nitrogen harus dijauhkan dari cairan logam las. Di samping fungsi nya melindungi logam las dari kontaminasi udara luar, gas lindung juga berfungsi untuk mempengaruhi sifat busur, moda transfer metal, penetrasi, profil jalur las,

10 kecepatan las, sebagai pembersih, dan sifat mekanis bahan las (Wiryosumarto dan Okumura, 2000). Secara umum gas yang digunakan yaitu argon dan helium, namun sekarang CO 2 juga dapat dipakai. Penambahan gas CO 2 ke dalam gas argon akan menaikkan besarnya arus listrik. Selain itu, gas CO 2 juga mempengaruhi kedalaman penetrasi. Bila gas ini dicampurkan ke dalam gas argon, maka penetrasi pada tempat busur berkurang tetapi penetrasi di sekitarnya semakin dalam. Apabila gas CO 2 murni yang digunakan sebagai gas pelindung maka penetrasinya pada seluruh daerah busur menjadi dalam, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.6. Gambar 2.6. Pengaruh gas pelindung pada penetrasi (Wiryosumarto dan Okumura, 2000) 2.2.2. Baja tahan karat Baja tahan karat termasuk dalam baja paduan tinggi yang tahan terhadap korosi, suhu tinggi dan suhu rendah. Disamping itu juga mempunyai ketangguhan dan sifat mampu potong yang cukup. Karena sifatnya, maka baja ini banyak digunakan dalam reaktor atom, turbin, mesin jet, pesawat terbang, alat rumah tangga dan lain-lainnya. Secara garis besar baja tahan karat dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu austenitik, martensitik dan ferritik. 2.2.2.1. Baja Tahan Karat Austenitik Baja tahan karat austenitik merupakan baja tahan karat yang paling banyak digunakan dalam dunia industri. Hal tersebut dikarenakan baja tahan karat jenis ini memiliki sifat antara lain ketanggguhan baik, tidak bersifat magnet, kekuatan dan keuletan tinggi dan mampu lasnya. Baja tahan karat ini mengandung unsur paduan utama Cr dan Ni yang tinggi dengan kadar 16%-26%, nikel sampai 35%

11 dan karbon sampai 0,25%. Pada umumnya memiliki struktur fase tunggal. Struktur ini selama pengelasan dapat membentuk kristal ferit di dalam weld metal dan HAZ. Pembentukan ferit ini mempunyai keuntungan, yaitu mencegah terjadinya hot cracking, sedangkan kerugiannya yaitu ketahanan korosinya akan berkurang, terutama yang mengandung alloy Molybdenum (Mo). Baja tahan karat austenitik memiliki beberapa karakter yang perlu diperhatikan. Baja tahan karat memiliki tahanan listrik yang tinggi sehingga arus yang diperlukan juga sedikit (penyetelan panas yang lebih rendah). Logam ini memiliki konduktivitas termal yang rendah, sehingga panas yang dihasilkan dapat terkonsentrasi pada satu daerah yang sempit. Akan tetapi, logam ini memiliki koefisien ekspansi termal yang besar sehingga perlu diperhatikan untuk masalah distorsi dan lengkungan akibat desakan pada sambungan. Baja tahan karat austenitik yang mengandung sekitar 0,1% C atau lebih, peka terhadap terjadinya korosi batas butir pada HAZ, inilah yang disebut weld decay. Weld decay pada baja tahan karat austenitik tidak stabil terjadi karena presipitasi karbida krom pada batas butir, yang disebut sensitisasi. Weld decay pada baja tahan karat austenitik dapat dicegah dengan: a. Post weld heat treatment : yaitu dengan memanaskan lasan hingga temperatur dimana senyawa karbida larut kembali ke austenit lalu dilanjutkan pendinginan cepat. Temperatur dimana terjadi pelarutan kembali senyawa karbida berkisar 1000-1050 o C. b. Pengurangan kadar karbon. c. Penambahan pembentuk karbida yang kuat. Elemen seperti Titanium dan Niobium mempunyai afinitas yang kuat untuk karbon sehingga pembentukan karbida lebih kuat daripada krom. 2.2.2.2. Baja Tahan Karat Martensitik Baja tahan karat martensitik merupakan baja tahan karat dengan kandungan Cr 11,5%-18%, nikel sampai 4% dan karbon sampai 1,2%. Baja tahan karat ini memiliki sifat antara lain mampu keras yang baik, bersifat magnet dan memiliki ketangguhan cukup tinggi. Saat pengelasan, akan cenderung terbentuk struktur martensit yang keras dan getas di daerah HAZ sehingga menyebabkan baja tahan karat ini memiliki kekurangan pada sifat mampu lasnya. Proses

12 perlakuan panas, atau heat treatment diterapkan dengan cara memanaskan baja sampai temperatut austenit, kemudian didinginkan dengan cepat ke dalam media air. Selama proses pendinginan, austenit akan bertransformasi menjadi martensit. Fasa martensit ini, membuat baja tahan karat menjadi sangat rapuh, untuk itu agar dapat memperoleh keuletan dilakukan proses pemanasan temper. Contoh baja tahan karat jenis ini adalah AISI 403, 410, 420, 440A. 2.2.2.3. Baja Tahan Karat Feritik Baja tahan karat feritik merupakan baja tahan karat dengan kandungan Cr 14% - 27% dan mengandung karbon 0,35%. Baja jenis ini memiliki sifat magnet dan kurang ulet. Pemanasan di atas suhu kritis akan merubah struktur mikro menjadi austenit. Jika baja ini mengalami pemanasan akan terjadi pertumbuhan butir yang luar biasa. Pendinginan yang cepat juga akan membentuk formasi martensit. Contoh baja tahan karat feritik adalah baja AISI 405, 430 dan 446. Dalam proses pengelasan baja tahan karat feritik akan mengalami pengkasaran butir sehingga ketangguhan dan keuletannya menurun. Presipitasi karbida juga terjadi sehingga ketahanan korosinya akan menurun. Untuk mendapatkan hasil las yang baik diperlukan pemanasan mula dengan suhu 100ºC sampai 120ºC. Masukan panas yang tinggi selama pengelasan akan menurunkan keuletan dari baja ini. Untuk menghilangkan presipitasi karbida di daerah HAZ dan mengurangi tegangan sisa maka diperlukan proses perlakuan panas setelah pengelasan (post-weld heat treatment). Suhu pemanasan berkisar pada 780ºC sampai 850ºC dengan waktu tahan 30 menit sampai 60 menit. Perlakuan panas tersebut akan mengembalikan sifat baja jenis ini sehingga keuletan, ketangguhan dan ketahanan korosi di daerah HAZ tidak banyak berkurang.