BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

dokumen-dokumen yang mirip
OPTIMALISASI PERENCANAAN PRODUKSI DENGAN PREEMPTIVE GOAL PROGRAMMING (STUDI KASUS: UD. DODOL MADE MERTA TEJAKULA, SINGARAJA)

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu ln return, volatilitas, data runtun waktu, kestasioneran, uji

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala

FORECASTING INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN MENGGUNAKAN METODE ARIMA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

OPTIMASI PRODUKSI UNTUK PRODUK PESANAN PADA PERUSAHAAN PESTISIDA MENGGUNAKAN METODE GOAL PROGRAMMING. Oleh: Rossy Susanti ( )

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins

LULIK PRESDITA W APLIKASI MODEL ARCH- GARCH DALAM PERAMALAN TINGKAT INFLASI

BAB III MODEL ARIMAX DENGAN EFEK VARIASI KALENDER

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuntungan atau coumpouding. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pemodelan ARIMA Non- Musim Musi am

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun langkah-langkah pada analisis runtun waktu dengan model ARIMA

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan.

III. METODE PENELITIAN

Analisis Time Series Pada Penjualan Shampoo Zwitsal daerah Jakarta dan Jawa Barat di PT. Sara Lee Indonesia. Oleh : Pomi Kartin Yunus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel yang

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

Perbandingan Metode Fuzzy Time Series Cheng dan Metode Box-Jenkins untuk Memprediksi IHSG

BAB 2. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

PEMODELAN DAN PERAMALAN DATA DERET WAKTU DENGAN METODE SEASONAL ARIMA

BAB II LANDASAN TEORI

KAJIAN METODE JACKKNIFE DALAM MEMBANGUN SELANG KEPERCAYAAN DENGAN PARAMETER ARMA(p,q)

BAB II LANDASAN TEORI. nonstasioneritas, Autocorrelation Function (ACF) dan Parsial Autocorrelation

PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA YANG BEKUNJUNG KE BALI MENGGUNAKAN FUNGSI TRANSFER

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Pemrograman linear (PL) ialah salah satu teknik dari riset operasi untuk

Peramalan Volume Pemakaian Air di PDAM Kota Surabaya dengan Menggunakan Metode Time Series

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

Peramalan Aset dengan Memperhatikan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia dengan Metode Fungsi Transfer

PERAMALAN PENYEBARAN JUMLAH KASUS VIRUS EBOLA DI GUINEA DENGAN METODE ARIMA

PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM PT. TELKOM Tbk. APPLICATION OF ARIMA TO FORECASTING STOCK PRICE OF PT. TELOKM Tbk.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERAMALAN JUMLAH WISATAWAN DI AGROWISATA KUSUMA BATU MENGGUNAKAN METODE ANALISIS SPEKTRAL. Oleh: Niswatul Maghfiroh NRP.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERBANDINGAN MODEL PADA DATA DERET WAKTU PEMAKAIAN LISTRIK JANGKA PENDEK YANG MENGANDUNG POLA MUSIMAN GANDA ABSTRAK

Metode Deret Berkala Box Jenkins

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii. HALAMAN PENGESAHAN...iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI... x. DAFTAR TABEL...

Analisys Time Series Terhadap Penjualan Ban Luar Sepeda Motor di Toko Putra Jaya Motor Bangkalan

1. I Wayan Sumarjaya, S.Si, M.Stats. 2. I Gusti Ayu Made Srinadi, S.Si, M.Si. ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan adalah proses perkiraan (pengukuran) besarnya atau jumlah

PENDEKATAN MODEL TIME SERIES UNTUK PEMODELAN INFLASI BEBERAPA KOTA DI JAWA TENGAH

PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN MENGGUNAKAN DIAGRAM KONTROL EWMA RESIDUAL (STUDI KASUS: PT. PJB UNIT PEMBANGKITAN GRESIK)

PERAMALAN STOK BARANG UNTUK MEMBANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN BARANG PADA TOKO BANGUNAN XYZ DENGAN METODE ARIMA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERAMALAN KUNJUNGAN WISATA DENGAN PENDEKATAN MODEL SARIMA (STUDI KASUS : KUSUMA AGROWISATA)

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERAMALAN KUNJUNGAN WISATAWAN MENGGUNAKAN MODEL ARMAX DENGAN NILAI KURS DAN EKSPOR-IMPOR SEBAGAI FAKTOR EKSOGEN

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini, dibahas mengenai model Vector Error Correction (VEC),

BAB 2 LANDASAN TEORI. diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan tersebut dapat

BAB III METODE PENELITIAN

PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

PERAMALAN CURAH HUJAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS SPEKTRAL

KAJIAN METODE BOOTSTRAP DALAM MEMBANGUN SELANG KEPERCAYAAN DENGAN MODEL ARMA (p,q)

ANALISIS POLA HUBUNGAN PEMODELAN ARIMA CURAH HUJAN DENGAN CURAH HUJAN MAKSIMUM, LAMA WAKTU HUJAN, DAN CURAH HUJAN RATA-RATA

PENGGUNAAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (P,Q) UNTUK PERAMALAN HARGA DAGING AYAM BROILER DI PROVINSI JAWA TIMUR

PENERAPAN MODEL ARFIMA (AUTOREGRESSIVE FRACTIONALLY INTEGRATED MOVING AVERAGE) DALAM PERAMALAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI)

PERAMALAN INDEKS HARGA KONSUMEN MENGGUNAKAN MODEL INTERVENSI FUNGSI STEP

Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian

OPTIMALISASI PERENCANAAN PRODUKSI DENGAN PREEMPTIVE GOAL PROGRAMMING (STUDI KASUS: UD. DODOL MADE MERTA TEJAKULA, SINGARAJA)

BAB 2 LANDASAN TEORI. variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Peramalan Merupakan

ESTIMASI DATA YANG HILANG DENGAN MENGGUNAKAN PROSES PENYARINGAN DALAM PEMODELAN DATA TIME SERIES

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN MODEL ARIMA DAN MODEL REGRESI DENGAN RESIDUAL ARIMA DALAM MENERANGKAN PERILAKU PELANGGAN LISTRIK DI KOTA PALOPO

Metode Box - Jenkins (ARIMA)

BAB 3 SMOOTH TRANSITON AUTOREGRESSIVE. waktu nonlinear yang merupakan perluasan dari model Autoregressive (AR).

Contoh Analisis Deret Waktu: BJSales

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sumber tetap yang terjadinya berdasarkan indeks waktu t secara

IV. METODE PENELITIAN

Prediksi Jumlah Penumpang Kapal Laut di Pelabuhan Laut Manado Menggunakan Model ARMA

Peramalam Jumlah Penumpang Yang Berangkat Melalui Bandar Udara Temindung Samarinda Tahun 2012 Dengan Metode ARIMA BOX-JENKINS

BAB III MISSING DATA DAN PROSES RUNTUN WAKTU JANGKA PANJANG

Peramalan Kecepatan Angin Di Kota Pekanbaru Menggunakan Metode Box-Jenkins

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berikut teori-teori yang mendukung penelitian ini, yaitu konsep dasar peramalan, konsep dasar deret waktu, proses stokastik, proses stasioner, fungsi autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial (PACF), proses white noise, differencing, operator backshift, transformasi Box- Cox, model stasioner deret waktu (AR, MA, dan ARMA), model non-stasioner deret waktu (ARIMA), pemrograman linear, dan goal programming. 2.1 Konsep Dasar Peramalan Peramalan (forecasting) adalah suatu seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian pada masa depan. Peramalan dilakukan dengan melibatkan pengambilan data masa lalu dan menempatkannya ke masa yang akan datang dengan suatu bentuk model matematis (Heizer dan Render, 2006). Pada dasarnya terdapat dua metode peramalan (Hakim, 2004), yaitu: 1. Metode Peramalan Kualitatif Metode peramalan kualitatif digunakan ketika data historis tidak tersedia, dengan kata lain peramalan kualitatif merupakan peramalan yang tidak berbentuk angka. Metode peramalan kualitatif disebut juga dengan metode subjektif. Misalnya jika rumah sakit ingin mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan maka rumah sakit tersebut perlu membuat suatu kuesioner pertanyaan tentang pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut kepada pasien. 6

7 2. Metode Peramalan Kuantitatif Metode peramalan kuantitatif menggunakan data historis atau data masa lampau. Tujuannya adalah mempelajari kejadian pada masa lalu, sehingga bisa memahami struktur dan sifat-sifat yang penting dari data. Metode peramalan kuantitatif dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu: a. Metode peramalan kausal meliputi penentuan faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel yang diprediksi. Contoh tipe peramalan ini adalah peramalan analisis regresi berganda dengan variabel lag ataupun model ekonometrika. b. Metode peramalan deret waktu meliputi proyeksi dari nilai-nilai yang akan datang dari variabel yang sepenuhnya didasarkan pada observasi masa lalu dan masa kini variabel tersebut. 2.2 Konsep Dasar Deret Waktu Data deret waktu adalah data yang disusun berdasarkan urutan terjadinya waktu. Data tersebut menggambarkan perkembangan suatu kejadian atau suatu kegiatan. Analisis deret waktu adalah suatu metode kuantitatif yang mempelajari pola gerakan data masa lampau yang teratur (Wirawan, 2001). Deret waktu mempunyai empat komponen (Heizer dan Render, 2006), yaitu: 1. Komponen Tren Komponen tren merupakan pergerakan data sedikit demi sedikit meningkat atau menurun, seperti perubahan pendapatan dan penyebaran umur.

8 2. Komponen Musiman Komponen musiman adalah pola data yang berulang pada kurun waktu tertentu, seperti harian, mingguan, bulanan, atau kuartalan. 3. Komponen Siklis Komponen siklis adalah pola dalam data yang terjadi setiap beberapa tahun. Contoh komponen siklis ini biasanya terkait pada siklus bisnis dan merupakan satu hal penting dalam analisis serta perencanaan bisnis jangka pendek. 4. Komponen Variasi Acak (Random Variation) Komponen variasi acak merupakan satu titik khusus dalam data, yang disebabkan oleh peluang dan situasi yang tidak biasa. Variasi acak tidak mempunyai pola khusus, jadi tidak dapat diprediksi.

9 Berikut adalah grafik dari keempat komponen deret waktu: (a) (b) (c) (d) Gambar 2.1 Grafik Keempat Komponen, (a) Tren, (b) Musiman, (c) Siklis, (d) Variasi Acak (Herjanto, 2008). 2.3 Proses Stokastik Proses stokastik adalah suatu proses yang dapat dinyatakan ke dalam peubah acak dengan menyatakan ruang sampel dan menyatakan indeks waktu. Peubah acak merupakan suatu fungsi bernilai real yang harganya ditentukan oleh tiap anggota dalam ruang sampel ( ) dalam indeks waktu ke-. Sebuah himpunan berhingga pada variabel random ( ) dari sebuah proses stokastik dapat dinyatakan ke dalam bentuk { }, sehingga fungsi distribusi dapat didefinisikan sebagai

10 ( ) { }; adalah dimensi dari fungsi distribusi tersebut (Wei, 1990). 2.4 Proses Stasioner Menurut Bowerman et al. (2005), proses stasioner adalah suatu proses statistika dengan tidak adanya perubahan yang sistematik dalam rata-rata (mean) dan varians data. Secara umum, proses stasioner dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu stasioner kuat dan stasioner lemah. Suatu data dikatakan stasioner kuat apabila distribusi bersama dari adalah sama dengan distribusi bersama dari untuk setiap pilihan dari waktu ke dan setiap pilihan lag waktu k, sedangkan dikatakan stasioner lemah apabila fungsi rata-rata (mean) adalah konstan sepanjang waktu dan fungsi autokovarians untuk setiap waktu dan lag (Cryer, 1986). 2.5 Fungsi Autokovarians (ACVF) dan Fungsi Autokorelasi (ACF) Sebuah proses stasioner { } dengan mean, varians yang konstan, dan kovarians yang berfungsi hanya pada perbedaan waktu. Sehingga dalam hal ini, kovarians di antara dan dapat ditulis sebagai: dan korelasi di antara dan dapat ditulis sebagai:

11 dengan ; adalah rata-rata (mean); menyatakan fungsi autokovarians pada lag untuk 1, 2, 3,...; menyatakan fungsi autokorelasi pada lag ; adalah waktu pengamatan ( 1, 2, 3,...), adalah pengamatan pada waktu ke-t (Wei, 1990). Pada keadaan stasioner fungsi autokovarians pada lag dan fungsi autokorelasi pada lag harus memenuhi (Wei, 1990): 1. untuk 1, 2, 3,... 2. untuk 1, 2, 3,... 3. dan untuk semua. 2.6 Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) Autokorelasi parsial di antara dan dapat diturunkan dari model regresi linear, dengan variabel dependent dan variabel independen, yaitu : dengan adalah parameter regresi pada lag untuk 1, 2, 3,..., dan adalah kesalahan normal berkorelasi dengan untuk. Dengan mengalikan pada kedua ruas persamaan dan menghitung nilai harapannya, diperoleh: ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) dengan menggunakan algoritma Yule-Walker sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut (Cryer and Chan, 2010):

12 untuk 1, 2, 3,...,, diperoleh sistem persamaan berikut:.. karena merupakan fungsi pada lag, maka disebut fungsi autokorelasi parsial pada sebagai berikut: dengan untuk 1, 2, 3,...,. 2.7 Proses White Noise Suatu proses { } disebut dengan white noise, jika merupakan urutan variabel random berkorelasi dari distribusi tetap dengan mean konstan yang selalu diasumsikan bernilai 0, varians konstan dan untuk semua. Dengan definisi tersebut, suatu proses white noise { } disebut stasioner dengan (Wei, 1990): Fungsi autokovarians: {

13 Fungsi autokorelasi: { Fungsi autokorelasi parsial: { 2.8 Differencing Differencing dilakukan untuk menstasionerkan data non-stasioner. Operator differencing dapat didefinisikan sebagai: dan dapat dikembangkan ke tingkat yang lebih tinggi. Sebagai contoh: apabila data belum stasioner, maka dilakukan proses differencing sampai data menunjukkan kestasionerannya yang dapat dilihat pada plot ACF dan plot PACF (Reinert, 2010).

14 Berikut adalah gambar plot ACF dan PACF yang menunjukkan data sudah stasioner atau belum: (a) (b) (c) (d) Gambar 2.2 fungsi ACF dan PACF, (a) ACF tidak stasioner, (b) ACF stasioner, (c) PACF tidak stasioner, (d) PACF stasioner. 2.9 Operator Backshift Operator backshift dapat didefinisikan sebagai: dengan menyatakan operator backshift (Reinert, 2010).

15 2.10 Transformasi Box-Cox Transformasi Box-Cox merupakan sebuah transformasi berparameter tunggal yang ditransformasi menjadi sebuah transformasi berpangkat pada respon. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: { dengan menyatakan variabel respon ke- untuk dan menyatakan parameter yang perlu diduga (Sclove, 2005). Tabel 2.1 beberapa nilai 2 dengan transformasinya Transformasi 0,5 1 (tidak ada transformasi) 0-0,6-1 Sumber: (Kutner, et al., 2005) 2.11 Model Stasioner Deret Waktu Suatu kelas proses stasioner deret waktu adalah proses ARMA (Autoregressive Moving Average). Proses ARMA ini meliputi proses AR (Autoregressive) dan proses MA (Moving Average).

16 2.11.1 Proses AR (Autoregressive) Proses autoregresif dengan order dinotasikan, memenuhi persamaan (Wei, 1990): dengan adalah koefisien autoregresif untuk ; adalah indeks dengan rata-rata nol dan varian ; dan adalah order AR. Persamaan dapat ditulis menggunakan operator backshift : ( ) dapat dinyatakan dalam operator backshift ( ) sebagai: dengan. 2.11.2 Proses MA (Moving Average) Model moving average dengan order dinotasikan, adalah (Wei, 1990): dengan adalah parameter model MA untuk, dan adalah order MA. Persamaan dapat ditulis menggunakan operator backshift : ( )

17 dapat dinyatakan dalam operator backshift ( ) sebagai: dengan 2.11.3 Proses ARMA (Autoregressive Moving Average) Model autoregressive moving average dengan order dan dinotasikan, adalah (Wei, 1990): atau dengan dan dengan adalah koefisien autoregresif unuk ; adalah order AR; adalah parameter MA ke- untuk ; dan adalah order MA. 2.12 Model Non-Stasioner Deret Waktu ARIMA Menurut Wei (1990), model rerata bergerak terintergrasi autoregresif dengan order dan dinotasikan ARIMA, memenuhi persamaan: dengan adalah koefisien AR (Autoregressive) dengan order, adalah koefisiean MA (Moving Average) dengan order, menyatakan proses differencing dengan order, adalah koefisien AR (Autoregressive) dengan order, dan adalah koefisien MA (Moving Average) dengan order, dan menyatakan rata-rata (mean) pada proses ARIMA. Seperti yang dituliskan dalam buku (Rosadi, 2012), secara umum langkahlangkah yang dilakukan dalam analisis deret waktu adalah sebagai berikut:

18 1. Langkah pertama, identifikasi model Identifikasi secara sederhana dilakukan dengan cara melihat plot dari data dengan tujuan untuk mengetahui apakah data sudah stasioner atau belum. Kestasioneran data dapat dilihat dari bentuk fungsi autokorelasi (ACF/Autocorrelation Function) dan fungsi autokorelasi parsial (PACF/Partial Autocorrelation Function). Apabila data belum stasioner dalam varians maka dilakukan transformasi data yang disebut dengan transformasi Box-Cox dan apabila data deret waktu belum stasioner dalam rata-rata (mean) maka dilakukan proses differencing. Jika data sudah stasioner maka langkah selanjutnya adalah menduga dan menentukan bentuk model ARMA sesuai dengan proses differencing sehingga bentuk model ARMA yang diduga tersebut dapat menggambarkan sifat-sifat data dengan membandingkan plot ACF/PACF dengan sifat-sifat fungsi ACF/PACF dari model ARMA. Tabel 2.2 Sifat-sifat ACF/PACF dari Model ARMA Proses Sampel ACF Sampel PACF White Noise Tidak ada yang melewati batas minimal pada lag Tidak ada yang melewati batas minimal pada lag AR Meluruh menuju nol secara eksponensial Di atas batas interval maksimum sampai lag ke- dan di bawah batas pada lag MA Di atas batas interval maksimum sampai lag ke- dan Meluruh menuju nol secara eksponensial di bawah batas pada lag ARMA Meluruh menuju nol secara eksponensial Meluruh menuju nol secara eksponensial Sumber: Rosadi (2012)

19 2. Langkah kedua, mengestimasi parameter dalam model Setelah menduga dan menentukan bentuk model ARIMA maka, langkah selanjutnya adalah mengestimasi parameter dalam model. Untuk mengetahui apakah koefisien hasil estimasi signifikan atau tidak dapat digunakan pengujian statistik uji- yang akan berdistribusi studentdengan derajat bebas, adalah banyaknya sampel. 3. Langkah ketiga, pemeriksaan diagnostik Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan diagnostik dari model yang telah diestimasi. Untuk mengetahui apakah residual yang dihitung berdasarkan model yang telah diestimasi mengikuti asumsi error dari model sifat white noise atau tidak, maka dilakukan pengujian sisaan white noise melalui nilai autokorelasinya dengan langkah sebagai berikut: i. Hipotesis: (residual memenuhi white noise) minimal ada satu (residual tidak memenuhi white noise) untuk ; dengan menyatakan nilai autokorelasi pada. ii. Statistik Uji: Stastistik uji yang digunakan adalah statistik uji Ljung-Box:

20 dengan menyatakan statistik uji Ljung-Box, menyatakan nilai sampel ACF pada, menyatakan banyaknya sisaan, serta menyatakan banyaknya parameter dalam model. iii. Daerah Penolakan: Tolak jika Setelah uji sisaan white noise dilakukan maka langkah selanjutnya adalah menguji kenormalan residual yang dapat dilakukan dengan menggunakan uji kenormalan Anderson Darling (Wei, 1990): i. Hipotesis data mengikuti sebaran normal data tidak mengikuti sebaran normal ii. Statistik Uji ( ) [ ( )] dengan adalah fungsi sebaran kumulatif dari distribusi normal standar atau normal baku, menyatakan data terurut keuntuk 1, 2, 3,...,. iii. Daerah Penolakan: Tolak jika P-value dengan. 4. Langkah keempat, memilih model terbaik Parameter yang dipergunakan dalam peramalan haruslah optimal untuk mendapatkan suatu model terbaik. Metode yang digunakan untuk mengetahui kualitas dari model adalah Akaike s Information Criterion (AIC). Nilai AIC terkecil dapat mewakili model tersebut merupakan model terbaik. Persamaan untuk menghitung nilai AIC adalah sebagai berikut (Wei, 1990) :

21 ( ) dengan adalah banyaknya parameter dalam model, adalah jumlah kuadrat residual dan adalah banyaknya data residual. 5. Langkah kelima, membuat model peramalan Setelah mendapatkan model terbaik dari kandidat model yang diduga maka langkah selanjutnya adalah membuat model peramalan berdasarkan model ARIMA yang terpilih. 6. Langkah keenam, menentukan peramalan Setelah model peramalan ditentukan sesuai dengan model ARIMA yang terpilih, selanjutnya adalah melakukan peramalan dengan menggunakan bantuan program R. 2.13 Pemrograman Linear Pemrograman linear adalah suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis yang analisisnya menggunakan model matematis dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan optimum terhadap persoalan (Aminudin, 2005). 2.13.1 Bentuk Umum Model Bentuk umum dari model dan tabel simpleks awal pemrograman linear (Aminudin, 2005) yaitu: Maks dengan batasan:

22 dan dengan menyatakan fungsi tujuan yang dicari nilai optimalnya (maksimal/ minimal), menyatakan kenaikan nilai apabila ada pertambahan tingkat kegiatan dengan satu satuan unit atau sumbangan setiap satuan keluaran kegiatan terhadap, menyatakan banyaknya data, menyatakan batasan sumber atau fasilitas yang tersedia, menyatakan variabel keputusan, menyatakan koefisien dari variabel keputusan untuk dan, serta menyatakan besar target ke-. 2.13.2 Langkah-langkah Metode Simpleks Langkah-langkah yang dipergunakan dalam pemecahan program linear dengan metode simpleks (Aminudin, 2005), yaitu: 1. Formulasikan dan standarisasikan modelnya. 2. Membentuk tabel awal simpleks berdasarkan informasi model pada langkah 1. 3. Menentukan kolom kunci di antara kolom-kolom variabel yang ada, yaitu kolom yang mengandung nilai paling positif untuk kasus memaksimumkan dan kolom yang mengandung nilai paling negatif untuk kasus meminimumkan. 4. Menentukan baris kunci di antara baris-baris variabel yang ada, yaitu baris yang memiliki rasio kuantitas ( ) dengan nilai positif terkecil. Dalam bentuk matematis dapat ditulis:

23 5. Membentuk tabel berikutnya dengan memasukan variabel pendatang ke kolom variabel dasar dan mengeluarkan variabel perantau dari kolom tersebut serta lakukan transformasi baris-baris variabel. Dengan menggunakan rumus transformasi sebagai berikut: i. Baris baru selain baris kunci: ii. Baris kunci baru: iii. Rasio kunci: 6. Lakukanlah uji optimalitas. Dengan kriteria jika semua koefisien pada baris sudah tidak ada lagi yang bernilai positif (untuk kasus memaksimumkan) atau sudah tidak ada lagi bernilai negatif (untuk kasus meminimumkan) berarti tabel sudah optimal. Jika kriteria tersebut belum terpenuhi maka diulangi mulai dari langkah ke-3 sampai ke-6, hingga terpenuhi kriteria tersebut.

24 2.13.3 Bentuk Tabel Simpleks Model Pemrograman Linear Tabel 2.3 Model Simpleks Awal 0 0 0 Variabel Dasar Tujuan 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sumber : Aminudin (2005) 2.14 Goal Programming Model goal programming merupakan perluasan dari pemrograman linear. Model pemprograman linear merupakan salah satu teknik penyelesaian dalam riset operasi dalam menyelesaikan masalah-masalah optimasi baik memaksimumkan atau meminimumkan, tetapi tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah manajemen yang menghendaki sasaran-sasaran tertentu dicapai secara simultan. Oleh karena itu dalam Siswanto (2007), A. Charmes dan W.M Cooper pada tahun 1961 mulai mempopulerkan model goal programming. Model goal programming merupakan suatu model yang mampu menyelesaikan masalah-masalah pemrograman linear yang memiliki lebih dari satu sasaran yang hendak dicapai.

25 Perbedaan antara model pemrograman linear dengan model goal programming terletak pada kehadiran variabel yang berfungsi untuk menampung kelebihan dan kekurangan nilai ruas kiri suatu fungsi kendala agar sama dengan nilai ruas kanannya. Jika dalam model pemrograman linear menghadirkan variabel slack dan surplus maka pada goal programming menghadirkan variabel deviasional di atas sasaran dan variabel deviasional di bawah sasaran. Di samping itu, perbedaan juga terletak pada kendala fungsional. Jika dalam model pemrograman linear kendala-kendala fungsional menjadi pembatas bagi usaha pemaksimuman atau peminimuman fungsi tujuan maka pada model goal programming kendala-kendala fungsional itu merupakan sarana untuk mewujudkan sasaran yang hendak dicapai (Siswanto, 2007). 2.14.1 Variabel Deviasional Variabel deviasional merupakan suatu variabel yang berfungsi untuk menampung penyimpangan atau deviasi hasil yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Variabel deviasional harus diminimumkan di dalam fungsi tujuan agar nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sebisa mungkin mendekati nilai ruas kanannya. Variabel deviasional dibedakan menjadi dua (Siswanto, 2007) yaitu: a. Variabel deviasional berada di bawah sasaran Variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi negatif, karena variabel deviasional berfungsi untuk menampung deviasi negatif, maka :

26 atau dengan merupakan variabel keputusan untuk produk ke- ( = 1,2,3,..., ) dengan periode ke- ( = 1,2,3,..., ); merupakan koefisien dari variabel keputusan untuk produk ke- dengan periode ke-, merupakan besar target ke- yang diinginkan, merupakan besarnya penyimpangan negatif ke- untuk. Sehingga variabel deviasional akan selalu mempunyai koefisien pada setiap kendala sasaran. b. Variabel deviasional berada di atas sasaran Variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi positif. Karena variabel deviasional berfungsi untuk menampung deviasi positif, maka: atau dengan merupakan besarnya penyimpangan positif ke-, sehingga variabel deviasional akan selalu mempunyai koefisien 1 pada setiap kendala sasaran.

27 Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa nilai penyimpangan minimum di bawah ataupun di atas sasaran adalah nol dan tidak mungkin negatif, atau dan untuk dan Secara matematis, bentuk umum kendala sasaran adalah: atau 2.14.2 Fungsi Tujuan Menurut Siswanto (2007), fungsi tujuan di dalam model goal programming ditandai dengan kehadiran variabel deviasional yang harus diminimumkan. Berdasarkan persamaan, dapat diketahui bahwa sasaran yang telah ditetapkan akan tercapai bila variabel deviasional dan minimum dalam fungsi tujuan, sehingga fungsi tujuan model goal programming adalah: 2.14.3 Empat Macam Kendala Sasaran Menurut Siswanto (2007), penggunaan variabel deviasional dapat dikelompokan ke dalam empat cara yaitu: a. Mewujudkan suatu sasaran dengan nilai tertentu Sasaran yang dikehendaki dituangkan ke dalam nilai ruas kanan kendala (. Agar sasaran ini tercapai, maka penyimpangan di bawah dan di atas

28 nilai harus diminimumkan. Oleh karena itu dibutuhkan kehadiran variabel deviasional dan akibatnya fungsi persamaan kendala sasaran menjadi: dan persamaan fungsi tujuan: Penyelesaian optimal, apabila maka ini berarti terjadi penyimpangan di atas nilai (sasaran terlampaui), sedangkan jika maka ini berarti terjadi penyimpangan di bawah nilai (sasaran tidak terlampaui). b. Mewujudkan suatu sasaran di bawah nilai tertentu Sasaran yang hendak dicapai dituangkan ke dalam parameter (nilai ruas kanan kendala). Agar sasaran tersebut tidak terlampaui maka dibutuhkan kehadiran variabel deviasional sehingga fungsi persamaan kendala sasaran: dan persamaan fungsi tujuan:

29 Penyelesaian optimal, bila maka sasaran tercapai akan tetapi bila maka terjadi penyimpangan di atas dan hal ini menunjukkan bahwa sasaran yang dikehendaki telah terlampaui. c. Mewujudkan suatu sasaran di atas nilai tertentu Sasaran yang hendak dicapai dituangkan ke dalam parameter (nilai ruas kanan kendala). Agar sasaran tersebut terlampaui, maka dibutuhkan kehadiran variabel deviasional sehingga fungsi persamaan kendala sasaran: dan persamaan fungsi tujuan: Penyelesaian optimal, jika bernilai nol berarti sasaran tercapai sedangkan jika bernilai positif berarti sasaran yang dikehendaki tidak terlampaui. d. Mewujudkan suatu sasaran pada nilai interval tertentu Bila interval itu dibatasi oleh dan maka penyelesaian yang diharapkan akan berada di antara interval tersebut atau, Penyimpangan-penyimpangan pada persamaan harus diminimumkan. Oleh karena itu, perlu menghadirkan untuk membatasi penyimpangan

30 di bawah dan perlu juga untuk menghadirkan untuk membatasi penyimpangan di atas Dengan demikian persamaan menjadi: Dalam hal ini, persamaan setara dengan: atau Agar dan minimum, maka persamaan fungsi tujuan minimumkan ; Pertidaksamaan dan adalah fungsi kendala sasaran di mana sasaran itu berada pada interval dan. Agar peranan kendala sasaran dan variabel deviasional itu menjadi semakin jelas, maka bisa saja mengubah kedua bentuk fungsi pertidaksamaan tersebut menjadi fungsi-fungsi persamaan dengan cara menambahkan variabel baru yaitu dan yang berfungsi sebagai variabel slack dan surplus, yaitu: atau

31 Variabel dan pada persamaan dan bukan merupakan variabel deviasional dan kehadirannya tidak diperhitungkan di dalam fungsi tujuan. Oleh karena itu, fungsinya benar-benar seperti variabel slack dan surplus di mana nilainya sangat tergantung kepada hasil penyelesaian optimal. Dengan demikian, peminimuman dan akan menggiring penyelesaian optimal berada di antara interval dan 2.14.4 Bentuk Umum Model Secara umum model goal programming (Siswanto, 2007), dapat dirumuskan sebagai berikut: dengan kendala: dan, untuk; 2.14.5 Kasus Goal Programming Pada dasarnya terdapat dua kasus goal programming yang perlu diperhatikan (Lasmanah, 2003), yaitu: 1. Preemptive Goal Programming Preemtive goal programming merupakan suatu permasalahan muncul ketika permasalahan yang dihadapi memiliki satu tujuan atau lebih penting dari

32 tujuan yang lain. Jadi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, maka perhatian pertama dipusatkan pada tujuan yang menjadi prioritas pertama, selanjutnya tujuan yang menjadi prioritas kedua, sampai pada banyaknya tujuan yang akan menjadi prioritas selanjutnya (Lasmanah, 2003). 2. Program Tujuan Non-Preemptive Goal Programming Program tujuan non- preemptive yaitu suatu program tujuan dengan tujuan yang sama pentingnya sehingga tidak perlu adanya urutan tingkat prioritas. Dengan kata lain, prioritas satu dengan prioritas lainnya mempunyai tingkat kepentingan yang sama. Permasalahan preemptive goal programming diselesaikan dengan cara penyelesaian prosedur sekuensi dengan tahapan-tahapan sebagai berikut (Lasmanah, 2003): i. Tujuan-tujuan yang pertama dicakup adalah tujuan-tujuan prioritas pertama yang diselesaikan dengan metode simpleks. ii. Jika hasil perhitungan tahap pertama diperoleh penyelesaian optimal yang sama dengan, maka harus menambahkan tujuan-tujuan prioritas kedua ke dalam model, dengan ketentuan: a. Jika, variabel-variabel pembantu yang mencerminkan penyimpangan-penyimpangan dari tujuan-tujuan prioritas pertama sekarang dapat dikeluarkan dari model, di mana kendala-kendala persamaan yang mencakup variabel-variabel ini diganti oleh persamaan atau pertidaksamaan untuk tujuan-tujuan ini.

33 b. Jika, maka model tahap kedua adalah menambahkan tujuantujuan prioritas kedua ke dalam model tahap pertama, tetapi hal ini juga menambahkan kendala bahwa fungsi tujuan tahap pertama harus sama dengan (yang memungkinkan untuk menghilangkan unsurunsur yang mencakup tujuan-tujuan prioritas pertama dari fungsi tujuan tahap kedua). Selanjutnya, mengulangi proses yang satu untuk tujuan-tujuan prioritas yang lebih rendah. 2.14.6 Bentuk Model Preemptive Goal Programming Model umum suatu persoalan preemptive goal programming dapat dirumuskan sebagai berikut (Lasmanah, 2003): dengan kendala: dengan, untuk ; ; ; dan Dengan menyatakan prioritas dengan urutan kepentingan ke- dan periode ke- untuk. menyatakan urutan prioritas pertama untuk periode ke-, menyatakan urutan prioritas kedua untuk periode ke-, sampai dengan menyatakan urutan prioritas ke- untuk periode ke-.