DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KUPANG 09 SEPTEMBER 2013

dokumen-dokumen yang mirip
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2014

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN NUSA TENGGARA TIMUR AGUSTUS 2010

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh: Drs. Frans Lebu Raya, Gubernur Nusa Tenggara Timur Materi Pertemuan KADIN tanggal 7 Februari 2012 di Jakarta

MARGARETHA BUNGA (KEPALA BIDANG KETENAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

PEMETAAN PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL JAGUNG DI LAHAN KERING IKLIM KERING

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

RILIS HASIL PSPK2011

9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD)

PROSES PENYUSUNAN RPI2-JM PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Disampaikan oleh : Ir. FRANSISKUS PANGALINAN, M.Si KASATKER RANDAL PIP PROVINSI NTT

PAPARAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR. Pada acara USULAN PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REVISI RENCANA TATA RUANG

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr.

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

KATA PENGANTAR Bagian I :

NO INDIKATOR KINERJA KKP PENCAPAIAN % 1 Jumlah Seluruh Peserta KB Baru 109,050 90, I U D 9,540 7, M O W 5,010 4,

Pe n g e m b a n g a n

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

NO INDIKATOR KINERJA KKP PENCAPAIAN % 1 Jumlah Seluruh Peserta KB Baru 109,050 79, I U D 9,540 6, M O W 5,010 3,

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN

PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015

NO INDIKATOR KINERJA KKP PENCAPAIAN % 1 Jumlah Seluruh Peserta KB Baru 109,050 70, I U D 9,540 6, M O W 5,010 3,

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Target dan Realisasi Pajak Air Permukaan di Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2015 KETERANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

BAB III TUGAS DAN FUNGSI BALAI WILAYAH SUNGAI NUSA TENGGARA II

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS

KATA PENGANTAR. Samarinda, September 2015 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM/KEGIATAN DANA DEKONSENTRASI KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2015

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA)

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI

PENGUKURAN KINERJA PRIORITAS KEEMPAT

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

Peran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera Sebagai Penguat Kelembagaan Petani di Sulawesi Tenggara

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016 MENCAPAI 5,19 PERSEN

V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Disampaikan oleh Kepala Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tanggal 22 Juli 2013 di BBPP Kupang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

SISTEM BARU LISTRIK KEPULAUAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Setelah pembahasan pada Bab sebelumnya mengenai produksi, pemasaran dan. pendapatan petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten

HASIL KAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA JATROPHA DI PROVINSI NTT

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2015 MENCAPAI 4,86 PERSEN

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENGALAMAN DAN TANTANGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI NTT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam

PENGANTAR AGRIBISNIS

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

BAB VI PENUTUP. 1. Hasil dari penelitian ini menunjukkan nilai R 2 = 0,328 berarti. pengangguran dan inflasi berkontribusi terhadap variabel terikat

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan

MASTERPLAN KAWASAN PERKEBUNAN NASIONAL KOPI DAN KAKAO ACEH. Kerjasama Dinas Perkebunan Aceh dan Fakultas Pertanian Unsyiah 2015

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Panduan Pengembangan Usaha Kakao di Daerah

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN MAJALENGKA. dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Kebijakan dan program

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KUPANG 09 SEPTEMBER 2013

TAHUN LUAS TANAM LUAS PANEN PROVITAS PRODUKSI 2007 294,530 217,478 23,65 514,335 2008 285,780 271,561 24,89 676,044 2009 268,423 250,537 25,50 638,901 2010 288,152 244,583 25,91 633,620 2011 276,616 246,893 21,25 524,638 2012 264,411 245,323 25,32 629,386 2013*) *) : Sasaran 331.523 315.577 26,25 828. 273

N O KAB/KOTA TANAM (Ha) PANEN (Ha) PROVITA S Kw/Ha) PRODUKS I (Ton) 1. Kota Kupang 485 377 26,87 1,013 2. Kupang 27,841 23,014 25,07 57,707 3. Timor Tengah Selatan 4. Timor Tengah Utara 98,016 60,856 25,03 152,307 17,810 15,466 25,84 39,965 5. Belu 26,896 25,360 24,76 63,455 6. Rote Ndao 4,213 3,910 25,71 10,052 7. Alor 8,839 6,916 24,15 16,701 8. Sabu Raijua 384 377 24,66 930 Jumlah Timor 184,484 136,276 25,26 342,130 9. Sumba Timur 18,771 13,430 31,19 41,894 10. Sumba Tengah 3,932 3,870 32,65 12,636 11. Sumba Barat 6,056 5,887 29,88 17,588 12. Sumba Barat Daya 27,463 27,267 25,52 69,593

N O KAB/KOTA TANAM (Ha) PANEN (Ha) PROVITA S Kw/Ha) PRODUKS I (Ton) 12. Lembata 11,246 9,463 23,83 22,547 13. Flores Timur 15,896 12,032 23,59 28,387 14. Sikka 13,737 13,244 23,60 31,261 15. Ende 2,095 2,090 27,44 5,736 16. Ngada 5,426 5,426 28,38 15,398 17. Nagekeo 4,915 4,688 25,95 12,163 18. Manggarai Timur 5,795 5,745 28,59 16,426 19. Manggarai 2,127 1,961 24,00 4,707 20 Manggarai Barat 1,544 1,534 23,98 3,679 Jumlah Flores 62,781 56,183 25,48 140,304

NO PULAU/KABUPATEN LUAS (HA) DIKEMBANGKAN A. PULAU TIMOR PETANI MITRA BELUM DIKEMBANGKA N 1. TTS KEC. KUALIN 1.350 150 500 KEC. AMANUBAN SELATAN 2. KUPANG 1.150-750 AMABI OEFETO TIMUR 1.500-500 AMARASI 1.400-600 3. TTU 1.700-4. BELU 2.600 - B. PULAU SUMBA 5. SUMBA TENGAH UMBU RATUNGGAY 875-450

NO PULAU/KABUPATEN 6. SUMBA TIMUR DIKEMBANGKAN LUAS (HA) BELUM DIKEMBANGKA N PANDAWAI 500-250 NGGAHA ORI OANGU 650-150 C. PULAU FLORES 7. NAGEKEO BOAWAE 914-550 AESESA 850-375 8. SIKKA KANGAE 850-375 WAIGETE 1.050-500

NO KAB/KOTA SLPTT JAGUNG HIBRIDA LUAS LAHAN (HA) VOL (KG) PERBANYAKAN BENIH JAGUNG KOMPOSIT LUAS LAHAN (HA) VOL (KG) 1. KUPANG 900 13.500 50 1.250 2. TTS 1.200 18.000 - - 3. TTU 450 6.750 50 1.250 4. BELU 900 13.500 - - 5. ALOR 450 6.750 - - 6. SUMBA TIMUR 900 13.500 50 1.250 7. SUMBA BARAT 600 9.000 - - 8. SBD 750 11.250 50 1.250 9. LEMBATA 450 6.750 - - 10. FLORES TIMUR 450 6.750 - - 11. SIKKA 300 4.500 - - 12. ENDE 300 4.500 - - 13. NGADA 750 11.250 - - 14. NAGEKEO 600 9.000 100 2.500

PERBANYAKAN INTENSIFIKASI BENIH NO KAB/KOTA JAGUNGKOMPOSIT JAGUNG LUAS LUAS LAHAN VOL LAHAN VOL 1. KOTA KUPANG 100 3.000 - - 2. KUPANG 600 18.000 20 600 3. TTS 8.000 24.000 20 600 4. TTU 600 18.000 15 450 5. BELU 700 21.000 20 600 6. ROTE NDAO 400 12.000 15 450 7. ALOR 300 9.000 - - 8. SABU RAIJUA 200 6.000 - - 9. SUMBA TIMUR 500 15.000 20 600 10 SUMBA TENGAH 500 15.000 20 600 11. SUMBA BARAT 500 15.000 20 600 12. SUMBA BARAT DAYA 500 15.000 20 600

PERBANYAKAN INTENSIFIKASI BENIH NO KAB/KOTA JAGUNGKOMPOSIT JAGUNG LUAS LUAS LAHAN VOL LAHAN VOL 13. LEMBATA 400 12.000 10 300 14. FLORES TIMUR 400 12.000 10 300 15. SIKKA 400 12.000 20 600 16. ENDE 400 12.000 15 450 17. NGADA 400 12.000 35 1.050 18. NAGEKEO 400 12.000 - - 19. MANGGARAI TIMUR 400 12.000 20 600 20. MANGGARAI 200 6.000 10 300 21. MANGGARAI BARAT 200 6.000 10 300

NO. KABUPATEN/KOTA APBN SL-PTT JAGUNG KAWASAN PERTUMBUHAN (SAPRODI) SLPTT JAGUNG KOMPOSIT INTENSIFIKASI APBD JAGUNG KOMPOSIT PERBANYAKAN BENIH JAGUNG KOMPOSIT (Ha) (KG) HA (KG) HA (KG) 1 2 13 14 17 18 21 22 1 KOTA KUPANG - - 100 3,000 - - 2 KUPANG 1,000 25,000 800 24,000 40 1,200 3 TIMOR TENGAH SELATAN 1,000 25,000 1,200 36,000 20 600 4 TIMOR TENGAH UTARA 1,000 25,000 700 21,000 - - 5 BELU 1,000 25,000 1,000 30,000 30 900 6 ROTE NDAO 1,000 25,000 500 15,000 - - 7 ALOR 1,000 25,000 400 12,000 - - 8 SABU RAIJUA - - 400 12,000 - - 9 SUMBA TIMUR 1,000 25,000 700 21,000 35 1,050 10 SUMBA TENGAH 1,000 25,000 600 18,000 - -

13 LEMBATA - - 550 16,500 - - 14 FLORES TIMUR - - 550 16,500 20 600 15 SIKKA 1,000 25,000 600 18,000 35 1,050 16 ENDE 1,000 25,000 400 12,000 5 150 17 NAGEKEO 1,000 25,000 500 15,000 - - 18 NGADA - - 700 21,000 5 150 19 MANGGARAI TIMUR - - 500 15,000 40 1,200 20 MANGGARAI - - 300 9,000 - - 21 MANGGARAI BARAT - - 300 9,000 - - TOTAL 12,000 300,000 12,000 360,000 250 7,500

A. PERBANYAKAN BENIH SEBAR Kebutuhan benih sebar untuk NTT kurang lebih 8.000 ton. Sudah terpenuhi 450 ton (2012) sisanya petani menggunakan benih hasil musim tanam sebelumnya atau dari luar NTT. Tahun 2012 Perbanyakan benih sebar seluas 400 Ha (APBN) dan 300 Ha (APBD I)

Keterlibatan pedagang pengumpul, koperasi dan pedagang antara untuk menunjang pangembangan jagung Usaha pasca panen dan pengolahan : Keterlibatan usaha dalam aspek pasca panen dan pengolahan hasil di NTT dilakukan petani masih dengan cara manual Usaha pabrik pangan atau pakan ternak : Belum banyak usaha pabrik atau pakan ternak

PENGEMBANGAN KAKAO DI NUSA TENGGARA TIMUR

Dari segi luas areal, NTT menempati urutan 5 setelah Sulawesi, Sumatra, Maluku dan Jawa, dengan luas areal 46.245 ha serta produksi mencapai 12.978 ton. Produktifitas Kakao di NTT masih cukup rendah (571 kg/ha/tahun), dibanding dengan rata-rata produktifitas Kakao Nasional (900 kg/ha/tahun) atau Kebun PTP dan Swasta (1.500 s/d 2.000 kg/ha/tahun).

Kondisi on-farm kakao di NTT, terutama pada wilayah eksisting di Kab. Sikka masih didominasi oleh tanaman yang sudah tua / rusak serta adanya gangguan hama dan penyakit. Harga biji kakao NTT khususnya serta Indonesia pada umumnya, di pasaran Internasional masih dihargai rendah, karena didominasi oleh biji-biji kakao tanpa fermentasi, kadar kotoran tinggi dan banyak terkontaminasi serangga. Kakao di NTT telah memberikan kontribusi yang posetif bagi pendapatan petani kakao serta pertumbuhan ekonomi di daerah ini.

Kakao di NTT telah mampu memberikan kontribusi yang posetif bagi pendapatan petani kakao serta pertumbuhan ekonomi di daerah ini.

(1) Kerangka Kebijakan Pengembangan Kakao di NTT, di bagi dalam 2 (dua) klaster kakao, masing-masing : - Klaster I (Flores) meliputi Kabupaten Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka dan Flores Timur, dengan fokus kegiatan Perluasan Areal pada Kabupaten Potensial Areal (Ngada dan Nagekeo), Peremajaan, Intensifikasi dan Rehabilitasi pada Kabupaten Eksisting Areal (Ende, Sikka dan Flores Timur);

- Klaster II (Sumba) meliputi wilayah potensial areal di Bagian Selatan Pulau Sumba, dari Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya; - Untuk wilayah di luar klaster tersebut diatas, kegiatan pengembangan kakao disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi. (2) Kerangka Kebijakan Pengembangan Komoditi Kakao di NTT dilaksanakan melalui Upaya Peningkatan Produksi dan Mutu Produk Kakao, yang dilakukan melalui berbagai upaya antara lain :

- Perluasan Areal Kakao pada beberapa Daerah Potensial Pengembangan di NTT, hal ini lebih terfokus pada APBD I NTT; - Kegiatan Peremajaan, Rehabilitasi dan Intensifikasi Kakao diarahkan pada beberapa Daerah Eksisting Areal Kakao, guna memperbaiki kualitas dan mutu kebun / tanaman kakao masyarakat, hal ini lebih terfokus pada kegiatan APBN; - Fasilitasi Unit Pengolahan Hasil / Alat Fermentasi bagi Kelompok-kelompok Tani Kakao.

(1) Kegiatan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS) Kakao di Kabupaten Ende, Sikka dan Flores Timur, yang merupakan eksisting areal kakao terbesar di NTT, diarahakan guna memperbaiki kondisi kebun dan tanaman di wilayah ini; (2) Revitalisasi Perkebunan (Kakao), diarahkan dalam rangka percepatan pembangunan Perkebunan Kakao yang di dukung Kredit Investasi dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah, dengan melibatkan Perusahaan Mitra, Koperasi atau dilaksanakan langsung oleh para petani; (1) Komoditi yang dikembangkan mempunyai prospek pasar, baik pasar dalam negeri maupun ekspor, (2) Mampu menyerap tenaga kerja baru, serta (3) Mempunyai peranan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup

(3) Mendorong kegiatan Pemberdayaan Petani / Kelompok Tani, serta Pelatihan Teknis guna memberikan bekal yang cukup bagi pemahaman teknis budidaya maupun managemen pengelolaan kebun bagi para petani; (4) Memfasilitasi pendampingan bagi kelompok tani khususnya pada wilayah Gernas Kakao dan Revitalisasi Kakao;

(5) Memfasilitasi ketersediaan Sarana Pengolahan /Alat Fermentasi di tingkat Kelompok Tani; (6) Mendorong Pihak Swasta untuk berinvestasi di sektor kakao, baik pada kegiatan On-farm maupun pada kegiatan of-farm, pada on-farm PT. Timor Mitra Niaga telah berinfestasi dalam pengembangan kebun di Kabupaten Belu dan Sumba Barat.

(1) Sebagian besar tanaman kakao di kawasan eksisting areal sudah tua dan tidak produktif; (2) Tingkat produktifitas masih sangat rendah; (3) Masih memproduksi produk primer, belum produk sekunder; (4) Petani enggan melakukan fermentasi kakao, oleh karena perbedaan harga yang tidak signifikan;

(5) Sistem saluran / rantai pemasaran yang panjang tidak memberikan nilai tambah yang sepadan sehingga menimbulkan inefisiensi; (6) Terbatasnya akses jalan usaha tani di sentrasentra produksi biji kakao; (7) Sarana perkreditan termasuk Program Revitalisasi, yang sulit direalisasikan kerena ketidak tersediaan jaminan / agunan.

DISTANBUN NTT

No Kabupaten / Kota Luas Areal (Ha) TBM TM TT/TR JUMLAH PRODUK SI (Ton) PRODUKTI VITAS (Kg/Ha) JML H. KK WUJUD PRODU KSI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12. NAGEKEO 896 783 62 1,696 257 348 2,629 BIJI KRG 13. MNGRAI 1,379 480 151 2,028 155 323 3,214 SDA 14. MATIM 1,569 533 723 2,825 294 552 5,821 SDA 15. MABAR 1,693 1,490 157 3,340 502 337 4,981 SDA 16. SUMTIM 440 37 4 485 15-754 SDA 17 SUMBAR 425 66 150 641 39 591 622 SDA 18 SBD 1,141 580 `262 1,983 360 621 2,679 SDA 19 SUMTENG 132 68 127 327 20 294 437 SDA 20 ROTE - - - - - - - 21 SABU - - - - - - - TOTAL 23,247 24,056 4,638 51,941 13,977 581 78,540 SDA

Kebun Entres (KE) Wederok di Kabupaten Belu milik PT. Timor Mitra Niaga seluas 13.80 Ha dengan potensi produksi 256.254 Entres/ - PERBENIHAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN Kebun sumber benih masih dirasakan kurang untuk memenuhi kebutuhan dalam daerah, data kebun benih yang sudah ada sbb: Kebun induk (KI) Waykadada di Sumba Barat milik Dinas Pertanian dan Perkebunan Prov. NTT seluas 3 Ha dengan potensi produksi per tahun 1.000.000 batang. Kebun Inti Gaura (KE) di Sumba Barat milik PT. Timor Mitra Niaga seluas 89,75 Ha dengan potensi produksi pertahun sebanyak 1.772.810 Entres. Kebun Entres (KE) Waykadada di Sumba Barat milik Dinas Kabupaten seluas 2,5 Ha, dengan potensi produksi 5.400 entres. Kebun Induk (KI) di Sikka milik Dinas Kabupaten seluas 2 Ha dengan potensi produksi 250.000 batang. Kebun Entres (KE) milik petani di Kabupaten Sikka seluas 1 Ha dengan potensi produksi 23.160 entres.

- KEMITRAAN USAHA Untuk komoditi kakao belum ada kemitraan yang terjalin dengan pengusaha oleh karena itu perlu dibangun kemitraan dalam rangka : Meningkatkan produksi yang berkelanjutan sehingga ketersediaan bahan baku dapat berkesinambungan. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani Memberikan kemudahan bagi petani untuk mendapatkan saprodi Mempercepat alih teknologi dari penuahan bsar kepada petani dan meningkatkan efisiensi usaha tani. Mengikutsertakan modal swasta dalam pembangunan pertanian.

- PENGOLAHAN HASIL Industri pengolahan hasil Perkebunan belum berkembang di NTT oleh karena itu perlu adanya investasi pengolahan hasil melalui : -Penumbuhan Industri pengolahan hasil kelas menengah yang dapat mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi. -Penumbuhan Industri rumahan (Home industry) yang mengolah kakao menjadi produk makanan yang bervariasi. -Inovasi teknologi bagi UPH kakao agar dapat memasarkan kopi dalam bentuk hasil olahan seperti kakao powder.

- PEMASARAN HASIL PRODUKSI Sistem pemasaran belum berkembang dengan baik sehingga petani belum memperoleh pendapatan yang layak dari hasil usaha taninya karena itu perlu dibenahi sbb: -Melakukan efisiensi rantai pemasaran dari petani produsen sampai ke pabrik / industri pengolahan. -Membentuk asosiasi komoditi perkebunan untuk memperjuangkan harga yang layak bagi produk petani.

Mulai tahun 2009 telah dilaksanakan Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS KAKAO) - Selama periode 2009 2013. Kegiatan Gernas Kakao di Kabupaten Flores Timur, Sikka & Ende telah mencapai areal seluas 9.150 Ha yg meliputi : * Peremajaan 1.800 Ha * Rehabilitasi 2.650 Ha * Intensifikasi 4.700 Ha

III. PERMASALAHAN PENGEMBANGAN KAKAO DI NTT Sebagian besar tanaman kakao di kawasan existing seperti di pulau Flores sudah tua dan tidak produktif. Kurangnya pemeliharaan yang intensif juga menyebabkan sebagian besar tanaman kakao petani terserang penyakit busuk akar dan penggerek buah. Produktivitas kakao petani di NTT juga masih rendah yakni ratarata 450 kg/ha dibandingkan dengan potensi hasil yang bisa mencapai 1.500 kg/ha. Petani kakao belum menggunakan benih unggul bermutu dengan teknik budidaya yang intensif. Teknologi panen dan pasca panen yang masih rendah juga menyebabkan rendahnya mutu biji kakao yang dihasilkan petani. Petani enggan melakukan fermentasi biji kakao karena perbedaan harga kakao fermentasi dan non fermentasi tidak significan.

Kakao yang dipasarkan semuanya dalam bentuk biji yang belum diolah atau diversifikasi produk kakao NTT masih rendah. Sistem rantai pemasaran yang panjang dan tidak memberikan nilai tambah yang layak bagi petani sehingga menimbulkan inefisiensi. Masih terbatasnya akses jalan menuju lokasi-lokasi sentra produksi dan sarana transportasi serta pelabuhan yang belum memadai. Masih sulitnya akses petani untuk mendapatkan sarana perkreditan dari perbankan menyebabkan rendahnya kemampuan finansial petani. Masih lemahnya penyuluhan dan kelembagaan petani karena kurangnya fasilitas pendukung dan modal usaha. Belum berkembangnya kemitraan yang terjalin antara pengusaha dan petani yang dapat membantu petani dalam memenuhi kebutuhan sarana produksinya.

Pendampingan secara intensif terhadap petani dalam pengelolaan usaha taninya. Pengembangan industri hilir kakao di pedesaan yang berbasis kelompok tani dalam rangka meningkatkan nilai tambah. Peningkatan produksi dan mutu kakao dengan cara perbaikan kondisi pertanaman di kawasan sentra produksi secara berkelanjutan. Perluasan areal kakao di luar kawasan sentra produksi yang berpotensi untuk pengembangan kakao Pembangunan Kebun Induk dan Kebun Entres dalam rangka meningkatkan ketersediaan sumber benih di dalam daerah.

Pengembangan industri hilir kakao di pedesaan yang berbasis kelompok tani dalam usaha meningkatkan nilai tambah komoditi ini. Penelitian pengembangan kakao berbasis kearifan lokal yang sesuai dengan agroekosistem setempat. Pengembangan diversifikasi produk olahan kakao untuk menarik minat konsumen.

V. STRATEGI PENGEMBANGAN KAKAO DI NTT Pengembangan kakao ke depan diarahkan ke pulau Sumba sebagai cluster II dengan potensi lahan yang tersedia : Sumba Timur 26.050 Ha, Sumba Tengah 45.210 Ha, Sumba Barat 23.665,50 Ha dan Sumba Barat Daya 13.800 Ha. Melakukan perbaikan kondisi pertanaman di kawasan sentra produksi dengan upaya peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi serta pengembangang di areal yang masih memungkinkan. Peningkatan pengembangan pasca panen yang difokuskan untuk menghasilkan teknologi pengolahan hasil. Peningkatan kelembagaan kelompok tani untuk memperkuat posisi tawar dalam pemasaran produknya. Peningkatan kwalitas SDM penyuluh, petani dan pelaku industri di pedesaan. Peningkatan dan pengamanan mutu produk dengan menerapkan standarisasi mutu.

Secara Nasional Provinsi NTT merupakan urutan ke 5 provinsi dengan areal kakao terluas yaitu pada tahun 2012 seluas 51.941 Ha. Prospek pengembangan kakao di NTT cukup baik karena selain harganya cukup tinggi dan stabil juga areal potensial yang masih cukup luas yaitu 385.711 Ha. Sistem usaha tani kakao di NTT masih bersifat tradisional. Produktivitas kakao di NTT masih sangat rendah (<500 kg/ha/thn) Pemasaran hasil kakao dari NTT masih sebatas biji berkwalitas rendah yang belum difermentasi. Pengembangan kakao di NTT dibagi menjadi 2 kawasan yaitu kawasan eksisting di daratan Flores dan kawasan potensial di daratan Sumba. Pendekatan kawasan cluster agribisnis kakao yang intensif dan integratif perlu dilakukan untuk mencapai sasaran yang diharapkan.

KAWASAN AGRIBISNIS PERKEBUNAN -Perbaikan kondisi pertanaman eksisting -Perluasan areal Tanam -Perbaikan tanaman melalui peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi -Perluasan areal tanam KELEMBAGAAN - GAPOKTAN - KOPERASI UNIT PENGOLAHAN (UPH) - Pengolahan biji kakao basah menjadi biji fermentasi - Pengolahan biji kakao menjadi beraneka produk olahan. -Bibit tanaman unggul bermutu -Sumber entres unggul -Pupuk dan pestisida - Pemberdayaan Petani - Peningkatan Manajemen/Administrasi INDUSTRI PENGOLAHAN -Output : Bahan setengah jadi (coco powder, dll) -Output : Industri kecil pengolahan Hasil Kakao

43