DESKRIPTIF STATISTIK PENDIDIKAN MADRASAH

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Akademik

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH

Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran

Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran

DESKRIPTIF STATISTIK GURU DAN PENGAWAS PAIS

KEMENTERIAN AGAMA R.I Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi

DAFTAR ISI. Kata Sambutan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

KEMENTERIAN AGAMA R.I. Bagian Perencanaan dan Data

DESKRIPTIF STATISTIK PENDIDIKAN DINIYAH DAN PONDOK PESANTREN

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan ini secara berturut-turut dibahas mengenai: Latar Belakang

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran

Analisis Deskriptif Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Tahun Akademik

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008

Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Bab I Pasal 1 ayat 1 disebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara

MATRIKS 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA: KEMENTERIAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan lembaga pendidikan madrasah khususnya di Kabupaten Lampung

dari atau sama dengan S2 ( S2) yaitu 291 orang (0,9%) pengajar (Gambar 4.12). A.2. Program Pendidikan Terpadu Anak Harapan (DIKTERAPAN)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

HAK GURU. Uraian tentang hak-hak guru selanjutnya dituangkan dalam tabel di bawah ini.

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Deskriptif Guru PAI dan Pengawas Tahun Pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RENCANA KERJA ANGGARAN SATKER RENCANA KINERJA SATUAN KERJA TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MA untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

A. LATAR BELAKANG...1 B. LANDASAN HUKUM...1 C. TUJUAN...2 D. KERANGKA PROGRAM...2

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2014 NOMOR : DIPA /2014 I A. INFORMASI KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. elements; materials (and equipment), activities, and people (Cox, 2006:

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yaitu interaksi guru dengan peserta didik tidak berkualitas. Bahkan,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah

berpikir global (think globally), dan mampu bertindak lokal (act loccaly), serta

Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang harus diikuti oleh semua orang. Dengan

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

BAB V PEMBAHASAN. A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin. Melihat data yang disajikan, tampak bahwa kepemimpinan kepala MTsN

DEPARTEMEN AGAMA R.I DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM. Bagian Perencanaan dan Data

Sumber : Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan sebuah. persoalan kompleks, karena untuk mewujudkannya dibutuhkan saling

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

C UN MURNI Tahun

Analisis Deskriptif Perguruan Tinggi Agama Islam Tahun Akademik

SIMPATIKA Periode 2017/2018

DESKRIPTIF STATISTIK PTAI

PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH MELALUI MEKANISME TRANSFER KE DAERAH

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

2017, No tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indone

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1) BAGI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (DUAL

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Analisis Deskriptif Guru PAI dan Pengawas Tahun Pelajaran

1. Kepala madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan memimpin raudhotul athfal (RA), madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs),

DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017

Desember Sehingga saat ini hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang masih menggunakan kurikulum Kurikulum 2013 merupakan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. teknologi canggih yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari demi

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 507/P/SK/HT/2010 TENTANG SISTEM REKRUTMEN PEGAWAI SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini secara berturut-turut membahas mengenai latar belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut dapat. dicapai dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki baik

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari kualitas pendidikan itu sendiri. Banyak

ABSTRAK KINERJA PENGAWAS MADRASAH KEMENTERIAN AGAMA KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN Isti Diana Sari 1, Zulkarnain 2, Rosana 3

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur,

HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2016

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

PEMUTAKHIRAN DATA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Capaian Keaksaraan, Gender, dan Pengembangan Budaya Baca

Statistik Pendidikan Dasar Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan pendidikan pada

PROFIL PENDIDIKAN TINGGI TAHUN 2013 (BUKU II)

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN PER-SATUAN KERJA TAHUN ANGGARAN 2012 RINCIAN BELANJA

Status Kepegawaian Lk Pr Struktural Gambar 1 Persentase SDM Balai 85,71 Besar 14,29 Pelaksanaan Jalan Nasional III. Kelamin Tahun ,00

REVISI KE-1 DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2012 NOMOR : 1490/ /01/2012 TANGGAL : 9 Desember 2011 IA.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, sehingga sasaran untuk supervisi akademik adalah guru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di SMK masih sangat konvensional, bahkan ada yang membiarkan para

RENCANA STRATEGIS DINAS PENDIDIKAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI GURU DAN GURU YANG DIANGKAT JABATAN PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN MELALUI DANA DEKONSENTRASI

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH MELALUI MEKANISME DANA TRANSFER DAERAH

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi

PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU DAN KESIAPAN LPTK DALAM MENDUKUNG PROGRAM SERTIFIKASI GURU

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Transkripsi:

DESKRIPTIF STATISTIK PENDIDIKAN MADRASAH

Deskriptif Statistik Pendidikan Madrasah Statistik Pendidikan Islam Tahun 2008/2009 A. Lembaga Jenis Lembaga yang didata antara lain RA, MI, MTs, MA dan Pengawas Madrasah. Jumlah lembaga yang terdata sebanyak 19.762 RA, 21.529 MI, 13.292 MTs, dan 5.648 MA yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia. Tahun ini jumlah lembaga negeri mengalami peningkatan diakibatkan adanya beberapa jumlah lembaga swasta yang dinegerikan. Sekarang jumlah MIN menjadi 1.662, MTsN sebanyak 1.384, dan MAN sebanyak 735. Jumlah tersebut belum seluruhnya karena masih menunggu SK Menag, tentang lembaga penegerian baru yang belum terbit sampai tulisan ini diturunkan. RA; 19.762 Jumlah RA, MI, MTs, MA dan Pengawas MI; 21.529 MTs; 13.292 MA; 5.648 Pengaw as; 5.653 Grafik 1.1. Jumlah RA, MI, MTs, MA, dan Pengawas Sementara jika dilihat dari status lembaga baik negeri maupun swasta, memang secara rerata diatas 85% merupakan lembaga swasta, apalagi untuk tingkat RA, belum ada lembaga RA yang dinegerikan. MIN; 1.662 Jumlah MI, MTs, MA Berdasarkan Status MIS; 19.867 MTsN; 1384 MTsS; 11908 MAN; 735 MAS; 4913 Grafik 1.2. Jumlah MI, MTs, dan MA Berdasarkan Status Sementara untuk RA, ternyata sebanyak 102 atau 0,5% berstatus Pembina, 2.620 atau 13,3% berstatus Inti, 7.151 atau 36,2% berstatus Reguler. Sementara sebanyak 9.889 atau 50,0% berstatus lainya. Hanya memang perlu pengkajian lebih lanjut tentang status lainnya tersebut, mengingat keterbatasan formulir yang disebarkan, status tersebut perlu diuraikan lebih terinci. Halaman : 1

Lainny a; 9.889 ; 50,0% Jumlah RA Berdasarkan Status Pembina ; 102; 0,5% Inti; 2.620 ; 12,3% Reguler; 7.151 ; 36,2% 39,4%, kemudian jumlah lembaga yang terakreditasi C sebanyak 3.536 atau 26,6%, sementara yang berakreditasi A hanya sebanyak 1.219 atau 9,2%. Sementara jumlah lembaga yang belum terakreditasi baik A, B, maupun C sebanyak 3.305 atau 24,8%. Jumlah MTs Berdasarkan Akreditasi Grafik 1.3. Jumlah RA Berdasarkan Status Jumlah lembaga MI berdasarkan B; 5.232 ; 39,4% C; 3.536 ; 26,6% akreditasi ternyata, sebagian besar berakreditasi B yaitu sebanyak 9.342 atau 43,4%, kemudian disusul lembaga A; 1.219 ; 9,2% Belum; 3.305; 24,9% dengan akreditasi C sebanyak 6.242 atau 28,9%, sementara hanya sebanyak 1.873 atau 8,7% yang terakreditasi A. Sementara hanya 4.072 atau 18,9% lembaga yang belum terakreditasi. Jumlah MI Berdasarkan Akreditasi B; 9.342 ; 43,4% C; 6.242 ; 29,0% Grafik 1.5. Jumlah MTs Berdasarkan Akreditasi Kondisi yang mirip juga nampak pada data akreditasi MA, sebanyak 1.794 atau 31,8% terakreditasi B, selanjutnya sebanyak 1.540 atau 27,2% terakreditasi C, sementara yang terakreditasi A hanya sebanyak 429 A; 1.873 ; 8,7% Belum; 4.072; 18,9% atau 7,6% saja. Sementara yang belum terakreditasi sebanyak 1.885 atau 33,3%. Grafik 1.4. Jumlah MI Berdasarkan Akreditasi Jumlah MTs Berdasarkan akreditasi, juga nampak demikian seperti MI. Jumlah Lembaga yang terakreditasi B sebanyak 5.232 atau Berdasarkan paparan diatas ternyata masih banyak pekerjaan yang harus lebih ditingkatkan dari Direktorat madrasah berkaitan dengan akreditasi. Ternyata secara rerata madrasah di Indonesia yang memiliki akreditasi A dibawah 10%. Ini tentunya Halaman : 2

membutuhkan manajemen tata kelola yang baik sehingga nantinya akan lebih banyak madrasah yang memiliki akreditasi A, sehingga dengan sendirinya akan membentuk citra madrasah itu sendiri di masyarakat. sebanyak 591.761 atau 24,3% siswa MTsN, dan sebanyak 1.845.501 atau 75,7% merupakan siswa MTsS. Untuk jenjang MA, sebanyak 319.011 atau 35,6% siswa MAN, sementara sebanyak 576.823 atau 64,4% siswa Jumlah MA Berdasarkan Akreditasi C; 1.540 ; 27,3% MAS. Jumlah Siswa MI, MTs, MA B; 1.794 ; 31,8% MIS; 2.554.736 Belum; 1.885; 33,4% MTsS; 1.845.501 A; 429 ; 7,6% MIN; 361.491 MTsN; 591.761 MAN; 319.011 MAS; 576.823 Grafik 1.6. Jumlah MA Berdasarkan Akreditasi B. Peserta Didik (Siswa) B.1. Jumlah Siswa Total Jumlah total Siswa Tahun Pelajaran 2008/2009 sebanyak 7.073.370 orang yang tersebar mulai dari RA sampai dengan MA. Dari jumlah tersebut, jumlah siswa RA sebanyak 824.047 atau 11,6%, kemudian sebanyak 2.916.227 atau Grafik 1.7. Jumlah Siswa MI, MTs, MA Dari paparan diatas nampaklah bahwa jumlah siswa madrasah swasta berbanding lurus dengan jumlah lembaga yang berstatus swasta. Hal ini menyatakan bahwa kontribusi lembaga swasta sangat berarti di dunia pendidikan agama dan keagamaan islam. Ini perlu dicermati agar kualitas atau mutu lembaga tersebut dapat terus termonitor. 41,2% siswa MI, 2.437.262 atau 34,5% siswa MTs, sementara jumlah siswa MA sebanyak 895.834 atau 12,7%. Komposisi siswa untuk Madrasah berdasarkan status, sebanyak 361.491 atau 12,4% merupakan siswa MIN, dan Siswa MIS sebanyak 2.554.736 atau 87,6%. Sementara untuk jenjang MTs B.2. Jenis Kelamin Siswa Komposisi siswa berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut: untuk jenjang RA sebanyak 415.571 orang atau 50,4% merupakan siswa laki-laki, dan sebanyak 408.476 orang Halaman : 3

atau 49,6% siswa perempuan. Untuk jenjang MI, sebanyak 1.501.863 orang atau 51,5% berjenis kelamin laki-laki, dan sebanyak 1.414.364 orang atau 48,5% merupakan siswa perempuan. Jenjang MTs komposisi siswa laki-laki dan perempuan juga hampir berimbang, sebanyak 1.198.562 orang atau 49,2% merupakan siswa laki-laki dan sebanyak 1.238.700 orang atau 50,8% merupakan siswa perempuan. Sementara untuk jenjang MA, sebanyak 409.801 orang atau 45,7% merupakan siswa laki-laki, dan sebanyak 486.033 orang atau 54,3% siswa perempuan. Secara keseluruhan komposisi siswa berdasarkan jenis kelamin untuk jenjang RA sampai dengan MTs hampir berimbang, kondisi yang agak berbeda terdapat pada jenjang MA, dimana jumlah siswa perempuan lebih banyak dibanding jumlah siswa laki-laki. Hal ini diperlukan penelusuran dan analisis lebih lanjut agar didapatkan jawaban yang tepat, mengapa pada jenjang MA, siswa perempuan lebih banyak dibanding siswa laki-laki. 415.571 Jumlah Siswa Berdasarkan Gender 1.501.863 1.414.364 1.198.562 1.238.700 408.476 409.801 LK Pr LK Pr LK Pr LK Pr RA MI MTs MA 486.033 Grafik 1.8. Jumlah Siswa Berdasarkan Gender B.3. Rombel, dan APK Jumlah rombel untuk jenjang RA adalah sebanyak 49.107 dengan jumlah siswa sebanyak 824.047 orang, sehingga diketahui rasio rombel:siswa sebanyak 1:17. Jumlah rombel untuk jenjang MI sebanyak 133.676 dengan jumlah siswa sebanyak 2.916.227 orang, sehingga rasio rombel:siswa sebanyak 1:22. Untuk jenjang MTs, jumlah rombel sebanyak 71.531 dengan jumlah siswa sebanyak 2.437.262 orang, rasio rombel:siswa adalah 1:34. Sementara untuk jenjang MA, jumlah rombel sebanyak 13.909 dengan jumlah siswa sebanyak 895.834 orang, sehingga rasio rombel:siswa adalah 1:64. Sementara komposisi rasio rombel:siswa berdasarkan status madrasah negeri maupun swasta adalah sebagai berikut: untuk MIN sebesar 1:28; MIS sebesar 1:21; MTsN sebesar Halaman : 4

1:38; MTsS sebesar 1:33; MAN sebesar 1:35; dan MAS sebesar 1:117. Paparan diatas ternyata terdapat hal yang cukup menarik, bahwa rasio rombel:siswa untuk tingkat MAS memiliki perbandingan sebesar 1:117, dan jika dilihat lebih mikro lagi atau sebaran per propinsi, perbandingan yang memiliki nilai diatas 100 antara lain propinsi Aceh, Sumut, Lampung, DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten, NTB, Kalbar, dan Kalsel. Hal ini perlu didalami atau cross check ulang terhadap data yang di suplai dari propinsi tersebut. Nilai APK untuk RA sebesar 6,81, sementara untuk MI sebesar 11,00, MTs sebesar 18,70 dan MA sebesar 6,87. Dari nilai APK tersebut nampak bahwa minat masyarakat terhadap madrasah semakin besar dari jenjang RA sampai dengan MTs, akan tetapi pada jenjang MA terlihat turun sangat drastis. Hal ini perlu dicari terobosan-terobosan yang lebih inovatif agar nilai jual MA menjadi semakin baik, sehingga pandangan masyarakat terhadap MA menjadi semakin baik dan masyarakat tertarik menyekolahkan anaknya di tingkat MA. Namun hal ini perlu penelurusan dan pendalaman lebih lanjut. MTs; 18,70 B.4. Pengulang APK MA; 6,87 MI; 11,00 Grafik 1.9. Nilai APK MI, MTs, MA RA; 6,81 Peningkatan kualitas peserta didik secara gender perlu mendapat perhatian khusus, berdasarkan data yang ada dapat dipaparkan bahwa secara ratarata siswa pengulang untuk jenis kelamin perempuan lebih kecil di banding dengan siswa laki-laki. Hal ini terjadi di tingkat MI, MTs maupun MA baik itu di madrasah negeri maupun swasta (lihat tabel 1.06.1 sampai dengan tabel 1.06.3). Secara persentase nilai pengulang siswa perempuan untuk MIN sebesar 5.778 orang atau 1,6%, sementara untuk pengulang siswa laki-laki sebesar 7.150 atau 2,0%. Jenjang MIS memiliki siswa pengulang perempuan sebanyak 28.644 orang atau 1,1%, sementara siswa lakilaki sebanyak 36.715 orang atau 1,4%. Jumlah siswa pengulang untuk jenjang MTsN sebesar 6.031 atau 1,0% dari jumlah siswa total sebanyak 591.761 orang. Jumlah tersebut Halaman : 5

sebanyak 3.534 orang adalah siswa laki-laki, sementara sebanyak 2.497 orang pengulang adalah siswa perempuan. Untuk tingkat MTsS sebanyak 27.317 orang atau 1,5% dari total siswa sebanyak 1.845.501 merupakan siswa pengulang. Dari sebanyak 27.317 orang ternyata sebagian besar adalah siswa laki-laki sebagai pengulang dengan volume sebanyak 16.130 orang. Sisanya dengan jumlah sebanyak 11.187 orang nerupakan siswa perempuan sebagai pengulang. Untuk jenjang MAN jumlah siswa pengulang sebanyak 759 orang atau 0,2% dari jumlah siswa total sebanyak 319.011 orang. Dari jumlah tesebut sebanyak 486 orang merupakan siswa pengulang laki-laki, sementara sebanyak 273 orang merupakan siswa pengulang perempuan. Sementara untuk jenjang MAS sebanyak 1.857 orang atau 0,3% dari total siswa siswa merupakan siswa pengulang. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.206 orang merupakan siswa pengulang laki-laki, sisanya sebanyak 651 orang merupakan siswa pengulang perempuan. Jumlah Siswa Pengulang Berdasarkan Gender 43.865 34.422 19.664 13.684 1.692 924 LK Pr LK Pr LK Pr MI MTs MA Grafik 1.10. Siswa Pengulang Berdasarkan Gender Berdasarkan data pengulang yang dipaparkan diatas ternyata sebagian besar siswa pengulang adalah siswa laki-laki. Hal ini menunjukan bahwa kualitas siswa laki-laki perlu mendapat perhatian lebih khusus lagi, sehinga jumlah pengulangnya bisa lebih diperkecil. Secara keseluruhan kualitas siswa madrasah sudah lebih baik mengingat secara rata-rata jumlah siswa pengulang maksimal hanya 3,6% dari jumlah siswa total. Siswa pengulang jenjang MI perlu perhatian ekstra dimana secara persentase jumlah mereka lebih besar dibanding jenjang MTs, maupun MA. Perlu kajian mendalam apakah metode yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar di tingkat MI sudah tepat, atau perlu inovasi baru agar para siswa mampu menyerap apa yang diajarkan oleh para guru. Halaman : 6

B.5. Drop Out (DO) Jumlah siswa drop out untuk tingkat MI sebanyak 12.161 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 983 atau 0,3% dari total siswa 361.491 orang merupakan siswa drop out di jenjang MIN. Dari jumlah tersebut untuk jenjang MIN ternyata sebanyak 569 orang merupakan siswa drop out lakilaki, sementara sebanyak 414 orang siswa drop out perempuan. Sementara untuk jenjang MIS sebanyak 11.178 orang atau 0,4% dari jumlah siswa total siswa MIS merupakan siswa drop out. Dari jumlah siswa drop out di tingkat MIS ternyata sebanyak 6.881 orang merupakan siswa drop out laki-laki, sisanya sebanyak 4.297 orang merupakan siswa drop out perempuan. Secara umum siswa laki-laki di jenjang MI baik untuk status negeri maupun swasta lebih mendominasi tingkat drop out siswa dibandingkan dengan siswa perempuan. Sementara untuk jenjang MTs total jumlah siswa yang terkena drop out sebanyak 18.723 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 4.783 orang atau 0,8% dari jumlah total sebanyak 591.761 orang merupakan siswa drop out untuk MTsN. Dari jumlah tersebut sebanyak 3.499 orang merupakan siswa laki-laki, dan sebanyak 1.284 orang merupakan siswa perempuan. Untuk tingkat MTsS sebanyak 13.940 orang atau 0,8% dari jumlah total siswa sebanyak 1.845.501 orang adalah siswa drop out. Jumlah tersebut di tingkat MTsS sebanyak 8.935 orang merupakan siswa laki-laki yang terkena drop out, sementara sebanyak 5.005 orang merupakan siswa perempuan drop out. Data diatas untuk jenjang MTs baik untuk negeri maupun swasta ternyata jumlah siswa drop out lebih didominasi oleh siswa laki-laki dibandingkan dengan siswa perempuan. Untuk jenjang MA total siswa yang terkena putus sekolah atau drop out sebanyak 4.290 orang. Jumlah siswa putus sekolah di tingkat MAN sebanyak 948 orang atau 0.3% dari total siswa MAN sebanyak 319.011 orang. Jumlah siswa putus sekolah di tingkat MAN ternyata didominasi oleh siswa laki-laki, yaitu sebanyak 566 orang dan siswa perempuan sebanyak 382 orang. Sementara untuk MAS jumah siswa putus sekolah sebanyak 3.342 orang atau 0,6% dari jumlah siswa sebanyak 576.823 orang. Dari jumlah jumlah tersebut ternyata siswa laki-laki lebih banyak terkena drop out yaitu sebanyak 1.883 orang dan siswa perempuan sebanyak 1.459 orang. Berdasarkan data drop out yang dipaparkan diatas ternyata sebagian besar siswa drop out adalah siswa lakilaki. Hal ini menunjukan bahwa Halaman : 7

kualitas siswa laki-laki perlu mendapat perhatian lebih khusus lagi, sehingga jumlah pengulangnya bisa lebih diperkecil. Kemungkinan yang lain adalah perubahan-perubahan nilai-nilai dan cara pandang masyarakat itu sendiri bahwa anak perempuan juga memerlukan pendidikan sampai dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi sehingga sangat berguna untuk bekal anak tersebut dimasa mendatang yang penuh dengan tantangan-tantangan kehidupan. Jumlah Siswa DO Berdasarkan Gender 7.450 4.711 12.434 Grafik 1.11. Siswa DO Berdasarkan Gender Berdasarkan diagram atau grafik 1.10. diatas, ternyata terdapat fenomena yang menarik dimana jumlah siswa putus sekolah atau drop out cenderung tinggi di tingkat MTs, terutama MTsN. Hal ini dimungkinkan karena faktor ekonomi orangtua yang sudah tidak dapat mendukung untuk pembiayaan pendidikan siswa yang bersangkutan. Ini baru dugaan penulis, perlu diteliti lebih mendalam lagi, 6.289 2.449 LK Pr LK Pr LK Pr MI MTs MA 1.841 faktor-faktor pemicu timbulnya siswa putus sekolah di tingkat MTs. B.6. Siswa Tamat Belajar Siswa RA yang telah menyelesaikan masa pendidikannya ternyata sebanyak 51,5% lulusannya melanjutkan ke jenjang SD, sementara yang melanjutkan ke jenjang MI sebanyak 39,8%. Ternyata dari data tersebut orangtua siswa lebih cenderung memilih SD sebagai pendidikan lanjutan dibandingkan dengan MI. Hal ini perlu mendapat perhatian agar kualitas MI lebih ditingkatkan dan perlunya sosialisasi tentang MI di khalayak luas agar masyarakat mendapat informasi yang jelas tentang MI baik dari segi kualitas kurikulum pendidikan maupun SDM Tenaga Pengajarnya. Sosialisasi ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat luas untuk menyekolahkan anaknya di jenjang MI. Saat ini Ditjen Pendidikan Islam sedang gencar mengadakan pencitraan terhadap Madrasah di berbagai media, salah satunya di salah satu stasiun televisi swasta nasional. Kegiatan ini bertujuan seperti yang penulis paparkan diatas. Semoga apa yang sudah dilaksanakan oleh Ditjen Pendidikan Islam berdaya dan berhasil guna. Halaman : 8

Keberadaan Lulusan Siswa RA MI; 128.267 ; 39,8% Tdk Diketahui; 24.883 ; 7,7% SD; 165.965; 51,5% Grafik 1.12. Keberadaan Lulusan Siswa RA Sementara untuk kondisi tamatan belajar tingkat MI, MTs, dan MA dinilai berdasarkan jumlah siswa yang lulus Ujian Nasional (UN). Secara rerata berdasarkan data yang masuk ke Bagian Perencanaan dan Data, jumlah siswa yang lulus UN diatas 95% dari total peserta UN yang ada di semua level, baik MI, MTs, maupun MA. Secara persentase jumlah siswa yang lulus UN/UASBN berdasarkan gender siswa laki-laki sedikit lebih besar di banding siswa perempuan untuk level MI dan MTs. Sementara untuk level MA tingkat kelulusan siswa perempuan sedikit lebih besar di banding siswa lakilaki. Hal ini perlu penelitian lebih mendalam, mengapa untuk level MI, dan MTs siswa laki-laki lebih besar tingkat kelulusannya dibanding siswa perempuan, sementara untuk level MA justru kondisi sebaliknya yang terjadi. Ini mungkin faktor psikis yang menjadi kendala, berdasarkan penelitian yang pernah di lakukan, manakala siswa perempuan semakin tinggi level belajarnya, maka akan semakin tinggi pula minat untuk belajar secara tekun, serta lebih berkonsentrasi dan lebih bertanggungjawab dalam membagi waktu untuk kehidupannya. Mengutip pernyataan Dra Rose Mini AP MPsi, seorang Psikolog dari UI, prestasi itu sebenarnya ditentukan oleh banyak hal, diantaranya nature, nurture, budaya. Jadi faktor prestasi itu ditentukan oleh faktor yang kompleks. Berdasarkan pernyataan diatas maka menjadi suatu penelitian yang menarik berdasarkan paparan data diatas. Persentase Kelulusan Siswa MI, MTs, MA Berdasarkan Hasil UN/UASBN Lk Pr Lk Pr Lk Pr MI MTs MA Persentse Kelulusan 95,4% 95,5% 96,4% 96,8% 97,3% 97,1% Grafik 1.13. Kelulusan Siswa MI, MTs, MA C. Personal Lembaga Pendidikan. C.1. Kepala Lembaga Pendidikan. Jumlah Kepala RA sebanyak 19.762 orang memimpin RA sebanyak 19.762 lembaga. Dari jumlah tersebut bila dilihat dari latar belakang pendidikan atau kualifikasi pendidikan Halaman : 9

sebanyak 73,9% atau 14.613 orang memiliki jenjang pendidikan belum S1, sebanyak 25,6% atau 5.065 orang berpendidikan S1, dan sisanya sebanyak 84 orang atau 0,4% berpendidikan S2. Latar Belakang Pendidikan Kepala RA dari S1, yaitu sebanyak 11.270 orang atau 56,7%, sebanyak 8.363 orang atau 42,1% berpendidikan S1, dan sisanya sebanyak 234 orang atau 1,2% berpendidikan minimal S2. Kualifikasi Kepala MI S1; 5.065 ; 25,6% S2; 84 ; 0,4% < S1; 14.613 ; 73,9% Grafik 1.14. Latar Belakang Pendidikan Kepala RA < S1 S1 < S1 S1 MIN Series1 367 1.295 11.270 8.597 Grafik 1.15. Latar Belakang Pendidikan Kepala MI MIS Dari Grafik diatas terlihat bahwa masih banyak sekali Kepala RA yang berlatar belakang pendidikan belum S1, hal ini perlu perhatian dan dorongan dari pemerintah agar para Kepala RA tersebut minimal memiliki pendidikan minimal S1, dikarenakan hal ini berkaitan dengan skill individu tersebut untuk manajemen tata kelola lembaga agar lebih baik. Latar Belakang Pendidikan Kepala MIN sebanyak 367 orang atau 22,1% berpendidikan kurang dari S1, dan sebanyak 85 orang atau 5,1% berpendidikan S2. Sementara sebagian besar Kepala MIN berpendidikan S1, yaitu sebanyak 1.210 orang atau 72,8%. Sementara untuk Kepala MIS sebagian besar berpendidikan kurang Dari Grafik diatas ternyata terdapat kondisi atau fenomena yang menarik. Kondisi tersebut adalah bila pada MIN, latar belakang pendidikan Kepala MIN yang belum S1 memiliki jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang memiliki latar belakang pendidikan minimal S1. Kondisi sebaliknya terjadi di MIS, bahwa Kepala MIS yang memiliki latar belakang minimal S1 jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang berlatar pendidikan kurang dari S1. Ini berarti bahwa pemerintah harus lebih memperhatikan sektor swasta, karena hal ini berkaitan dengan sumber daya di MI sektor swasta jauh lebih besar daripada MIN, dalam kata lain pemerintah tidak boleh Halaman : 10

menganaktirikan sektor swasta, karena kontribusinya yang begitu besar di dunia pendidikan islam. Untuk jenjang MTsN, sebanyak 74 orang atau 5,3% Kepala MTsN masih berlatar belakang kurang dari S1, sedangkan sebagian besar sudah berkualifikasi S1 sebanyak 1.021 orang atau 73,8%, sedangkan sebanyak 289 orang atau 20,9% berkualifikasi S2. Sementara untuk MTsS, sebanyak 3.268 orang atau 27,4% berkualifikasi kurang dari S1, 8.136 orang atau 68,3% berkualifikasi S1, dan selebihnya sebanyak 504 orang atau 4,3% berkualifikasi minimal S2. Kualifikasi Kepala MTs < S1 S1 < S1 S1 MTsN MTsS Series1 74 1.310 3.268 8.640 dipimpin oleh seorang individu yang mumpuni secara skill. Untuk jenjang MAN, sebanyak 21 orang atau 2,9% Kepala MAN berkualifikasi kurang dari S1, 494 orang atau 67,2% berkualifikasi S1, dan sebanyak 220 orang atau 29,9% berkualifikasi minimal S2. Sementara untuk MAS sebanyak 669 orang atau 13,6% berkualifikasi kurang dari S1, 3.799 orang atau 77,3% berkualifikasi S1, dan sisanya sebanyak 445 orang atau 9,1% berkualifikasi minimal S2. Terdapat data yang menarik untuk disimak, bahwa untuk MAS ternyata memiliki Kepala Madrasah yang berpendidikan S3, sementara MAN tidak satupun Kepala MAN yang berpendidikan S3. Hal ini perlu perhatian dari pemerintah agar Kualifikasi Kepala MAN tidak kalah dari Kepala MAS. Kualifikasi Kepala MA Grafik 1.16. Latar Belakang Pendidikan Kepala MTs Berdasarkan Grafik diatas, perlu adanya dorongan dari pemerintah agar para Kepala MTs yang belum berpendidikan minimal S1, agar segera meningkatkan kualifikasinya mengingat tantangan dunia pendidikan ke depan jauh lebih besar, sehingga harus < S1 S1 < S1 S1 MAN MAS Series1 21 714 669 4.244 Grafik 1.17. Latar Belakang Pendidikan Kepala MA Halaman : 11

Berdasarkan Grafik diatas, kondisi ini hampir mirip dengan kondisi di level MTs, jadi sekiranya menurut penulis apa yang mesti dilakukan adalah hal yang sama seperti perlakuan pada para Kepala MTs. C.2. Pendidik (Guru). Jumlah Pendidik di jenjang RA sebanyak 86.859 orang dengan komposisi berdasarkan kualifikasi pendidikan, sebanyak 71.174 atau 81,9% berkualifikasi kurang dari S1, dan sisanya 15.685 orang atau 18,1% berkualifikasi minimal S1. Sementara jika dilihat dari Status Kepegawaian, mayoritas sebanyak 81.009 atau 93,3% berstatus Non PNS. Sementara hanya sebagain kecil saja yang berpredikat PNS, yakni sebanyak 5.850 atau 6,7%. Jika ditinjau dari Kategori gender, maka sebanyak 80.700 atau 92,9% berjenis kelamin perempuan, sementara 6.159 atau 7,1% berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sudah lumrah karena secara psikologis perempuan lebih dekat dengan dunia anak-anak usia dini. Berdasarkan data diatas nampaknya, Pemerintah melalui Ditjen Pendis memiliki banyak pekerjaan antara lain sebisa mungkin mengkondisikan agar para Pendidk (Guru) di RA, paling tidak memliki pendidikan minimal S1. Hal ini berkaitan dengan pemberian tunjangan profesi, dimana syarat untuk mendapatkan tunjangan profesi adalah pendidikan Pendidik (Guru) minimal adalah S1 atau D4 dan mengikuti pendidikan profesi agar mendapatkan sertifikat pendidikan (Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 9) Data Pendidik RA PNS Non PNS < S1 S1 Lk Pr Status Kepegawaian Pendidikan Formal Gender Series1 5.850 81.009 71.174 15.685 6.159 80.700 Grafik 1.18. Data Pendidik RA Untuk Jenjang MI, jumlah Pendidik (Guru) sebanyak 38.872 orang atau 16,9% berstatus PNS, sementara sebagian besar berstatus Non PNS sebanyak 191.113 atau 83,1%. Jika dilihat berdasarkan kualifikasi pendidikan, maka sebanyak 161.867 orang atau 70,4% berkualifikasi kurang dari S1, sisanya sebanyak 68.118 orang atau 29,6% berkualifikasi minimal S1. Sementara berdasarkan gender, maka sebanyak 114.284 atau 49,7% berjenis kelamin Laki-laki, selebihnya sebanyak 115.701 atau 50,3% berjenis kelamin perempuan. Secara gender Halaman : 12

untuk level MI, jumlah guru hampir sama, sehingga disini terlihat juga kesetaraan atau tidak ada diskrimnasi gender untuk menjabat sebagai Guru MI. sebanyak 132.780 atau 54,0% Laki-laki, dan sebanyak 112.919 atau 46,0% Perempuan. Data Pendidik MTs Data Pendidik MI PNS Non PNS < S1 S1 Lk Pr Status Kepegawaian Pendidikan Formal Gender Series1 40.535 205.164 96.496 149.203 132.780 112.919 PNS Non PNS < S1 S1 Lk Pr Status Kepegawaian Pendidikan Formal Gender Series1 38.872 191.113 161.867 68.118 114.284 115.701 Grafik 1.20. Data Pendidik MTs Grafik 1.19. Data Pendidik MI Grafik diatas menampakkan bahwa kondisi yang sama persis seperti di level RA terjadi di level MI, maka Ditjen Pendidikan Islam dituntut untuk bekerja lebih keras lagi. Pendidik (Guru) jenjang MTs berjumlah 245.699 orang dengan 40.535 orang atau 16,5% berstatus PNS, sementara sebanyak 205.164 orang atau 83,5% berstatus Non PNS. Jika dilihat dari sisi kualifikasi pendidikan, sebanyak 96.496 orang atau 39,3% berkualifikasi kurang dari S1, dan sebanyak 149.203 orang atau 60,7% berkualifikasi pendidikan minimal S1. Secara gender untuk level MTs, jumlah Pendidik berjenis kelamin Laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan Pendidik Perempuan, yakni Grafik diatas melukiskan, bahwa walaupun secara fakta Pendidik (Guru) MTs yang berpendidikan minimal S1 lebih banyak dibanding dengan yang belum S1, namun program untuk peningkatan kualifikasi Pendidik terus ditingkatkan agar apa yang diamanatkan di dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tercapai dengan baik. Total Jumlah Pendidik (Guru) untuk jenjang MA sebanyak 112.793 orang dengan 21.400 orang atau 19,0% berstatus PNS, sementara selebihnya sebanyak 91.393 orang atau 81,0% berstatus Non PNS. Kualifikasi pendidikan Pendidik (Guru) untuk tingkat MA sebagian besar sudah berpendidikan minimal S1 yakni sebanyak 83.411 orang atau 74,0%, sementara sisanya berpendidikan kurang dari S1 sebanyak 29.382 orang Halaman : 13

atau 26,0%. Secara gender kondisi Guru di level MA mirip dengan level MTs, bahwa Pendidik Laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan Pendidik Perempuan. Data Pendidik MA Kondisi ini menunjukkan bahwa jumlah tersebut masih jauh dari harapan, mengingat jumlah Pendidik yang berpendidikan minimal S1 sebanyak 316.417 orang, apalagi jika dibandingkan dengan jumlah Pendidik secara total, meminjam istilah masih jauh panggang dari api. C.3. Pengawas Madrasah PNS Non PNS < S1 S1 Lk Pr Status Kepegawaian Pendidikan Formal Gender Series1 21.400 91.393 29.382 83.411 62.105 50.688 Grafik 1.21. Data Pendidik MA Grafik diatas melukiskan, bahwa walaupun secara fakta Pendidik (Guru) MTs yang berpendidikan minimal S1 lebih banyak dibanding dengan yang belum S1, namun program untuk peningkatan kualifikasi Pendidik terus ditingkatkan agar apa yang diamanatkan di dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tercapai dengan baik. Secara keseluruhan masih banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh Ditjen Pendidikan Islam, mengingat Program Sertifikasi tersebut seperti yang diamanatkan di dalam Undangundang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Berdasarkan data yang ada, jumlah Pendidik yang sudah lulus sertifikat sebanyak 30.510. Peningkatan mutu pendidikan telah menjadi komitmen pemerintahan masa sekarang. Komitmen dan profesionalisme para tenaga kependidikan inilah yang akan menentukan terjadinya perubahan dan peningkatan mutu pendidikan nasional. Untuk mendukung kebijakan tersebut maka salah satu posisi Tenaga Kependidikan yang strategis adalah Pengawas Madrasah. Tugas Pengawas Madrasah adalah mengawasi kinerja Madrasah. Berdasarkan data yang masuk ke Bagian Perencanaan dan Data, jumlah Pengawas Madrasah Tahun Pendidikan 2008/2009 adalah sebanyak 5.653 orang. Komposisi tersebut berdasarkan gender sebanyak 4.318 atau 76,4% adalah Laki-laki, sementara sisanya sebanyak 1.335 atau 23,6% Perempuan. Sementara data yang menarik adalah jika dilihat komposisi berdasarkan usia dan pendidikan Halaman : 14

formal. Secara usia ternyata sebanyak 2.315 atau 41,0% berada pada usia diatas 55 Tahun, dimana di usia ini sebenarnya sudah memasuki usia menjelang paripurna tugas sebagai PNS. Jumlah ini ditengarai adalah mantan pejabat struktural yang ingin memperpanjang usia pensiun dengan cara berganti profesi menjadi pengawas madrasah. Barangkali tidak sepenuhnya salah manakala memang sebelumnya menjabat struktural di bidang yang berkompeten, akan tetapi akan lebih baik jika sebaiknya secara profesional, seorang Pengawas Madarasah bukan berasal dari pengalihan status profesi. Sementara jika dilihat berdasarkan jenjang pendidikan ternyata masih ada pengawas yang berpendidikan belum S1, yakni sebanyak 1.060 atau 18,8%. Hal ini memang menjadi pekerjaan yang tidak boleh termarjinalkan oleh Ditjen Pendidikan Islam. Sementara jika dilihat berdasarkan rasio atau perbandingan jumlah Pengawas Madrasah dengan jumlah lembaga yang dibinanya, maka angka secara nasional memiliki rata-rata sebanyak 11. Ini artinya adalah setiap Pengawas mengampu sebanyak 11 Lembaga Pendidikan Agama Islam. Data cukup menarik berdasarakn propinsi maka secara rata-rata propinsi setiap Pengawas mengampu Lembaga Pendidikan Agama islam berada pada selanga antara 2 sampai dengan 18. Rentang terkecil berada pada Propinsi Bengkulu, yakni sebanyak 290 Lembaga Pendidikan Agama Islam dengan jumlah Pengawas sebanyak 134 orang. Sementara rasio terbesar berada di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah Lembaga Pendidikan Agama Islam yang tercatat sebanyak 9.759 dengan jumlah Pengawas sebanyak 531 orang. Data Pengawas Madrasah 50 51-54 55 < S1 S1 Lk Pr Usia Pendidikan Formal Gender Series1 1.575 1.763 2.315 1.060 4.593 4.318 1.335 Grafik 1.22 Data Pengawas Madrasah Halaman : 15