Gambar 2.1 Evolusi dari Perkembangan Teori-teori Perdagangan Internasional

dokumen-dokumen yang mirip
Materi Minggu 5. Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional Pengertian, Instrumen dan Tujuan Kebijakan Ekonomi Internasional

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Pengertian Perdagangan Internasional

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Tambunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB 9 HUBUNGAN KURS VALAS DAN INFLASI

NERACA PERDAGANGAN DAN NERACA PEMBAYARAN

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. diambil dari mata uang India Rupee. Sebelumnya di daerah yang sekarang disebut

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

III KERANGKA PEMIKIRAN

Universitas Bina Darma

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan

Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional. By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

Materi Minggu 4. Teori Perdagangan Internasional (Teori Modern)

2. Teori Perdagangan Internasional Saat ini perdagangan internasional bukan hanya bermanfaat untuk bidang ekonomi saja melainkan bermanfaat pula di

2. Derivasi Atau Perolehan Kurva BP (Neraca Pembayaran BOP)

BAB VII Perdagangan Internasional

BAB II LANDASAN TEORI. ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas ekspor ada beberapa tahapan - tahapan yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL (Merkantilisme Klasik)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dapat meningkatkan perekonomian di negaranya masing-masing, dimana bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Aricha (2013), perdagangan internasional adalah perdagangan yang

MAKALAH DEVISA DAN DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL LENGKAP

KONSEP PURCHASING POWER PARITY DALAM PENENTUAN KURS MATA UANG

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. Oleh : Dr. Chairul Anam, SE

NERACA PEMBAYARAN, KURS VALUTA ASING DAN KEGIATAN PEREKONOMIAN TERBUKA SRI SULASMIYATI, S.SOS., MAP

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional

TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB II KAJIAN PUSTAA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. tidaknya pembangunan ekonomi adalah dengan menentukan besarnya Produk

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Joesron dan Fathorozzi (2003) produksi adalah berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

EKONOMI INTERNASIONAL

PENGARUH EKSPOR, IMPOR DAN KURS TERHADAP CADANGAN DEVISA NASIONAL PERIODE

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

Materi Minggu 3. Teori Perdagangan Internasional (Merkantilisme Klasik)

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tinjauan pustaka ini akan disampaikan teori-teori yang digunakan untuk

Akumulasi logam mulia adalah esensial bagi kekayaan suatu bangsa. Kebijakan ekonomi: mendorong ekspor dan membatasi impor

BAB 8 HUBUNGAN KURS VALAS DENGAN INFLASI DAN TINGKAT BUNGA

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Dibandingkan dengan negara-negara maju, Indonesia sangatlah tertinggal

ii Ekonomi Internasional

BAB I PENDAHULUAN. proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN DAMPAKNYA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TEORI KEUANGAN INTERNASIONAL. Makalah Bisnis Internasional. Dosen Pengampu: Dian Perwitasari, S. Ak, M. Si

Wednesday, November 16, 2011 IPS SMP. S. Efiaty, S.Pd. SMP Negeri 5 Yogyakarta S. Efiaty, S.Pd.

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. JURUSAN ILMU EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL Veteran JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia saat ini sudah tidak dapat terpisahkan lagi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki mata uang yang menunjukkan harga-harga barang dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas

Perekonomian Indonesia

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL.

BAB IV LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Perdagangan antarnegara atau dikenal dengan perdagangan internasional,

EKONOMI INTERNASIONAL. Irwan Sukmawan, S.Pd,,MM.

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Cadangan devisa merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional

Konsep Dasar Ekonomi Internasional. Abdillah Mundir, SE, MM

Ilmu Il Ek E o k n o omi o Nilai Tuk T ar PIEw11 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. menukar yang didasarkan atas kehendak suka rela dari masing-masing pihak.

BAB I PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP EKONOMI INTERNASIONAL

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Adam Smith: Keunggulan Absolut (1776) David Ricardo: Keunggulan Komparatif (1817) Paradoks Leontif (1950) Heckscher-Ohlin: Teori Proporsi Faktor Linder: Kemiripan Negara (1961) Raymond Vernon: Teori Siklus Produk (1966) Grubel & Lloyd: Teori Perdagangan Intra (1975) Krugman & Lancaster: Skala Ekonomis (1979) Michael Porter: Keuntungan Kompetitif dari Bangsa-bangsa (1990), Model-model Alternatif dan Teori Perdagangan Strategi Sumber: Tulus, 2004 Gambar 2.1 Evolusi dari Perkembangan Teori-teori Perdagangan Internasional

Berdasarkan kamus bahasa Indonesia, perdagangan internasional adalah: Suatu kegiatan jual beli guna memperoleh keuntungan (perdagangan) yang dilakukan dengan melibatkan unsur-unsur dua negara atau lebih (internasional). Kalau diperluas makna memperoleh keuntungannya tidak melulu keuntungan secara finansial tetapi bisa juga keuntungan non finansial seperti untuk kepentingan promosi, persaingan usaha dan keuntungan strategis lainnya. Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam produksi. Maksudnya, jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang. Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi mencerminkan perpaduan kedua motif ini. 2.1.1 Konsep Pra Klasik (Merkantilisme) Merkantilisme merupakan suatu kelompok aturan yang merupakan pencerminan cita-cita atau ideologi kapitalisme komersial. Kebijakan ekonomi merkantilisme pernah dianjurkan dan dipraktikkan oleh sekelompok negarawannegarawan Eropa pada abad keenambelas sampai pertengahan abad kedelapanbelas. Tujuan utama kebijakan merkantilis adalah pembentukan negara

nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara itu. Dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide pokok, yaitu: 1. Pemupukan logam mulia. Logam mulia dianggap identik dengan kemakmuran. Pemilikan logam mulia berarti kemakmuran dan juga kekuasaan. Merkantilisme juga menganjurkan akumulasi emas, karena emas dianggap sebagai kekayaan negara yang sebenarnya. Pada tingkat analisa yang lebih canggih, ada alsan-alasan yang lebih rasional. Dengan emas, raja dapat melengkapi serdadu-serdadu, membeli persediaan-persediaan dan mempertahankan angkatan laut yang diperlukan untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya dan memperoleh koloni-koloni. Lebih banyak emas berarti lebih banyak mata uang emas dalam sirkulasi dan lebih besar aktivitas perekonomian. Untuk mengakumulasikan emas, negara harus mendorong ekspornya dan membatasi/melarang impor, dengan demikian merangsang produksi nasional dan memperluas lapangan kerja. 2. Mempertahankan kelebihan nilai ekspor atas nilai impor. Bagi negara-negara yang tidak memiliki tambang-tambang logam mulia sendiri, sumber logam mulia adalah kelebihan nilai ekspor atas nilai impor. Karena itu suatu negara wajib berusaha untuk memperoleh suatu neraca perdagangan yang menguntungkan (favourable balance of trade). Untuk memperoleh neraca perdagangan yang menguntungkan, ekspor harus didorong, sedangkan impor

harus dibatasi. Ekspor logam mulia harus dilarang, karena tujuan utama perdagangan luar negeri ini adalah untuk memperoleh tambahan logam mulia. Dengan demikian para merkantilis berpendapat bahwa pemerintah seharusnya merangsang setiap ekspor dan membatasi impor. Karena tidak semua negara dapat mempunyai surplus ekspor dalam waktu yang bersamaan dan jumlah emas yang ada pada suatu tempat adalah tetap, maka suatu negara hanya dapat memperoleh keuntungan atas pengorbanan negara-negara lain. 2.1.2 Teori Klasik 2.1.2.1 Keuntungan Absolut (Absolute Advantage) Adam Smith Pada akhir abad kedelapanbelas berbagai ide baru bermunculan dan berkembang. Teori klasik dalam perdagangan internasional dimulai dengan kritik Adam Smith terhadap kebijaksanaan ekonomi yang dilaksanakan oleh golongan merkantilis. Adam Smith mengemukakan adanya pembatasan kerja secara territorial (territorial division of labour) yang menjurus kepada spesialisasi, dan hal ini membawa pengaruh besar bagi perluasan pasar barang-barang negara tersebut serta akibatnya yang berupa spesialisasi internasional. Spesialisasi internasional dapat memberikan hasil berupa manfaat perdagangan (gains from trade) yang dapat timbul berupa kenaikan produksi serta konsumsi barang dan jasa. Dengan melakukan spesialisasi internasional, masing-masing negara akan berusaha untuk menekankan produksinya pada barang-barang tertentu yang sesuai dengan keuntungan yang dimilikinya.

Keuntungan alamiah (natural advantage) adalah keuntungan yang diperoleh karena suatu negara memiliki sumber daya alam yang tidak dimiliki oleh negara lain, baik dalam kualitas maupun kuantitas. Keuntungan yang diperkembangkan (acquired advantage) adalah keuntungan yang diperoleh karena suatu negara telah mampu mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam menghasilkan produk-produk yang diperdagangkan yang belum dimiliki negara lain. Singkatnya, masing-masing negara yang melakukan perdagangan internasional akan didorong untuk melakukan spesialisasi dalam produksi barangbarang yang mempunyai keuntungan mutlak (absolute advantage). Keuntungan mutlak diartikan sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari/kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang tersebut. Keuntungan ini akan diperoleh apabila masing-masing negara mampu memproduksikan barang-barang tertentu dengan jam/hari/kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan seandainya barang-barang itu dibuat oleh negara lain. Adam Smith menyajikan absolute advantage (keunggulan mutlak) dengan menggunakan ilustrasi secara sederhana sebagai berikut: Tabel 2.1 Pengunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan per unit output dalam satuan waktu Negara Barang Jepang Indonesia X 8 10 Y 4 2 Sumber: Syahrir & Arifin Hamzah, 2008

Untuk menciptakan barang X per unit terungkap bahwa Jepang menggunakan tenaga kerja sebanyak 8 (delapan) orang, lebih sedikit dibandingkan Indonesia sebanyak 10 (sepuluh) orang tenaga kerja. Dengan demikian Jepang mempunyai keunggulan mutlak menggunakan tenaga kerja yang lebih sedikit dibanding Indonesia terhadap barang X. Sebaliknya untuk untuk barang Y, Indonesia lebih unggul secara mutlak dari Jepang. Perdagangan internasional antara Indonesia dan Jepang akan berlangsung dan memberikan keuntungan bagi kedua negara. Berarti pula bahwa Jepang konsentrasi atau spesialisasi menciptakan barang X dan tentunya terhadap barang Y. Jepang lebih murah memproduksi barang X sekaligus mengekspornya ke Indonesia. Sebaliknya, Indonesia lebih murah memproduksi barang Y dan sekaligus mengekspornya ke Jepang. Hal ini sekaligus member makna bahwa Jepang mengekspor barang X dan mengimpor barang Y dari Indonesia, begitu pun Indonesia sendiri akan mengimpor barang X dari Jepang. Teori Adam Smith mengenai keuntungan absolute tampaknya benar, akan tetapi hanya menerangkan bagian kecil dari perdagangan internasional. David Ricardo yang menerangkan bagian terbesar dari perdagangan dunia dengan hukum keunggulan komparatifnya. 2.1.2.2 Keuntungan Komparatif (Comparative Advantage) David Ricardo & John Stuart Mill Sumbangan utama David Ricardo terhadap pemahaman mengenai perdagangan internasional adalah bahwa menurutnya setiap negara dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan internasional apakah ia memiliki atau

tidak memiliki atau tidak memiliki keunggulan absolutnya sendiri. Tulisannya di awal abad-19 menunjukkan gagasan-gagasannya yang sekarang dikenal dengan sebutan: Prinsip keunggulan komparatif: yaitu bahwa setiap negara atau bangsa seperti halnya orang, akan dapat memperoleh hasil dari perdagangannya dengan mengekspor barang-barang atau jasa yang merupakan keunggulan komparatif terbesarnya dan mengimpor barang-barang atau jasa yang bukan (kurang) merupakan keunggulan komparatif. Kata kunci di sini adalah komparatif, yang artinya relative atau tidak perlu ada yang dimutlakkan. Bahkan kalau pun ada negara yang lain sangat tidak produktif, mereka dapat saling menarik keuntungan dari perdagangan di antara keduanya atau melalui negara ketiga selama keunggulan (ketidakunggulan) mereka dalam menghasilkan barang atau jasa yang berbeda, itu hanyalah merupakan perbedaan dalam caranya. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam produksi ekspor pada komoditi yang mempunyai kerugian absolute lebih kecil. Dari komoditi inilah negara tadi mempunyai keunggulan komparatif. Di pihak lain, negara tersebut sebaiknya mengimpor komoditi yang mempunyai kerugian absolute lebih besar. Dari komoditi inilah negara tersebut mengalami kerugian komparatif. Tabel 2.2 Penggunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan satuan unit output per satuan waktu Negara Barang Jepang Indonesia X 2 10 Y 1 2 Sumber: Syahrir & Arifin Hamzah, 2008

Jepang memiliki keunggulan mutlak pada produksi barang X dan barang Y, karena untuk kedua komoditas tersebut Jepang lebih sedikit menggunakan tenaga kerja. Akan tetapi keunggulan mutlak Jepang lebih besar pada barang X daripada barang Y; terlihat bahwa 2/10 (20 persen) lebih kecil dari ½ (50 persen) atau kebutuhan tenaga kerja untuk memproduksi barang X di Jepang lebih murah dibanding produksi barang Y. Hal ini berarti bahwa Jepang memiliki keunggulan komparatif terhadap barang X daripada memproduksi barang Y. Sebegitu jauh, sebenarnya Jepang memiliki keunggulan mutlak atas Indonesia untuk memproduksi barang X dan barang Y. Untuk memproduksi barang X, Indonesia memerlukan 10/2 dan untuk barang Y dengan perbandingan 2/1. Menurut David Ricardo perdagangan dapat terjadi antara Jepang dan Indonesia karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produksi barang Y disebabkan 2/1 atau 2 lebih kecil dari 10/2 atau 5. Di lain pihak, John Stuart Mill memiliki pendapat mengenai keunggulan komparatif yaitu: 1. Syarat menurut David Ricardo yang menyatakan bahwa masing-masing negara dapat menghasilkan satu satuan barang ekspornya lebih murah dari pada satu satuan barang yang diimpornya seandainya barang ini hanya dihasilkan sendiri, dapat dihilangkan tanpa mengurangi hasil analisisnya. 2. Dasar tukar internasional (Term of Trade) tidak perlu 1:1, tetapi harus terletak dalam batas-batas yang ditentukan oleh dasar tukar dalam negeri masingmasing negara.

Teori kaum klasik dalam perdagangan internasional berdasar atas asumsiasumsi, sebagai berikut: 1. Dua barang dua negara. Adam Smith, David Ricardo, dan J.S Smith menyederhanakan teori keuntungan absolute dan komparatif mereka dengan menggunakan anggapan ini. Anggapan dua barang dua negara tentunya jaug dari realistis, namun bukanlah suatu pembahasan yang tidak dapat diperbaiki. Dengan menggunakan analisa yang lebih kompleks, para ekonomis modern dapat menghilangkan anggapan ini dan menggantinya dengan n negara, n barang. 2. Nilai atas dasar tenaga kerja (labor theory of value). Kaum klasik menganggap bahwa nilai suatu barang tergantung hanya atas jumlah tenaga kerja (dalam jam/hari kerja) yang dibutuhkan untuk membuat barang itu. Anggapan ini sudah jelas tidak realistic, David Ricardo juga menyadarinya, tetapi bagi dia, modal tidaklah memiliki peranan yang penting, lagipula selama modal dan tenaga kerja dikombinasikan dalam proporsi yang tetap efeknya sama dengan penggunaan satu factor produksi, dalam hal ini tenaga kerja. 3. Ongkos produksi yang konstan. Ongkos produksi, menurut kaum klasik, adalah selalu konstan persatuan output, jadi tidak berubah dengan berubahnya output. Dengan demikian, berapapun sesuatu negara menghasilkan barang X, ongkos, boleh jadi harga, persatuannya adalah tetap. 4. Ongkos transportasi diabaikan (nol). Ongkos transportasi yang sangat besar dapat menyebabkan tidak terjadinya perdagangan antarnegara. Setidaktidaknya adanya ongkos transportasi akan mengurangi volume perdagangan

antarnegara serta mempersempit jangkauan barang-barang yang diperdagangkan antarnegara dan memperlebar jangkauan barang-barang yang dihasilkan dan dijual di pasar dalam negeri. 5. Faktor-faktor produksi dapat bergerak bebas di dalam negeri, tetapi sama sekali tidak dapat berpindah melalui perbatasan negara. Anggapan ini telah memaksa kaum klasik untuk menerapkan dua teori yang berlainan untuk pasar yang berlainan. Untuk pasar dalam negeri, barang yang dipertukarkan sematamata atas dasar ongkos produksi/ongkos tenaga kerja dan atas dasar teori keuntungan/ongkos mutlak, sedangkan untuk perdagangan antarnegara,di samping ongkos produksi juga masih ditentukan oleh permintaan timbale balik dan atas dasar teori keuntungan/ongkos komparatif. 6. Persaingan sempurna di pasar barang-barang maupun di pasar factor-faktor produksi. David Ricardo sebenarnya juga menyadari bahwa persaingan sempurna di pasar-pasar barang-barang dan factor-faktor produksi tidaklah benar-benar ada, namun dia mengira bahwa system harga yang berlaku akan mampu untuk mengatur alokasi barang-barang serta factor-faktor produksi, sedemikian rupa sehingga factor-faktor produksi itu akan dipakai atas dasar penggunaanya yang paling baik/paling efisien. 7. Distribusi pendapatan tidak berubah. David Ricardo berpendapat bahwa perdagangan internasional akan membawa manfaat bagi masing-masing negara yang ikut berdagang sehingga dengan demikian juga memberikan manfaat bagi dunia seluruhnya.

8. Perdagangan dilaksanakan atas dasar barter. Bagi ahli ekonomi klasik, uang hanyalah merupakan cadar yang menutupi hubungan-hubungan ekonomi yang sebenarnya, walaupun dalam jangka pendek unsure-unsur moneter menduduki peranan yang sangat penting. Dengan demikian dalam teori perdagangan internasional, kaum klasik kita dapati dikotomi. Di satu pihak kita dapati mekanisme penyeimbangan kembali neraca pembayaran yang bersifat dinamis dan hanya berlaku dalam jangka pendek, dan di lain pihak kita mengenal teori ongkos komparatif (barter) yang bersifat static dan hanya berlaku dalam jangka panjang. 9. Tidak ada perubahan teknologi. Dalam pemikiran David Ricardo, ekonomi dunia adalah statis. Sekali suatu negara mengetahui di mana letak barangnya yang memiliki ongkos komparatif, maka negara itu akan berusaha untuk melakukan spesialisasi dalam produksi barang itu, dan mengutamakan produksi barang itu selama-lamanya. Jadi menurut Ricardo, ongkos komparatif tidak akan berubah karena adanya pengembangan teknologi atau karena adanya pembangunan ekonomi. 2.1.3 Teori Modern Perdagangan Internasional Heckscher-Ohlin Teori modern dalam perdagangan internasional dikemukakan pertama kali oleh Bertil Ohlin tahun 1933 dalam bukunya Interregional and International Trade, yang sebagian tulisannya didasarkan atas tulisan gurunya, Eli Heckscher, yang ditulisnya dalam sebuah artikel pendek pada tahun 1919. Dengan demikian, pionir teori modern dalam perdagangan internasional dikenal sebagai Heckscher- Ohlin. Teori Heckscher-Ohlin menekankan pada perbedaan relative factor

pemberian alam dan harga factor produksi antarnegara sebagai determinan perdagangan yang paling penting (dengan asumsi bahwa teknologi dan cita rasa sama). Mengutip kata-kata Ohlin sendiri, teori Heckscher-Ohlin mengenai pola perdagangannya itu menyebutkan: Komoditi yang dalam proses produksinya menuntut lebih banyak [factor yang melimpah] dan lebih sedikit [factor yang langka] akan diekspor untuk ditukarkan dengan komoditi yang dalam proses produksinya menuntut factorfaktor dalam proporsi yang berlawanan. Jadi, secara tidak langsung, factor-faktor dalam sediaan yang berlebihandiekspor dan factor-faktor dalam sediaan lamgka diimpor. (Ohlin dalam Lindert, 1933, hal 92). Untuk menilai secara cermat argument yang tampaknya mudah dimengerti dan mudah pula diuji kebenarannya itu, kita memerlukan defenisi tentang apa yang dimaksud dengan kelimpahan factor dan intensitas pemakaian factor-faktor itu: Sebuah negara dinyatakan melimpah tenaga kerjanya kalau negara itu memiliki ratio tenaga kerja yang lebih tinggi dari factor-faktor lain dibandingkan ratio yang dimiliki negara lain. Sebuah produk dinyatakan padat karya kalau biaya tenaga kerjanya mengambil bagian terbesar dari nilai produk itu secara keseluruhan dibandingkan bagian yang diambilnya dari nilai produk-produk lain.

Heckscher-Ohlin tampaknya lebih cenderung menekankan bahwa perbedaan dalam biaya komparatif hanya dapat dijelaskan dengan mengetahui perbedaan dalam proporsi factor-faktor yang digunakan dalam produksi. Sebagai contoh: Negara Indonesia yang memiliki relative banyak tenaga kerja, sedang modal relative sedikit sebaiknya menghasilkan dan mengekspor barang-barang yang relative padat karya. Sedangkan Amerika Serikat, sebaliknya mengekspor barang-barang yang relative padat modal dan mengimpor barang-barang yang relative padat karya. Jadi, kalau harga tenaga kerja (upah) dinyatakan dengan HTK 1 di negara A dan HTK 2 di negara B, dan harga modal sebagai HM 1 dan HM 2. Maka teori H-O menyatakan bahwa: Penjelasan: HTK 1 HTK 2 < HM 1 HM 2 ( HTK 1 HM 1 < HTK 2 HM 1 ) Proporsi harga tenaga kerja terhadap harga modal di negara A lebih murah dari pada ratio harga tenaga kerja terhadap harga modal di negara A berarti bahwa tenaga kerja relative lebih murah di negara A sedang modal relative lebih murah di negara B, maka negara A akan mengekspor barang yang padat karya, dan negara B akan mengekspor barang yang padat modal. Pembuktian teori H-O ini dimulai dengan catatan bahwa selera, harga barang ditujukan untuk pasar bebas, dan pola konsumsi dari kedua negara harus sama. Andaikata kedua negara tersebut memproduksi dengan rasio yang sama dengan yang mereka konsumsi, termasuk dengan yang tidak diperdagangkan (tidak diekspor), maka situasi ini dapat terlihat pada titik C dan D dalam

edgeworth box pada Gambar 2.2, yang memperlihatkan bahwa negara A sebagai negara kecil (berkembang) yang padat karya terletak pada dasar pojok kiri kotak, sebaliknya bagi negara B (maju) yang melimpah modal. K* OM* C K D OM Oc L L* Sumber: Halwani, 2005 Gambar 2.2 Edgeworth Box Jelaslah, bahwa apabila C dan D menunjukkan rasio yang sama dari produksi X/M dalam duan negara, maka garis slopenya dari Ox menuju ke C harus lebih besar daripada garis OX ke D. Hal ini berarti bahwa rasio K/L untuk produksi X dari negara B (ditunjukkan oleh garis slope dari Ox ke C) harus lebih besar daripada rasio negara A. Hal tersebut berarti juga bahwa rasio K/L di negara B akan lebih besar daripada di negara A untuk produksi M. Dengan kata lain apabila rasio produksinya sama, maka produksi padat modal akan lebih besar pada sector industry bagi negara yang melimpah modal.

Bagi negara yang produksinya lebih padat modal, dengan opportunity cost lebih rendah, maka pengorbanan yang diperlukan lebih ringan dibanding dengan barang-barang hasil produksi padat karya dalam memperkuat peningkatan marginal output dari barang-barang tersebut. Hal ini merupakan opportunity cost yang lebih tinggi untuk barang yang padat modal dengan rasio K/L lebih besar. Opportunity cost untuk M harus lebih rendah untuk negara B, sedangkan untuk X harus lebih rendah di negara A. Apabila rasio produksinya sama, maka sepanjang garis KKP (Gambar 2.3) menunjukkan opportunity cost-nya lebih rendah untuk M, ini ditunjukkan dengan lebih tingginya KKP (sepanjang garis OR) yang berarti bahwa pengorbanan untuk X lebih besar daripada M. Dengan demikian KKP untuk B lebih tinggi daripada A. Apabila OR merupakan garis yang mewakili ekuilibrium untuk negara besar B, berarti social indifference curve-nya menyentuh KKP, titik produksi P pada A harus terletak sebelah kanan OR. Walau bagaimana pun, titik konsumsi A harus terletak pada OR (seperti karakteristik dari harga dan selera), sehingga A harus memproduksi lebih banyak barang hasil produksi padat karya (untuk barang X) daripada yang dikonsumsi, kemudian mengekspor lebih banyak barang M (yang padat modal) daripada yang dikonsumsi. Walaupun dalam gambar tidak meunjukkan perbedaan sifat asumsi bahwa negara B relative besar daripada negara A seperti distribusi OR sepanjang KKP dari B yang tidak significant.

M R B K P O Sumber: Halwani, 2005 X Gambar 2.3 Kurva Dua Kemungkinan Produksi 2.2 Impor Impor adalah arus masuk dari sejumlah barang-barang dan atau jasa ke dalam sebuah pasar suatu negara, baik untuk keperluan konsumsi ataupun sebagai barang-barang modal atau bahan baku produksi dalam negeri. Komoditas impor Indonesia dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu impor komoditas migas dan kelompok komoditas non migas. 2.2.1 Komposisi Impor Barang Berdasarkan laporan indikator Indonesia komposisi impor menurut golongan penggunaan barang ekonomi dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu: 1) Impor barang-barang konsumsi, terutama untuk barang-barang yang belum dapat dihasilkan di dalam negeri atau untuk memenuhi tambahan permintaan yang belum mencukupi dari produksi dalam negeri, yang meliputi makanan dan minuman untuk rumah tangga, bahan bakar dan pelumas olahan, alat

angkut bukan industri, barang tahan lama, barang setengah tahan lama serta barang tidak tahan lama. 2) Impor bahan baku dan barang penolong, yang meliputi makanan dan minuman untuk industri, bahan baku untuk industri, bahan bakar dan pelumas, serta suku cadang dan perlengkapan. 3) Impor barang modal, yang meliputi barang modal selain alat angkut, mobil penumpang dan alat angkut untuk industri. 2.2.2 Kebijakan Impor Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi dan kelancaran usaha untuk melindungi/mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa. Tindakan pemerintah ini disebut juga proteksi yang merupakan upaya pemerintah mengadakan perlindungan pada industri-industri domestik terhadap masuknya barang impor dalam jangka waktu tertentu. Proteksi bertujuan melindungi, membesarkan atau mengecilkan kelangsungan industri dalam negeri yang berlaku dalam perdagangan umum. Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan sebagai berikut: A. Kebijakan Tariff Barier Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri.

Tariff Barier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut: 1. Pembebasan bea masuk/tarif rendah antara 0% sampai 5% yang dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital, alat-alat militer, dan lain-lain. 2. Tarif sedang antara >5% sampai 20% yang dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum tentu cukup diproduksi di dalam negeri. 3. Tarif tinggi di atas 20% dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok. B. Kebijakan Nontariff Barrier Kebijakan Nontariff Barrier adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. Secara garis besar, kebijakan nontariff barrier dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Instrumen Kebijakan Nontariff a. Pembatasan spesifik (specific limitation), yaitu: larangan impor secara mutlak, pembatasan impor (quota system), peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu, peraturan kesehatan/karantina, peraturan pertahanan dan keamanan negara, peraturan kebudayaan, perizinan impor (import lisence), embargo, hambatan pemasaran seperti Voluntary Export Restraint dan Orderly Marketing Agreement.

b. Peraturan bea cukai (customs administration rules), yaitu: tata laksana impor tertentu (procedure), penetapan harga pabean (costoms value), penetapan forex rate (kurs valas) dan forex control (pengawasan devisa), packaging formalities, labelling regulation, documentation needed, quality testing, fees, dan tariff classification. c. Government participation, yaitu: kebijakan pengadaan pemerintah, subsidi dan insentif ekspor, domestic assistance pro-ams, tradediverting. d. Import charges, yaitu: import deposites, supplementary duties, variable lasses. 2. Sistem Kuota dan Efek-efek Kuota Kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan atas pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota ekspor) dari atau ke suatu negara untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen. Menurut ketentuan GATT (General Agreement Term of Trade) atau WTO, sistem kuota ini hanya dapat digunakan dalam hal sebagia berikut: a. Untuk melindungi hasil pertanian b. Untuk menjaga keseimbangan balance of payment c. Untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional 3. Subsidi Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk menitikberatkan perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri dalam bentuk

keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dan lain-lain yang bertujuan sebagai berikut: (a) Menambah produksi dalam negeri, (b) Mempertahankan jumlah konsumsi dalam negeri, (c) Menjual dengan harga lebih murah daripada produk impor. 2.3 Kurs atau Nilai Tukar (Exchange Rate) Uang masing-masing negara memiliki harga yang diukur oleh uang negara-negara lain. Hal inilah yang disebut nilai tukar (exchange rate), yaitu perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang. Sebagai contoh adalah kurs antara rupiah dan dollar menunjukkan sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu dolar, atau Rp/$. Jadi, suatu mata uang dikatakan sebagai valuta asing tergantung dari siapa yang melihat. Secara lebih luas, valuta asing dapat diartikan sebagai seluruh kewajiban terhadap mata uang asing yang dapat dibayar di luar negeri, baik berupa simpanan pada bank di luar negeri maupun kewajiban dalam mata uang asing. (Berlianta, 2004) Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currrency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya. Hard currency pada umumnya berasal dari negara-negara industri maju, seperti USD, JPY, DEM, GBP, FRF, AUD, dan SFR. Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil

dan sering mengalami depresi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya. Soft currency ini pada umumnya berasal dari negara-negara yang sedang berkembang, seperti Rupiah Indonesia, Peso Filipina, Bath Thailand, dan Rupee India. 2.3.1 Faktor-faktor yang Menentukan Nilai Tukar Kurs valuta asing akan ditentukan oleh mekanisme perubahan permintaan (demand) dan penawaran (supply valas) foreign currency. Mekanisme secara langsung sebagai berikut: 1. Penawaran valuta asing ditentukan oleh: a. Ekspor barang dan jasa yang dihasilkan valuta asing b. Impor modal (capital import) dan transfer valas lainnya dari luar negeri ke dalam negeri. 2. Permintaan atau demand valas akan ditentukan oleh: a. Impor barang dan jasa yang memerlukan valuta asing b. Ekspor modal (capital export) dan transfer valas lainnya dari dalam ke luar negeri. Sedangkan secara tidak langsung penawaran (supply) dan permintaan (demand) valas akan dipengaruhi oleh tingkat income, peraturan dan kebijakan pemerintah, spekulasi / ekspektasi / isu / rumor, serta beberapa hal berikut ini: 1. Posisi BOP (Balance of Payment) dan BOT (Balance of Trade) Balance of Payment adalah suatu neraca yang terdiri atas keseluruhan aktivitas transaksi perekonomian internasional suatu negara, baik yang bersifat komersial maupun finansial, dengan negara lain pada suatu periode tertentu.

BOP ini mencerminkan seluruh transaksi antara penduduk, pemerintah dan pengusaha dalam negeri dan pihak dalam negeri dan pihak luar negeri, seperti transaksi ekspor dan impor, investasi portofolio, transaksi antarbank sentral, dan lain-lain. Indikator umum yang sering digunakan adalah neraca berjalan (current account) yang terdiri atas BOP, service account, dan uunilateral account. Transaksi impor pada current account dicatat sebagai transaksi debit atau negatif karena mengeluarkan devisa. Dalam BOP dicatat seluruh transaksi ekspor impor dengan ketentuan bahwa ekspor barang dicatat sebagai transaksi kredit atau positif, dan impor barang dicatat sebagai transaksi debit atau negatif. 2. Tingkat inflasi (PPP Theory) Pengaruh tingkat inflasi terhadap kurs valas ini dapat dijelaskan berdasarkan teori purchasing power parity atau teori paritas daya beli. Penjelasan teori ini didasarkan pada the law of one price, yaitu hukum yang menyatakan bahwa harga produk yang sama di dua negara yang berbeda akan sama pula bila dinilai dalam mata uang yang sama. Teori ini dikenal sebagai teori purchasing power parity (PPP) absolute. Misalnya, harga 1 kg buah apel USA pada dua tempat sebagai berikut: Jakarta Rp8.000 New York $ 1 Ini berarti bahwa harga 1 kg apel USA = Rp 8.000 = $ 1 Dengan demikian, kurs valas Rp/$ berdasarkan paritas daya beli dari masingmasing mata uang adalah sebesar Rp 8.000,-/$. Namun pada kenyataannya sering terbukti bahwa forex rate yang diperhitungkan berdasarkan teori PPP

absolut tersebut tidak sesuai dengan kurs valas yang ditetapkan pemerintah. Dalam hal demikian, terjadi apa yang dikenal dengan overvavaluation dan undervaluation seperti yang ditunjukkan oleh grafik di bawah ini. Kurs Rp/$ Rp 9000/$ S $ Rp 8000/$ Rp 7.000/$ D $ 0 $1 $2 $3 Q $ Gambar 2.4 Overvaluation dan Undervaluation Keterangan: Q $ = Kuantitas USD S $ = supply USD D $ = demand USD Berdasarkan teori PPP absolut kurs valas adalah Rp 8.000,-/$. Namun, apabila pemerintah menetapkan atau mempertahankan kurs valas sebesar Rp 7.000,-/$ maka dikatakan nilai rupiah overvaluation, sedangkan USD undervaluation. Sebaliknya, apabila pemerintah menetapkan atau mempertahankan kurs valas sebesar Rp 9.000,-/$ maka dikatakan nilai rupiah undervaluation, sedangkan USD overvaluation.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penilaian overvaluation ataupun undervaluation suatu mata uang harus dilihat dari aspek domestic currency (Rp) maupun foreign currency (USD). 3. Tingkat bunga (IRP Theory) Interest Rate Parity (IRP) adalah salah satu teori yang paling dikenal dalam keuangan internasional yang menerangkan bagaimana hubungan antara bursa valas (forex market) dan pasar uang internasional (money market). Teori IRP menyatakan bahwa perbedaan tingkat bunga (sekuritas) pada international money market akan cenderung sama dengan forward rate premium atau discount. Dengan kata lain, berdasarkan teori IRP akan dapat ditentukan berapa perubahan kurs forward atau forward rate (FR) dibandingkan dengan spot rate (SR) bila terdapat perbedaan tingkat bunga antara home country dan foreign country. 2.3.2 Penyesuaian Kurs Perubahan nilai kurs yang terjadi pada prinsipnya disebabkan oleh ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran valuta asing pada suatu tingkat harga tertentu. Perubahan ini tidak dapat dihindari sehingga dijumpai pihak yang dirugikan dan diuntungkan, untuk itu diperlukan penyesuaian. System penyesuaian kurs atau disebut juga system penyesuaian internasional, dalam perkembangannya meliputi: 1. Sistem nilai tukar yang diadakan di Bretton Woods, New Hampshire Amerika Serikat pada tahun 1944 dirancang untuk memastikan tujuan-tujuan ekonomi

dalam negeri tunduk pada tekanan keuangan global. Beberapa hal yang telah disepakati dalam sistem ini antara lain adalah sebagai berikut: a. Amerika Serikat (AS) akan mengaitkan mata uangnya USD dengan sejumlah tertentu emas. Waktu itu ditetapkan sebanyak 35 USD per ounce emas. b. Negara-negara lain dapat mengaitkan nilai mata uangnya dengan emas atau mata uang USD. Mata uang negara lain berfluktuasi sebesar 1% terhadap USD. c. Negara-negara lain dapat menyimpan cadangannya dalam bentuk emas maupun dalam bentuk mata uang USD. Biasanya mereka menyimpan cadangan mereka dalam bentuk USD dengan pertimbangan bahwa menyimpan dalam bentuk USD mendapat bunga dibandingkan dalam bentuk emas yang tidak mendapatkan apa-apa. d. Amerika Serikat akan menjual emas dalam jumlah tertentu yang tetap kepada pemilik uang dollar yang sah. e. Begitu mata uang negara lain ditentukan nilai tukarnya, maka pemerintah wajib memelihara nilai tukar tersebut sehingga nilainya tetap. Cara yang ditempuh adalah dengan mengadakan intervensi pada pasar valuta asing. Sebagai contoh apabila nilai tukar mata uangnya jatuh maka pemerintah akan menjual cadangan devisa negara tersebut. f. Didirikan International Monetary Fund (IMF) guna membantu bank sentral yang mengalami kesulitan keuangan dengan memberikan pinjaman sementara.

Meskipun mempunyai beberapa kelemahan, sistem ini memberikan stabilitas keuangan yang memadai dan pertumbuhan ekonomi selama periode tertentu. 2. Fixed Exchange Rate System (gold standard) Suatu negara yang memakai standar emas adalah bilamana nilai mata uangnya didasarkan pada nilai sejumlah emas tertentu. Standar emas sebenarnya tidak dirancang secara sengaja, standar ini terjadi dengan sendirinya dalam perekonomian. Emas menjadi standar moneter karena komoditi ini secara umum dapat diterima dan banyak negara menggunakan sebagai mata uang. Selama semua negara menggunakan standar emas, masyarakat akan dapat melakukan pembayaran kepada orang lain di negara lain. Standar emas diharapkan dapat memelihara keseimbangan pembayaran internasional dengan penyesuaian tingkat harga pada suatu negara. Bila suatu negara yang mengalami defisit neraca pembayaran karena impornya (pembelian) dari negara lain melebihi nilai ekspornya (penjualan) ke negara lain. Sistem nilai tukar standar emas menggolongkan tingkat nilai tukar mata uang sebagai berikut: a. Kurs mint parity, menunjukkan perbandingan berat emas yang dikandung mata uang-mata uang yang berbeda. b. Kurs ekspor emas, nilai tukar pada titik ini merupakan kurs tertinggi dalam sistem standar emas yang ditandai adanya aliran emas keluar dari negara tersebut.

c. Kurs titik impor emas, ditandai adanya aliran emas masuk ke negara tersebut dan merupakan kurs terendah dalam sistem standar emas. d. Kurs valuta asing yang terjadi, merupakan tingkat nilai tukar yang benar-benar terjadi. 3. Fluctuating/Floating Exchange Rate System (paper standard) Sistem ini disebut juga sebagai sistem kurs mengambang, dan membiarkan kurs bergerak menurut mekanisme pasar. Bahwa perubahan nilai kurs terjadi disebabkan oleh kekuatan permintaan di satu sisi dan kekuatan penawaran di sisi lain, berarti semata-mata kurs ditentukan oleh kedua pelaku tersebut. Perubahan harga barang ekspor dan impor pada pasar perdagangan internasional mengakibatkan perubahan nilai ekspor dan impor yang akan mempengaruhi harga barang di dalam negeri. Konsekuensi perubahan harga barang ini mengakibatkan terjadinya perubahan nilai kurs secara langsung. Mekanisme penyesuaian melalui sistem ini merupakan sistem penyesuaian jangka pendek, terjadi apabila permintaan terhadap valuta asing tertentu meningkat lebih besar daripada penawaran maka nilai kurs akan naik atau sebaliknya. Pada sistem ini diharapkan bahwa apabila kurs valuta asing terus naik, maka diharapkan impor akan berhenti sendiri, karena dengan naiknya kurs valuta asing barang-barang impor menjadi mahal sehingga menjadi kurang menarik bagi konsumen atau paling tidak dihindari oleh konsumen karena

harganya lebih tinggi. Sistem ini tidak mempunyai alat penghalang seperti emas pada sistem standar emas. Biasanya valuta-valuta ini tidak konvertibel. Dalam praktek terdapat dua jenis Floating Exchange Rate System, yaitu: 1. Free Floating Exchange Rate System. Dalam sistem nilai tukar dibiarkan bergerak bebas. Pergerakannya sepenuhnya tergantung dari kekuatan penawaran dan permintaan di pasar. Bank sentrl tidak melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi nilai tukar mata uangnya. Pada sistem ini, perubahan nilai tukar tidak akan mempengaruhi cadangan devisa negara itu karena begitu ada perubahan penawaran atau permintaan akan berdampak langsung pada naik-turunnya nilai tukar valuta. 2. Managed (Dirty) Floating Exchange Rate System Berbeda dengan sistem di atas maka pada sistem ini bank sentral dapat melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi pergerakan nilai tukar valuta. Bank sentral melakukan intervensi ini biasanya disebabkan karena pergerakan kurs valuta dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara tersebut sehingga perlu dilakukan intervensi untuk mencegah akibat yang lebih buruk lagi. Pada sistem ini naiki turunnya cadangan devisa ditentukan oleh ada tidaknya intervensi bank sentral ke pasar.

3. Exchange Control System (pengawasan devisa) Dalam keadaan/situasi tertentu pemerintah merasa perlu untuk mengadakan peraturan-peraturan yang membatasi kebebasan lalu lintas devisa. Tindakan pemerintah langsung ditujukan kepada tingginya kurs dan kepada jumlah devisanya. Alasan untuk restriksi atau membatasi di dalam kebebasan lalu lintas devisa adalah: a. Untuk menghemat pemakaian devisa b. Untuk menjamin pelaksanaan impor barang-barang esensial c. Untuk mencegah pelarian modal d. Untuk menjamin pelaksanaan debt service pemerintah e. Untuk stabilisasi kurs f. Untuk memiliki kekuatan dalam perundingan-perundingan politik/ekonomi dengan negara lain. g. Untuk dipakai sebagai alat pengatur/pengarah kegiatan ekonomi nasional. 2.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu wilayah/region (dalam hal ini provinsi) dihitung dan dimasukkan, tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi. Dengan demikian PDRB secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan/balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut.

Hubungan antara pendapatan dan impor ini untuk berbagai negara, dan termasuk provinsi adalah sangat besar/kuat. Namun, untuk beberapa negara (umumnya negara transisi) atau provinsi dapat sangat kecil/lemah sekali, tetapi pada umumnya pendapatan dan impor bergerak sejajar. Dengan pendapatan yang bertambah, orang mendapatkan kesempatan untuk membeli lebih banyak keperluannya di luar negeri. Sebaliknya dengan pendapatan yang bertambah, orang mendapatkan kesempatan untuk membeli lebih banyak keperluannya di luar negeri. 2.5 Jumlah Penduduk Jumlah penduduk dipandang sebagai kumpulan manusia, dan perhitungannya disusun menurut bentuk statistik tertentu. Jumlah penduduk yang semakin bertambah pada suatu negara ataupun provinsi akan berpengaruh pada permintaan akan barang-barang impor. 2.6 Neraca Perdagangan Barang Neraca ini merupakan ukuran pembayaran yang paling sempit serta paling spesifik, mencerminkan nilai barang komersial yang diekspor dan diimpor ke dalam suatu negara. Atau disebut juga surplus netto suatu negara dari ekspor barang terhadap impor barang. Neraca perdagangan adalah komponen utama dari neraca berjalan (current account). Jika ekspor barang lebih besar dari impor barang, maka dikatakan terjadi surplus neraca perdagangan. Sebaliknya, jika impor barang lebih besar dari ekspor barang, maka keadaan ini disebut defisit neraca perdagangan.

Defisit neraca perdagangan yang terjadi tidak selalu menjadi masalah, karena hal itu memungkinkan konsumen negara tersebut memperoleh manfaat karena produk impor menjadi lebih murah dibandingkan dengan produk domestik. Namun, pembelian produk impor menyebabkan berpindahnya ketergantungan pada produk domestik menjadi ketergantungan terhadap produk asing, sehingga dapat dikatakan bahwa defisit neraca perdagangan yang besar menyebabkan pindahnya lapangan kerja ke negara asing. Karena itu pemerintahan suatu negara berupaya untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan. 2.7 Kerangka Konseptual Gambar 2.5 menunjukkan model kerangka konseptual yang menggambarkan hubungan ataupun pengaruh kurs valuta asing, PDRB, dan jumlah penduduk terhadap impor barang. Kurs Valuta Asing (X 1 ) PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) (X 2 ) Impor Barang (Y) Jumlah Penduduk (X 3 ) Gambar 2.5 Kerangka Konseptual

2.8 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu permasalahan yang dirumuskan untuk pengertian sementara dan perlu diuji kebenarannya melalui data yang terkumpul. Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Nilai kurs valuta asing berpengaruh negative terhadap impor barang di Sumatera Utara, ceteris paribus. 2. PDRB berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara, ceteris paribus. 3. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara, ceteris paribus.