MODEL PERGERAKAN TUMPAHAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT SUNDA DENGAN GNOME ANALYSIS

dokumen-dokumen yang mirip
MODEL PERGERAKAN TUMPAHAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT SUNDA

BAB IV SIMULASI MODEL TUMPAHAN MINYAK (MoTuM) RISK ANALYSIS FLOWCHART Bagan Alir Analisis Resiko

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

PETA ZONASI TSUNAMI INDONESIA

PEMODELAN SEBARAN TUMPAHAN MINYAK DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

BAB III METODE PENELITIAN

Simulasi Arus dan Distribusi Sedimen secara 3 Dimensi di Pantai Selatan Jawa

Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling System 8.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Oktober 2011 meliputi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KAJIAN ARUS PERAIRAN PANTAI SEMARANG PENDEKATAN PEMODELAN NUMERIK TIGA DIMENSI DISERTASI

PEMODELAN TINGGI GELOMBANG UNTUK PENENTUAN TINGKAT KERENTANAN PESISIR KABUPATEN SUKABUMI. Ankiq Taofiqurohman

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa)

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Oleh. Muhammad Legi Prayoga

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

PEMETAAN ARUS DAN PASUT LAUT DENGAN METODE PEMODELAN HIDRODINAMIKA DAN PEMANFAATANNYA DALAM ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi arus permukaan di perairan pantai: pengamatan dengan metode Lagrangian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

BAB III METODOLOGI. Tabel 3.1 Data dan Sumber No Data Sumber Keterangan. (Lingkungan Dilakukan digitasi sehingga 1 Batimetri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

Estimasi Arus Laut Permukaan Yang Dibangkitkan Oleh Angin Di Perairan Indonesia Yollanda Pratama Octavia a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

PEMODELAN TUMPPAHAN MINYAK DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG Nur Fitriana Haryanto *),Indra Budi Prasetyawan *), Jarot Marwoto *)

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

REFRAKSI GELOMBANG DI PERAIRAN PANTAI MARUNDA, JAKARTA (Puteri Kesuma Dewi. Agus Anugroho D.S. Warsito Atmodjo)

BAB IV ANALISA DATA. Kecepatan arus ( m/s) 0,6 1,2 1,6 1,8. Data kecepatan arus pada musim Barat di Bulan Desember dapt dilihat dari tabel di bawah.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

PERMODELAN SEBARAN SUHU, SEDIMEN, TSS DAN LOGAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VARIASI GELOMBANG LAUTDI SELAT MAKASSAR BAGIAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

PEMODELAN GENESIS. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 5. Desain Pengamananan Pantai Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara

Laporan Perjalanan Dinas Chief BRKP-DKP Bagus Hendrajana, Chief FIO Mr Jianjun Liu

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(2): ISSN: Agustus Pemodelan Tumpahan Minyak di Teluk Lalong Kabupaten Banggai

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

Untuk mengkaji perilaku sedimentasi di lokasi studi, maka dilakukanlah pemodelan

HINDCASTING GELOMBANG MENGGUNAKAN DATA ANGIN DARI MRI-JMA (METEOROLOGY RESEARCH INSTITUTE/JAPAN METEOROLOGY AGENCY) DALAM KURUN WAKTU

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

OPTIMALISASI PEROLEHAN MINYAK MENGGUNAKAN PEMISAHAN SECARA BERTAHAP

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI EDDY MINDANAO DAN EDDY HALMAHERA TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang mana secara geografis terletak pada Lintang Utara

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

MEMPRAKIRAKAN KEDATANGAN FENOMENA EL-NINO TAHUN 2002~2003

BAB 3 DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersumber dari ledakan besar gunung berapi atau gempa vulkanik, tanah longsor, atau

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

PENDAHULUAN. silang antara dua buah Samudera -Pasifik dan Hindia- dan diapit oleh dua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

STUDI ESTIMASI CURAH HUJAN, SUHU DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PRISMA FISIKA, Vol. VI, No. 2 (2018), Hal ISSN :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

(a). Vektor kecepatan arus pada saat pasang, time-step 95.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada pembenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia,

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

DISPERSI GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DARI SUMBER TRANSPORTASI DI KOTA PONTIANAK

IMPLEMENTASI METODE BOX-JENKINS UNTUK MEMPREDIKSI HARGA MINYAK DUNIA DAN PENGARUHNYA TERHADAP HARGA MINYAK INDONESIA

Input Data Skenario Tumpahan Minyak

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

VISUALISASI PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

Studi Pola Sebaran Buangan panas PT. Pertamina Up V Balikpapan Di Perairan Kampung Baru, Teluk Balikpapan

3. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

MODEL PERGERAKAN TUMPAHAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT SUNDA DENGAN GNOME ANALYSIS Agus Salim* dan Taufik Edi Sutanto Prodi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta *Corresponding author: agussalim@yahoo.com Abstract Sunda Strait is an area of strait that has potential for enormous natural wealth. However, this potential is threatened by oil spills that occurred due to the activities of transportation and storage of crude oil. A study of ecological risk assessment of oil spills was conducted to measure the magnitude of the threat of oil spills and to have preemptive strategies to minimize the impact if a large-scale oil spills occur in the future. From the analysis of the trajectory, it can be concluded that the areas that are vulnerable to the impact of the oil spill were Panimbang Beach, Wells Island, Coastal Cigeulis, Cimanggu, Selat Panaitan, Cilegon, Anyer, Mediation, and Jabung Sragi. The applicability of the trajectory final data can be used as a reference in determining the risk level of oil particles which expose to ecosystems around the Sunda Strait and the foremost result was that it would be used to minimize the impact of the oil spills in the future. Keywords: Oil spills, Sunda Strait, trajectory PENDAHULUAN Pada saat terjadi sebuah bencana tumpahan minyak di laut, hal utama yang menjadi perhatian adalah akan kemanakah minyak yang tumpah tersebut akan mengalir atau dampak apa yang akan ditimbulkannya. Mengetahui lintasan (trajectory) dari tumpahan merupakan informasi penting untuk menentukan kebijakan lanjutan dalam menangani bencana tersebut, terutama untuk menyelamatkan lingkungan dan melakukan pembersihan. Tanpa penanganan yang tepat maka kerugian kerusakan lingkungan akan berdampak luas hingga jangka waktu lama. Namun demikian untuk dapat memperkirakan pergerakan tumpahan minyak di laut secara tepat sangatlah sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan cukup banyak proses kimiawi dan fisik yang terlibat serta pada saat bencana terjadi informasi yang ada biasanya tidak lengkap. Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya suatu pemodelan lintasan (trajectory) sedini mungkin dengan data yang senantiasa diperbaharui sehingga jika terjadi tumpahan minyak, penanggulangan yang efektif dan efisien dapat dilakukan dengan baik. Sebuah pemodelan lintasan tumpahan minyak akan menganalisis berbagai akibat dan kemungkinan dari pergerakan minyak. Analisis harapan dari berbagai kemungkinan tersebut adalah suatu simulasi yang biasa disebut sebagai analisis trajectory. Hasil akhirnya berupa sebuah peta prediksi dari pergerakan minyak yang dapat dimanfaatkan untuk membantu penanganan bencana tumpahan minyak. Pada saat awal tumpahan minyak terjadi prediksi jalur tumpahan minyak biasanya terhambat oleh data yang tidak lengkap. Detail tumpahan minyak (lokasi, volume, tipe minyak) seringnya masih berupa perkiraan. Lebih jauh lagi data lingkungan sekitar (angin, arus laut, dan kedalaman) terkadang tidak terhimpun atau bahkan tidak tersedia. Meskipun demikian pemodelan harus dilakukan dengan mengamati data dan mencoba untuk mengerti sifat fisik dan kimiawi yang akan mempengaruhi pergerakan minyak dan kelanjutan dari tumpahan tersebut. Dengan pemahaman proses-proses fisik, ilmuwan dapat menganalisis situasi yang ada dan melakukan sebuah prediksi. Bila Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 6 Nomor2, Oktober 2013 130

prediksi awal tidak akurat, tim model tumpahan minyak perlu mengkaji ulang informasi yang ada (termasuk memperbaharui) dan memperbaiki prediksi. Sebuah prediksi yang tidak akurat biasanya disebabkan oleh kesalahan informasi tentang tumpahan (misal lokasi dan volume) atau ketidaktepatan informasi lingkungan (cuaca, angin, dan arus). Seiring berjalannya waktu prediksi akan menjadi semakin akurat, karena kondisi awal menjadi semakin tidak signifikan untuk prediksi. Sebagai ilustrasi, bagan alur analisis trajectory. Untuk mendapatkan sebuah analisis trajectory yang baik suatu faktor ketidakpastian perlu untuk diikutsertakan dalam pemodelannya. Ketidakpastian tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya detail tumpahan, kondisi minyak, angin, dan arus. Lebih jelasnya Tabel 1 merupakan informasi yang diambil dari Abdulfatai & Alhassan (2006) yang dapat menjelaskan lebih rinci akan besarnya pengaruh ketidakpastian. Salah satu proses oil weathering adalah Evaporasi, yaitu perubahan dari suatu cairan menjadi bentuk gas. Pada evaporasi minyak, bagian dari minyak yang lebih ringan akan terevaporasi terlebih dahulu. Pada minyak jenis tertentu, terutama minyak jenis ringan, sebagian besar akan terevaporasi. Pada suhu 15 C bensin akan terevaporasi sempurna setelah dua hari, 80% solar akan terevaporasi, 40% minyak light crude, 20% minyak heavy crude, dan hanya sekitar 5% untuk tipe minyak Bunker C. Secara umum seluruh proses evaporasi yang dapat terjadi akan memakan waku kurang dari lima hari. Proses oil weathering lainnya adalah Dispersi atau dalam hal ini pemecahan partikel minyak kecil (droplet) oleh ombak (gelombang/waves) dapat terjadi bila diameter droplet minyak relative kecil (50-70 micron). Partikel minyak yang terpecah menjadi penting, karena hal tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk meghilangkan pratikel minyak dari permukaan laut. Banyaknya partikel minyak yang terpecah berantung pada sifat minyak yang tertumpah. Diantara sifat yang mempengaruhi tersebut adalah kekentalan (viscosity) minyak dan keadaan air laut. MATERIAL DAN METODE Penelitian dilakukan di Selat Sunda, Lokasi studi trajectory berada pada koordinat 7 24'-7 45' lintang selatan dan 108 25'- 108 45' bujur timur (Gambar 1). Gambar 1. Lokasi studi kasus tumpahan minyak Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 6 Nomor2, Oktober 2013 131

Gambar 2. Kecepatan arus di Selat Sunda (mingguan) dari tahun 1992-2011 Gambar 3. Kecepatan angin di Selat Sunda berdasarkan satelit QuickSCAT Waktu yang digunakan dalam studi kasus analisis trajectory dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kasus. Kasus pertama adalah kasus ketika tumpahan terjadi pada awal tahun (Maret) dan akhir tahun (Oktober). Kedua kasus ini dipilih karena karakteristik arus laut sepanjang tahun menurut data satelit Ocean Surface Currents (OSCAR) berbeda pada bulan-bulan tersebut. Pada bulan Maret, arus cenderung bergerak dari arah utara ke selatan sedangkan pada bulan Oktober (akhir tahun) terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun arus akan bergerak dari Samudera Hindia masuk ke Samudera Pasifik bagian barat. Data kecepatan arus mingguan di Selat Sunda dari tahun 1992 hingga 2011 awal (Gambar 2). Dalam bentuk tabel, sebagian data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari kedua data tersebut dapat terlihat bahwa terdapat kecenderungan data kecepatan arus di Selat Sunda cenderung stasioner dengan beberapa lompatan yang biasa terjadi di awal tahun. Fakta ini dapat membantu analisis trajectory menjadi lebih akurat, mengingat kecepatan arus yang cenderung tidak terlalu variatif. Rata-rata kecepatan angin di Selat Sunda dari tahun 1992-2011 adalah 0.386 m/s dengan variansi rata-rata sebesar 0.046. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan kepercayaan 95% rata-rata angin pada suatu hari di Selat Sunda akan terletak pada interval 0.818 m/s sampai dengan 0.04 m/s. Data penting lain yang diperlukan untuk analisis trajectory adalah kecepatan angin di sekitar Selat Sunda. Menggunakan data pada periode waktu yang sama, terlihat data dari satelit QuikSCAT bahwa angin bergerak cenderung berlawanan arah dengan arus sehingga mengakibatkan pergerakan minyak cenderung tidak terlalu jauh. Rangkuman grafik pada data kecepatan angin mingguan selama beberapa tahun (Gambar 2) menunjukkan sifat yang sama dengan arus, yaitu stasioner dengan beberapa pengecualian lompatan pada beberapa kasus waktu (dalam bentuk tabel, sebagian data tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1). Rata-rata kecepatan angin dari 3750 data adalah 6.191 m/s dan variansi sebesar 0.767. Selang kepercayaan untuk rata- Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 6 Nomor2, Oktober 2013 132

rata kecepatan angin adalah antara 7.94 hingga 4.43 m/s. Data penting lain dari analisis trajectory, tentu saja data tumpahan minyak itu sendiri. Di Selat Sunda terdapat beberapa tangki kilang minyak dan distribusi minyak produk level tinggi (bensin, solar, minyak tanah, dll) namun tidak menutup kemungkinan terjadinya tumpahan produk minyak dengan kekentalan tinggi seperti oli mesin. Berikut adalah karakteristik dari ketiga tipe minyak tersebut yang akan digunakan sebagai input data analisis trajectory. Data terakhir yang dibutuhkan untuk melakukan analisis trajectory adalah data peta polygon Selat Sunda. Gambar 3 menunjukkan polygon dari wilayah perairan Selat Sunda. Sebagian koordinat bujur dan lintang verteksverteks dari polygon tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2 yang terdiri dari 287 verteks yang membangun 2 kepulauan besar Jawa dan Sumatera serta beberapa pulau kecil diantaranya. Model Matematis Model tumpahan minyak biasanya terdiri dalam tiga tahapan model (Howlett1, 2008). Prediksi trajectory tumpahan minyak menggunakan data actual atau percobaan. Model ini disebut juga sebagai model deterministik dan menghasilkan sebuah ekspektasi prediksi dari tumpahan minyak. Model kedua, Backtrack, menjalankan model deterministik secara runtun waktu terbalik dan biasanya digunakan untuk menentukan sumber minyak yang didapatkan di laut atau pantai. Model ini terkadang disebut juga sebagai model misteri dan digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi adanya tumpahan minyak yang dilakukan secara sengaja. Membangun sebuah model matematika yang akan mencerminkan mdel yang sesungguhnya di dunia nyata bukanlah suatu proses yang mudah. Model yang dibuat haruslah dapat diterima karena kemiripan sifat dengan model aslinya. Oleh karena itu beberapa asumsi harus dibuat terlebih dahulu sebelum pemodelan dapat dilakukan. Asumsi yang digunakan dalam pemodelan penyebaran tumpahan minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1). Penyebaran searah dengan arah arus air. 2). Ukuran maksimum tumpahan (droplet) adalah ukuran partikel minyak sedemikian sehingga ia tidak akan mengambang. 3). Arus diasumsikan konstan dan tenang (placid). 4). Efek suhu, angin, dan tekanan diabaikan. Menggunakan asumsi-asumsi tersebut diharapkan model yang terbentuk dapat mewakili penyebaran minyak yang sesungguhnya. Model tersebut akan dikombinasikan dengan model system persamaan differensial hidrodinamika fluida seperti yang dikemukakan Feng dan Yong (2009): 2 2 u u u w u u v u v g g fv 2 t x y x ( w h) c 2 2 v v v w v u v u v g g fu (1) 2 t x y y ( w h) c w [( w h) u] [( w h) v] 0 t x y u, v adalah kecepatan arus terhadap komponen timur dan utara (bujur dan lintang), w adalah kedalaman laut, t waktu, h kedalaman air diasumsikan tidak dipengaruhi arus atas, dan c adalah suatu ketetapan koefisien tertentu. Pada permasalahan nyata tentu saja terdapat sebuah batasan [pantai] yang merupakan sebuah Boundary Condition (BC) bagi gelombang. BC yang dipergunakan dalam pemodelan penelitian ini menggunakan formula ( k) H cos( k g ), k 0,1,..., N 1 ( i, j) ( i, j) ( i, j) (2) dimana H adalah amplitudo, g jeda fase (phase lag), N banyaknya langkah dalam satu periode gelombang, dan adalah frekuensi angular dari komponen gelombang. Dari model hidrodinamik yang telah ditetapkan diatas, kemudian model gelombang laut dikembangkan dengan memperhatikan gravitasi permukaan gelombang akibat angin, atau yang biasa disebut sebagai irregular long crested (ILC). ILC ditambahkan dengan cara menambahkan sejumlah gelombang regular long crested (RLC) dengan amplitudo dan panjang Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 6 Nomor2, Oktober 2013 133

gelombang yang berbeda-beda, sehingga pada saat tertentu tinggi gelombang dimodelkan sebagai berikut: n H cos( k ( xsin y cos ) t ) tide at t t t t 1 (3) H tide adalah tinggi gelombang, g adalah percepatan gravitasi, arah propagasi gelombang, [0,2 ], t adalah waktu, t adalah sudut fase, k t adalah gelombang yang didapat dari persamaan dispersi. Model untuk difusi minyak terdiri dari tiga bagian: difusi gravitasi, difusi glutinosity, dan difusi tekanan permukaan. Ketiga bagian model tersebut diberikan oleh persamaan berikut: r( t) K ( gvt ) 2 1/4 1 (4) 2/3 1/2 1/6 2 (5) 2 3 2 1/4 3 (6) r( t) K ( gvt / v ) r( t) K ( t / v) dimana g ( o)* g/, o dan adalah adalah kepadatan minyak dan air. r(t) adalah skala difusi minyak, wa ao ow, dimana wa, ao, dan ow adalah tekanan permukaan antara air dengan udara, minyak dengan udara, dan minyak dengan air. v adalah koefisien kekentalan kinematik air, t menyatakan waktu, V sebagai volume minyak, dan k1, k2, dan k3 adalah koefisien percobaan dengan nilai tertentu (biasanya antara 1-1,5). Pemodelan di atas memperhitungkan setiap satuan tumpahan (droplet) dari tumpahan minyak yang terjadi. Hal tersebut mengakibatkan penyelesaian model diatas menjadi sangat kompleks dan membutuhkan komputasi yang sangat tinggi. Selanjutnya hasil simulasi tersebut dilakukan dengan bantuan software aplikasi Gnome dan Spill Tool untuk melihat hasil simulasi terbaik Analisis Trajectory Gnome Setelah data kelautan, geografis, dan karakteristik minyak didapatkan selanjutnya analisis trajectory dilakukan menurut standar internasional NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). Badan khusus internasional penanganan bencana di laut Emergency Response Division (ERD), di bawah NOAA mendesain suatu software khusus untuk melakukan analisis trajectori tumpahan minyak yang diberi nama GNOME (General NOAA Operational Modeling Environment). Perangkat lunak Gnome akan digunakan untuk menganalisis simulasi trajectory dari tumpahan minyak di Selat Sunda. Gnome (Gambar 4) memiliki dua fungsi utama, standar dan diagnostic mode. Pada mode standar digunakan loc file yang berupa informasi peta polygon, arus, angin, karakteristik minyak, kedalaman laut dan data lainnya. Pada mode tersebut pengguna hanya memvariasikan berbagai parameter tambahan seperti jumlah tumpahan dan pengaruh tambahan untuk melihat dampaknya terhadap perubahan trajectory minyak. Walaupun menggunakan mode standar sangatlah mudah, namun loc file yang tersedia sangat terbatas, yang sebagian besar adalah loc file laut di sekitar Amerika. Dalam penelitian ini digunakan mode diagnostic, dikarenakan loc file untuk Selat Sunda tidak tersedia. Untuk mengawali penggunaan mode diagnostic, pertama-tama diperlukan peta polygon dari daerah yang akan diteliti. Peta Polygon tersebut menggunakan format BNA (Atlas Boundary File). BNA diawali dengan tiga parameter awal, sebagai contoh 234, 1,33 yang berarti feature 234, polygon daratan, lalu terdiri dari 33 verteks. Setelah baris ini diikuti dengan 33 vertex lokasi pulau yang akan diteliti. Parameter berikutnya dalam peta polygon adalah Batas Peta, format batas peta adalah "Map Bounds","1",7 yang berarti terdapat 7 verteks yang akan membatasi perhitungan pergerakan droplet minyak. Daerah yang dapat atau mungkin terjadi tumpahan minyak dinyatakan dengan "SpillableArea", "1", 15. Sama seperti sebelumnya 15 menyatakan daerah tersebut dikarakterisasi oleh 15 verteks pembatas daerah tumpahan. Data arus laut di Gnome menggunakan format CATS - Finite Element Velocities on Triangles, Steady State. Gambar 5 memperlihatkan salah satu contoh penggunaan segitiga pada finite element Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 6 Nomor2, Oktober 2013 134

dalam data arus Gnome. Arus yang dapat digunakan tidak hanya arus permukaan, namun juga kecepatan arus pada berbagai kedalaman. Data angin dalam diagnostic mode Gnome menggunakan format WND. Dalam format ini arah, besaran dan waktu akan kecepatan angin diberikan dalam bentuk seperti yang nampak pada Gambar 5. Gambar 4. Perangkat lunak Analisis Trajectory ERD-NOAA Gnome. Gambar 5. Format WND untuk data angin laut pada Gnome HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Simulasi dan Analisis Ketidakpastian Simulasi tumpahan minyak jenis medium crude oil sebesar 3000 barrel dilakukan dengan tumpahan berawal dari jalur distribusi minyak. Simulasi memanfaatkan data angin dan arus seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya menggunakan data musim awal tahun, dalam hal ini bulan Maret. Setelah menjalankan simulasi selama beberapa hari, didapatkan hasil seperti pada Gambar 6. Dari simulasi tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah yang terkena dampak, bila terjadi tumpahan pada awal tahun adalah Sumatera bagian selatan (Penengahan), Pantai Cigeulis, Pulau Sumur dan Selat Panaitan. Dampak terbesar terjadi di Pulau Sumur 1. Simulasi berikutnya dilakukan menggunakan data musiman untuk akhir tahun. Jumlah tumpahan dan jenis minyak sama seperti simulasi sebelumnya. Hasil simulasi dalam jangka waktu empat hari setelah tumpahan diberikan dalam Gambar 7. Hasil simulasi selama empat hari untuk data simulasi akhir tahun (Gambar 8) menunjukkan bahwa Selat Sunda minimal terkena dampak tumpahan minyak. Dalam minggu pertama daerah di sekitar Bojonegara, Anyer dan Penengahan terkena dampak yang cukup besar. Dalam waktu lebih dari dua minggu jika jumlah tumpahan cukup banyak, maka ada kemungkinan pencemaran akan menjangkau Kalimantan dan negara tetangga Singapura. Permasalahan berikutnya yang cukup penting untuk dianalisis adalah dampak pencemaran pada lokasi-lokasi yang telah Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 6 Nomor2, Oktober 2013 135

disebutkan di atas. Untuk menganalisis tingkat pencemaran tersebut digunakan ROC (Response Options Calculator). Dengan menggunakan parameter yang sama dengan trajectory Gnome, ROC dapat menghitung bagian minyak yang telah melalui proses Oil Weathring (evaporasi, dispersi, dan residue) (Gambar 8). Gambar 6. Simulasi pergerakan minyak di Selat Sunda setelah 10 hari Gambar 7. Simulasi jika tumpahan minyak terjadi pada akhir tahun Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 6 Nomor2, Oktober 2013 136

Gambar 8. Hasil perhitungan presentasi kadar pencemaran di Selat Sunda KESIMPULAN Dari analisis trajectory yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa daerah yang rawan terkena dampak tumpahan minyak adalah Pantai Panimbang, Pulau Sumur, Pantai Cigeulis, Cimanggu, Selat Panaitan, Cilegon, Anyer, Penengahan dan Jabung Sragi. Saran dari penelitian ini adalah penelitian ini masih dalam skala laboratorium DAFTAR PUSTAKA Jimoh Abdulfatai & Alhassan Mohammed. (2006). Modelling and Simulation of Crude Oil Dispersion, Leonardo Electronic Journal of Practices and Technologies, 8:17-28 Yu, F., & Yin, Y. (2009). Oil Spill Visualization Based on the Numeric Simulation of Tidal Current, The International Journal of Virtual Reality, 8(2), 71-74. Iorgos V, & Spiros, A. (2008). Gnort: High Performance Network Intrusion Detection Using Graphics Processors, Proceedings of the 11th International Symposium On Recent Advances In Intrusion Detection (RAID) (simulasi). Akan lebih lengkap bila dilakukan proses validasi terhadap hasil simulasi pergerakan partikel minyak di akhir pengamatan dengan waktu bukan dan kondisi sebenarnya di lapangan sehingga akan dapat terlihat validitas dan keakuratan model yang dibangun. Penelitian ke depan adalah melakukan proses validasi hasil akhir tersebut pada kondisi iklim sebenarnya. Schatz, M. C., Trapnell, C., Delcher, A. L., & Varshney, A. (2007). High-throughput sequence alignment using Graphics Processing Units. BMC Bioinformatics 8, 474. Manavski, Svetlin A., & Giorgio, V. (2008). CUDA compatible GPU cards as efficient hardware accelerators for Smith-Waterman sequence alignment. BMC Bioinformatics. Delvigne G. A. L., & Sweeney C. E., (1988). Natural Dispersion of oil, Oil and Chemical Pollution, 4(4), 281-310. Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 6 Nomor2, Oktober 2013 137