2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi osilasi harmonik sederhana yang disarikan dari [Halliday,1987], sistem persamaan diferensial integral Volterra orde satu yang disarikan dari [Abbasbandy Shivanian, 2009], metode iterasi variasi yang disarikan dari [Matinfar Ghanbari, 2010], serta akan diberikan contoh masalah dari penerapan metode iterasi variasi. 2.1 Osilasi Harmonik Sederhana Osilasi adalah gerak bolak balik periodik suatu partikel melalui lintasan yang sama. Fungsi gerak dari gerak osilasi merupakan fungsi sinus cosinus yang disebut juga fungsi harmonik. Oleh karena itu, gerak osilasi disebut juga gerak harmonik. Periode suatu gerak harmonik adalah waktu yang dibutuhkan untuk menempuh satu lintasan penuh, segkan frekuensi adalah banyaknya getaran tiap satuan waktu. Posisi pada saat tidak ada gaya yang bekerja pada partikel yang berosilasi disebut posisi seimbang. Simpangan adalah jarak partikel yang berosilasi dari posisi seimbang pada sembarang waktu, segkan simpangan terbesar disebut amplitudo. Karya ilmiah ini hanya memfokuskan masalah pada partikel yang berosilasi bolak balik sepanjang garis lurus dengan osilasi yang bersifat tidak teredam (gaya gesek diabaikan). Apabila terdapat massa m sebuah gaya F yang menekan massa m pada titik = 0, maka gaya tersebut hanya tergantung pada massa di posisi x dengan konstanta pegas k. Berdasarkan Hukum kedua Newton Hukum Hooke, gaya yang bekerja pada osilasi harmonik sederhana adalah = = = (2.1) dengan a merupakan percepatan gerak. Penyelesaian persamaan (2.1) berbentuk fungsi sinusoidal sebagai berikut : Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase,, merupakan konstanta sembarang. 2.2 Osilasi Berpasangan Rangkaian pegas merupakan beberapa buah pegas dengan massa m konstanta pegas k yang saling terhubung satu sama lain, pada kedua titik ujungnya dihubungkan pada dua dinding tetap. Perhatikan Gambar 1 berikut : Gambar 1 Rangkaian pegas yang terdiri dari pegas-pegas yang bergerak searah. Gambar 1 memerlihatkan suatu rangkaian pegas yang terdiri dari empat buah pegas dengan tiga buah pegas diantaranya memiliki massa bergerak searah. Pegas-pegas tersebut terhubung satu sama lain pada kedua titik akhirnya dihubungkan oleh dua dinding tetap. Jika dilihat dari bagian kanan Gambar 1, pegas kesatu terhubung ke suatu dinding tetap memiliki besar simpangan, pegas kedua memiliki besar simpangan, pegas ketiga memiliki besar simpangan, segkan pegas keempat merupakan penghubung ketiga pegas bermassa tersebut dengan suatu dinding tetap lain. Osilasi berpasangan terjadi pada rangkaian pegas yang hanya terdiri atas tiga buah pegas dengan dua buah pegas diantaranya bermassa, konstanta pegas, bergerak searah atau berlawanan arah. Terdapat dua jenis osilasi berpasangan pada pegas, yaitu : 1. Osilasi Back and Forth (pegas tengah tidak meregang) = cos + sin = cos (2.2) dengan =, = +, tan =. Gambar 2 Rangkaian pegas dengan osilasi berpasangan yang bergerak searah. Gambar 2 memerlihatkan suatu rangkaian pegas yang terdiri atas tiga buah
3 pegas dengan dua buah pegas diantaranya memiliki massa bergerak searah. Pegas-pegas tersebut terhubung satu sama lain pada kedua titik akhirnya dihubungkan oleh dua dinding tetap. Jika dilihat dari bagian kanan Gambar 2, pegas kesatu terhubung ke suatu dinding tetap memiliki besar simpangan. Selanjutnya, pegas kedua memiliki besar simpangan, segkan pegas ketiga merupakan penghubung kedua pegas bermassa tersebut dengan suatu dinding tetap lain. Oleh karena gerak osilasi bersifat searah, rangkaian pegas seperti Gambar 2 dapat dianggap sebagai pegas tunggal dengan konstanta pegas k massa tunggal m sehingga frekuensi sudut sebagai berikut : =. (2.3) 2. Osilasi In and Out (pegas tengah meregang) Gambar 3 Rangkaian pegas dengan osilasi berpasangan yang bergerak berlawanan arah. Gambar 3 memerlihatkan suatu rangkaian pegas yang terdiri atas tiga buah pegas dengan dua buah pegas diantaranya memiliki massa bergerak berlawanan arah. Pegas-pegas tersebut terhubung satu sama lain pada kedua titik akhirnya dihubungkan oleh dua dinding tetap. Jika dilihat dari bagian kanan Gambar 3, pegas kesatu terhubung oleh suatu dinding tetap memiliki besar simpangan, pegas ketiga terhubung oleh suatu dinding tetap lain memiliki besar simpangan, segkan pegas kedua meregang karena gerak yang berlawanan arah antara pegas kesatu pegas ketiga. Misalkan gaya pemulih pada rangkaian pegas pada Gambar 3 adalah tiga kali lebih besar dari pada gaya pemulih yang ada pada rangkaian pegas pada Gambar 2. Jika konstanta pegas pada rangkaian pegas dalam Gambar 2 adalah k, maka konstanta pegas pada rangkaian pegas dalam Gambar 3 adalah 3k, sehingga frekuensi sudut dari rangkaian pegas pada Gambar 3 adalah = = 3. (2.4) Gerakan sederhana dari pegas pada rangkaian pegas pada Gambar 2 Gambar 3 disebut mode normal. Pada suatu rangkaian pegas, apabila dimulai dengan satu pegas bergerak mode normal, maka akan menandakan rangkaian pegas tersebut bersifat normal. Frekuensi sudut osilasi pada pegas yang bersifat mode normal terdiri atas frekuensi rendah frekuensi tinggi. Pada umumnya, besar simpangan dari gerak suatu pegas pada rangkaian adalah jumlah gerakan-gerakan yang bersifat mode normal dari semua pegas yang menyusun rangkaian dengan frekuensi sudut tertentu. Oleh sebab itu, dengan asumsi kecepatan awal nol gesekan permukaan diabaikan, simpangan suatu pegas pada rangkaian dapat dinyatakan sebagai fungsi waktu sebagai berikut : = cos dengan merupakan simpangan pegas ke- untuk = 1..., merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo. 2.3. Model Matematika Masalah Osilasi Berpasangan. Pada bagian ini akan diberikan suatu model matematika untuk menjelaskan gerak osilasi berpasangan yang diberikan pada Gambar 3. Misalkan bagian-bagian rangkaian terdiri atas pegas kiri, pegas tengah pegas kanan. Berikut ini akan ditinjau dua kasus. Kasus pertama, arah positif. Dalam kasus ini, simpangan untuk masing-masing pegas adalah,. Gaya yang bekerja pada masing-masing adalah F = =. Selain itu, gaya untuk dapat dinyatakan dalam bentuk F =. Kasus kedua, arah positif. Dalam kasus ini, simpangan untuk masing-masing pegas adalah,. Gaya yang bekerja pada masing-masing adalah F= F =. Selain itu, gaya untuk dapat dinyatakan dalam bentuk F =, sehingga persamaan untuk menentukan simpangan pada rangkaian pegas masing-masing adalah = = 2 + (2.5)
4 = = 2. (2.6) = + 3 Selanjutnya, dengan menjumlahkan mengurangkan persamaan (2.5) persamaan (2.6), diperoleh sistem persamaan berikut : + = +, (2.7) = 3. (2.8) Penyelesaian sistem persamaan (2.7) (2.8) berbentuk : + = cos, (2.9) = cos 3, (2.10) dengan nilai,,, konstanta yang bergantung kepada nilai awal yang diberikan. Penurunan sistem persamaan (2.9) (2.10) dapat dilihat pada Lampiran 1. Kemudian dengan menggunakan metode eliminasi pada persamaan (2.9) persamaan (2.10), diperoleh persamaan berikut: = 1 2 cos = 1 2 cos + 1 2 cos 3 (2.11) 1 2 cos 3. (2.12) Perhatikan kembali persamaan (2.7) persamaan (2.8). Bentuk persamaan (2.7) persamaan (2.8) dapat diubah menjadi bentuk sebagai berikut : = +. (2.14) Selanjutnya, dimisalkan bahwa = =, persamaan (2.13) persamaan (2.14) masing-masing dapat diubah menjadi bentuk berikut: = + = + 3 + (2.15). (2.16) Penyelesaian persamaan (2.15) (2.16) dapat disajikan seperti bentuk persamaan (2.11) (2.12) dengan konstanta,,, ditentukan berdasarkan syarat awal yang diberikan. Selanjutnya, persamaan (2.15) persamaan (2.16) masing-masing dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut : =,, +,,,,, =,, (2.17) +,,,,,, dengan,, =, (2.18) +,, =, (2.13),,,,,,,,,, = +, =.
5 Persamaan (2.17) persamaan (2.18) merupakan persamaan diferensial integral Volterra orde satu. Berdasarkan pustaka [Abbasbandy Shivanian, 2009], sistem persamaan diferensial integral Volterra orde satu dapat dinyatakan dalam bentuk berikut =,,,,,,, +,,,,,,,,,,, =,,,,,,, atau secara umum berbentuk : +,,,,,,,,,,, =,,,,,,, +,,,,,,,,,,. (2.19) 2.4 Metode Iterasi Variasi Persamaan diferensial integral Volterra pada persamaan (2.19) akan diselesaikan dengan metode iterasi variasi. Berikut ini diberikan konsep dasar metode iterasi variasi berdasarkan pustaka [Matinfar Ghanbari, 2010]. Tinjau sistem persamaan berikut : =,,, +,,,, =,,, +,,,, secara umum dapat ditulis sebagai berikut : =,,, +,,,, (2.20) dengan L N masing-masing adalah operator linear taklinear. Selanjutnya, fungsi koreksi (correction functional) pada metode iterasi variasi didefinisikan berikut : = + [[ + [ (2.21) untuk = 0,1,2,, adalah hampiran awal yang dipilih sembarang, λ adalah pengali Lagrange yang ditentukan menggunakan kalkulus variasi indeks k menandakan hampiran ke-k. Kondisi stasioner dari fungsi koreksi dicapai jika memenuhi persyaratan berikut: = 0 (2.22) 1 + 1 = 0 (2.23) dengan i=1,2,...,n. Secara umum, pengali Lagrange pada fungsi koreksi dapat diidentifikasikan sebagai berikut : =! (2.24) dengan m adalah derajat persamaan diferensial. Persamaan diferensial integral Volterra yang dibahas pada karya ilmiah ini memiliki derajat diferensial satu ( = 1) sebagai derajat diferensial tertinggi memenuhi persamaan (2.22) persamaan (2.23). Selanjutnya, berdasarkan persamaan (2.21) persamaan (2.24), fungsi koreksi untuk menyelesaikan persamaan (2.19) adalah
6, =, + 1[,,,,,,,,,,,,,,.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, dengan = 0,1,2,, = 1,2,,. (2.25) Persamaan (2.25) memberikan hampiran,,,,. Iterasi dapat terus dilakukan untuk memperluas daerah kekonvergenan (daerah dengan nilai hampiran mendekati nilai penyelesaian eksak), atau dapat ditulis : lim,, lim,, secara umum dapat ditulis sebagai berikut: lim,. (2.26) 2.5 Contoh Masalah Untuk lebih memahami aplikasi metode iterasi variasi, diberikan suatu masalah nilai awal yang berupa sistem persamaan diferensial integral berikut : = 1 + + = 1 + +,, (2.27) dengan nilai awal 0 = 1, 0 = 1. Penyelesaian eksak dari masalah nilai awal (2.27) adalah = +, =. Misalkan, hampiran awal yang digunakan adalah = + 1 = 1. Berdasarkan persamaan (2.25), fungsi koreksi untuk nilai awal (2.27) sebagai berikut: = [ 1 + + +, = [ + 1 + +. (2.28) Selanjutnya, untuk membatasi jumlah iterasi yang dilakukan, akan dibatasi daerah kekonvergenan yang diinginkan. Misalkan, daerah kekonvergenan yang diinginkan adalah interval [ 2,2. Iterasi ke-1 dilakukan dengan mensubstitusi ke dalam persamaan (2.28), didapatkan hampiran sebagai berikut : = 1 + 2 + 1 2 + 1 6, = 1 1 6. Daerah kekonvergenan yang dicapai oleh masing-masing adalah interval [ 0.7,0.6 [ 0.1,0.1. Selanjutnya, untuk memerluas daerah kekonvergenan, akan dilakukan iterasi ke-2 dengan mensubstitusi ke dalam persamaan (2.28), didapatkan hampiran sebagai berikut :
7 = 1 + 2 + 1 2 + 1 3 + 1 12, = 1 1 2 1 6 1 12 1 60 Daerah kekonvergenan yang dicapai oleh masing-masing adalah interval [ 0.4,0.3 [ 0.5,0.6. Daerah kekonvergenan yang dicapai oleh lebih kecil dibandingkan dengan, tetapi daerah kekonvergenan yang dicapai oleh lebih luas dibandingkan dengan. Selanjutnya, untuk memperluas kembali daerah kekonvergenan, dilakukan iterasi ke-3 dengan mensubstitusi ke dalam persamaan (2.28). Hasilnya adalah hampiran sebagai berikut : = 1 + 2 + 2 + 6 + 24 + 120 + 360 + 2520, = 1 2 6 120 180 2520. Daerah kekonvergenan yang dicapai oleh masing masing adalah interval [ 1.4,1.3 [ 0.7,0.7. Daerah kekonvergenan yang dicapai oleh lebih luas dibandingkan, daerah kekonvergenan yang dicapai oleh lebih luas dari pada daerah kekonvergenan yang dicapai oleh. Iterasi dapat terus dilakukan untuk memerluas daerah kekonvergenan hingga mencapai daerah kekonvergenan yang diinginkan. Daerah kekonvergenan yang dicapai oleh iterasi ke-4, iterasi ke-5, iterasi ke-6 masing-masing untuk penyelesaian adalah interval [ 1.1,1 [ 1.4,1.3, [ 2,2 [ 1.4,1.4, [ 1.8,1.7 [ 2,2. Daerah kekonvergenan pada interval [ 2,2 dicapai pada iterasi ke-7. Berikut akan ditampilkan hampiran untuk nilai awal (2.27) pada iterasi ke-7, yaitu: = 1 + 2 + 1 2 + 1 6 + 1 24 +, = 1 1 2 1 6 1 24 + Program untuk masalah nilai awal (2.27) dapat dilihat pada Lampiran 2. Berikut ini diberikan grafik yang menunjukkan galat dari, masing-masing diberikan pada Gambar 4 Gambar 5. 0.00008 0.00006 0.00004 0.00002-2 -1 1 2 Gambar 4 Galat hampiran pada iterasi ke-7. 0.0025 0.0020 0.0015 0.0010 0.0005-2 -1 1 2 Gambar 5 Galat hampiran pada iterasi ke-7. Penulisan kode perintah untuk Gambar 4 Gambar 5 dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada Gambar 4 Gambar 5 dapat terlihat bahwa hasil iterasi ke-7 untuk penyelesaian hampiran mendekati nol pada interval [ 2,2. Selain penambahan jumlah iterasi yang dilakukan, penambahan daerah kekonvergenan juga bergantung pada pemilihan hampiran awal yang digunakan pada iterasi. Berdasarkan persamaan (2.26), hampiran penyelesaian eksak dari masalah nilai awal (2.27) pada interval [ 2,2 adalah = 1 + 2 + 1 2 + 1 6 +, = 1 1 2 1 6 1 24 1 120 +.