16 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Mesin Diesel Definisi mesin diesel menurut (Judiyuk, 2009), adalah sejenis mesin pembakaran dalam, lebih spesifik lagi, sebuah mesin pemicu kompresi, dimana bahan bakar dinyalakan oleh suhu tinggi gas yang dikompresi, dan bukan oleh alat berenergi lain (seperti busi). Mesin ini ditemukan pada tahun 1892 oleh Rudolf Diesel, yang menerima paten pada 23 Februari 1893. Diesel menginginkan sebuah mesin untuk dapat digunakan dengan berbagai macam bahan bakar termasuk debu batu bara. Diesel mempertunjukkannya pada Exposition Universelle (Pameran Dunia) tahun 1900 dengan menggunakan minyak kacang (biodiesel). Kemudian diperbaiki dan disempurnakan oleh Charles F. Kettering. 2.1.2 Prinsip Kerja Mesin Diesel Prinsip kerja mesin diesel menurut (Judiyuk, 2009), adalah ketika gas dikompresi, suhunya meningkat (seperti dinyatakan oleh Hukum Charles) mesin diesel menggunakan sifat ini untuk menyalakan bahan bakar. Udara dihisap ke dalam silinder mesin diesel dan dikompresi oleh piston yang merapat, jauh lebih tinggi dari rasio kompresi dari mesin menggunakan busi. Pada saat piston memukul bagian paling atas, bahan bakar diesel dipompa ke ruang pembakaran dalam tekanan tinggi, melalui nozzle atomising, dicampur dengan udara panas yang bertekanan tinggi, hasil pencampuran ini menyala dan membakar dengan cepat. Dengan proses inilah mesin diesel dapat menghasilkan sebuah pembakaran. 2.1.3 Pengertian System Pengertian common rail system menurut (Denso, 2009) adalah sebagai berikut : sistem common rail terakumulasi tinggi oleh tekanan bahan bakar di common rail dan injector menyuntikkan bahan bakar ke dalam silinder mesin yang dikendalikan oleh Control Unit) pada mesin diesel, yang memungkinkan terjadinya tekanan tinggi pada injeksi independen dari putaran 16
17 mesin. Akibatnya, sistem common rail dapat mengurangi bahan-bahan berbahaya seperti nitrogen oksida (NOx) dan partikulat (PM) emisi dan menghasilkan tenaga mesin yang lebih besar. Sumber : Judiyuk. (2009). Diesel Engine Gambar 2.1 System Pengertian common rail system menurut (Hino, 2012) adalah sebagai berikut : adalah sistem bahan bakar yang yang di atur oleh Control Unit) untuk mengatur kuantitas dan tekanan bahan bakar sehingga memaksimalkan efisiensi dalam pemakaian kendaraan. Sistem common rail pertama kali di kembangkan oleh Robert Huber dari Swiss pada tahun 1960. Sedangkan penggunaan pertama yang berhasil pada produsi kendaraan oleh Dr Shohei Itoh dan Masahiko Miyaki Corporation Denso yang merupakan produsen otomotif Jepang pada tahun 1990. Dari dua pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa common rail system adalah system bahan bakar yang di atur atau di kendalikan oleh Control Unit) untuk mengatur kuantitas dan tekanan bahan bakar sehingga dapat terjadi pembakaran sempurna, sehingga dapat memaksimalkan efisien penggunaan bahan bakar.
18 2.1.4 Prinsip Injeksi Bahan Bakar Yang Diinginkan Prinsip injeksi bahan bakar yang diinginkan menurut (Denso, 2005, p. 1), adalah untuk dapat memenuhi berbagai hal yang diharapkan dari kendaraan bermesin diesel, sistem injeksi bahan bakar minyak (BBM) (termasuk pompa injeksi dan nozzle) memainkan peranan yang penting karena secara langsung mempengaruhi performa mesin dan kendaraan. Hal hal yang diharapkan antara lain, tekanan injeksi yang lebih tinggi, rate injeksi yang optimal, control timing injeksi yang lebih presisi, dan kontrol kuantitas injeksi yang lebih presisi. Maksud dari tekanan injeksi yang lebih tinggi, rate injeksi yang optimal, control timing injeksi yang lebih presisi, dan kontrol kuantitas injeksi yang lebih presisi adalah bahan bakar yang diinjeksikan oleh nozzle berubah menjadi partikel partikel yang lebih halus jika tekanan injeksi dinaikkan. Hal ini memperbaiki pembakaran dan menurunkan banyaknya asap yang terkandung dalam gas buang. 2.1.5 Komponen Utama System Sumber : Hino. (2012).. Gambar 2.2 System Supply pump menurut (Denso, 2005, p. 11), adalah pada dasarnya terdiri dari system pemompaan konvensional seperti pompa tipe in-line (dua silinder), dilengkapi dengan PCV (Pump Control Valve) untuk mengontrol kuantitas bahan bakar yang dipompakan, sensor pengenalan silinder, serta feed pump. Feed pump itu sendiri yang terintegrasi dalam supply pump, berfungsi untuk menghisap bahan bakar dari tangki bahan bakar melalui fuel filter dan mengirimkannya ke ruang pompa.
19 Sumber : Judiyuk. (2009). Diesel Engine. Gambar 2.3 common rail menurut (Denso, 2005, p. 41), adalah untuk mendistribusikan bahan bakar bertekanan tinggi (yang ditekan oleh supply pump), ke setiap injector silinder. Sumber : Judiyuk. (2009). Diesel Engine. Gambar 2.4 menurut (Denso, 2005, p. 45), berfungsi menginjeksikan bahan bakar bertekanan dalam rail kedalam ruang bakar mesin pada timing injeksi, kuantitas
20 injeksi, rate injeksi, dan pola injeksi yang optimal sesuai sinyal dari Control Unit). Sumber : Judiyuk. (2009). Diesel Engine. Gambar 2.5 Pressure limiter menurut (Denso, 2005, p. 42), berfungsi untuk melepas tekanan dalam rail jika terjadi kondisi dimana tekanan yang timbul dalam rail menjadi tinggi sekali (abnormal). Katupnya baru akan kembali tertutup setelah tekanan dalam rail turun ke level tertentu. Bahan bakar yang dilepaskan oleh pressure limiter akan kembali ke tangki bahan bakar. Sumber : Judiyuk. (2009). Diesel Engine. Gambar 2.6
21 Control Unit) menurut (Denso, 2005, p. 54), berfungsi untuk memperhitungkan agar pembakaran menjadi optimal dengan mengatur tekanan, jumlah dan waktu injeksi. Control Unit) juga menjaga agar tekanan bahan bakar tetap tinggi bahkan di saat rpm mesin dalam keadaan rendah sehingga membuat konsumsi bahan bakar menjadi efisien dan rendah emisi. Sumber : Judiyuk. (2009). Diesel Engine Gambar 2.7 Control Unit) 2.1.6 Metode Siklus PDCA (Plan Do Check Action) Metode siklus PDCA menurut (Sugianto, 2009), menyatakan bahwa siklus PDCA efektif digunakan dalam melakukan pekerjaan dan mengelola program kerja. Di dalam siklus PDCA memungkinkan untuk melakukan dua jenis tindakan perbaikan yaitu perbaikan yang bersifat sementara dan permanen. Tindakan sementara untuk bertujuan mengatasi dan memperbaiki masalah secara praktis. Sedangkan tindakan perbaikan permanen, yang terdiri dari analisis dan menghilangkan akar penyebab untuk mencapai target proses perbaikan terusmenerus. Sesuai dengan istilahnya, terdapat 4 langkah proses, yaitu : 1. Plan, mengacu pada aktivitas identifikasi peluang perbaikan atau identifikasi terhadap cara-cara mencapai peningkatan dan perbaikan.
22 2. Do, mengacu pada penerapan dan pelaksanaan aktivitas yang direncanakan, yaitu dimana mengumpulkan semua data data yang dibutuhkan untuk dapat dianalisa. 3. Check, mengacu pada verifikasi apakah penerapan tersebut sesuai dengan rencana peningkatan dan perbaikan yang diinginkan. 4. Act, merupakan respon terhadap hasil verifikasi tersebut. 2.1.7 Tujuh Alat Bantu Kualitas (7QC Tools) Untuk melakukan metode siklus PDCA ada banyak metode dan tools yang dapat digunakan untuk melakukan analisis namun yang terkenal adalah dengan menggunakan Seven QC tools atau ada yang menyebutnya dengan seven magnificent tools yaitu menggunakan : 1. Pareto chart 2. Check sheets 3. Diagram sebab akibat 4. Scatter diagram 5. Histogram 6. Grafik atau flow chart 7. Control chart 1. Pareto Chart Grafik pareto membantu memprioritaskan dengan mengatur mereka dalam urutan penurunan yang terpenting. Dalam lingkungan sumber daya yang terbatas diagram ini membantu perusahaan untuk menentukan urutan dimana mereka harus mencari masalahnya. Analisis pareto dapat digunakan untuk mengidentifikasi dalam beberapa bentuk.(anil, K. S. & Suresh, N., 2008, p 140). a. Analisis kerugian materi (atau jumlah terakhir). b. Analisis kerugian dengan proses yaitu, mengklasifikasi cacat atau penolakan tempat dalam hal proses. c. Analisis kerugian oleh produk yang sejenis. d. Analisis oleh pemasok di seluruh spektrum dari pembelian. e. Analisis oleh biaya untuk satu bagian. f. Analisis oleh modus kegagalan.
23 Gambar 2.8 Pareto Chart 2. Check Sheet Check sheet mempermudah catatan sistematis atau pengamatan pengumpulan data yang dicatat sebagai sesuatu terjadi yang mengungkapkan pola atau tren. Pengumpulan data melalui checklist yang sering dilakukan adlah langkah pertama dalam menganalisis masalah kualitas. Checklist adalah bentuk bentuk yang digunakan untuk merekam frekuensi terjadinya karakteristik produk atau jasa tertentu yang terkait dengan kualitas. Karakteristik itu dapat diukur pada skala berlanjut seperti berat, waktu, diameter, atau panjang. (Anil, K. S. & Suresh, N., 2008, p 140-141). Gambar 2.9 Checklist
24 3. Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat sering juga disebut sebagai diagram fishbone. Hal ini pertama kali dikembangkan oleh Koaru Ishikawa pada tahun 1943, dan sering juga disebut dengan Ishikawa diagram. Garis tengahnya membantu manajemen menelusuri masalah yang dikeluhkan oleh customer langsung ke kegiatan yang terlibat. Masalah pokok disebut sebagai kepala ikan, kategori utama yang menyebabkan masalah itu terjadi, dan tulang sebagai spesifik masalah yang terjadi. (Anil, K. S. & Suresh, N., 2008, p 141). Gambar 2.10 Fishbone Diagram 4. Scatter Diagram Scatter diagram sering menunjukan hubungan antara dua variabel. Scatter diagram juga sering digunakan sebagai tindak lanjut untuk sebab dan analisis efek untuk menentukan apakah penyebab dinyatakan benar benar tidak mempengaruhi kualitas karakteristik. (Anil, K. S. & Suresh, N., 2008, p 141). Gambar 2.11 Scatter Diagram
25 Gambar 2.11 menjelaskan sebuah plot belanja iklan terhadap penjualan perusahaan, dan menunjukan positif yang kuat antara dua variabel. Sebagai tingkat belanja iklan untuk meningkatkan penjualan yang cenderung meningkat. 5. Histogram Histogram untuk menampilkan sejumlah besar data yang sulit untuk ditafsirkan dalam bentuk asli. Histogram merangkum data yang diukur pada skala berkelanjutan yang menunjukan distribusi frekuensi dari beberapa karakteristik kualitas. (Anil, K. S. & Suresh, N., 2008, p 142). Gambar 2.12 Histogram 6. Flow Charts Flow charts menunjukan urutan peristiwa dalam suatu proses, flow charts digunakan untuk operasional manufaktur, dan jasa. Flow charts sering digunakan untuk prosedur operasional diagram untuk menyederhanakan system, flow charts juga dapat digunkan untuk mengidentifikasi kemacetan, langkah langkah yang berlebihan, dan tidak bertambah nilai kegiatannya. Sebuah diagram alur yang realistis dapat dibangun dengan menggunakan pengetahuan dari orang yang secara langsung terlibat dalam proses tertentu, serta aliran grafik dapat mengidentifikasi dimana penundaan dapat terjadi. (Anil, K. S. & Suresh, N., 2008, p 142). Gambar 2.13 Flow Charts
26 7. Control Charts Control charts untuk membedakan antara penyebab khusus variasi dengan penyebab umum dari variasi, control charts juga digunakan untuk memantau, dan pengendalian proses secara berkelanjutan. Sebuah kebiasaan plot control charts dipilih karakteristik kualitasnya, serta ditemukan dari sub-kelompok pengamatan sebagai fungsi dari jumlah sampel, karakteristik seperti sampel rata rata, sampel jangkauan, dan proporsi sampel non-conforming unit yang diplot. (Anil, K. S. & Suresh, N., 2008, p 143). Gambar 2.14 Control Charts Tabel 2.1 Hubungan antara 7 QC Tools dengan siklus PDCA Sumber : Paliska, G., Pavletic, D., Sokovic, M. (2008) Aplication Of Quality Engineering Tools In Process Industri.