Kajian Ilmiah dalam Rangka Mendukung Program Pembebasan Rabies Pengendalian dan Penanggulangan Rabies Tahun 2020

dokumen-dokumen yang mirip
Peran Studi CIVAS dengan pendekatan Ecohealth dalam Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Bali

KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

Peran FAO sebagai Badan Internasional dalam Mendukung Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Indonesia (Bali dan Flores)

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

ISSN situasi. diindonesia

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)

HASIL DAN PEMBAHASAN

INFORMASI PROGRAM DAN KEGIATAN APBD PADA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI BALI TAHUN 2017

1. Puskeswan X Koto. Gambar 3. Puskeswan X Koto

RUMUSAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN OPD TAHUN 2016 DAN PERKIRAAN MAJU TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA DEPOK

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

Modul Komunikasi Informasi dan Edukasi Zoonosis (Rabies) Kata Pengantar

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/9/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA STANDAR BALAI BESAR VETERINER DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SALINAN. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang. '. a. bahwa rabies merupakan penyakit menular disebabkan oleh

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

Lampiran 2. Rencana Kinerja Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun : 2009

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 159/Kpts/OT.220/3/2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit

1. PENDAHULUAN 2. MAKSUD DAN TUJUAN

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di

To protect animal welfare and public health and safety

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN ZOONOSIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Situasi AI dan Refocus Rencana Kerja Strategis Nasional Pengendalian AI pada Unggas Tahun 2009

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 629/Kpts/OT.140/12/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BESAR VETERINER MENTERI PERTANIAN,

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

Integrasi Upaya Penanggulangan. Kesehatan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DALAM OTONOMI DAERAH

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN BUPATI BONDOWOSO NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

ABSTRAK ABSTRACT. Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt)

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI BADUNG NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG OTORITAS VETERINER KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

Transkripsi:

Kajian Ilmiah dalam Rangka Mendukung Program Pembebasan Rabies Pengendalian dan Penanggulangan Rabies Tahun 2020 1. Drh. Muhammad Syibli Kasubdit P3H Dit. Kesehatan Hewan 2. Drh. Muhammad Azhar Medik Veteriner Madya/Koor. URC-PHMS Pusat Direktorat Kesehatan Hewan Disampaikan pada Workshop : Pengendalian dan Penanggulangan Bahaya Rabies Prov. Aceh Banda Aceh, 13 15 Oktober 2016

Topik Bahasan 1. Rencana Aksi Pemberantasan Rabies di Indonesia 2. Konsep Pengendalian Populasi Anjing Berbasis Ekologi 3. Rencana Anggaran 4. Metode Estimasi Populasi Anjing 5. Simulasi Proposal Survei Estimasi Populasi di Prov. Aceh (Praktek)

1. Rencana Aksi Pemberantasan Rabies di Indonesia Referensi : drh. Anak Agung Gde Putra, MSc, PhD, SH Mantan Medik Veteriner Utama, Balai Besar Veteriner Denpasar Anggota Komisi Akhli Kesehatan Hewan (2014-2018) Ketua Asosiasi Epidemiologi Veteriner Indonesia (2014-2018)

Acuan Teknis Operasional Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2012 tentang Pengendalian Zoonosis Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 61/Permentan/PK.320/ 12/2015 tentang Pemberantasan Penyakit Hewan tanggal 10 Desember 2015. Petunjuk Teknis Pemberantasan Rabies.

Salah Satu Sumber Risiko Penyebaran Rabies Antar Pulau

Anjing Kampung dan Rabies di Indonesia Anjing Kampung Berpemilik Dalam rumah Kombinasi: rumah dan lepas Tidak Berpemilik Dilepas liarkan Liar/ Stray Kasus rabies semakin sulit dikendalikan

Pemerintah Canangkan Indonesia Bebas Rabies Tahun 2020? 1970 1956 2010 1974 1958 1975 2005 2005 1971 1959 1953 1972 1972 1969 1884 1983 1958? 2003 1997 2004?? 2010 1997 2008 Free Infected 2016 Sekarang Kita Disini 2017 2018 2019 2020

Kebijakan Nasional: Bahan Diskusi Pencegahan, Pengendalian atau Pemberantasan rabies menggunakan pendekatan Pulau : - Cegah masuk ke Pulau Papua, dan pulau-pulau lainnya, - Kendalikan di pulau tertular sesuai prioritas. Berantas bertahap berdasarkan prioritas (priority setting) karena keterbatasan sumber daya (logistik dan SDM: - Jumlah rabies pada manusia tinggi, - Jumlah rabies pada anjing (HPR) tinggi, - Komitmen Pemda (provinsi dan kabupaten/kota)

Kebijakan Nasional: Bahan Diskusi Penyusunan Rencana Aksi Pemberantasan Berdasarkan Kondisi Sosial Budaya Setempat : - Pulau Kalimantan, dan sekitarnya Pulau Sumatera, dan sekitarnya Pulau Sulawesi, dan sekitarnya, Pulau Flores (sedang berjalan), Pulau Bali (sedang berjalan) Pulau Jawa, Pulau pulau lainnya

Mengapa Perlu Memberantas Rabies Secara Terintegrasi; Provinsi dan Kabupaten/Kota Dalam Satu Pulau Integrasi Antar Wilayah: - Sangat sulit mengawasi lalulintas anjing (HPR) antar daerah/wilayah, - Wilayah yang sudah bisa dibebaskan terancam tertular kembali. Integrasi Antar Sektor: - Integrasi kegiatan antar Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan dapat meningkatkan upaya menekan kasus rabies pada manusia se efektif mungkin, - Integrasi kegiatan antar Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan serta Badan Lingkungan Hidup dapat mengendalikan lingkungan hidup anjing tanpa pemilik (stray dog) dan anjing yg dipelihara dilepas.

Perlu Pengendalian Sampah

Tahap-tahapan Penyusunan Master Plan Pemberantasan Rabies Dalam Satu Pulau Membangun Komitmen Bersama 1 Persiapan Penyusunan Program Pemberantasan 2 Audiensi Ke Gubernur dan Bupati / Walikota 3 Finalisasi Program Pemberantasan Masuk DIPA 4 Gerakan Massal Pemberantasan Rabies Serentak se Pulau 5

Penyusunan Program Pemberantasan Rabies Persiapan Penyusunan Proposal Induk Pemberantasan Rabies Dalam Satu Pulau Masing-masing Dinas Peternakan Provinsi, menyiapkan/mengumpulkan data kabupaten/kota, tentang: - Estimasi data populasi anjing (berbasis desa), - Data rabies pada anjing (HPR) dalam 5 tahun terakhir (berbasis desa), - Data rabies pada manusia dalam 5 tahun terakhir (berbasis desa), - Data gigitan anjing (HPR) dalam 5 tahun terakhir (berbasis desa),

Organisasi dan Koordinasi Tersedia TIKOR Rabies pada setiap jenjang pemerintahan pada : - setiap provinsi, - kabupaten/kota dalam satu Pulau Tersedia Tim Teknis (ICS) Rabies pada setiap jenjang pemerintahan pada : - setiap provinsi, - kabupaten/kota dalam satu Pulau

Organisasi dan Koordinasi Surveilans rabies diusulkan dikoordinasikan oleh BBVet atau BVet yg ada di pulau terkait. Pengujian Otak Anjing (HPR) dan Uji Serologi Sblm atau Pasca Vaksinasi oleh: - BBVet atau BVet, sekaligus sebagai laboratorium rujukan. Lab. Veteriner Provinsi/Kab.-Kota jika tersedia fasilitas untuk itu

Organisasi dan Koordinasi Tim Teknis Sekurang-kurangnya Memuat: Koordinator Pengendali Program, yang mengkoordinir: 1. Tim Perencanaan 2. Tim Logistik 3. Tim Operasional, yg meliputi : - Unit Respons Cepat - Tim Vaksinator yang cukup, sesuai estimasi populasi anjing & geografi - Tim Surveilans - Tim KIE - Tim Data, Analisis dan Informasi, dan - lain-lain Tim Penghubung dengan Dinas Kesehatan dan Instansi terkait lainnya Libatkan masyarakat

Isu Teknis Vaksin dan Vaksinasi Eliminasi Anjing Estimasi Populasi Anjing

Vaksin dan Vaksinasi Vaksinasi adalah cara paling efektif memberantas rabies. Pilihan jenis vaksin, tergantung pada tipe pemeliharaan anjing. Cakupan vaksinasi sekurang-kurangnya 70% (angka ini diperoleh dari Ro rabies dan pertimbangan cepatnya pergeseran populasi anjing termasuk kegagalan vaksinasi).

Memvaksin Anjing Yang Dipelihara Secara Dilepas dan Stray Dog

Anjing Pasca Vaksinasi (pakai kolar/kalung)

Pembelajaran: Vaksinasi Massal Rabies di Peru Estimasi populasi HPR : 400.000 ekor Rasio manusia:anjing = 10:1 Vaksinasi massal 25 Febr s/d 27 Maret 1985 (tiap hr selama 30 hr) Jmlh vaksinatur: 110 tim (tiap 2 orang) untuk menangani 11 daerah, dan 11 supervisor Vaksin: 3-year long lasting immunity, sekali suntik Jumlah HPR tervaksin : 327.535 (~ 82%) HASIL Tingkat protektivitas: 1 th pasca vaks : 97% 2 th pasca vaks : 89% 3 th pasca vaks : 83% Kasus Rabies pasca vaksinasi massal: 3 bln pasca program : 2 rabies pada kucing dan 1 pd anjing Setelah itu tdk ada lg kasus rabies 38 bln pasca vaksinasi (Chomel etal.1988; Lombard etal., 1988)

Mengapa R0 Penting Diketahui? Critical vaccination percentage P crit = 1-1/R0 R0 = Pcrit R0 = 2 Pcrit = 1-1/2 = 50% R0 = 5 Pcrit = 1-1/5 = 80% R0 = 10 Pcrit = 1-1/10 = 90%

Pemusnahan atau Eliminasi Anjing - Penurunan densitas kontak hanya bersifat sementara (penurunan sementara Ro). - Anjing adalah hewan sosial, walau populasi menurun, mereka masih bisa saling bertemu, jadi tingkat kontak tidak menurun signifikan. - Dapat mengurangi dukungan masyarakat terhadap pengendalian/pemberantasan rabies. - Eliminasi anjing berpotensi memicu pergerakan anjing, sehingga berrisiko menyebarkan rabies.

Eliminasi Anjing dan Kelahiran Anak Anjing

Kekuatan...strength 1. Sumber Dana : APBN dan APBD 2. Sumber Daya Manusia : a) Tenaga Pelaksana Keswan (BBV, Dinas yang membidangi fungsi Keswan tingkat Provinsi dan Kab/Kota). b) Tenaga Kesehatan Dinas Kesehatan Tingkat provinsi, Kab/Kota dan Puskesmas c) Stake Holder Karantina, Perangkat Desa, BNPB, POLRI dan TNI d) Masyarakat. 3. Kemampuan Pengujian Laboratorium.

Kelemahan...weakness 1. Rendahnya kesadaran Masyarakat. 2. Tidak semua kegiatan teknis kesehatan hewan di tanggulangi oleh APBD. 3. Data populasi HPR yang belum akurat. 4. Data laporan GHPR yang tidak singkron antara Dinas yang membidangi fungsi keswan dan Dinkes. 5. Rendahnya koordinasi dalam penggulangan rabies (Dinas Keswan Dinas Kesehatan). 6. Anjing sebagai komoditas yang memiliki nilai ekonomi (economic value). 7. Lemahnya pengawasan lalu lintas HPR antar daerah

Peluang...opportunity 1. Pendekatan kepulauan. 2. Komitmen pemerintah daerah dalam pencapaian status bebas. 3. Pendekatan non Teknis : KIE melalui pendekatan sosial dan keagamaan.

STRATEGI TINDAKAN PEMBERANTASAN RABIES...action plan NON TEKNIS : 1. Penerbitan Peraturan 2. Komunikasi Informasi dan Edukasi (Sosialisasi Rabies) 3. Pengawasan pemeliharaan HPR 4. Pengendalian lalu-lintas HPR 5. Peningkatan peran serta masyarakat umum 6. Peningkatan tanggungjawab pemilik HPR 7. Pengendalian Populasi Anjing (control populasi). TEKNIS: 1. Pendataan HPR (Estimasi Populasi HPR). 2. Pelatihan Vaksinator Mandiri 3. Pelatihan rantai dingin. 4. Vaksinasi Massal 5. Observasi hewan tersangka rabies (Tracing GHPR) 6. Penyidikan dan tracing 7. Surveilans dalam Rangka pembebasan. 8. Penguatan Laboratorium

2. Konsep Pengendalian Populasi Anjing Berbasis Ekologi Sumber: Drh. Tri Satya Putri Naipospos MPhil, PhD Ketua Komisi Ahli Kesehatan Hewan dan Kesmavet, 2016

Anjing dan Manusia Artikel 7.7.1. butir (2) OIE TAHC Ekologi anjing berkaitan dengan aktivitas manusia apabila ingin efektif, pengendalian populasi anjing harus dibarengi dengan perubahan perilaku manusia

Klasifikasi Anjing Menurut lokasi: Anjing urban Anjing pedesaan Menurut tingkat keliaran: Anjing berpemilik, dilepasliarkan Anjing tidak berpemilik, dilepasliarkan Anjing liar (anjing domestik berbalik menjadi liar) Menurut fungsi: Anjing masyarakat Anjing pemburu Anjing kesayangan Anjing peternakan Anjing transportasi Anjing konsumsi Sumber: Mariela Varas (OIE)

Populasi anjing Tingkat pengawasan/ikatan sosial: Sangat baik Tidak ada Liar Sumberdaya (pakan, air, penampungan): Dengan sengaja Sumber dari manusia dog food Tanpa sengaja Limbah dan sampah Predator Sumber: Wandeler A.I. (CFIA)

Rabies Eliminasi anjing Media massa Populasi Anjing Liar di Bali Sangat Mengkhawatirkan. Dipublikasikan tanggal 14 Februari 2015. Republika, Baca: http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/02/14/nj qbg1-populasi-anjing-liar-di-bali-sangat-mengkhawatirkan Hindari Rabies, Usulkan Semua Anjing di Bali Dihabisi. Dipublikasikan tanggal 19 Juni 2015, Jawa Pos. Baca: http://www2.jawapos.com/baca/artikel/17554/hindari-rabiesusulkan-semua-anjing-di-bali-dihabisi Pembantaian Anjing di Bali, Ini Alasan dan Metodenya. Dipublikasikan tanggal 24 Juli 2015, Tempo. Baca: https://m.tempo.co/read/news/2015/07/24/058686077/pembantai an-anjing-di-bali-ini-alasan-dan-metodenya

Studi populasi anjing Sangat baik Berpemilik Tidak ada Milik Masyarakat Liar Tidak berpemilik Ukuran populasi Kuesioner mark recapture Struktur populasi Kuesioner observasi langsung studi postmortem Kuesioner observasi langsung radio telemetry Pemanfaatan sumberdaya Sumber: Wandeler A.I. (CFIA)

Manajemen populasi anjing terkait pengendalian rabies Estimasi ukuran populasi (population size) Menurunkan ukuran populasi/pertumbuhan/ pergantian (turnover): Kontrol kelahiran (birth control) Lebih sedikit anjing yang harus divaksin operasi (surgikal) Mempertahankan kekebalan chemikal populasi Pemusnahan (culling) Menghilangkan infeksi & risiko Pemusnahan massal Pemusnahan bertarget hewan berisiko tinggi Manajemen habitat Pengendalian lalulintas

Tujuan program pengendalian populasi anjing (Artikel 7.7.3. OIE TAHC) Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anjing berpemilik dan yang dilepasliarkan; Mengurangi jumlah anjing liar ke batas yang dapat diterima; Mempromosikan kepemilikan yang bertanggung jawab (responsible dog ownership); Menciptakan dan mempertahankan populasi anjing yang memiliki kekebalan dan bebas rabies; Mengurangi risiko penyakit-penyakit zoonotik selain rabies; Mengelola risiko kesehatan manusia lainnya; Mencegah bahaya lingkungan dan hewan lainnya Mencegah perdagangan ilegal dan penyelundupan

Pemerintah daerah Asosiasi kesejahteraan hewan Pemerintah Pusat Legislasi Dokter hewan swasta Promosi dan edukasi kesejahteraan hewan Universitas Masyarakat Kepemilikan yang bertanggungjawab (kendali kelahiran, registrasi dan identifikasi anjing) Program pengendalian anjing liar Media Kelembagaan nasional dan regional lainnya

Estimasi Ukuran Populasi Survei rumah tangga terbatas pada anjing berpemilik Tek ik mark recapture (capture recapture) menangkap anjing berkeliaran (observasi)

Estimasi populasi anjing dengan metoda Photographic capture and recapture Untuk menghitung anjing lepasliar dilakukan pemantauan ke 4 (empat) desa di Bali dengan memfoto semua anjing yang berada dalam radius 25 meter selama 4 hari berturut-turut. Anjing baru dan anjing yang di recaptured (difoto lagi pada hari yang berbeda) diidentifikasi dan dihitung.

Probabilitas deteksi anjing berkeliaran 1491 individu anjing 0,35 0,30 0,26 0,24 Probabilitas 0,25 0,24 0,19 0,20 0,15 0,20 0,19 0,10 0,19 Betina 0,15 Female Jantan 0,05 Male Betina 0,00 1 2 3 Hari survei kesumber: Riana Arief et al. (CIVAS) 4 Probabilitas deteksi anjing berkeliaran hanya 19% yang teramati setiap harinya dan 43% anjing berkeliaran tidak pernah teramati! Lebih dari 60% anjing berpemilik dilepasliarkan oleh pemiliknya

Estimasi Jumlah Anjing di Banjar 80% Total = 7.468 Total = 2.418 Med = 42,5 Med = 17,7 70% Persen 60% 50% 40% Rata2 jumlah anjing berpemilik = 61,2 ekor Rata2 jumlah anjing berkeliaran =19,8 ekor 30% 20% 10% 0% 0-25 26-50 51-75 76-100 101-125 126-150 More Jumlah anjing di Banjar Anjing berkeliaran Owned Observed free-roaming dog Anjing dog berpemilik Sumber: Riana Arief et al. (CIVAS)

Contoh studi ekologi: Perilaku anjing Dilakukan pengamatan terhadap perilaku anjing (dog behaviour) di 26 desa di Kabupaten Gianyar, Karang asem dan Kota Denpasar (jumlah semua 69 anjing) Pengamatan selama 48 yang dilakukan oleh 3 tim Tiga jenis data diambil pada pengamatan ini, yaitu Data tentang aktivitas anjing; Data tentang pergerakan anjing; dan Data sumber-sumber makanan bagi anjing Sumber: Andri Jatikusumah (CIVAS)

Profil perilaku anjing 24 jam Kontak Makan Grooming Bergerak Sosialisasi netral Istirahat Aktifitas dominan adalah istirahat Proporsi bervariasi setiap individu anjing Anjing beristirahat 23.00-04.00 10.00-13.00 dan 18.00-20.00 Aktifitas lain adalah perilaku netral dan bergerak terjadi sepanjang hari 00.00-23.00 Sumber: Andri Jatikusumah (CIVAS)

Rata-rata lama istirahat (menit) per hari 250 200 Aktivitas anjing jantan lebih tinggi dari anjing betina dewasa di malam hari Umumnya anjing beristirahat di siang hari (11:00-15:00) 150 100 50 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Istirahat Betina - Dewasa Rest - Female - Adult Rest - Male - Adult Istirahat Jantan - Dewasa Sumber: Andri Jatikusumah (CIVAS)

Rata-rata kontak anjing manusia per jam Kontak anjing-manusia tertinggi terjadi di pagi dan sore hari 2,5 2,1 2,0 2 1,6 1,5 1,4 1,3 1,3 kontak - Average of Adult Male Kontak-jantan dewasa Kontak-jantan betina kontak - Average of Adult Female 1,0 1,0 1,0 1 0,8 0,8 0,9 0,8 0,4 0,8 0,8 0,5 0,5 Kontak-anak kontak - Average of laki2 Boys 1,0 0,5 0,4 0,4 0,2 0,4 0,3 0,3 0,3 0,7 Kontak-anak kontak - Average of perempuan Girls 0,8 0,7 0,4 0,5 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 23 Sumber: Andri Jatikusumah (CIVAS)

Pola pergerakan anjing Pergerakan anjing selalu konsisten mengikuti jalan raya (3 contoh yang diplot oleh Google Earth) Sumber: Andri Jatikusumah (CIVAS)

Kontrol kelahiran Rasional Alasan untuk menggunakan Alasan untuk tidak menggunakan Biologik -Me gura gi turnover da penambahan yang peka -Dapat mengurangi ukuran populasi (relatif lambat dibandingkan pemusnahan) -Meningkatkan kesehatan dan daya hidup, sehingga mempertahankan cakupan vaksinasi -Jumlah yang besar harus ditargetkan untuk efek yang cukup signifikan -Tidak ada pengurangan populasi jika permintaan tinggi atau ada peningkatan lalulintas untuk memenuhi permintaan -Meningkatkan daya hidup sehingga mempercepat pertumbuhan populasi Sosial -Manusiawi (humane) -Peningkatan kesehatan dapat diketahui pemilik/masyarakat -Mengurangi gangguan akibat anjing kawin dan anak anjing -Tidak manusiawi (inhumane) -Respon tidak begitu terlihat -Berpotensi untuk disuntikkan -Mahal -Hanya beberapa sterilan yang disetujui (atau hanya untuk 1 jenis kelamin saja) Operasional -Permintaan akan anak-anak anjing Sumber: Katie Hampson et al. (University of Glasgow)

Pemusnahan (culling) Rasional Alasan untuk menggunakan Alasan untuk tidak menggunakan Biologik -Mengurangi tingkat kontak dengan asumsi bergantung pada kepadatan populasi -Mengurangi ukuran populasi secara cepat -Mengeliminasi anjing terinfeksi dan yang sedang menginkubasi -Menghilangkan suseptibilitas (apabila vaksinasi ada tandanya) -Mengurangi penambahan yang peka (lebih sedikit anjing reproduktif yang bisa bertahan) -Tidak ada efek pengurangan kepadatan terhadap penularan -Batas ambang tidak diketahui/tidak ada -Meningkatkan kontak & penyebaran akibat gangguan sosial/lalu lintas manusia -Penggantian anjing (biasanya yang tidak divaksin) mengurangi cakupan dan memungkinkan masuknya infeksi baru -Penghilangan anjing yang divaksin akan mengurangi kekebalan kelompok -Meningkatkan pertumbuhan populasi -Menyebabkan gangguan sosial Sosial -Respon nyata oleh lembaga yang bertanggungjawab -Persepsi logis terhadap efeknya -Rasa dendam apabila anjing sehat/berpemilik dimusnahkan -Metoda tidak manusiawi/tidak diterima secara sosial Operasional -Dirasa murah dan langsung -Peralatan tersedia -Mahal -Semakin sulit didapat -Anjing yang divaksin sulit dibedakan Sumber: Katie Hampson et al. (University of Glasgow)

Metoda inefektif yang tidak kompromistis dengan kesejahteraan hewan Kekurangan sumberdaya + pengetahuan + ketakutan akan rabies telah memunculkan sejumlah upaya masyarakat untuk mencoba mengendalikan populasi anjing lewat peracunan, elektrik atau menenggelamkan ke dalam air. Peracunan dengan strychnine sampai akhir-akhir ini merupakan satu-satunya upaya pengendalian anjing yang tersedia di sejumlah negara. Anjing mati secara perlahan, kejang-kejang dan memerlukan waktu beberapa jam untuk mati. Pesan OIE (Terrestrial Animal Health Code): «Euthanasia anjing, jika hanya digunakan sendiri, tidak efektif untuk tindakan pengendalian. Jika digunakan, harus dilakukan secara manusiawi dan dengan kombinasi dengan tindakan lain untuk mencapai pengendalian jangka panjang yang efektif.» Sumber: Mariela Varas (OIE)

Apa yang perlu dipelajari? Anjing Jumlah anjing dilepasliarkan atau anjing jalanan Di a ika populasi lepasliar (stray) (berpemilik vs lepasliar, kesejahteraan, jenis kelamin, umur, betina menyusui/bunting, anak-anak anjing) Akses sumberdaya: apa yang menyebabkan anjing bertahan hidup dan bereproduksi? Besaran/ukuran populasi anjing berpemilik Perilaku Masyarakat (Apa yang difikirkan publik, apa yang diinginkan publik) Perilaku masyarakat terhadap anjing lepasliar? Terhadap anjingnya sendiri? Kesadaran masyarakat tentang hubungan antara anjing lepasliar dan berpemilik ( lepasliar bisa berarti lepasliar berpemilik, tetapi memproduksi anak anjing) Kesadaran masyarakat dan perilaku terhadap prinsip-pri sip responsible pet ownership (vaksinasi, sterilisasi, kendali reproduksi) Apa yang menjadi kepedulian publik? Rabies? Gigitan? Gonggongan? Apakah publik menginginkan anjingnya dilepasliarkan? vs. Apakah menginginkan anjingnya dimusnahkan? Apakah publik bertoleransi dengan komunitas anjing jika aman/sehat, tidak agresif dan disterilisasi? Perilaku orang (Apa yang dilakukan orang) Mengapa orang memiliki anjing? Bagaimana orang tersebut memperlakukan anjingnya? Pelatihan? Apakah orang tersebut membiarkan anjingnya dilepasliarkan? Diabaikan? Apakah yang dilakukan orang tersebut dengan anak-anak anjing yang tidak diinginkan jika anjingnya bunting? Apa isu yang paling umum yang orang tidak bisa tangani sehingga menyebabkan pembiaran? Penyakit, perilaku, uang dlsbnya. Sumber: Alexandra Hammond-Seaman (RSPCA)

3. Rencana Anggaran Pemberantasan Rabies

Administrasi No Kegiatan 1 2 3 4 Pengadaan ATK dan Bahan Komputer Supplies Penggandaan dan penjilidan Jasa surat menyurat Bahan publikasi (Baliho,/spanduk/banner) Volume 1 1 1 1 Satuan Paket Tahun Tahun Paket Harga Satuan 10,000,000 10,000,000 5,000,000 5,000,000

Penyusunan Program dan Rapat Koordinasi No 1 2 3 4 Kegiatan Penyusunan Proposal Pemberantasan Rabies Rakor Tingkat Regional Rakor Tingkat Provinsi Rakor Tingkat Kabupaten Volume Satuan 1 2 2 10 Paket Paket Paket Paket Harga Satuan 10,000,000 67,000,000 25,000,000 10,000,000

Vaksinasi No Kegiatan 1 2 Vaksin rabies anjing Operasional 3 Pengadaan Sarana Prasarana/Peralatan: * Kulkas * Ice Box * Colar & Penning * Spuit * Kapas * Sarung Tangan Volume Satuan Harga Satuan 15,000 dosis 16,000 15,000 dosis 5,000 2 unit 3,500,000 20 unit 500,000 15,000 bh 10,000 200 box 150,000 5 kg 100,000 60 box 100,000

No Kegiatan Volume Satuan * Masker 60 * Jaring / Net penangkap anjing * VAR untuk petugas box 20 unit 50 kuur 20 unit 20 unit 10 botol 10 botol * Thermometer * Forcep Panjang * Ketalar 50 cc * Xylazine 50 cc * Antiseptik (alkohol 70%) 50 botol Harga Satuan 100,000 1,000,000 800,000 75,000 750,000 850,000 500,000 15,000

Regulasi No 1 2 3 Kegiatan Penyusunan Perda Kabupaten/Kota (Pembatasan HPR) Penyusunan Pergub Prov (Pembatasan Lalu lintas HPR) Penyusunan Instruksi Bupati/Walikota tentang Pengendalian dan Penanggulangan Rabies Volume Satuan Harga Satuan 75,000,000 1 Paket 5,000,000 1 Paket 5,000,000 1 Paket

Sosialisasi Penerapan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) No 1 2 3 Kegiatan Pelaksanaan Workshop Tingkat Provinsi Pelaksanaan Workshop Tingkat Kabupaten Operasional Sosialisasi / Penyuluhan / KIE di lapang Volume Satuan 2 4 Paket Paket Harga Satuan 50,000,000 25,000,000 100,000 300 OH

Pemutakhiran Data No 1 2 3 4 Kegiatan Petugas Pendata Estimasi Populasi HPR (anjing), BV Medan Petugas Pendata Estimasi Populasi HPR (anjing), Dinas Prov. Aceh Petugas Pendata Estimasi Populasi HPR (anjing), Kabupaten/Kota Analisis Data Populasi HPR di Kab/Kota oleh BV Medan Volume Satuan Harga Satuan 7,515,000 9 OP 350,000 30 OH 150,000 15 OH 1 Lap 5,000,000

Pengawasan Lalu Lintas No 1 2 3 Kegiatan Pembangunan dan operasional Check Point Pembangunan dan operasional Check Point Pembangunan dan operasional Check Point Volume Satuan 1 Lokasi 1 Lokasi 1 Lokasi Harga Satuan

Surveilans No 1 2 3 Kegiatan Pengambilan Sampel / Spesimen Oleh BV Medan : a) Serum darah b) Kepala anjing/otak Bahan Pengujian Laboratorium Pengambilan Sampel / Spesimen Oleh Dinas Prov Aceh : a) Kepala anjing/otak b) Bahan Pengujian Laboratorium Volume Satuan Harga Satuan 9 9 1 OP OP Paket 7,515,000 7,515,000 50,000,000 90 Kepala 100,000 1 Paket 50,000,000

Peningkatan Kapasitas SDM No 1 2 3 4 5 6 Kegiatan Pembinaan Lab. Veteriner Prov. Aceh, untuk mendukung pemberantasan rabies Pelatihan Vaksinator /CC Pelatihan Dog Catcher Pelatihan Komunikasi bagi penyuluh /petugas Pelatihan Data encoder Pelatihan Penanganan Sampel Volume Satuan Harga Satuan 7,515,000 3 1 1 OP Paket Paket 1 1 Paket Paket 1 Paket 50,000,000 75,000,000 50,000,000 50,000,000 50,000,000

Investigasi, Diagnosa dan Penanganan Gigitan HPR No Kegiatan 1 Investigasi dan Diagnosa: Pengumpulan data kasus penyakit Rabies Penata laksanaan kasus Gigitan HPR 2 Volume Satuan Harga Satuan 7,515,000 9 50 OP 800,000

4. Metode Estimasi Populasi Anjing

Metode Estimasi Populasi Anjing Kampung Beberapa metode yang mungkin dapat dilakukan : 1. Metode Capture Mark - Release - Recapture 2. Metode Sight Resight 3. Metode dengan menghitung rasio antara manusia dan anjing

Kabupaten... Kabupaten... Kec A Kec B Kec C Kec... Desa Desa Desa Desa @ desa 25kk @ desa 25kk @ desa 25kk @ desa 25kk

Estimasi Populasi Anjing: Menggunakan Rasio Anjing : Manusia Suber Informasi Unit Perhatian Rasio Anjing: Manusia WHO, 1984 Asia 1 : 16 Dr. Teken Temadja, Ditjennak, 1984 Bali 1:4 Indonesia 1 : 25 Yudistira Foundation, Bali Bali 1 : 6.5 Disnak Badung, Februari 2009 Badung 1 : 8.27 Dr. Sofyan Sudardjat, Ditjennak, 1992

Densitas Anjing Kampung dan Penduduk per Km2 di Kabupaten Badung Tipe Desa Mean + SD Range 95% CI 256 + 191 137-645 55-458 2.051 + 1.534 1.102 5.163 441 3.662 185 + 95 31-371 142 227 1.479 + 764 250 2.989 1.140 1.817 129 + 61 18-245 108-151 1.034 + 488 149 1.955 863 1.204 Urban (6 desa): Anjing Manusia Sub-urban (22): Anjing Manusia Rural (34 desa); Anjing Manusia

50 kuur Drh. Muhammad Azhar Med Vet Madya/Koor URC-PHMS HP. 0818914043 Email: azhar_drh@yahoo.com Website: Ditjennak.Pertanian.go.id 800,000