BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Pengertian kepuasan dan teori kepuasan. suatu proses keputusan, konsumen yaitu pasien, tidak akan berhenti hanya sampai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2005) adalah puas ; merasa

MANAJEMEN MUTU (KEPUASAN PELANGGAN)_AEP NURUL HIDAYAH_(RKM )_REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN_POLITEKNIK TEDC BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau perilaku kepada atau untuk individu atau kelompok melalui antisipasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tingkat kepuasan rata-rata pengguna jasa. Kepuasan adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Sedangkan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pasien. Memahami kebutuhan dan keinginan pasien adalah hal penting yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA S K R I P S I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang sering terlupakan namun sebenarnya sangatlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, pelayanan prima merupakan elemen utama di rumah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penampilan rumah sakit dapat diketahui dari beberapa indikator antara lain : a. Cakupan dan mutu pelayanan dilihat melalui indikator :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT NIRMALA SURI SUKOHARJO SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI. tempat, organisasi dan gagasan (Kotler, 2001:347). Dari definisi diatas. 1. Intangibility (tidak dapat dilihat, dirasakan).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya taraf hidup masyarakat, menyebabkan terjadinya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era globalisasi, persaingan bisnis menjadi sangat ketat baik di pasar

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan masyarakat adalah setiap upaya yang. diselenggarakan secara mandiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam menerima pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan suatu aktivitas yang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Pemasaran dan Konsep Pemasaran. Menurut (Kotler, 2007), pemasaran adalah :

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pelayanan (Service) dalam Perbankan Syariah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah sektor jasa yang mampu menciptakan kesempatan kerja lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Layanan Kesehatan

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di Rumah Sakit.

BAB 1 PENDAHULUAN. bermutu merupakan asuhan manusiawi yang diberikan kepada pasien, memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu, pengaruh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit.

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit. merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (UU No.44, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Indikator pelayanan makanan : Waktu Daya terima /kepuasan. BAB II Penampilan makan. Keramahan pramusaji Kebersihan alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Parasuraman dalam Lupiyoadi (2001:6), kondisi fisik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali pelayanan penunjang medis di bidang farmasi. Pelayanan yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Berkembangnya jumlah rumah sakit di Indonesia menjadikan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit dengan harapan sebelum pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan. spiritual pasien (Suarli dan Bahtiar, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB II LANDASAN TEORI. pendukung dan acuan penelitian. Teori-teori ini menjadi bahan rujukan

BAB I PENDAHULUAN. cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II URAIAN TEORITIS. Kepuasan Para Pengguna Jasa Kereta Api pada PT. Kereta Api (Persero) Medan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Terdapat lima kompenen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG KEPUASAN PELANGGAN, KUALITAS PELAYANAN, PENGARUH DIMENSI KUALITAS PELAYANAN TERHADAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Selvy Normasari dkk (2013) mengenai Pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Pelanggan. membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. serta memberikan kepuasan bagi pasien selaku pengguna jasa kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujudnya kesehatan yang optimal dan terpelihara. Salah satu upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bisma, Vol 1, No. 8, Desember 2016 KEPUASAN KONSUMEN PADA DIVISI SERVICE PT ANZON AUTO PLAZA DI PONTIANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. sakit dan unit kesehatan. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Peran utama pemerintah terhadap rakyat adalah memberikan. pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pasien

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan berdasarkan analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. random dari suatu sistem antrian yang terjadi. pelayanan.dengan melihat tulisan diatas maka konsumen (pasien) dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karya, padat modal, padat teknologi, dan padat keterampilan (Soedarmono, S, dkk,

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya terbatas pada pelayanannya saja (Kuncoro,2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. Persaingan ini muncul karena semakin banyaknya perusahaan yang menawarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini kesehatan merupakan hal yang mutlak diperlukan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam strategi World Trade Organization (WTO) pada tahun 2010 Indonesia

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Kepuasan Pasien 1.1 Pengertian kepuasan dan teori kepuasan Menurut Soejadi (1996), pasien atau klien merupakan individu terpenting dirumah sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Didalam suatu proses keputusan, konsumen yaitu pasien, tidak akan berhenti hanya sampai proses penerimaan pelayanan. Pasien akan mengevaluasi pelayanan yang diterimanya tersebut. Hasil dari proses evaluasi itu akan menghasilkan perasaan puas atau tidak puas (Sumarwan, 2003). Kotler (1997) menyatakan bahwa kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang (Sumarwan, 2003). Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sama sekali. Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang dikonsumsinya. Kepuasan pasien bersifat subjektif berorientasi pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan pasien dapat berhubungan dengan berbagai aspek diantaranya mutu pelayanan yang diberikan,

kecepatan pemberian layanan, prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri (Anwar, 1998 dalam Awinda, 2004). Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah tingkat kepusan dari persepsi pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu indikator kinerja rumah sakit. Bila pasien menunjukkan hal-hal yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut (Purnomo, 2002). Ada beberapa teori mengenai kepusaan. Teori yang menjelaskan apakah pasien sangat puas, puas, tidak puas adalah teori performasi yang diharapkan (expectation-performance theory) yang menyatakan bahwa kepusan adalah fungsi dari harapan pasien tentang jasa dan performasi yang diterimanya. Jika jasa sesuai dengan harapannya ia akan puas; jika jasa kurang sesuai dengan yang diharap,ia akan merasa tidak puas. Kepuasan atau ketidak puasan pasien akan meningkat jika ada jarak yang lebar antara harapan dan kenyataan performasi pelayanan. Beberapa pasien cenderung memperkecil kesenjangan dan mereka akan terkurangi rasa ketidakpuasannya (Purnomo, 2002). Long & Green (1994) berpendapat bahwa perawat memiliki konstribusi yang unik terhadap kepuasan pasien dan keluarganya. Valentine (1997) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan dan perilaku perawat merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan pasien (dikutip dari Wolf, Miller, & Devine, 2003).

Menurut Oliver (1998., dalam Supranto, 2001) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut. 1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien Menurut Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, yaitu: 1. Kualitas produk atau jasa Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya. Dalam hal pelayanan di rumah sakit aspek klinis, yaitu komponen

yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis adalah produk atau jasa yang dijual (Lusa, 2007). 2. Kualitas pelayanan Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat bersumber dari faktor yang relatif sefesifik, seperti pelayanan rumah sakit, petugas kesehatan, atau pelayanan pendukung (Woodside, 1989). Prioritas peningkatkan kepuasan pasien adalah memperbaiki kualitas pelayanan dengan mendistribusikan pelayanan adil, palayanan yang ramah dan sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis (Marajabessy, 2008). 3. Faktor emosional Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan rumah sakit mahal, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Selain itu, pengalaman juga berpengaruh besar terhadap emosional pasien terhadap suatu pelayanan kesehatan (Robert dan Richard, 1991). Perasaan itu meliputi senang karena pelayanan yang menyenangkan, terkejut karena tak menduga mendapat pelayanan yang sebaik itu, rasa tidak menyenangkan dan kekecewaan

terhadap suatu pelayanan tertentu sangat mempengaruhi pemilihan terhadap rumah sakit. 4. Harga Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien. 5. Biaya Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. Menurut, Lusa (2007), biaya dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarakat yang berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat miskin,dan sebagainya. Selain itu, efisiensi dan efektivitas biaya, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan biaya perawatan.

Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu : 1. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya. 2. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Herianto dan kawan-kawan (2005) menemukan, ekspektasi masyarakat terhadap harga yang murah ditemukan cukup tinggi. Ini dikarenakan masyarakat miskin di Indonesia memang cukup tinggi. 3. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Dapat dijabarkan dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan, informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi, support, seberapa tanggap dokter/perawat di ruangan IGD, rawat jalan, rawat inap, farmasi,

kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat, pengukuran suhu dsb (Lusa, 2007). Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan. 4. Lokasi, meliput i letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Akses menuju lokasi yang mudah dijangkau mempengaruhi kepuasan klien dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di rumah sakit maupun pusat jasa kesehatan lainnya (Heriandi, 2007). Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut. 5. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan klien, namun rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen. Berbagai kegiatan dan prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang mencerminkan kualitas rumah sakit merupakan determinan utama dari kepuasan pasien. Pasien akan memberikan penilaian (reaksi afeksi) terhadap berbagai kegiatan pelayanan kesehatan yang diterimanya maupun

terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Penilaian mereka terhadap kondisi rumah sakit (mutu baik atau buruk) merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya berdasarkan pengalaman subjektif individu pasien(utama, 2003). 6. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga yang tinggi. pasien akan tetap setia menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan harapanharapan yang diinginkan pasien. 7. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen. Aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan

ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dan lain-lain (Lusa, 2005). 8. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut. Menurut Lusa (2007), aspek ini tidak hanya penting untuk memberikan kepuasan semata, tetapi juga memberi perlindungan kepada pasien. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran, dan lain-lain adalah aspek penting yang menentukan kepuasan. aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dan lain-lain. Perawat harus memperhatikan aspek ini. 9. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang

memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di rumah sakit, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana, dan desain visual. Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien RS. Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak sesuai dengan harapannya merasa cukup puas karena dilayani dengan sikap yang menghargai perasaan dan martabatnya (Suryawati dkk, 2006). 1.3 Pengukuran Tingkat Kepuasan Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam penyediaan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan efisien. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam pengembangan suatu system penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap

populasi dan sasaran (Hadisugito, 2005). Bila pelanggan tidak puas atau kecewa, harus segera diketahui faktor penyebabnya dan segera dilakukan koreksi atau perbaikan. Tanpa adanya tindakan untuk melakukan koreksi atau perbaikan hasil pengukuran tingkat kepuasan pelanggan menjadi tidak bermamfaat. Padahal tujuan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan adalah untuk dapat segera mengetahui faktor-faktor yang membuat para pelanggan tidak puas, dapat segera diperbaiki, sehingga pelanggan tidak kecewa. Tingkat kepuasan adalah merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasaran dan saiingannya. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan. Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, perusahaan harus menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pelanggan yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pelanggannya. Menurut Kotler (2003), ada beberapa macam metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan :

a. Sistem keluhan dan saran Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan. Misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, dan hubungan telepon langsung dengan pelanggan. b. Ghost shopping Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pengguna potensial, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk rumah sakit dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka. c. Lost customer analysis Rumah sakit seyogianya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti menggunakan jasa pelayanan agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi. D. Survei kepuasan pelanggan Penelitian survei dapat melalui pos, telepon dan wawancara langsung. Responden juga dapat diminta untuk mengurutkan berbagai elemen penawaran berdasarkan derajad pentingnya setiap elemen dan seberapa baik perusahaan dalam masing-masing elemen (importanse/performance ratings). Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa rumah sakit menaruh perhatian terhadap para pengguna jasa pelayanannya.

Pengumpulan data survei kepuasan pasien dapat dilakukan dengan berbagai cara tetapi pada umumnya dilakukan melalui kuesioner dan wawancara. Adapun penggunaan kuesioner adalah cara yang paling sering digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan, seperti proses yang mudah dan murah, menghasilkan data yang telah terstandarisasikan, dan terhindar dari bias pewawancara (Pohan, 2006). 1.4 Manfaat Pengukuran Kepuasan Menurut Gerson (2004), manfaat utama dari program pengukuran adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada beberapa manfaat pengukuran kepuasan antara lain sebagai berikut : a. pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan. b. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat. c. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang memberi pelayanan.

d. Pengukuran memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi ini juga bisa datang dari pelanggan. e. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitasnya yang lebih tinggi. Menurut Azwar (2003), didalam situasi rumah sakit yang mengutamakan pihak yang dilayani (client oriented), karena pasien adalah pasien yang terbanyak, maka banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh bila mengutamakan kepuasan pasien antara lain sebagai berikut : a. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit. b. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsung. c. Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi. Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya pendapatan rumah sakit). d. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) rumah sakit, seperti perusahaan asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang mempunyai citra positif.

e. Didalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak- hak pasien. Rumah sakitpun akan berusaha sedemikian rupa sehingga malpraktek tidak terjadi. 1.5 Klasifikasi kepuasan Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut : a) Sangat memuaskan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat), atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi. b) Memuaskan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang. c) Tidak memuaskan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau

keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk proses administrasi), atau tidak ramah. d) Sangat tidak memuaskan. Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses administrasi), dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah. Berpedoman pada skala pengukuran yang dikembangkan likert dikenal dengan istilah skala likert, kepuasan pasien dikategorikan menjadi, sangat puas, agak puas, dan tidak puas. Kategori ini dapat dikuantifikasi misalnya ; sangat puas bobotnya 3, agak puas bobotnya 2, dan tidak puas bobotnya 1 (Utama, 2003). 2. Pelayanan keperawatan prima 2.1 Pengertian pelayanan keperawatan prima Defenisi pelayanan umum (Kep.Men.Pan.No.81 tahun 1993) adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, didaerah dan BUMN/D dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka ketentuan peraturan perundangundangan. Sedangkan pelayanan keperawtan prima adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit (Ginting, 2006)

Pelayanan prima merupakan elemen utama rumah sakit dan unit-unit kesehatan agar bisa bertahan diera globalisasi. Adapun pelayanan kepada masyarakat tentunya telah ada suatu ketetapan tatalaksananya. Prosedur dan kewenangan sehingga penerima pelayanan puas dengan apa yang telah diterimanya. Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang memiliki mutu, kualitas, dbersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi. Pelayanan prima pada dasarnya dituukan untuk memberikan kepuasan kepada pasien. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas dan memiliki lima dimensi mutu yang utama yaitu : tangibles, re;iability, responsiveness, assurance, dan empathy. Disadari ataupun tidak, penampilan (tangibles) dari rumah sakit merupakan poin pertama yang ditilik ketika pasien pertama kali mengetahui keberadaannya. Masalah kesesuain janji (reliability), pelayanan yang tepat (responsiveness), dan jaminan pelayanan (assurance) merupakan masalah yang sangat peka dan sering menimbulkan konflik. Dalam proses ini faktor perhatian (empathy) terhadap pasien tidak dapat dilalaikan oleh pihak rumah sakit (Fahriadi, 2007).

Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima, sebuah rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia dengan kualitas baik. Pelayanan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang diberikan oleh suatu tim tenaga kesehatan, seperti Dokter, Perawat dan Bidan. Tim keperawatan merupakan anggota tim garda depan yang menghadapi masalah kesehatan pasien selama 24 jam secara terus menerus. Bentuk pelayanan dan asuhan keperawatan seyogianya diberikan oleh perawat yang memiliki kemampuan serta sikap dan kepribadian yang sesuai dengan tuntutan profesi keperawatan. Sehubungan dengan hal tersebut, tenaga keperawatan harus dipersiapkan dan ditingkatkan secara teratur, terencana, dan berkesinambungan (Aisyah, 2008). 2.2 Faktor-faktor pelayanan keperawatan prima Dalam pengembangan budaya pelayanan keperawatan prima, Gultom (2006) mengembangkan pelayanan keperawatan priama dengan menyelaraskan faktor-faktor Ability (kemampuan), Attitude (sikap), Appearance (penampilan), Attention (perhatian), Action (tindakan), Accountability (tanggung jawab). 1. Kemampuan (Ability) Kemampuan adalah pengetahuan dan keterampilan yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima, yang meliputi kemampuan dalam bidang keperawatan yang ditekuni, melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi, membina hubungan dengan tenaga kesehatan lain. Perawat harus mempunayai pengetahuan dan wawasan luas, terlebih lagi pada saat ini ketika perawat dituntut untuk menjadi seorang profesional. Pengetahuan dan

wawasan yang dimaksud bukan hanya sebatas bidang keperawatan, tapi menyeluruh. Pengetahuan yang luas dari perawat sangat berguna untuk memberikan pelayanan keperawatan yang profesional. Sedangkan menurut Utama (1999), keterampilan merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar. Seorang perawat dikatakan terampil apabila telah dapat memberikan pelayanan keperawatan dengan baik dan benar. Baik dan benarnya perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan mengacu pada dasar pendidikannya dan standar keperawatan. Akan tetapi, keterampilan seorang perawat bukan hanya tergantung dari tingginya pendidikan yang diterimanya, tapi pengalaman dalam melakukan pelayanan keperawatan juga sangat berpengaruh (Zulkifli, 1999). 2. Sikap (Attitude) Sikap adalah perilaku yang harus ditonjolkan perawat ketika menghadapi pasien. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lembut,sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping pasien dan bersikap sebagai media penberi asuhan. Sikap ini diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Adapun sikap-sikap dalam pelayanan prima adalah semangat, memakai cara yang baik, pro-aktif, positif, penuh kesabarab dan tidak mengada-ada, dan tepat waktu. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, sikaf tersebut harus dimiliki oleh seorang perawat karena sikaf perawat juga sangat berpengaruh terhadap kepuasan

pasien. Sikap perawat yang baik dan ramah dapat menimbulkan rasa simpati pasien terhadap perawat. 3. Penampilan (Appearance) Penampilan perawat dalah penampilan, baik berupa fisik maupun nonfisik yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari pihak lain. Penampilan seseorang merupakn salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komuniksi interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. 84% dari kesan terhadap seseorang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadiaan, status sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan cita diri dan profesional yang positif. Penampilan fisik perawat dapat mempengaruhi persepsi pasien terhadap pelayanan atau asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap pasien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mecerminkan kemampuan perawat tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa percaya terhadap pasien jika perawat tidak memenuhi citra pasien. 4. Perhatian ( Attention) Perhatian adalah kepedulian penuh terhadap pasien, baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pasien maupun pemahaman atas saran dan kritik. Perhatian yang diberikan perawat, terutama ketika pasien sendiri dan merasa menadi beban bagi orang lain, adalah sangat berguna untuk mempercepat proses penyembuhan. Penyakit yang diderita oleh pasien terjadi bukan hanya

kelemahan fisiknya, tetapi dapat juga terjadi karena adanya gangguan pada kejiwaannya. Sikap yang baik terutama perhatian yang diberikan oleh perawat kepada pasien, diyakuni ddapat mempercepat proses penyembuhan kejiwaannya. Sehingga dengan sembuhnya kejiwaan maka dapat mempengaruhi kesembuhan fisiknya. 5. Tindakan (Action) Tindakan adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam memberikan layanan kepada pasien. Layanan ini seyogianya berlandaskan ilmu pengetahuan, prinsip dari teori keperawatan serta penampilan dan sikap serta sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang diemban kepada perawat tersebut. Apabila perawat terampil dalam memberikan tindakan keperawatan, maka secara otomatis pasien juga akan merasakan kepuasan dari tindakan yang diberikan perawat tersebut. Hal ini teradi karena perawat yang terampil dapat menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi pasien saat melakukan suatu tindakan. Tindakan perawat yang sesuai dengan standar keperawatan dapat menjamin bahwa asuhan keperawatan yang diberikan juga berkualitas. 6. Tanggung jawab (Accountability) Tanggung jawab adalah suatu sikaf keberpihakan kepada pasien sebagai wujud kepedulian untuk menghindarkan atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan pasien. Perawat merupakan salah satu profesi yang berhubungan dan berinteraksi langsung dengan pasien, baik itu klien sebagai individu, keluarga maupun masyarakat, oleh karena itu dalam memberikan asuhan keperawatannya perawat dituntut untuk memahami dan berprilaku sesuai dengan etika keperawatan. Agar seorang perawat dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat maka perawat

harus memegang teguh nilai-nilai yang mendasari praktik keperawatan itu sendiri., yaitu : perawat membantu pasien untuk mencapai tingkat kesehatan optimum, perawat membantu meningkatkan autonomi pasien mengekspresikan kebutuhannya, perawat mendukung martabat kemanusiaan dan berprilaku sebagai advokat bagi pasien, perawat menjaga kerahasiaan pasien, beriorentasi pada akuntabilitas perawat, dan perawat bekera dalam lingkungan yang kompeten, etik, dan aman (CAN,2001). Prinsip pelayanan prima dibidang kesehatan: 1. Mengutamakan pelanggan 2. Sistem yang efektif 3. melayani dengan hati nurani 4. perbaikan berkelanjutan 5. pemberdayaan pelanggan 2.3 Kualitas pelayanan keperawatan Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan dengan kegiatan yang dipantau atau diatur dalam pelayanan berdasarkan kebutuhan atau pandangan konsumen. Penelitian terhadap kualitas pelayanan keperawatan dirumah sakit tidak semudah menentukan kualitas barang pada industri manufaktur. Pada industri manufaktur, kualitas barang yang dihasilkan ditentukan oleh standar baku dan harga. Bila kualitas dibawah standar atau bila harganya diatas standar untuk barang tertentu maka konsumen tidak akan mau membelinya. Sedangkan pada bidang kesehatan, konsumen atau pasien berada pada posisi yang tidak mampu menilai secara pasti kualitas pelayanan yang diterimanya.

Bidang keperawatan, tujuan kualitas pelayanan adalah untuk memastikan bahwa jasa atau produk pelayanan keperawatan yang dihasilakan sesuai dengan standar atau keinginan pasien (Nursalam, 2002). Untuk memenuhi kebutuhan pasien tersebut maka yang paling bertanggung jawab adalah perawat. Kualitas pelayanan keperawatan dinilai dari berbagai pelayanan itu, baik bagi perorangan maupun populasi. Penilaian kualitas pelayanan keperawatan, terdapat tahap-tahap yang harus dijalani. Menurut Nursalam(2002), tahap pertama dalam proses ini adalah penyusunan standar atau kriteria. Adalah sesuatu yang mustahil apabila mengukur sesuatu tanpa adanya suatu standar yang baku. Tidak hanya harus ada standar, tetapi pemimpin juga harus tanggap dan melihat bahwa perawat mengetahui dan mengerti standar yang telah ditentukan tersebut, karena standar bervariasi operasionalnya dalam setiap institusi dan perawat harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan kriteria. Informasi-informasi yang diperoleh tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengukuran kualitas pelayanan keperawatan. Tahap tiga adalah identifikasi sumber informasi. Pemimpin harus yakin terhadap sumber informasi yang didapatkan. Dalam melakukan pengawasan kualitas pelayanan keperawatan, pemimpin dapat menemukan banyak informasi dari pasien sendiri yang merupakan sumber yang sangat membantu. Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data. Semua informasi yang telah didapat dari pasien, dapat diadikan sebagai pengukuran kualitas pelayanan keperawatan. Tahapan terakhir yaitu evaluasi ulang. Jika semua asuhan keperawatan dilakukan sesuai

dengan standar yang berlaku, maka evvaluasi ulang tidak perlu dilakukan. Evaluasi ulang hanya akan dikerjakan apabila banyak kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan standar yang berlaku. Penelitian standar asuhan keperawatan, maka tindakan yang seharusnya dilakukan adalah menetapkan standar keperawatan. Standar keperawatan yang telah terbentuk akan membantu dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, yang konsisten, kontiniu, dan bermutu. Standar keperawatan juga dapat melindungi pasien dari tindakan yang salah yang dilakukan oleh perawat. 2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan keperawatan prima Menurut Nursalam (2002) keberhasilan pelaksanaan kegiatan menjamin kualitas pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh berbagai factor yakni : 2.4.1 Faktor pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Dimana pengetahuan manusia umumnya diperoleh diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket terhadap responden tentang isi materi yang diukur. Dalam pengetahuan yang ingin diukur disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan dalam kognitif (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan tenaga perawat kepada kegiatan penjaminan mutu pelayanan keperawatan merupakan kegiatan penilai, memantau atau mengatur pelayanan yang berorientasi pada klien (Nurachmah, 2001).

Adapun tujuan dari penilaian mutu pelayanan keperawatan adalah untuk meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien atau konsumen, menghasilkan keuntungan atau pendapat institusi, mempertahankan eksistensi institusi, meningkatkan kepuasan kerja sumber daya yang ada, meningkatkan kepercayaan konsumen atau pelanggan serta menjalankan kegiatan sesuai aturan atau standar yang berlaku. Pelayanan asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan keperawatan dipersiapkan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki perawat dalam mempertahankan haknya untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etik profesi perawat yang berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian, perencanaan, implementasi rencana, dan evaluasi tindakan yang diberikan (Nuracmah,2001). Pengetahuan perawat tentang penilaian mutu pelayanan keperawatan tidak terrlepas dari standar praktik keperawatan yang telah ditetapkan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yakni : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. 2.4.2 Faktor beban kerja Bekera adalah suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. Dan aktifitas ini melibatkan baik fisik maupun mental (As ad, 2001). Beban kerja merupakan suatu kondisi atau keadaan yang memberatkan pada pencapaian aktifitas untuk melakukan suatu aktifitas. Beban kerja perawat yang tinggi serta beragam dengan tuntutan institusi kerja dalam pencapaian kualitas bermutu, jumlah tenaga yang tidak memadai berpengaruh besar pada pencapaian mutu

pelayanan yang diharapkan (Kusdijanto, 2000). Untuk itu perlu adanya pengorganisasian kerja perawat yang tepat dan jelas (Swansburg, 2000). Tujuan utama menyusun rencana pembagian tugas adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi staf dalam melaksanakan tugasnya. Pembagian tugas terdiri dari tiga aspek yaitu : pengembangan tugas, keterlibatan dalam tugas, dan rotasi tugas (Nursalam, 2000). Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan adalah dengan cara menjaga kesinambungan antara beban kera perawat dan jumlah tenaga perawat yang tersedia. 2.4.3 Faktor komunikasi Komunikasi adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima (Nursalam, 2000). Komunikasi dalam praktik keperawatan professional merupakan unsure utama bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan komunikasi terapeutik antara lain : 1. Pendidikan Merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat digunakan untuk mendapatkan informasi untuk meningkatkan kualitas hidup (Notoadmojo, 2003). Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi dan makin baik pengetahuan yang dimiliki sehingga menggunakan komunikasi terapeutik secara efektif akan dapat dilakukannya.

2. Lama bekerja Merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja ditempat kerja. Makin lama seseorang bekera makin banyak pengalaman yang dimilikinya sehingga akan makin baik cara berkomunikasinya (Alimul, 2003) 3. Pengetahuan Merupakan proses belajar dengan meggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan (Notoadmojo, 2003). Menurut Bloom dan Kartwalk (1998) membagi pengetahuan dalam enam tingkatan diantaranya tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. 4. Sikap Sikap dalam komunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi berjalan efektif atau tidak. Sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar kurang percaya terhadap komunikator. Sikap yang diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti terbuka, percaya, empati, menghargai, rendah diri dan menjadi pendengar yang baik. Kesemuanya dapat mendukung komunikasi yang terapeutik. 5. Kondisi psikologi Pada komunikator akan mudah mempengaruhi dari isi pembicaraan melalui komunikasi terapeutik. Namun perlu memperhatikan kondisi psikologis yang baik untuk menjadikan komunikasi sebagai terapeutik. Kondisi psikologis seorang pendengar dapat dipengaruhi oleh rangsangan emosi yang disebabkan oleh pembicaraan itu sendiri. Indikator dalam melaksanakan komunikasi terapeutik (Nursalam, 2003) mendorong pasien untuk mengungkapkan pandangan dan

perasaannya, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dalam setiap komunikasi serta memanggil pasien sesuai dengan identitasnya.