BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

Kalimantan Timur. Lembuswana

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan


BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan. suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. terutama negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan terjadi tatkala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan oleh sekian banyak Negara berkembang khususnya

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

BERITA RESMI STATISTIK

EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN I 2014 TUMBUH 6,5 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB I LATAR BELAKANG. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

BADAN PUSAT STATISTIK

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum era reformasi yaitu pada zaman orde baru, Indonesia menganut sistem pemerintahan yang sentralistik. Kondisi ini dapat dilihat dari dominannya peran pemerintah pusat dalam merencanakan dan menetapkan prioritas pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi tersebut berimplikasi kepada kinerja pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan kemampuan masyarakat lokal atau daerah. Masyarakat menjadi tidak punya kekuatan untuk menolak kebijakan pemerintah pusat yang dicirikan oleh terkonsentrasinya kekuasaan yang bias ke perkotaan. Keadaan ini menimbulkan terjadinya net transfer sumberdaya lokal dari wilayah pedesaan ke pusat-pusat perkotaan di lokasi kekuasaan, khususnya Jakarta yang disebut backwash process (Dirgantoro, 2009). Pemerintah merespon kondisi tersebut dengan melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal, untuk itu pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang mengamanatkan bahwa daerah diberi keleluasaan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 bahwa pembangunan daerah sebagai bagian dari integral dari pembangunan nasional dilaksanakan melalui otonomi daerah yang mulai dilaksanakan pada tahun 2001. Kedua undang-undang tersebut telah direvisi masing-masing menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur pemerintahan daerah 1

2 bahwa untuk menyelenggarakan otonomi, pemerintah pusat menyerahkan sejumlah urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangga daerah otonom baik kepada daerah provinsi maupun kepada daerah kabupaten/kota. Melalui desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan sesuai dengan potensi sumber daya yang ada. Salah satu argumen dilakukannya desentralisasi fiskal adalah bahwa desentralisasi fiskal menyebabkan efisiensi dalam perekonomian, yaitu terjadinya efisiensi dalam alokasi sumberdaya publik (Oates, 1972). Desentralisasi fiskal meningkatkan pendapatan dan meningkatkan efisiensi dalam sektor publik dan memotong defisit anggaran, serta menaikkan pertumbuhan ekonomi (Bird, 1993) Desentralisasi fiskal akan memberikan dampak positif terhadap pengurangan jumlah penduduk miskin bila diikuti dengan adanya kenaikan pada pendapatan perkapita. Peningkatan pendapatan merupakan cermin dari adanya suatu pertumbuhan ekonomi. Daerah yang pontensial akan menghasilkan produk berupa barang dan/atau jasa yang mempunyai nilai guna untuk meningkatkan penjualan dan daya tarik kepada konsumen. Desentralisasi fiskal tidak hanya dapat mengetahui masalah kemiskinan tetapi dapat menjadi pendorong untuk prospek pertumbuhan ekonomi di daerah otonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan sehingga dapat menurunkan jumlah penduduk miskin. Bertambahnya lapangan pekerjaan dapat menyerap banyak tenaga kerja sehingga penduduk miskin dapat berkurang (Sudewi, 2013).

3 Menurut Oates (1972) alasan bahwa desentralisasi fiskal akan meningkatkan efisiensi ekonomi yaitu karena pemerintah lokal mempunyai posisi yang lebih baik daripada pemerintah pusat untuk menyalurkan pelayanan publik yang dibutuhkan oleh pemerintah lokal, yang selanjutnya efisiensi akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di tingkat lokal dan mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional (Sasana, 2009). Desentralisasi fiskal di Indonesia mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2001. Menurut Simanjuntak (2002) pada dasarnya desentralisasi fiskal di Indonesia mempunyai sasaran umum, yaitu: 1) untuk memenuhi aspirasi daerah menyangkut penguasaan atas sumber-sumber keuangan daerah; 2) mendorong akuntabilitas, dan transparansi pemerintahan daerah; 3) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah; 4) mengurangi ketimpangan antar daerah; 5) menjamin terselenggaranya pelayanan publik minimum di setiap daerah; 6) meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum. Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, hal ini dapat di lihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dimiliki kaltim mencapai angka cukup besar yaitu, Rp 121,0 triliun pada tahun 2013. Tahun 2011 Kalimantan Timur berada pada posisi ke-tujuh dengan PDRB terbesar di Indonesia. Tabel 1.1 10 Provinsi di Indonesia dengan PDRB ter-tiinggi dan PDRB PerKapita Menurut Atas Dasar Harga Konstann Tahun 2011 No Provinsi PDRB Tahun 2011 PDRB Perkapita (milliarrp) Tahun 2011(ribu Rp) 1 DKI Jakarta 421.251 42.329 2 Jawa Timur 365.151 9.649

4 No Provinsi PDRB Tahun 2011 PDRB Perkapita (milliarrp) Tahun 2011(ribu Rp) 3 Jawa Barat 334.539 7.613 4 Jawa Tengah 187.245 5.721 5 Sumatera Utara 125.805 9.515 6 Banten 94.198 8.607 7 Kalimantan Timur 75.123 20.447 8 Sulawesi Selatan 54.979 6.740 9 Sumatera Selatan 54.386 7.157 10 Riau 52.420 9.154 Sumber: BPS DIY diolah (2015). PDRB perkapita Kalimantan Timur berada pada posisi kedua terbesar setelah DKI Jakarta. Besarnya PDRB dan PDRB perkapita Kalimantan Timur tidak lepas dari peran Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat besar dalam menopang per ekonomian Kalimantan Timur. Selama kurun waktu 2008-2013, PDRB menurut penggunaan atas dasar harga konstan selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2013, nominal PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) sudah berada pada level Rp 122,0 trilliun. Peningkatan ekonomi secara riil ini, dipicu oleh membaiknya kinerja konsumsi akhir dari berbagai komponen penggunaan terutama net ekspor Kalimantan Timur yang positif. Terbentuknya nilai PDRB Kalimantan Timur menurut penggunaan secara keseluruhan merupakan kontribusi dari beberapa komponen penggunaan antara lain konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT), konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), perubahan inventori, ekspor (barang dan jasa) dan impor. Tabel 1.2 PDRB Provinsi Kalimantan Timur Menurut (ADHK 2000) Menurut Komponen Penggunaan Tahun 2008 2013 ( juta Rp ) No Komponen 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 Konsumsi RT 16.200 16.688 17.493 18.959 21.051 22.551 2 Konsumsi LNPRT 362 409 433 453 476 502

5 No Komponen 2008 2009 2010 2011 2012 2013 3 Konsumsi Pemerintah 5.313 5.548 5.739 6.218 6.489 6.481 4 PMTB 17.198 17.881 18.790 19.974 21.565 22.693 5 Perubahan 1.009 1.091 1.130 1.182 1.217 1.280 Inventori 6 Ekspor Netto 63,123 63.945 67.367 68.702 70.285 68.122 Total PDRB 103.20 105.564 110.953 115.489 120.085 121.990 (milliiar Rp) 5 Sumber: BPS Kalimantan Timur (2015). Keseluruhan nilai PDRB penggunaan di Kalimantan timur yang paling dominan ditujukan untuk memenuhi keperluan ekspor (70,285 milliar), hal ini berkaitan dengan dominasi pertambangan yang cukup besar di Kalimantan Timur. Pengeluran untuk PMTB atau investasi fisik, terlihat perannya cukup besar yakni 15,86% dari total PDRB, ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur terus mengalami peningkatan. Komponen yang cukup mengejutkan adalah konsumsi pemerintah yang sangat kecil dimana peningkatannya hanya sekitar 4.32% setiap tahunnya. Gambar 1.1 Pertumbuhan PDRB Kalimantan Timur (ADHK 2000) dan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tahun 1999 2011 Sumber: BPS Kalimantan Timur Diolah (2015).

6 Gambar 1.1 menunjukkan hasil dari kinerja ekonomi provinsi Kalimantan Timur yang selalu berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi jumlah penduduk miskin. Dimana pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi sebesar 4,45% dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 12.06%. Kemiskinan juga menunjukkan hal yang serupa, dimana pada tahun 1999 jumlah kemiskinan di provinsi Kalimantan Timur sebesar 509,2 ribu jiwa dan pada tahun 2011 jumlah kemiskinan berkurang menjadi 247,1 ribu jiwa. Gambar diatas memberikan gambaran yang cukup menarik, dimana pertumbuhan ekonomi tidak selalu memberikan efek positif terhadap jumlah penduduk miskin di provinsi Kalimantan Timur. Misalnya pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi meningkat cukup tajam sebesar 12% dan di tahun yang sama kemiskinan juga meningkat 340 ribu jiwa lebih. Pasir Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur Berau Malinau Bulungan Nunukan Penajam Paser Utara Tana Tidung Gambar 1.2 Tingkat Kemiskinan Berdasarkan Kabupaten/Kota di Kaltim Tahun 2012 Sumber: BPS Kalimantan Timur (diolah).

7 Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Timur yang paling banyak menyumbang kemiskinan adalah Kutai Karta Negara, dimana Kutai Karta Negara menyumbang penduduk miskin sekitar sebesar 47 ribu orang. Ironisnya, Kabupaten Kurtai Karta Negara adalah penyumbang PDRB terbesar Kalimantan Timur. Kabupaten Tana Tidung adalah penyumbang angka kemiskinan yang paling kecil dimana, Tana Tidung hanya menyumbang sekitar 1000 orang penduduk miskin. Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Miskin(000) dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Indonesia Pada Tahun 2011 No Provinsi di Indonesia Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin 1 DKI Jakarta 363,42 3,75% 2 Jawa Timur 5.356,21 14,23% 3 Jawa Barat 4.468,63 10,65% 4 Jawa Tengah 5.107,36 15,76% 5 Sumatera Utara 1.481,31 11,33% 6 Banten 690,49 6,32% 7 Kalimantan Timur 247,90 6,77% 8 Sulawesi Selatan 832,91 10,29% 9 Sumatera Selatan 1.074,81 14,24% 10 Riau 482,05 8,47% 11 Kalimantan Tengah 146,91 6,56% 12 Kalimantan Selatan 194,62 5,29% Sumber: BPS DIY diolah (2015). Kalimantan Timur dengan PDRB tertinggi kedua setelah DKI Jakarta memiliki persentase penduduk miskin sebesar 6,77%, kondisi ini cukup mengkhawatirkan karena jika dibandingkan dengan banten dan Kalimantan Selatan yang persentase masing-masing penduduk miskinnya sebesar 6,32% dan 5,29%. Kalimanatan Selatan yang PDRB dan PDRB Perkapitanya tidak masuk sepuluh besar di Provinsi Indonesia hanya memiliki penduduk miskin sebesar

8 5,29% ini menandakan bahwa pembangunan ekonomi yang ada di Kalimantan Timur belum sampai kepada seluruh lapisan masyarakat. Berbagai kelemahan masih menyertai pelaksanaan desentralisasi fiskal yang harus diwaspadai dalam pelaksanaannya. Prud homme (1995) mencatat beberapa kelemahan dan dilema dalam otonomi daerah, dimana dapat 1). Menciptakan kesenjangan antar daerah kaya dengan daerah miskin, 2). Mengancam stabilitas ekonomi akibat tidak efisiennya kebijakan ekonomi makro, seperti kebijakan fiskal, 3). Mengurangi efisiensi akibat kurang representatifnya lembaga perwakilan rakyat dengan indikator masih lemahnya public hearing, 4). Perluasan jaringan korupsi dari pusat menuju daerah. Desentralisasi fiskal di Indonesia masih mempunyai berbagai kelemahan dan kekurangan, baik dari tataran konsep maupun implementasinya. Masih terdapat peraturan yang saling berbenturan satu sama lain, masih terdapat perbedaan pendapat maupun perebutan kewenangan antar level pemerintah dalam pengelolaan fisik daerah, ataupun masih sering terjadi multi-tafsir dalam implementasi kebijakan daerah. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas. Maka rumusan masalah yang disusun dalam penelitian ini adalahsebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap kemiskinan di Kalimantan Timur. 2. Bagaimana pengaruh pengeluaran pembangunan pemerintah terhadap kemiskinan di Kalimantan Timur.

9 3. Bagimana pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap kemiskinan di Kalimantan Timur. 4. Bagaimana Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama di Kalimantan Timur. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan penelitian yang akan dicapai adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel pengeluaran pembangunan pemerintah terhadap kemiskinan di Kalimantan Timur. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel PDRB terhadap kemiskinan di Kalimantan Timur. 3. Untuk melihat bagaimana kebijakan desentralisasi fiskal mempengaruhi tingkat kemiskinan di provinsi Kalimantan Timur. 4. Untuk mengetahui dan menganalisi pengaruh variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen di Kalimantan Timur. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Bagi pemerintah pusat, sebagai masukan untuk mengevaluasi kembai kebijakan desentralisasi fiskal yang sudah berjalan selama 15 tahun untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan yang sifatnya teknis supaya kebijakan desentralisasi fiskal berjalan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.

10 2. Bagi pemerintah daerah, sebagai masukan atau bahan pertimbangan dimana seharusnya Sumber Daya Alam (SDA) yang besar manfaatnya harus dapat dirasakan oleh semua segmen masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat. 3. Untuk mengembangkan wawasan dalam bidang keilmuan terutama bagi pihak lain yang melakukan penelitian dalam bidang yang sama. 1.5 Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah dapat diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut: 1. PDRB mempunyai efek yang negatif dan signifikan terhadap kemiskinan 2. Pengeluaran pembangunan berdampak negatif dan signifikan terhadap kemiskinan 3. Desentralisasi fiskal memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. 4. Desentralisasi Fiskal, PDRB dan pengeluaran pemerintah secara bersamasama berpengaruh terhadap kemiskinan. 1.6 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan penelitian ini terbagi menjadi 5 bab, dengan rincian pembahasan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

11 Pada bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka dari penelitian yang mencakup landasan teori, bagaimana pengaruh antara variabel dependen dengan independen, dan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya atau studi terkait. BAB III : METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang jenis dan sumber data, model penelitian, dan uji-uji yang akan digunakan dalam penelitian serta definisi operasional. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil perhitungan dari analisis data dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah yang ada. Bab V : PENUTUP Pada bab ini berisi tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan saran terhadap penelitian.