5 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

TINGKAH LAKU LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BULELENG BALI. Stany Rachel Siahainenia *)

JENIS DAN DISTRIBUSI LUMBA - LUMBA DI PERAIRAN TELUK KILUAN LAMPUNG OLEH : STANY R. SIAHAINENIA *) dan ISNANIAH **)

KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

4 METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kondisi umum lokasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN TINGKAH LAKU, DISTRIBUSI DAN KARAKTER SUARA LUMBA-LUMBA DI PERAIRAN PANTAI LOVINA BALI DAN TELUK KILUAN LAMPUNG STANY RACHEL SIAHAINENIA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.4

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 05 April 2016 s/d 09 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 05 April 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 Juli 2016 s/d 18 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 14 Juli 2016

DISTRIBUSI LUMBA-LUMBA DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA CHIKARISTA IRFANGI

Killer Whale (Paus Pembunuh) Intan Aghniya Safitri Irani Maya Safira

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 30 Januari 2016 s/d 04 Februari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 05 September 2016 s/d 09 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 03 Februari 2016 s/d 08 Februari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

(Tursiops truncatus) Studi Awal Karakteristik Suara Siulan ( (Burst) ) pada Lumba-Lumba Hidung Botol ( Abstrak. Abstract.

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 September 2016 s/d 29 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

5 PEMBAHASAN 5.1 Proses penangkapan pada bagan rambo

4. HUBUNGAN ANTARA DISTRIBUSI KEPADATAN IKAN DAN PARAMETER OSEANOGRAFI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Diagram TS

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 Desember 2015 s/d 26 Desember 2015 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 22 Januari 2017 s/d 26 Januari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

SEBARAN DAN TINGKAH LAKU Cetacea DI PERAIRAN SEKITAR TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR ADITYO SETIAWAN SKRIPSI

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 10 September 2016 s/d 14 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 07 Oktober 2016 s/d 11 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 26 Januari 2017 s/d 30 Januari 2017 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Desember 2016 s/d 17 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 April 2016 s/d 22 April 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 18 April 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 29 Desember 2015 s/d 03 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

INVENTARISASI Cetacea DI PERAIRAN TAMAN NASIONAL KOMODO, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 08 Maret 2016 s/d 13 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 08 Maret 2016

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Juli 2016 s/d 29 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 25 Juli 2016

5. HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Spasial dan Temporal Upaya Penangkapan Udang

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 09 Juli 2016 s/d 13 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 09 Juli 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 29 Februari 2016 s/d 05 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Bahasa Indonesia version of: A Handbook for the Identification of Yellowfin and Bigeye Tunas in Fresh Condition

KEBERADAAN LUMBA-LUMBA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONDISI HABITAT DI PERAIRAN PULAU KARANG CONGKAK, KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

I. INFORMASI METEOROLOGI

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 31 Juli 2016 s/d 04 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 31 Juli 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 17 Desember 2016 s/d 21 Desember 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

1. PENDAHULUAN Latar belakang

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 13 Agustus 2016 s/d 17 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 27 Oktober 2016 s/d 31 Oktober 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 26 Januari 2016 s/d 31 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Pegunungan-Pegunungan di Indonesia : Pegunungan Jaya Wijaya di Irian Jaya. Pegunungan Bukit Barisan di Sumatra. Dataran tinggi di Indonesia :

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 11 November 2016 s/d 15 November 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 Agustus 2016 s/d 25 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 7 HARI KEDEPAN

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

Transkripsi:

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil pengamatan lumba-lumba Hasil pengamatan lumba-lumba ditunjukkan dalam Tabel 9. Dari pengamatan lumba-lumba di dua lokasi, total waktu yang dibutuhkan per hari adalah ± 6 jam untuk pengamatan di Perairan Pantai Lovina dan ± 8 jam untuk pengamatan di Perairan Teluk Kiluan. Jumlah pemunculan lumba-lumba selama pengamatan di Perairan Pantai Lovina sebanyak 967 individu dan Perairan Teluk Kiluan sebanyak 541 individu. Tabel 9 Hasil pengamatan lumba-lumba. Jumlah Variabel Pantai Lovina Teluk Kiluan Jumlah pengamatan 5 5 Total waktu pengamatan per hari ± 6 jam ± 8 jam Jumlah pemunculan yang teramati 967 individu 541 individu Spesies teridentifikasi 3 spesies 2 spesies Sumber : Data primer (27) Terdapat 3 (tiga) jenis spesies yang teridentifikasi selama pengamatan (Tabel 1). Perairan Pantai Lovina teridentifikasi antara lain Spinner dolphin (Stenella longirostris), Spotted dolphin (Stenella attenuata) dan Bottlenose dolphin (Tursiop truncatus). Perairan Teluk Kiluan teridentifikasi 2 (dua) jenis spesies antara lain Spinner dolphin (Stenella longirostris) dan Bottlenose dolphin (Tursiop truncatus). Tabel 1 Spesies lumba-lumba teramati selama pengamatan. Jenis lumba-lumba Jumlah (individu) Pantai Lovina Teluk Kiluan Spinner dolphin (Stenella longirostris) 828 541 Spotted dolphin (Stenella attenuata) 12 - Bottlenose dolphin (Tursiop truncatus) 37 341 Jumlah 967 882 Sumber : Data primer (27)

42 Spotted Dolphin tidak dijumpai di Perairan Teluk Kiluan karena diduga Perairan Teluk Kiluan merupakan perairan samudera yang curam dan terbuka serta dipengaruhi oleh Perairan Samudera Hindia. Menurut Pariwono (1999), kecuraman pantai di bagian barat Lampung mempunyai gradasi dari yang curam di bagian utaranya hingga yang berkurang kecuramannya di bagian selatan. Baird et al.(21) menyatakan bahwa Spotted dolphin jarang melakukan pergerakan ke perairan yang lebih dalam dan tidak sering melakukan pergerakan lebih dari 1 m atau melakukan pergerakan yang lebih jauh antara pulau. Spotted dolphin diidentifikasi berdasarkan bentuk tubuhnya yang lebih ramping dan steamlined. Sirip punggung yang sempit, berbentuk sabit dan runcing ujungnya. Ciri lainnya adalah memiliki bintik-bintik pada bagian punggung. Dijumpai di antara perairan pantai dan pantai kontinental. Di perairan Pantai Lovina, Spooted dolphin ditemukan pada jarak ratarata 2,5 km hingga 3 km dari garis pantai.di kepulauan Hawaii, Spotted dolphin sering dijumpai pada kedalaman kurang dari 2 meter dan melakukan pergerakan sekitar 4 km selama 4 hari. Spinner dolphin diidentifikasi dengan ciri-cirinya yang sering melakukan gerakan aerials, yakni melakukan lompatan sangat tinggi, salto, berbalik dan berputar di udara. Memiliki paruh yang panjang dan ramping, sirip dorsal yang tegak, tubuhnya yang panjang dan ramping, dahi yang landai serta ekornya yang panjang dan lancip. Spinner dolphin merupakan salah satu dari kelas Delphinidae yang sering dijadikan bahan penelitian di Hawaii (Silva et al. 27). Menurut Carwardine (1995), Spinner dolphin memiliki 3 (tiga) pola warna antara lain abu-abu terang pada bagian samping dan putih (abu-abu putih) pada bagian perut. Sering dijumpai dalam kelompok yang besar antara 5-2 ekor bahkan sampai 1 ekor (Kiefner 22). Bottlenose dolphin termasuk hewan yang tidak menyerang sehingga dapat dengan mudah dan aman untuk dinikmati atraksinya. Sangat aktif dipermukaan dan sering mengikuti gelombang yang timbulkan oleh gerakan kapal. Bottlenose dolphin sering dijumpai bersamaan dengan kapal rekreasi dan pada perikanan pantai (Costantine and Baker 1997). Identifikasi Bottlenose dolphin di perairan dapat ditandai melalui tubuhnya yang relatif pendek dengan moncong yang pendek. Sirip punggung tinggi dan berujung agak bengkok seperti sabit serta muncul dari pertengahan punggung. Selama pengamatan di Perairan Pantai Lovina dan Teluk Kiluan, Bottlenose dolphin dijumpai dalam kelompok antara 4-1 ekor.

43 Menurut Priyono (21), Bottlenose dolphin dijumpai dalam kelompok kurang dari 2 ekor. Shane et al. (1986) dalam Hansen (199), menyatakan bahwa di perairan pantai di Gulf Mexico ditemukan komposisi dan ukuran grup dari Bottlenose dolphin yang selalu berubah-ubah dalam sehari. Lumba-lumba membentuk grup yang lebih besar adalah bagian dari strategi untuk memangsa karena sumber makanan mereka yang berupa schooling ikan menyebar di perairan terbuka. Distribusi Bottlenose dolphin sebagian besar di dalam 5 m dari pantai, adakalanya berada lepas pantai dekat tebing curam di mana mangsa mungkin secara relatif lebih berlimpah-limpah ( Bearzi 23). Selama pengamatan di kedua perairan didominasi oleh Spinner dolphin, antara lain 85,62% di Perairan Pantai Lovina dan 61,33% di Teluk Kiluan (Gambar 23). Lammers et al. (21) menyatakan bahwa selama pengamatan di dekat Kalaeloa Barbers Point Harbor, setiap hari dijumpai sekitar 4 sampai 1 ekor Spinner dolphin. Spotted dolphin 11% Bottlenos e dolphin 4% Bottlenos e dolphin 39% Pantai lovina Spinner dolphin 85% Teluk Kiluan Spinner dolphin 61% Gambar 23 Jenis spesies yang ditemukan selama pengamatan. Berdasarkan hari pengamatan di Perairan pantai Lovina, hari ke-1 tidak ditemukan gerombolan lumba-lumba. Hal ini terjadi bersamaan dengan kondisi perairan yang berombak (Skala 4). Menurut Lammers et al. (21), keberadaan Spinner dolphin di dekat Kahe Point Hawaii yang merupakan pintu masuk pelabuhan, hanya bersifat sementara karena kondisi perairan yang keruh dan angin yang bertiup kencang, sehingga tidak memungkinkan untuk berisirahat dan mencari makan. Keberadaan lumba-lumba selama pengamatan di Perairan Pantai Lovina lebih banyak di pagi hari pada pukul 7.-11. WITA (Gambar 24). Lumba-lumba membentuk kelompok yang lebih besar menjelang siang hari. Menurut Lammers

44 (24), frekuensi perjumpaan dengan Spinner dolphin di perairan Waianae,Oahu terjadi pada pagi hari pukul 7.-9.59. 35 3 jumlah individu 25 2 15 1 5 6.-7, 7.-8. 8.-9. 9.-1. 1.-11. waktu pengamatan (WITA) Stenella longirostis Stenella attenuata Tursiop truncatus Gambar 24 Pemunculan lumba-lumba berdasarkan waktu pengamatan di Perairan Pantai Lovina Menurut Perrin and Gilpatrick (1994), Spinner dolphin (Stenella longirostris) merupakan spesies kosmopolitan yang distribusinya tersebar luas pada laut tropis dan subtropis di dunia. Spinner dolphin banyak terdapat di laut lepas dan juga di perairan pantai. Pada wilayah Eastern Tropical Pasific sering dijumpai pada perairan dangkal (Reilly 199 dalam Lammers 24). Perjumpaan dengan Spinner dolphin lebih banyak terjadi pada pagi hari dibandingkan pada sore hari (Lammers et al. 21). Kemunculan lumba-lumba tertinggi selama pengamatan terjadi pada hari ke- 3 sebanyak 41,47% terdiri atas Spinner dolphin 36,3%, Spotted dolphin 4,24% dan Bottlenose dolphin,93% (Gambar 25). 4 Jumlah Pemunculan Lumba-Lumba (individu) 35 3 25 2 15 1 5 1 2 3 4 5 Hari Pengamatan Spinner dolphin Spotted dolphin Bottlenose dolphin Gambar 25 Jumlah pemunculan lumba-lumba yang teramati di Perairan Pantai Lovina.

45 Keberadaan lumba-lumba selama pengamatan di Perairan Teluk Kiluan lebih banyak di pagi hari antara pukul 9.-11. WITA (Gambar 26). 3 25 jumlah individu 2 15 1 5 6.-7, 7.-8. 8.-9. 9.-1. 1.-11. waktu pengamatan (WIB) Stenella longirostis Tursiop truncatus Gambar 26 Pemunculan lumba-lumba berdasarkan waktu pengamatan di Perairan Teluk Kiluan. Kemunculan lumba-lumba tertinggi selama pengamatan di Perairan Teluk Kiluan terjadi pada hari ke-4 sebanyak 32,2 %, terdiri atas Spinner dolphin 14,74% dan Bottlenose dolphin 17,46% (Gambar 27). Pada hari ke-3 tidak ditemukan gerombolan lumba-lumba bersamaan dengan keadaan alam yang turun hujan dan kondisi perairan yang berombak (Skala 4). 25 Jumlah Pemunculan Lumba-Lumba (individu) 2 15 1 5 1 2 3 4 5 Hari Pengamatan Spinner dolphin Bottlenose dolphin Gambar 27 Jumlah pemunculan lumba-lumba yang teramati di Perairan Teluk Kiluan. Selama pengamatan berlangsung pada kedua lokasi, terlihat adanya fenomena lainnya seperti kemunculan lumba-lumba disertai dengan ditemukannya schooling ikan tongkol yang berlompatan di permukaan laut. Diduga keberadaan lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina dan Teluk Kiluan berhubungan dengan

46 mencari makan. Kondisi suhu pada saat pengamatan adalah berkisar antara 28,- 29, C dan kisaran salinitas 33-34. Menurut Bruyns (1971), lumba-lumba hidup pada suhu 24 C-3 C dan pada umumnya hidup di laut atau di samudera namun kadang hidup di daerah pantai. Scoot and Chivers (199) menyatakan bahwa Spinner dolphin dan Spotted dolphin menetap pada perairan tropis dengan suhu lebih dari 25 C dan salinitas kurang dari 34. Lammers (21) menyatakan bahwa keberadaan Bottlenose dolphin di perairan Kahe Point Hawaii diduga untuk mencari makan. Hasil pengamatan dari Perrin et al.(1973); Robertson and Chivers (1997); Scoot and Cattanach (1998) dalam Baird et al. (21) tentang kebiasaan makan Spotted dolphin pada Eastern Tropical Pasific menyatakan bahwa Spotted dolphin mempunyai kebiasaan memakan spesies epipelagis pada malam hari dan spesies mesopelagis yang berada di permukaan laut menjelang pagi hari. Cockcroft and Ross (1986) mengemukakan bahwa lumba-lumba hidung botol di perairan Natal, Afrika Selatan memakan berbagai jenis ikan pelagis, cepalopoda, dan beberapa jenis ikan laut dalam. Scott and Chiver (199) menyatakan bahwa Bottlenose dolphin adalah jenis lumba-lumba yang memiliki strategi dalam mencari makan. Menurut Shane (199), lumba-lumba di bagian Afrika Utara dan Texas mencari makan pada pagi hari dan sore hari. Silva et al. (27) menemukan bahwa Spinner dolphin sering bermain pada daerah yang memiliki banyak ketersediaan makanan pada perairan Fernando de Noronha yang terdiri atas cumi-cumi, ikan dan udang. Menurut Barros and Odell (199) dari 76 lumba-lumba yang diteliti di Southeastern United States, 75 ekor memakan ikan, 28 ekor ada yang memakan cephalopoda dan 11 ekor yang memakan udang. 5.2 Tingkah laku lumba-lumba di permukaan air Kebiasaan lumba-lumba adalah sering melakukan berbagai macam gerakan dan tingkah laku yang berhubungan dengan kehidupannya. Tingkah laku yang sering dilakukan oleh lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina adalah melakukan travelling atau membentuk kelompok dalam kegiatan mencari mangsa dan pergerakan untuk migrasi. Gerakan lain yang teramati adalah aerials yang merupakan gerakan salto, berputar dan berbalik sebelum masuk ke dalam air. Perilaku lainnya seperti bowriding dan feeding juga sering terlihat selama pengamatan. Bowriding adalah tingkah laku lumba-lumba yang berenang mengikuti

47 kapal, sedangkan feeding merupakan kegiatan yang dilakukan ketika sedang mencari makan. Kegiatan feeding biasa ditandai dengan adanya schooling ikan pelagis di dekat keberadaan lumba-lumba (Gambar 28). (a) (b) (c) (d) Gambar 28 Tingkah laku travelling (a), aerials (b), feeding (c), bowriding (d) di Perairan Pantai Lovina. Gerakan travelling adalah gerakan yang sering dilakukan oleh lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina sebanyak 59%, diikuti dengan gerakan aerials dan feeding sebanyak 17% dan bowriding sebanyak 7% (Gambar 29). Tingkah laku yang sering dilakukan oleh lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan adalah melakukan travelling, aerials, feeding dan bowriding (Gambar 3). Shane (199) menyatakan bahwa tingkah laku lumba-lumba yang di permukaan air yang sering dilakukan adalah untuk tujuan sosial dan komunikasi antar sesama lumba-lumba serta untuk mencari makan.

48 17% 7% 17% travelling aerials feeding bowride Pantai Lovina 59% Gambar 29 Gerakan lumba-lumba yang sering dilakukan di Perairan Pantai Lovina. (a) (b) (c) (d) Gambar 3 Tingkah laku travelling (a), aerials (b), feeding (c), bowriding (d) di Perairan Teluk Kiluan. Gerakan travelling adalah gerakan yang sering dilakukan oleh lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan sebanyak 69%, diikuti dengan gerakan aerials sebanyak 14 %, feeding sebanyak 11% dan bowriding sebanyak 6% (Gambar 31). Menurut Shane et al. (1986) dalam Hansen (199), struktur habitat dan akitivitas pergerakan sangat berpengaruh pada keberadaan grup lumba-lumba yang lebih besar dan kemunculan lumba-lumba di suatu perairan.

49 Bearzi (25) menyatakan bahwa tingkah laku yang sering dilakukan oleh Bottlenose dolphin di Teluk Santa Monica Bay, California adalah travelling dengan kecepatan rata-rata 4,3 km per hari. Lammers et al.(21) menyimpulkan bahwa selama sehari dari pukul 6.-17., tingkah laku yang sering dilakukan lumbalumba di Perairan Barbers Point Harbor adalah travelling dengan kecepatan normal antara 2.5 ± 13.3 m/sec. Wursig and Wursig (1979) mengemukakan bahwa kecepatan rata-rata lumba-lumba selama travelling di Perairan Argentina adalah 6.1 km/jam. 11% 6% 14% travelling aerials feeding bowride Teluk Kiluan 69% Gambar 31 Gerakan lumba-lumba yang sering dilakukan di Perairan Teluk Kiluan. Menurut Geise et al. (1999), tingkah laku aerial yang dilakukan oleh famili Delphinidae pada Cananeia Estuary Brazil terjadi setiap hari dengan frekuensi terbanyak terjadi pada sore hari sampai pukul 6. sebanyak 62,3% dan pada pagi hari sampai pukul 12. sebanyak 37,7%. Menurut Lammers et al. (21), tingkah laku aerials sedikit ditemukan pada pagi hari dibandingkan sore hari. Carwadine (1995) menjelaskan bahwa bowriding adalah aktivitas berenang yang dilakukan lumba-lumba mengikuti gerakan ombak yang terjadi akibat gerakan kapal dan mengikuti kapal tersebut. Aktivitas ini merupakan salah satu bentuk permainan yang dilakukan oleh lumba-lumba. 5.3. Distribusi lumba-lumba 5.3.1 Perairan Pantai Lovina Gambar 32 menunjukkan distribusi lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina. Setiap pemunculan diawali oleh kelompok Spinner dolphin. Distribusi lumba-lumba tersebar di setiap pengamatan dengan jumlah dan frekuensi kemunculan yang berbeda. Distribusi dengan jumlah terbanyak ditemukan pada pengamatan hari ke-3

5 dan paling sedikit adalah pada hari ke-2. Pergerakan kelompok lumba-lumba memperlihatkan keberaturan waktu pergerakan, seperti dalam formasi baris. Gambar 32 Pergerakan lumba-lumba selama pengamatan lapangan di Perairan Pantai Lovina. Pergerakan lumba-lumba selama pengamatan berada pada kisaran kedalaman antara 1-65 meter dan mengikuti garis pantai. Selama pengamatan diperoleh hasil bahwa di Perairan Pantai Lovina, kelompok lumba-lumba datang dari arah Timur Laut dan bergerak ke arah Barat Daya. Hal tersebut dibuktikan dengan bertambahnya nilai Bujur Timur dan diikuti dengan bertambahnya nilai Lintang Selatan. Diduga pergerakan lumba-lumba dari arah Timur Laut menuju Barat Daya adalah untuk mencari makanan dengan Perairan Pantai Seririt sebagai tujuan migrasinya. Berdasarkan pengamatan, pergerakan lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina merupakan migrasi untuk mencari makanan. Hal ini dibuktikan dari fenomena bahwa kelompok lumba-lumba ditemukan dilokasi dimana terdapat burung-burung laut yang sedang mencari ikan. Dugaan ini diperkuat dengan dijumpai jenis ikan teri (Stolephorus spp) di Perairan Desa Seririt. Pada saat sinar matahari mencapai maksimum, kelompok lumba-lumba akan kembali ke perairan yang lebih dalam. Dalam hal ini lumba-lumba mendatangi perairan di sekitar Perairan Pantai Lovina adalah mengikuti pergerakan mangsanya. Hansen (199), menyatakan bahwa lumba-lumba membentuk kelompok besar merupakan strategi mempermudah perolehan makanan terutama untuk mendapatkan schooling ikan target.

51 5.3.2 Perairan Teluk Kiluan Gambar 33 menunjukkan distribusi lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan. Gambar 33 Pergerakan lumba-lumba selama pengamatan lapangan di Perairan Teluk Kiluan. Pergerakan lumba-lumba selama pengamatan berada pada kisaran kedalaman antara 1-8 meter dan menjauhi pantai. Banyak ditemukan pada kedalaman 6 meter. Hal ini berbeda dengan distribusi lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina. Diduga keberadaan lumba-lumba yang menjauhi pesisir pantai karena kondisi perairan yang berhadapan dengan perairan samudera yang terbuka dan curam. Berdasarkan letaknya kondisi Perairan Teluk Kiluan lebih dipengaruhi oleh Perairan Samudera Hindia. Menurut Pariwono (1999), Pantai barat Lampung memanjang dari arah baratlaut ke tenggara, membentuk garis pantai yang relatif lurus. Kondisi pantai di bagian barat Lampung, seperti halnya pantai-pantai yang berhadapan dengan perairan samudera yang terbuka, adalah curam. Kecuraman pantai di bagian barat Lampung mempunyai gradasi dari yang curam di bagian utaranya hingga yang berkurang kecuramannya di bagian selatan. Garis isobath 2 m di bagian baratlaut. Pantai Barat Lampung berjarak 1 km dari garis pantai. Jarak tersebut makin melebar menuju ke arah tenggara hingga sejauh 6 km di ujung selatan Pantai barat Lampung. Kondisi yang serupa terjadi untuk garis isobath 2 m (sebagai ciri batas landas/paparan benua). Kedalaman rata-rata perairan di Teluk Semangka adalah sekitar 6 m. Akan tetapi pada jarak sekitar 15 km dari kepala teluk, kedalaman sudah mencapai 2 m. Kedalaman perairan makin besar dengan menuju ke arah

52 selatan, kondisi ini mencirikan bahwa perairan Teluk di bagian barat Lampung lebih dipengaruhi oleh Perairan Samudera Hindia. Distribusi lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan selama pengamatan belum dapat dipastikan keberaturan pola pergerakannya. Hal ini diduga karena disamping faktor oseanografi, lumba-lumba di perairan ini juga diburu oleh nelayan-nelayan lokal, berbeda dengan lumba-lumba yang berada di Perairan Pantai Lovina. Bearzi (25) menyatakan bahwa distribusi dari Bottlenose dolphin di Teluk Santa Monica California sebagian besar berada 5 m dari pantai. Hal ini disebabkan oleh perbedaan batimetri dan oseanografi antara pantai dan lepas pantai. Berbeda dengan kondisi pada California Utara dimana Bottlenose dolphin banyak dijumpai pada 1 km dari pantai dengan kedalaman 1 dan 3 meter namun memiliki perbedaan yang menyolok antara pantai dan lepas pantai. Kenney (199) mengatakan bahwa Bottlenose dolphin bisa beradaptasi di perairan yang berbeda dengan habitatnya dan bisa berasosiasi dengan komunitas cetacea lainnya. Menurut Lammers et al. (21), estimasi keberadaan Spinner dolphin pada Kalaeloa Barbers Point Harbor setiap hari berjumlah 29 ekor, Spotted dolphin 2 ekor dan Bottlenose dolphin 1 ekor dan berada pada jarak 4 km dari jalur masuk pelabuhan. Menurut Rudolph et al. (1997), Bottlenose dolphin menyebar antara lain di Laut Jawa, Lamalera, Selat Malaka, Kepulauan Riau, sebelah timur Pulau Bangka dan Selat Sunda. Spinner dolphin menyebar di Laut Timor, Lembata, Laut Jawa, Selat Malaka, Laut Seram, Laut Flores, Laut Banda, Selat Sunda, Laut Sulawesi, pesisir utara Papua, Pulau Alor, Selat Sumba dan Perairan sekitar Taman Nasional Komodo. Spotted dolphin menyebar di Laut Banda, Selat Haruku, Laut Sawu dan Lamalera. 5.4 Distribusi lumba-lumba berdasarkan waktu pertemuan 5.4.1 Perairan Pantai Lovina Distribusi lumba-lumba berdasarkan waktu pertemuan ditunjukkan dalam Gambar 34.

53 Gambar 34 Distribusi lumba-lumba berdasarkan waktu pengamatan di Perairan Pantai Lovina. Pola distribusi yang dilakukan lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina menunjukkan suatu keteraturan waktu pergerakan seperti formasi baris. Pergerakan lumba-lumba yang teratur diduga ada pemimpinnya saat lumba-lumba berenang menuju tempat tertentu. Umumnya dipimpin oleh lumba-lumba yang berukuran besar sementara lumba-lumba yang kecil berada ditengah. Pola pergerakan berkelompok seperti ini adalah sebagai adaptasi terhadap ancaman predator. Berdasarkan waktu pengamatan, kelompok lumba-lumba bergerak ke arah Barat Daya menyusuri Perairan Buleleng dengan jarak rata-rata 2,5 hingga 3 km dari garis pantai. Kecepatan renang rata-rata kelompok lumba-lumba adalah 6,5 km. menjelang siang hari sekitar pukul 1. WITA, lumba-lumba sudah membentuk kelompok yang besar dan melakukan travelling ke arah Perairan Pantai Desa Seririt. Menjelang siang pukul 12. WITA lumba-lumba cenderung berada di bawah permukaan air. 5.4.2 Perairan Teluk Kiluan Distribusi lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan ditunjukkan dalam Gambar 35.

54 Gambar 35 Distribusi lumba-lumba di Perairan berdasarkan waktu pengamatan di Perairan Teluk Kiluan. Pola distribusi lumba-lumba di Perairan Teluk Kiluan tidak membentuk suatu keteraturan seperti halnya dengan pola pergerakan lumba-lumba di Perairan Pantai Lovina. Dari hasil pengamatan tidak dapat diketahui pasti darimana lumba-lumba tersebut datang. Hal ini diduga karena faktor kondisi lingkungan perairan yang berhadapan dengan perairan samudera yang terbuka dan curam. Selama pengamatan bisa disimpulkan bahwa lumba-lumba berada di sekitar Perairan Teluk melakukan travelling untuk mencari makan. Hal ini ditandai dengan keberadaan lumba-lumba di suatu lokasi yang bersamaan dengan burung-burung laut dan schooling ikan pelagis. 5.5 Karakter suara lumba-lumba 5.5.1 Tipe suara lumba-lumba Di Perairan Pantai Lovina, terdapat 7 (tujuh) potong suara pada file suara (Gambar 36). Pada saat hydrophone diturunkan terdapat asosiasi Spinner dolphin dan Spotted dolphin yang terbagi dalam beberapa schooling.

55 Gambar 36 Lokasi perekaman suara lumba-lumba. 5.5.1.1 Potongan suara B1 Potongan suara B1 merupakan suara Spotted dolphin pada posisi 8 3 5,4 LS dan 114 58 47, BT. Potongan suara B1 berdurasi,85 detik, dengan intensitas rata-rata adalah 56,52 db dimana intensitas tertinggi adalah 71,83 db terjadi pada frekuensi 12 khz (Gambar 37). Kecepatan rambat suara di air adalah 15 m/s, sehingga diketahui panjang gelombang dari potongan suara B1 adalah,125 m. 5.5.1.2 Potongan suara B2 Potongan suara B2 diperoleh dari suara Spinner dolphin pada posisi 8 3 3,4 LS dan 114 58 16,4 BT dengan durasi 1,35 detik. Intensitas rata-rata adalah 52,49 db dimana intensitas tertinggi adalah 98,35 db terjadi pada frekuensi 6 khz (Gambar 38). Panjang gelombang suara B2 adalah,25 m.

56 8 Intensitas Suara B1 (db) 6 4 2 1 5 Durasi (Detik).5 1 1.5 Frekuensi (Hz) 2 x 1 4 2.5 Gambar 37 Potongan suara B1. 1 Intensitas Suara B2 (db) 8 6 4 2 3 2 Durasi (Detik) 1.5 1 1.5 Frekuensi (Hz) 2 x 1 4 2.5 Gambar 38 Potongan suara B2. 5.5.1.3 Potongan suara B3 Potongan suara B3 merupakan suara Spotted dolphin pada posisi 8 8 2,6 LS dan 115 1 2,8 BT dengan durasi,75 detik. Intensitas rata-rata adalah 56,28 db dimana intensitas tertinggi adalah 76,57 db terjadi pada frekuensi 19 khz (Gambar 39). Panjang gelombang suara B3 adalah,9 m.

57 5.5.1.4 Potongan suara B4 Potongan suara B4 merupakan suara Spinner dolphin pada posisi 8 8 2,6 LS dan 115 1 2,8 BT berdurasi,8 detik, dengan intensitas rata-rata adalah 54,53 db dimana intensitas tertinggi adalah 71,26 db terjadi pada frekuensi 19 khz yang diikuti dengan puncak dengan intensitas yang lebih kecil sebesar 29,36 db pada frekuensi 22. Hz pada durasi 8 ms (Gambar 4). Panjang gelombang yang dimiliki oleh suara B4 adalah,9 m dan,7 m. 8 Intensitas Suara B3 (db) 6 4 2 3 2 Durasi (Detik) 1.5 1 1.5 Frekuensi (Hz) 2 2.5 x 1 4 Gambar 39 Potongan suara B3. 8 Intensitas Suara B4 (db) 7 6 5 4 3 2 1 5 Durasi (Detik).5 1 1.5 Frekuensi (Hz) 2 x 1 4 2.5 Gambar 4 Potongan suara B4.

58 5.5.1.5 Potongan suara B5 Potongan suara B5 adalah potongan suara Spinner dolphin pada posisi 8 9 54,5 LS dan 114 53 18,2 BT berdurasi,65 detik, dengan intensitas rata-rata adalah 48,36 db dimana intensitas tertinggi adalah 67,44 db terjadi pada frekuensi 13 khz dengan durasi,25 detik dan diikuti dengan puncak yang lebih kecil pada frekuensi 22 khz sebesar 29,27 db di durasi,4 detik (Gambar 41). Panjang gelombang suara B5 adalah,11m dan,7 m. 7 Intensitas Suara B5 (db) 6 5 4 3 2 8 6 4 Durasi (Detik) 2.5 1 1.5 Frekuensi (Hz) 2 x 1 4 2.5 Gambar 41 Potongan suara B5. 5.5.1.6 Potongan suara B6 Potongan suara B6 adalah potongan suara Spinner dolphin pada posisi 8 6 41,3 LS dan 115 55 21,7 BT berdurasi,45 detik, dengan intensitas rata-rata adalah 23,28 db dimana intensitas tertinggi adalah 8,25 db terjadi pada frekuensi 16 khz dengan (Gambar 42). Panjang gelombang dari potongan suara B6 adalah,9 m. 5.5.1.7 Potongan suara B7 Potongan suara B7 merupakan potongan suara Spotted dolphin pada posisi 8 8 34, LS dan 115 18 29,6 BT berdurasi,65 detik dengan intensitas rata-rata adalah 5,22 db. Intensitas tertinggi adalah 68,69 db terjadi pada frekuensi 9 khz dengan durasi,55 detik dan diikuti dengan puncak yang lebih kecil sebesar 29,87 db terjadi pada frekuensi 22 khz dengan durasi,55 detik (Gambar 43). Panjang gelombang dari potongan suara B7 adalah sebesar,16 m dan,7 m.

59 Berdasarkan nilai frekuensi yang tidak lebih dari 25 khz dapat dinyatakan bahwa tipe suara yang berhasil direkam di perairan Pantai Lovina Buleleng menunjukkan bahwa suara yang terekam bukan merupakan tipe suara click yang digunakan untuk echolocation. Suara dengan deskripsi potongan B1 sampai B7 adalah tipe suara whistles yang sering digunakan untuk komunikasi. Beberapa potongan suara terkonsentrasi pada kedalaman kurang dari 6 meter. 1 Intensitas Suara B6 (db) 8 6 4 2 6 4 Durasi (Detik) 2.5 1 1.5 Frekuensi (Hz) 2 x 1 4 2.5 Gambar 42 Potongan suara B6. 7 Intensitas Suara B7 (db) 6 5 4 3 2 8 6 4 Durasi (Detik) 2.5 1 1.5 Frekuensi (Hz) 2 x 1 4 2.5 Gambar 43 Potongan suara B7.

6 Menurut Caldwell et al. (199), frekuensi rendah dari jenis whistles berkisar adalah 1-8 khz sedangkan frekuensi tinggi berkisar antara 9-24 khz. Potongan suara B1, B3, B4 dan B6 merupakan jenis suara whistles dengan frekuensi tinggi antara 8-24 khz. Potongan suara B2 adalah jenis whistles dengan frekuensi rendah 6 khz. Potongan suara B5 memiliki dua puncak dengan frekuensi pertama 13 khz diikuti dengan frekuensi kedua 22 khz sehingga dapat digolongkan jenis suara whistles dengan frekuensi tinggi. Potongan suara B7 memiliki dua puncak namun dengan frekuensi yang berbeda. Frekuensi pertama merupakan jenis suara whistles dengan frekuensi rendah (9 khz) kemudian diikuti dengan frekuensi tinggi (22 khz). Nachtigall et al. (2) yang menyatakan bahwa tipe suara whistles pada Spinner dolphin dan Spotted dolphin berada pada kisaran 1-21 khz. Tipe suara whistles pada lumba-lumba berada pada kisaran 4-15 khz (Dreher 1961 dalam Caldwell et al. 199), 5-16 khz (Dreher and Evans 1964 dalam Caldwell et al. 199), 4-2 khz (Evans and Prescott 1962 dalam Caldwell et al.199), 2-3 khz (Evans 1973), 5-15 khz (Herman and Tavolga 198 dalam Caldwell et al.199). Leatherwood and Reeves (199) mengatakan bahwa whistle like squeal pada lumba-lumba hidung botol bukan digunakan untuk echolocation tetapi dihasilkan dalam konteks komunikasi sosial. Lumba-lumba mengeluarkan whistles ketika terpisah dari induk, anak atau anggota kelompoknya. Evans (1987) mengatakan bahwa lumba-lumba hidung botol menghasilkan yelps terpulsa selama bercumbu, hal ini diduga sebagai komunikasi untuk tahapan selanjutnya. Suara lumba-lumba yang terekam di Perairan Pantai Lovina adalah tipe whistles karena durasi suara yang dihasilkan memiliki panjang,25-1,35 detik. Evans (1973) menyatakan bahwa durasi suara whistles tidak lebih dari 3 detik,,25-3 detik (Dreher 1961 dalam Caldwell et al. 199),,1-3,6 detik (Evans and Prescott 1962 dalam Caldwell et al.199). Lumba-lumba mengeluarkan jenis suara whistles karena dalam kondisi stress (Caldwell and Caldwell 199) 5.5.2 Tipe suara dan tingkah laku lumba-lumba Tingkah laku yang di lakukan oleh lumba-lumba saat dilakukan perekaman suara berbeda-beda tiap stasiunnya (Gambar 44). Pada stasiun B1 dan B6, lumbalumba melakukan gerakan travelling dan menunjukkan gerakan feeding yang ditandai dengan munculnya schooling ikan pelagis di sekitar gerakan lumba-lumba. Di stasiun B2, B5, dan B7 lumba-lumba melakukan beberapa kali gerakan aerials adalah dengan tujuan untuk siap-siap memangsa ikan target yang telah dilingkari

61 oleh gerombolan lumba-lumba di dalam perairan. Sementara di stasiun B3 dan B4, lumba-lumba terlihat sedang melakukan travelling dengan tujuan untuk mencari ikan target. Menurut Shane (199) salah satu cara makan dari lumba-lumba adalah Horizontal circle feeding dimana lumba-lumba sering berenang membentuk lingkaran hanya di bawah permukaan dengan dua cara. Pertama, lumba-lumba berenang cepat di sisi lingkaran dengan tubuh membongkok ke depan, lebih seperti kucing mengejar ekornya. Kedua, lumba-lumba berada pada posisi yang hampir vertikal di kolom perairan dengan kepala ke atas, kemudian lumba-lumba itu akan memutar kepalanya atau sangat jarang seluruh tubuhnya akan berputar 36 derajat membentuk busur sehingga satu atau beberapa ikan kecil akan lari ke lingkaran dipinggir mulut lumba-lumba dibawah permukaan. Lopez (26) mengemukakan bahwa teknik yang paling sering dilakukan oleh lumba-lumba dalam mencari makan adalah membuat sangkar lingkaran yang terdiri atas satu atau beberapa lumba-lumba yang berenang dan mengepung ikan target (32,6% dari pengamatan yang di dalam air; 58 pertemuan). Teknik ini terdiri atas dua kategori antara lain (1) kerjasama bersama kelompok lumba-lumba lainnya dan (2) individu sesama jenis. Dalam pergerakannya di perairan Pantai Lovina, lumba-lumba pada saat melakukan travelling dan feeding akan mengeluarkan suara whistles dengan frekuensi tinggi. Hal ini dibuktikan pada stasiun B1 (12 khz), B3 (19 khz), B4 (19 khz) dan B6 (16 khz). Sedangkan pada saat melakukan lompatan (aerials), lumbalumba mengeluarkan suara whistles dengan frekuensi rendah. Ini terjadi pada stasiun B2 (6 khz) dan B7 (9 khz). Hubungan antara tipe suara yang dihasilkan dengan tingkah laku selama pergerakan adalah bersifat komunikasi sosial. Lumba-lumba mengeluarkan whistle ketika terpisah dari induk, anak atau anggota kelompoknya (Evans 1987). Menurut Caldwell et al. (199), dalam melakukan pergerakan travelling, biasanya lumbalumba mengeluarkan jenis suara whistles untuk memberitahukan kepada anggota kelompok lainnya tentang keberadaannya. Lumba-lumba akan sering mengeluarkan jenis suara whistles ketika mereka melakukan kontak dengan kelompok lumbalumba yang lainnya. Nachtigall et al. (2) mengatakan whistles merupakan tipe suara pada lumba-lumba yang paling penting pada malam hari ketika melakukan pergerakan feeding.

Gambar 44 Karakter suara hubungannya dengan tingkah laku. 62