ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS GERAK BINTIK MATAHARI BIPOLAR SEBELUM TERJADI FLARE PADA NOAA 0484 TANGGAL 21 DAN 22 OKTOBER 2003

IDENT1FIKASI FLUKS MAGNETIK DARI GERAK PASANGAN BINTIK BIPOLAR,

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

ANALIS1S EVOLUSI GRUP SUNSPOTSPD WATUKOSEK UNTUK MEMPEROLEH INDIKATOR KEMUNCULAN FLARE

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

PENGUAPAN KROMOSFER YANG TERKAIT DENGAN FLARE TANGGAL 13 MEI 2013 (CHROMOSPHERIC EVAPORATION RELATED TO THE MAY 13, 2013 FLARE)

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

BAB III METODE PENELITIAN

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

ABSTRAK. Kata Kunci: Sunspot, Aktivitas Matahari, Klasifikasi Mcintosh, Flare

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

SOAL UJIAN PRAKTEK ASTRONOMI OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 CALON PESERTA INTERNATIONAL EARTH SCIENCE OLYMPIAD (IESO) 2015

GANGGUAN GEOMAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN MEDAN MAGNET ANTARPLANET YANG TERKAIT

PENGARUH SINAR KOSMIK TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN TOTAL DAN AWAN ATAS WILAYAH INDONESIA DALAM PERIODE

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

KLASIFIKASI DAN PERUBAHAN JUMLAH SUNSPOT DIAMATI DARI LABORATORIUM ASTRONOMI JURUSAN FISIKA FMIPA UM PADA BULAN AGUSTUS OKTOBER 2012

Diterima: 28 April 2016; direvisi: 3 Juni 2016; disetujui: 14 Juni 2016 ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

ANCAMAN BADAI MATAHARI

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

TELAAH MODEL NUMERIK MEKANISME TERJADINYA FLARE DI MATAHARI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini, data harian yang diambil merupakan data sekunder

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET

ANAL1SIS EMPIRIK KEJADIAN FLARE TIRKAIT DENGAN PERUBAHAN FIS1K SUNSPOT

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

APLIKASI VEKTOR UNTUK ANALISIS PERGERAKAN GRUP SUNSPOT MATAHARI DARI DATA SUNSPOT SIKLUS KE-23

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya

Analisis Empirik Kejadian Flare Terkait dengan Perubahan Fisik Sunspot

Buldan Muslim Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

Perbandingan Model Linier Versus Analisis Vektor pada Gerak Grup Sunspot di Lintang Selatan dari Siklus Matahari Ke-23

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

Jenis dan Sifat Gelombang

STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

ANALISIS ASOSIASI SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE III DENGAN FLARE SINAR-X DAN FREKUENSI MINIMUM IONOSFER

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Variasi Pola Komponen H Medan Geomagnet Stasiun Biak Saat Kejadian Solar Energetic Particle (SEP) Kuat Pada Siklus Matahari Ke-23

LIMIT BAWAH BILANGAN SUNSPOT UNTUK SUNSPOT YANG BERPOTENSI MELEPASKAN FLARE : METODA PERINGATAN DINI ANTARIKSA

D. 2 N E. 1 N. D. (1), (2) dan (3) E. semuanya benar

Gambar (a) Arah medan magnet, (b) Garis-garis medan magnet

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

PREDIKSI BINTIK MATAHARI UNTUK SIKLUS 24 SECARA NUMERIK

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1

SEGMENTASI BINTIK MATAHARI MENGGUNAKAN METODE WATERSHED

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

HUBUNGAN LUAS DAN TEMPERATUR UMBRA SUNSPOT MENGGUNAKAN SOFTWARE INTERACTIVE DATA LANGUAGE (IDL)

BAB III METODE PENELITIAN

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Raja Kerajaan Tata Surya

BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS WAVEFORM TERKONTAMINASI

Analisis Variasi Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer Bawah di Atas Pemeungpeuk

Sri Suhartini *)1, Irvan Fajar Syidik *), Annis Mardiani **), Dadang Nurmali **) ABSTRACT

STRUKTUR MATAHARI DAN FENOMENA SURIA

OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP

ANALI5IS BADAI MAGNET BUMI PERIODIK

STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET REGIONAL INDONESIA

MODUL PRAKTIKUM Perkuliahan Astrofisika (FI567)

KEMAGNETAN. : Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-8

KONDISI LINGKUNGAN ANTARIKSA Dl WILAYAH ORBIT SATELIT

BAB V ANALISIS. V.1 Analisis Data

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

Implementasi Intensity Transfer Function(ITF) Untuk Peningkatan Intensitas Citra Medis Hasil Pemeriksaan MRI

KARAKTERISTIK SUDDEN COMMENCEMENT DAN SUDDEN IMPULSE DI SPD BIAK PERIODE

Pengolahan awal metode magnetik

Antiremed Kelas 12 Fisika

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

ix

ANALISIS PERILAKU HAMBATAN ATMOSFER DARI MODEL ATMOSFER DAN DATA SATELIT

BAB III BAHAN DAN METODE

Nizam Ahmad 1 dan Neflia Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 6 Maret 2014; Disetujui 14 Mei 2014 ABSTRACT

KISI-KISI PENULISAN SOAL FISIKA SMA KELAS XII IPA ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL

Transkripsi:

ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375 Oara Y. Yatint, E. Sunggfrtg Mumpunl Penelltt Puat Pemanfaatan Sains Mtiriksa, LAPAN emit cl3r3@bdg.tip3n-to.ld ABSTRACT The observation of the flaring sunspots group (active region) has been conducted to obtain the characteristic of spot's motion. In active region NOAA 0375 the motion is divided in two periods, 3-8 June 2005, when the group was growing, and 10-12 June 2003 when it was decaying. By comparing the movement plots, we see that the strong flares were most produced when the active region was in the decaying phase. ABSTRAK Pengamatan terhadap gerak bintik dalam suatu grup bintik matahari (daerah aktif) yang menghasilkan flare dilakukan untuk mengetahui karakteristik pergerakan bintik-bintik yang ada di dalamnya. Pada daerah aktif NOAA 0375 pergerakan bintik-bintik dalam daerah tersebut pada tanggal 3-8 Juni dan 10-12 Juni 2003 memperlihatkan pertumbuhan dan peluruhan daerah tersebut. Dari perubahan luas grup tersebut dan dari data flare terlihat bahwa flare kuat yang dihasilkan pada saat grup ini meluruh lebih banyak dibandingkan dengan pada saat daerah ini berkembang. Kata kunci: Daerah aktif- bintik matahari - flare 1 PENDAHULUAN Flare merupakan fenomena energetik di atmosfer matahari yang melibatkan energi magnetik yang secara mendadak dikonversikan dalam energi bentuk lain. Pada umumnya persyaratan terjadinya flare adalah daerah aktif, sehingga studi mengenai medan magnetik di daerah aktif menjadi sangat penting. Saat ini magnetic shear (sudut antara garis netral dengan garis-garis medan magnet transversal! dianggap sebagai kunci untuk memahami mekanisme penyimpanan energi flare. Banyak flare terjadi di sekitar daerah yang konfigurasi magnetiknya mempunyai sudut [shear) yang besar (Zirin dan Tanaka, 1973; Kurokawa, 1987; Schmieder et. al., 1997). Akan tetapi banyak juga pengamatan yang menunjukkan bahwa magnetic shear tidaklah penting dalam kemunculan flare (Chen et. al-, 1994; Fontenla et. al., 1995). Tujuan dari pengamatan terhadap daerah aktif ini adalah untuk memperoleh karakteristik dari daerah aktif yang mempunyai aktivitas flare 1

yang tinggi. Salah satu aspek yang akan dilihat di sini adalah evolusi dari grup bintiknya, terutama pergerakan bintik matahari dalam suatu grup, karena pergerakan bintik ini berkaitan langsung dengan mekanisme pelepasan energi magnetik. Hasil yang diharapkan adalah pengetahuan tentang bagaimana sebuah grup bintik matahari berkembang dan menghasilkan flare. 2 DATA DAN PENGOLAHANNYA Daerah aktif yang dipilih untuk diteliti adalah daerah aktif NOAA 0375. Daerah ini nampak di piringan matahari sejak tanggal 2 Juni dan menghilang tanggal 14 Juni 2003. Selama di piringan matahari, daerah ini memunculkan banyak sekali flare sinar X (Tabel 2-1) Tabel 2-1: FREKUENSI FLARE SINAR X DENGAN KELAS LEBIH BESAR DARI KELAS C YANG DIHASILKAN OLEH NOAA 0375 SELAMA KENAMPAKANNYA DI PIRINGAN MATAHARI. (SUMBER: SPACE ENVIRONMENT CENTER) Data yang dipergunakan pada penelitian ini, adalah data aktivitas matahari yang diperoleh satelit TRACE {Transition Region and Coronal Explorer, http:// vestige.lmsal.com/tracej. Data yang dipilih adalah data dari tanggal 3-12 Juni 2003. Citra yang diambil dari data TRACE adalah berupa daerah aktif yang diamati dalam rentang cahaya tampak {white light). Pada umumnya data yang dipilih mempunyai rentang waktu 1 jam. Akan tetapi karena ada beberapa rentang waktu yang tidak ada datanya, maka dalam rentang waktu yang dipilih tersebut dapat dikumpulkan 93 data citra matahari dalam rentang cahaya tampak. Data TRACE yang diperoleh mempunyai 3 macam 2

ukuran, yaitu 512 x 512 piksel, 768 x 768 piksel, dan 1024 x 1024 piksel, dengan 1 piksel mewakili 0.5 arcsec atau sekitar 360 km. Contoh dari data TRACE yang telah diperoleh diperlihatkan pada Gambar 2-1. Rangkaian data seperti ini, yang terdiri dari 93 data akan dianalisa. Analisa dititikberatkan pada perkembangan grup bintik itu sendiri dan bagaimana pergerakan bintik-bintik matahari yang ada dalam grup tersebut. Seperti pada Gambar 2-1 terlihat jelas bagaimana grup ini berkembang dengan cepat. Dari penelusuran ini diharapkan dapat diketahui perkembangan grup bintik yang sangat aktif. Akan tetapi terdapat data yang kosong, yaitu pada tanggal 9 Juni 2003. Perubahan daerah aktif yang cepat dari tanggal 8 ke 10 Juni menyebabkan adanya bintik yang tidak dapat ditelusuri, sehingga untuk menghindari kesalahan identifikasi bintik, maka penelusuran pergerakan bintik dibagi menjadi 2 bagian, yaitu yang pertama dimulai dari tanggal 3 sampai dengan 8 Juni dan yang kedua dari tanggal 10 sampai dengan 12 Juni 2003. Analisis pergerakan bintik dalam grup dilakukan dengan menghitung pergerakannya relatif terhadap satu bintik yang akan dijadikan acuan. Sebagai langkah awal adalah menentukan posisi bintik pada masing-masing gambar untuk memperoleh besarnya pergeseran. Untuk itu yang akan dianalisa adalah gambar daerah aktif yang diperoleh dari TRACE. Karena TRACE tidak merekam citra seluruh permukaan matahari, maka harus diambil satu titik acuan sebagai titik nol relatif dari seluruh bintik yang dihitung. Dengan melihat keseluruhan perkembangan daerah aktif, maka diambil satu bintik yang stabil dan cukup jelas terlihat sebagai titik acuannya. Setelah titik acuannya ditentukan, maka masing-masing bintik yang akan diketahui dilihat dahulu posisinya dalam gambar dan dihitung pergeserannya terhadap bintik acuan ini. Dalam perhitungan ini sebagai acuan adalah bintik nomor satu seperti pada Gambar 2-2. Besarnya pergeseran ini kemudian akan dikoreksi terhadap posisi daerah aktif pada saat itu. Faktor koreksi ini diperlukan untuk mengetahui pergeseran yang sesungguhnya, karena pengamatan akan dipengaruhi oleh foreshortening, yaitu makin ke tepi matahari, daerah aktif akan terlihat makin kecil. Besarnya pergeseran yang telah dikoreksi dihitung dengan persamaan: (2-1) (2-2) 3

Gambar 2-l:Beberapa contoh dari data dalam cahaya tampak (white lightj TRACE yang akan dianalisa.gambar atas: citra daerah aktif 0375 pada tanggal 3 Juni (kiri) dan 6 Juni (kanan). Gambar bawah: tanggal 8 Juni (kiri) dan 11 Juni 2003 (kanan). 4

6 JUNI2003 04:12:29 UT 8 JUNI2003 04:28:58 UT Gambar 2-2: Contoh perkembangan grup sunspot dalam beberapa gambar pada tanggal 3-8 Juni 2003 Bila latitude (lintang) dinyatakan dengan sudut a, dan longitude (bujur) dengan sudut p, dan jarak grup bintik dari ekuator matahari adalah A, maka skemanya menjadi seperti pada Gambar 2-3. N Gambar 2-3: Skema posisi bintik di matahari dinyatakan dalam posisi lintang dan bujur di matahari

Koreksi posisi harian (cos 9 pada persamaan 2-2) pada besarnya pergeseran ditunjukkan pada Tabel 2-2. Dengan demikian besarnya pergeseran masing-masing bintik dikoreksi dengan faktor ini. Tabel 2-2: FAKTOR KOREKSI (COS 9) HARIAN UNTUK NOAA 0375

3 HASIL 3.1 Pergerakan Blntik Matahari di NOAA 0375 pada Tanggal 3-8 Juni 2003 Daerah aktif NOAA 0375 mulai tampak hemisfer matahari pada tanggal 2 Juni 2003 dan kembali menghilang di tepi barat pada tanggal 13 Juni 2003. Selama periode ini data yang dikumpulkan adalah dari tanggal 3-12 Juni, kecuali untuk tanggal 9 Juni tidak diperoleh data daerah aktif ini. Daerah ini berkembang dengan sangat cepat, seperti terlihat pada Gambar 2-2, dan menghasilkan banyak flare (Tabel 2-1). Bintik-bintik matahari yang ada di daerah aktif ini juga berkembang cepat, dan menjadi sangat banyak. Secara garis besar hanya diambil beberapa bintik yang akan dihitung pergerakannya, yaitu bintik-bintik yang bernomor seperti pada Gambar 2-2. Gerakannya adalah seperti pada Gambar 3-1 dan 3-2. Salah satu contoh saat terjadinya flare ditunjukkan dengan tanda panah. Pada saat ini flare yang terjadi adalah kelas M1.0 yang terjadi pada tanggal 6 Juni 2003 jam 23:33 UT. Pada plot jarak bintik terhadap acuannya ini terdapat beberapa data yang kosong, sehingga pergerakan bintik tidak lengkap. Akan tetapi dari trend (kecenderungan) yang diperoleh, bintik yang terletak di sebelah kiri (sebelah Timur) bintik acuan bergerak ke arah kiri (timur), sedangkan bintik yang terletak di sebelah kanan (Barat)nya tampak bergerak ke arah kanan (Barat) atau setiap bintik tampak menjauhi bintik acuannya. Kecepatan bintik-bintik pada arah ini berkisar antara 0-0.201 km/detik terhadap acuannya. Akibatnya luas grup makin besar. Bertambahnya luas grup ini bisa disebabkan karena pergerakan fluks magnetik yang bergerak ke atas (naik), sehingga jarak antara bintik makin besar, bisa juga sebagai akibat dari rotasi diferensial matahari yang menyebabkan bintik yang terletak lebih dekat ke ekuator bergerak lebih cepat dari pada bintik yang lebih jauh dari ekuator matahari. Sedangkan untuk arah Y (latitudinal) tidak terlihat perubahan jarak yang berarti dari masing-masing bintik terhadap acuannya. Kecepatan terhadap bintik acuannya antara 0-0.068 km/detik. 3.2 Pergerakan Bintik Matahari di NOAA 0375 pada tanggal 10-12 Juni 2003 Pergerakan bintik matahari mulai tanggal 10 Juni dihitung dengan acuan bintik no. 1 (Gambar 3-3), dcmikian juga dengan penomoran binuknya. Sedangkan hasil pengukurannya ditunjukkan pada Gambar 3-4 dan 3-5. Pada rentang waktu ini ada beberapa flare besar yang muncul, diantaranya 2 flare kelas X, yaitu X1.7 pada tanggal 10 Juni 2003 jam 21:31 UT dan X1.6 pada tanggal 11 Juni 2003 jam 20:01 UT. Selain dua flare klas X ini ada banyak flare kelas M yang muncul (Tabel 2-1) 7

Gambar 3-2: Pergerakan bintik-bintik matahari dalam daerah aktif NOAA 0375 pada tanggal 3-8 Juni 2003 pada arah y (arah lintang matahari). Pergerakan dihitung relatif terhadap bintik no 1 8

Gambar 3-4: Pergerakan bintik-bintik matahari dalam daerah aktif NOAA 0375 pada tanggal 10-12 Juni 2003 pada arah x (arah bujur matahari). Pergerakan dihitung relatif terhadap bintik no 1 9

Gambar 3-5: Pergerakan bintik-bintik matahari dalam daerah aktif NOAA 0375 pada tanggal 10-12 Juni 2003 pada arah y (arah lintang matahari). Pergerakan dihitung relatif terhadap bintik no 1 Pada Gambar 3-4 dan 3-5 terlihat bahwa jarak antar bintik berkurang, yang ditunjukkan dengan gerak ke kanan (barat) untuk bintik-bintik yang terletak di sebelah kiri bintik acuan, dan gerak ke kiri (timur) untuk yang terletak di sebelah kanan bintik acuan. Kecepatan terhadap bintik acuannya pada arah x (longitudinal) berkisar antara 0-0.09 km/detik, dan pada arah y (latitudinal) antara 0-0.07 km/detik. Dengan demikian luas grup bintik makin mengecil. Pengurangan luas bintik ini menunjukkan bahwa daerah aktif tersebut sudah mulai meluruh. Akan tetapi ternyata pada saat meluruh ini justru muncul flare besar kelas X. 4 PEMBAHASAN Dari pergerakan bintik dari tanggal 3-8 Juni, kemudian dilanjutkan dengan tanggal 10-12 Juni 2003, terlihat adanya perbedaan yang jelas pada pergerakan bintik, terutama untuk arah longitudinal (bujur). Pada saat daerah aktif ini berkembang jarak masing-masing bintik terhadap acuannya makin besar. Selain karena akibat rotasi diferensial matahari, bisa jadi fluks magnetik yang menghubungkan bintik bipolar makin naik, sehingga bintik makin menjauh. Pada rentang waktu ini banyak flare yang dihasilkan, akan tetapi umumnya adalah flare kelas C dengan kelas terbesar adalah flare kelas M1.0. 10

Pada tanggal 10-12 Juni 2003, grup ini mulai meluruh, yang ditandai dengan pergerakan bintik yang makin mendekat terhadap acuannya (jarak terhadap acuan makin kecil), yang mengakibatkan luasnya makin kecil. Akan telapi pada saat meluruh ini juslru banyak _/Zare bcsar yang dihasilkan, yaitu sebanyak 20 flare kelas M dan 2 flare X (Tabel 2-1). Pada saat daerah aktif mencapai maksimum, fluks baru yang muncul akan menyesuaikan dengan fluks lama yang sudah ada, dan membentuk struktur magnetik yang baru. Karena garis-garis medan pada daerah ini sudah sulit untuk berubah, fluks baru ini akan terus mendesak ke atas sampai terjadinya kondisi yang lebih stabil. Apabila terjadi perubahan maka rekoneksi akan terjadi dan timbullah flare. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya flare yang cukup besar pada saat daerah aktif mulai meluruh. 5 KESIMPULAN Daerah aktif NOAA 0375 merupakan daerah yang sangat aktif, yang melontarkan banyak sekali flare selama kurun waktu penampakannya di piringan matahari. Pergerakan bintik di daerah aktif NOAA 0375 menunjukkan bahwa luas bintik dapat berkembang (makin luas) dan pada saat tertentu setelah mencapai maksimum, luasnya akan berkurang. Flare-flare yang dilontarkannya bervariasi dari kelas B sampai dengan X. Pada saat perkembangannya, lebih banyak flare kelas C yang dilontarkan, sedangkan pada saat peluruhannyajustru kelas flare yang kuat lebih banyak dihasilkan. Dari karakteristik daerah ini diketahui bahwa flare yang besar dilontarkan pada saat daerah aktif (grup sunspotj mulai meluruh, bukan pada saat perkembangannya. Pada saat maksimum fluks yang baru akan terus mendesak garis-garis medan magnetik yang telah terbentuk sebelumnya sehingga diperoleh keadaan yang lebih stabil. Proses ini akan mengakibatkan terjadinya rekoneksi sehingga keadaan ini mungkin yang mengakibatkan munculnya flare-flare yang besar pada saat daerah aktif mulai meluruh. DAFTAR RUJUKAN Chen, J., Wang, H., Zirin, H Ai, G., 1994. Solar Phys. 154, 261. Fontenla, J. M., Ambastha, A., Kalman, B., Csepura, G., 1995. Astrophys. J., 440, 894. Kurokawa, H-, 1987. Solar Phys. 113, 259. Schmieder, B., Aulanier, G., Demoulin, P., van-driel Gesztelyi, L., Roudier, T., Nitta, N., Cauzzi G., 1997. Astron & Astrophys. 325, 1213. Transition Region and Coronal Explorer, http:/ / vestiae.lmsalcom/trace/. Zirin, H., Tanaka, K., 1973. Solar Phys. 32, 173. 11