Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang wadah, pem-bungkus, penandaan serta periklanan Kosmetika dan Alat Kesehatan

dokumen-dokumen yang mirip
Menimbang : Mengingat :

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN NOMOR: 453/Kpts/TN.260/9/2000 TENTANG OBAT ALAMI UNTUK HEWAN MENTERI PERTANIAN DAN KEHUTANAN,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEREDARAN OBAT TRADISIONAL IMPOR BAB I KETENTUAN UMUM.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK N0M0R 382/MENKES/PER/VI/ 1989 TENTANG PENDAFTARAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdaga

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 239/Men.Kes/Per/V/85 TENTANG ZAT WARNA TERTENTU YANG DINYATAKAN SEBAGAI BAHAN BERBAHAYA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 760/MENKES/ PER/ lx/1992 TENTANG FITOFARMAKA

Menimbang : Mengingat :

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-22/BC/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PANDUAN PENGISIAN FORMULIR PERMOHONAN PENDAFTARAN OBAT ALAMI UNTUK HEWAN SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

DIREKTUR JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 74/Permentan/OT.140/12/2007 TENTANG PENGAWASAN OBAT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

SNI 0123:2008. Standar Nasional Indonesia. Karton dupleks. Badan Standardisasi Nasional ICS

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671]

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

Peraturan Menteri Kesehatan No. 472 Tahun 1996 Tentang : Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG CUKAI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG NOMOR POKOK PENGUSAHA BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG CUKAI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 053 TAHUN 2006 TENTANG WAJIB DAFTAR PELUMAS YANG DIPASARKAN DI DALAM NEGERI

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2011, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemer

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN BAHAN KOSMETIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI DI BIDANG CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

2016, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO.KEP. 187/MEN/1999 TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I.

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NOMOR : KEP. 187 / MEN /1999 T E N T A N G PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA

SNI 7273:2008. Standar Nasional Indonesia. Kertas koran. Badan Standardisasi Nasional ICS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/10/2011 TENTANG BARANG DALAM KEADAAN TERBUNGKUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 695/Kpts/TN.260/8/96 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGUJIAN MUTU OBAT HEWAN MENTERI PERTANIAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

E N T A N G PENILAIAN KEMBALI DAN PENARIKAN DARI PEREDARAN OBAT JADI YANG BEREDAR MENTERI KESEHATAN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 527/MPP/Kep/9/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GULA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN UJI MUTU OBAT PADA INSTALASI FARMASI PEMERINTAH

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan : J A K A R T A Pada tanggal : 21 Desember 1994 A.n.

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

RAHASIA FORMULIR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 96/Men.Kes/Per/V/1977 tentang WADAH, PEMBUNGKUS, PENANDAAN SERTA PERIKLANAN KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,, Menimbang : Mengingat : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 21 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 220/Men.Kes/Per/IX/1976 tanggal 6 September 1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Alat Kesehatan, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Wadah, Pembungkus, Penandaan serta Periklanan Kosmetika dan Alat Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 220/Men.Kes/ Per/IX/1976 tanggal 6 September 1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Alat Kesehatan. MEMUTUSKAN : Menetapkan : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang wadah, pem-bungkus, penandaan serta periklanan Kosmetika dan Alat Kesehatan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini dan peraturan pelaksanaannya yang dimaksud dengan : 1. Bahan adalah zat atau campuran zat, baik berasal dari alam maupun sintetik, yang digunakan untuk memproduksi kosmetika atau alat kesehatan. 2. Pewangi adalah zat atau campuran zat, baik berasal dari alam maupun sintetik, yang digunakan semata-mata untuk memberikan bau wangi pada kosmetika atau alat kesehatan. 3. Penyedap adalah zat atau campuran zat, baik berasal dari alam

maupun sintetik, yang digunakan semata-mata untuk memberikan rasa pada kosmetika atau alat kesehatan. 0. Mengimpor adalah memasukkan ke wilayah Indonesia. 0. Bagian utama etiket adalah bagian dari etiket yang paling layak diperagakan, disajikan atau diperlihatkan pada penjualan eceran. 0. Nomor pendaftaran adalah nomor pendaftaran pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 0. Kode produksi adalah tanda yang diberikan oleh produsen berupa angka dan atau huruf atau tanda lainnya yang menunjukkan riwayat produksi kosmetika atau alat kesehatan. Pasal 2 Pengertian mengenai kosmetika, alat kesehatan, standar mutu, memproduksi, mengedarkan, wadah, pembungkus, penandaan, etiket, iklan, Menteri, mengikuti pengertian yang ditetapkan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 220/Men.Kes/Per/IX/1976 tanggal 6 September 1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Alat Kesehatan B A B II WADAH DAN PEMBUNGKUS Bagian Pertama Wadah Pasal 3 0. Wadah harus :. Dibuat dari bahan yang tidak mengeluarkan zat yang beracun atau sesuatu yang dapat mengganggu kesehatan dan tidak berpengaruh terhadap mutu.. Cukup baik melindungi isi terhadap pengaruh dari luar.. Ditutup rapat demikian rupa, sehingga menjamin keutuhan dan keaslian isinya.. Dibuat dengan mempertimbangkan keamanan pemakai. 0. Tutup wadah harus memenuhi persyaratan yang disebut pada ayat (1) huruf a, b dan d.

Bagian Kedua Pembungkus Pasal 4 1. Pembungkus harus : a. Diberi etiket seperti wadah; b. Dibuat dari bahan yang cukup melindungi wadah selama peredaran. 2. Pembungkus yang berfungsi sebagai wadah harus memenuhi persyaratan wadah. B A B III PENANDAAN Bagian Pertama U m u m Pasal 5 Penandaan harus : a. sesuai dengan kenyataan, tidak palsu dan tidak menyesatkan; b. sesuai dengan isian formulir permohonan pendaftaran yang telah disetujui. Pasal 6 1. Tulisan, pernyataan atau keterangan dalam penandaan harus a. Jelas dan mudah dibaca dengan ketentuan : 1) Menggunakan huruf ukurannya sepadan dengan luas etiket; 2) Menggunakan warna kontras terhadap latar belakang; 3) Tidak dikaburkan oleh lukisan atau gambar dan tidak berdesak-desakan dengan tulisan lain, cetakan atau ukiran; b. Dibuat demikian rupa, sehingga tidak mudah rusak karena air, gesekan, pengaruh udara atau sinar matahari. 2. Apabila penandaan ditulis dalam bahasa asing, maka harus disertai/dilekatkan keterangan mengenai kegunaan, cara

penggunaan dan keterangan lain dalam bahasa Indonesia dengan huruf lain. Bagian Kedua Etiket Pasal 7 1. Pada etiket harus dicantumkan : b. Identitas c. Nama dan tempat usaha produsen; d. Isi netto; e. Komposisi f. Susunan kuantitatif bahan berbahaya atau berkhasiat sebagai obat; g. Nomor pendaftaran; h. Kode produksi; i. Kegunaan dan cara menggunakan; j. Tanda lain yang ditetapkan oleh Menteri. 2. Identitas dan isi netto harus dicantumkan pada bagian utama etiket. Pasal 8 1. Bagian utama etiket harus cukup luas untuk mencantumkan ketentuan wajib tertera padanya, sehingga terang, jelas, tidak dikaburkan oleh gambar atau hiasan dan tidak berdesak-desakan. 2. Jika wadah atau pembungkus mempunyai lebih dari satu bagian utama etiket, maka tulisan, pernyataan atau keterangan pada tiap bagian utama etiket harus sama. Pasal 9 1. Luas bagian utama adalah : a. Panjang kali lebar untuk wadah atau pembungkus yang semua sisinya berbentuk persegi empat; b. 40% (empat puluh persen) keliling kali tinggi untuk wadah atau pembungkus yang berbentuk silinderis; c. 40% (empat puluh persen) dari seluruh jumlah permukaan untuk wadah atau pembungkus yang berbentuk lain dari ketentuan huruf a dan b. 2. Dalam menentukan luas yang dimaksud ayat (1) tidak termasuk bagian atas, bagian dasar, tepi kaleng yang menonjol, bahu dan

leher botol. 3. Jika bagian utama etiket adalah permukaan bagian atas wadah atau pembungkus, maka luas bagian utama etiket ialah seluruh permukaan bagian atas tersebut. Bagian Ketiga Identitas Kosmetika dan Alat Kesehatan Pasal 10 Identitas kosmetika dapat berupa : a. Nama umum atau nama dagang; b. Nama uraian yang tepat tentang sifat atau nama farmasi yang dimengerti oleh masyarakat, jika sifat kosmetika tersebut sudah jelas c. Lukisan yang secara tepat menggambarkan kegunaannya. Pasal 11 Identitas alat kesehatan dapat berupa nama umum, nama dagang atau pernyataan yang tepat tentang kegunaan utama alat kesehatan tersebut. Pasal 12 Jika Identitas kosmetika dan alat kesehatan meng'gunakan angka atau huruf, maka angka atau huruf tersebut harus tebal dan sebaris, dengan ukuran yang memadai dibandingkan dengan hal-hal lain yang paling menarik yang tercantum pada bagian utama etiket Bagian Keempat Nama dan Tempat Usaha Produsen Pasal 13 1. Nama Produsen yang berbentuk badan hukum : a. Harus ditulis lengkap sesuai dengan nama dan bentuk badan hukumnya; dapat didahului atau diikuti dengan nama divisi khusus dari badan hukum tersebut; b. Bentuk badan hukum dapat ditulis dengan singkatan yang telah diketahui umum. 2. Jika produsen adalah perusahaan perorangan, maka harus

dicantumkan nama lengkap perusahaannya. 0. Jika produsen memproduksi atas dasar lisensi atau untuk pihak ketiga, maka disamping nama produsen sendiri juga harus mencantumkan nama pemberi lisensi atau nama perusahaan pihak ketiga tersebut. Pasal 14 0. Tempat usaha produsen harus menyebutkan sekurang-kurangnya nama kota dan nama negara. 0. Jika produsen memproduksi seluruhnya atau sebagian di tempat lain dari tempat usaha utama, maka pada etiket dapat dicantumkan tempat usaha, kecuali apabila pencantuman tersebut dapat menyesatkan. Bagian Kelima Isi Netto Pasal 15 0. Persyaratan isi netto, harus dicantumkan dengan ketentuan :. Terletak pada bagian bawah tidak lebih dari 30% (tiga puluh persen) luas bagian utama etiket;. Ditulis dalam satu baris dan sejajar dengan dasar dimana wadah atau pembungkus terletak pada peragaan. 0. Pengecualian terhadap ketentuan ayat (1) huruf a dapat diberikan untuk wadah atau pembungkus yang luas bagian utama etiket 32 cm2 (tiga puluh dua sentimeter persegi) atau kurang Pasal 16 0. Pernyataan isi netto harus menunjukkan secara seksama banyaknya kosmetika atau alat kesehatan dalam wadah atau pembungkus, tidak termasuk material lain yang terdapat di dalamnya. 0. Jika kosmetika atau alat kesehatan berbentuk aerosol, maka isi netto adalah jumlah isi termasuk propelan yang dapat keluar dari wadah, apabila petunjuk penggunaan yang tercantum pada etiket diikuti.

Pasal 17 0. Kosmetika atau alat kesehatan yang wadahnya berbentuk dekoratif, isi nettonya kurang dari 7,5 g (tujuh lima persepuluh gram) atau yang bentuk atau ukuran wadahnya tidak memungkinkan pernyataan isi netto dicantumkan menurut Pasal 7, dapat menggunakan etiket yang mudah dilepas atau pita yang dilekatkan pada wadah tersebut, dengan syarat besar huruf dan angka isi netto harus sepadan dengan besar wadah. 0. Isi netto kosmetika atau alat kesehatan yang dijual dengan karton peragaan dapat dicantumkan pada bagian utama kartonnya, dengan syarat besar huruf dan angka isi netto harus sesuai dengan luas bagian utama etiket karton peragaan. Pasal 18 0. Isi netto harus dinyatakan :. Dalam bobot, volume, bilangan atau kombinasi bilangan dengan bobot atau volume;. Dalam volume untuk yang berbentuk cairan dan dalam bobot untuk yang berbentuk padat, setengah padat, kental atau campuran padat dan cairan. 0. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, isi netto dapat dinyatakan dalam :. Ukuran panjang atau ukuran luas;. Bobot untuk yang berbentuk cairan;. Volume yang berbentuk padat, setengah padat, atau kental. 0. Jika pernyataan isi netto dalam bilangan, ukuran panjang atau ukuran luas tidak memberi keterangan yang seksama, maka harus ditambah dengan pernyataan dalam bobot, volume atau besar tiap unit; atau jumlah bobot, jumlah volume, atau ukuran keseluruhan. Pasal 19 0. Pernyataan isi netto harus dalam satuan metrik dengan singkatan : mm = Milimeter l = Liter cm = Sentimeter mg = mg = mikrogram m = Meter mg = Miligram ml = Milimeter g = gram c = Centimeter kubik kg = kilogram 2. Disamping isi netto dalam satuan metrik dapat dicantumkan

tambahan keterangan satuan lain dengan memperriatikan Pasal 23. Pasal 20 1. Pernyataan isi netto yang berisi pecahan dapat menggunakan pecahan umum atau pecahan desimal dengan ketentuan : a. Untuk pecahan umum harus dipergunakan bentuk terkecil dengan angka penyebut dua, empat, lima atau sepuluh; b. Untuk pecahan desimal dinyatakan tidak lebih dari dua angka. 2. Pernyataan "Bobot Netto" atau "Isi Netto" dapat menggunakan istilah "Netto". Pasal 21 Keterangan isi netto ditentukan sebagai berikut : a. Tidak boleh ditambah dengan istilah yang cenderung melebihkan nilai isi netto kosmetika atau alat kesehatan tersebut; b. Harus jelas, terpisah dari tulisan atau gambar lain yang tercantum pada etiket dengan jarak ke atas dan ke bawah masing-masing tidak kurang dari tinggi huruf yang digunakan, sedangkan jarak ke samping tidak kurang dari dua kali lebar huruf "N"; c. Harus menyolok, menggunakan huruf tebal yang mudah dibaca, kontras yang nyata (ditinjau dari segi tipografi, penempatan, warna, huruf timbul atau lekuk) dengan permukaan kaca atau plastik, maka semua keterangan yang dicantumkan pada etiket harus juga menggunakan huruf timbul atau lekuk. d. Harus menggunakan huruf yang tingginya tidak lebih dari tiga kali lebar. Pasal 22 1. Tinggi huruf dan angka isi netto pada wadah atau pembungkus kosmetika atau alat kesehatan harus : a. Tidak kurang dari 1,6 mm (satu enam persepuluh milimeter) untuk bagian utama etiket yang luasnya 32 cm2 (tiga dua persepuluh milimeter persegi) dan kurang dari 160 cm2 (seratus enam puluh sentimeter persegi);

b. Tidak kurang dari 4,8 mm (empat delapan persepuluh milimeter) untuk bagian utama etiket yang luasnya lebih dari 160 m2 (seratus enam puluh sentimeter persegi); c. Tidak kurang dari 6,4 mm (enam empat persepuluh milimeter) untuk bagian utama etiket yang luasnya lebih dari 640 cm2 (dua ratus empat puluh sentimeter persegi); d. Tidak kurang dari 12,8 mm (dua betas delapan persepuluh milimeter) untuk bagian utama etiket yang luasnya lebih dari 260 cm2 (dua ratus enam puluh sentimeter persegi) e. Ditambah 1,6 mm (satu enam persepuluh milimeter) dari ketentuan ayat (1) huruf a sampai e, jika menggunakan huruf timbul atau lekuk pada permukaan kaca atau plastik 2. Pengukuran tinggi huruf dan angka yang ditentukan dalam ayat (1) sebagai patokan dipergunakan huruf "o". 3. Pernyataan isi netto yang menggunakan pecahan umum, tinggi angka pecahan harus setengah tinggi minimum yang ditentukan dalam ayat (1) Pasal ini. Pasal 23 Jika isi netto dinyatakan dalam satuan lain disamping satuan metrik, maka angka dan huruf satuan lain tersebut tidak boleh lebih tinggi, lebih besar lebih tebal, atau lebih menyolok dari pada pernyataan dalam satuan metrik. Bagian keenam Komposisi Pasal 24 1. Susunan kualitatif semua bahan dan susunan kwantitatif bahan berbahaya atau berkhasiat sebagai obat harus : a. Dicantumkan sekurang-kurangnya pada etiket; b. Ditulis dengan jelas, mudah dibaca dan dimengerti, tinggi huruf tidak kurang dari 1,6 mm (satu enam persepuluh milimeter); c. Tidak dikaburkan oleh gambar atau lukisan dan tidak berdesak-desakan. 2. Kosmetika atau alat kesehatan yang wadahnya terbentuk dekoratif

atau pembungkusnya tidak cukup luas untuk memenuhi persyaratan ayat (1) dapat menggunakan etiket yang mudah dilepas atau pita yang dilekatkan pada wadah atau pembungkus. Pasal 25 Kosmetika dan alat kesehatan yang berdasarkan pertimbangan teknis tidak dapat memenuhi persyaratan Pasal 24 harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Pasal 26 2. Susunan kualitatif kosmetika dan alat kesehatan harus menyebutkan nama setiap bahan dan disusun berurutan dimulai dari jumlah yang terbesar, kecuali apabila mengandung bahan berbahaya atau berkhasiat sebagai obat. 2. Nama bahan berfungsi sebagai pewangi atau penyedap dapat disebutkan sebagai "pewangi" atau "penyedap". 2. Nama bahan yang oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan disetujui untuk tidak mencantumkan pada etiket dapat disebut sebagai "bahan lainnya" pada urutan terakhir Pasal 27 2. Bahan berbahaya yang berkhasiat sebagai obat harus dicantumkan pada urutan pertama dan jumlahnya dapat dinyatakan per unit, per bobot, atau ukuran tertentu atau dalam persen. 2. Jika dinyatakan dalam persen tanpa diberi keterangan lain, maka untuk kosmetika dan alat kesehatan yang berbentuk :. Padat, berarti bobot per bobot;. Cairan dengan zat berkhasiat berbentuk padat, berarti bobot per volume;. Cairan dengan zat berkhasiat juga berbentuk cairan, berarti volume per volume. Pasal 28 Alat kesehatan yang tidak dapat memenuhi persyaratan Pasal 26 ayat (1) dan (2), dan Pasal 27 harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

Pasal 29 1. Sebagai sumber pengambilan nama bahan harus digunakan buku edisi terakhir dengan urutan sebagai berikut : a. Farmakope Indonesia b. Ekstra Farmakope Indonesia; c. Buku Lain yang ditetapkan Pemerintah; d. Farmakope negara lain. 2. Jika tidak terdapat dalam buku yang tersebut dalam ayat (1), maka dapat dicantumkan : a. Nama Umum yang diketahui oleh masyarakat; b. Nama Kimia, nama teknik atau diskripsinya. B A B IV PENANDAAN KHUSUS Pasal 30 1. Pada etiket cat rambut yang mengandung, parafenilendiamin atau zat warna lain yang berasal dari ter batubara (coal tar) harus dicantumkan tanda peringatan yang berbunyi sebagai berikut :"AWAS! Cat rambut ini mengandung bahan yang dapat menimbulkan iritasi kulit pada orang tertentu. Lakukanlah percobaan pendahuluan seperti yang tercantum dalam petunjuk pemakaian. Cat rambut ini jangan digunakan untuk mencat alis atau bulu mata, karena dapat menimbulkan kebutaan" 2. Cara melakukan percobaan pendahuluan pada kulit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dicantumkan dengan jelas dan terperinci dalam penandaan. Pasal 31 1. Pada etiket kosmetika atau alat kesehatan yang berbentuk aerosol harus dicantumkan peringatan yang berbunyi sebagai berikut : a. "PERHATIAN! Jangan sampai kena mata atau selaput lendir lain dan jangan dihirup"; b. "AWAS! Isi bertekanan tinggi, dapat meledak pada suhu di atas 50 derajat C (lima puluh derajat celcius). Jangan ditusuk. Jangan disimpan di tempat panas, di dekat api, atau dibuang di tempat pembakaran sampah". 2. Peringatan yang yang tercantum pada ayat (1) huruf a tidak berlaku untuk kosmetika atau alat kesehatan yang penggunaannya

untuk selaput lendir. Pasal 32 Tanda peringatan "PERHATIAN" atau "AWAS" harus dicantumkan : c. Secara menyolok, menggunakan huruf tebal, jelas dan kontras terhadap latar belakang jika dibandingkan dengan tulisan atau pernyataan lain yang tercantum pada etiket; c. Berdekatan dengan cara penggunaan Pasal 33 Menteri menetapkan tanda peringatan lain-lain yang berhubungan dengan kosmetika dan alat kesehatan. Pasal 34 3. Kosmetika atau alat kesehatan yang mengandung bahan berbahaya atau berkhasiat sebagai obat, atau alat kesehatan yang dapat menimbulkan bahaya selain harus memenuhi ketentuan penggunaannya Pasal 3 sampai dengan Pasal 17; Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3); Pasal-pasal 19 sampai dengan Pasal 25; Pasal 26 ayat (1) dan (2); Pasal-pasal 27; 29; 31 dan Pasal 32 Peraturan ini; pada etiket, brosur atau bagian penandaan lainnya harus;. Mencantumkan petunjuk penggunaan, keterangan atau peringatan yang cukup untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam penggunaan;. Mencantumkan pernyataan atau keterangan lain yang ditetapkan Menteri. 3. Pengecualian terhadap ketentuan ayat (1) dapat diberikan pada alat kesehatan yang telah mendapat persetujuan karena : c. Berada di tangan orang atau badan hukum yang berhak memproduksi dan atau mengedarkan; c. Hanya boleh dijual kepada atau yang penggunaannya di tangan dokter atau dokter gigi untuk keperluan prakteknya; c. Kegunaannya telah diketahui oleh urnum; c. Dimaksudkan untuk diagnostik invitro; c. Akan diproses, diolah atau dikemas kembali di tempat lain yang bukan pabrik asalnya; c. Digunakan untuk percobaan laboratorium, atau keperluan ilmiah.

Pasal 35 Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan berwenang menetapkan persyaratan yang berhubungan dengan Pasal 14 ayat (2). Pasal 36 Ketentuan pada Pasal 34 tidak berlaku bagi alat kesehatan bantuan dari negara lain kepada Pemerintah Indonesia berdasarkan perjanjian atau persetujuan bilateral. B A B V PERIKLANAN Pasal 37 Periklanan kosmetika dan alat kesehatan harus menyatakan hal yang benar sesuai dengan kenyataan, tidak berlebih-lebihan, tidak menyesatkan dan tidak dapat ditafsirkan salah perihal asal, sifat, nilai, kuantitas, komposisi, kegunaan dan keamanan kosmetika atau alat kesehatan tersebut. Pasal 38 Dilarang mengiklankan kosmetika atau alat kesehatan : b. Yang belum terdaftar atau belum mendapat nomor pendaftaran b. Dengan menggunakan kalimat, kata-kata, pernyataan yang isinya tidak sesuai dengan penandaan atau keterangan yang tercantum pada formulir permohonan pendaftaran yang telah disetujui; b. Dengan menggunakan rekomendasi dari suatu laboratorium, instansi pemerintah, organisasi profesi kesehatan atau kecantikan dan atau tenaga kesehatan; b. Dengan menggunakan peragaan tenaga kesehatan atau yang mirip dengan itu; b. Seolah-olah sebagai obat Pasal 39 Menteri menetapkan persyaratan lain untuk periklanan kosmetika dan alat kesehatan tertentu

B A B VI PENINDAKAN Pasal 40 Pelanggaran terhadap ketentuan yang ditetapkan dalam Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8; Pasal 12 sampai dengan Pasal 14; Pasal 15 ayat (1); Pasal 16 ayat (1); Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 19 ayat (1); Pasal 20 ayat (1); Pasal 21 sampai dengan Pasal 23, Pasal 24 ayat (1); Pasal 26 ayat (1); Pasal 27 ayat (1); Pasal 29 ayat (1); Pasal 30; Pasal 31 ayat (1); Pasal-pasal 32, 33; Pasal 34 ayat (1); Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal 39 Peraturan ini, dikenakan tindakan administratif berupa pencabutan nomor pendaftaran, pencabutan ijin produksi dan tindakan lain sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pasal 41 Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan berwenang memerintahkan kepada produsen dan atau distributor untuk menarik kembali dari peredaran kosmetika atau alat kesehatan yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan ini. BAB VII ATURAN PERALIHAN Pasal 42 Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan diberi wewenang mengatur dan atau menetapkan ketentuan mengenai kosmetika dan alat kesehatan yang sudah beredar di pasaran pada saat berlakunya Peraturan ini. Pasal 43 Ketentuan tentang kosmetika alat kesehatan yang ada pada saat berlakunya Peraturan ini masih tetap berlaku selama ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan ini.

BAB VIII P E N U TU P Pasal 44 Hal-hal yang bersifat teknis yang belum cukup diatur dalam Peraturan ini, akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Pasal 45 Peraturan Menteri ini mulai berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 5 Mei 1977 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. ttd. (G.A. SIWABESSY)