BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

Produk Domestik Bruto (PDB)

BERITA RESMI STATISTIK

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2016

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD) TAHUN ANGGARAN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN I TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

hal- ii Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2017

Statistik KATA PENGANTAR

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dikemukakan terkait hasil penelitian, yaitu.

Pemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2017

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Perkembangan Industri

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Triwulan III Provinsi Riau

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO KECIL TRIWULAN II TAHUN 2013

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

Transkripsi:

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO 3.1. Perkiraan Kondisi Ekonomi Tahun 2006 Stabilitas perekonomian merupakan syarat untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam hal ini pemerintah sebagai fasilitator (agent of development) dapat memberikan jaminan kepastian berusaha. Sedangkan ketidakstabilan akan menimbulkan biaya tinggi bagi perekonomian, sebagai contoh inflasi yang tinggi menyulitkan pembedaan pergerakan harga yang disebabkan oleh perubahan permintaan atau penawaran barang dan jasa dari kenaikan umum harga-harga yang disebabkan oleh permintaan yang berlebih. Sehingga pada akhirnya akan berdampak terhadap penurunan daya beli masyarakat. Dengan demikian keberhasilan pembangunan dapat diindikasikan melalui pencapaian stabilitas perekonomian melalui indikator pertumbuhan ekonomi, yang pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor produksi (sektor riil), kebijakan moneter dan inflasi, serta situasi dan kondisi umum serta pengaruh global. Disamping itu perkembangan daerah sekitar juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan, dimana saat ini rata-rata tingkat LPE mencapai 7%, masih diatas rata-rata LPE daerah sekitarnya yang hanya mencapai kisaran 3 5%, serta masih diatas capaian LPE Provinsi Jawa Barat yang mencapai 5,31% untuk tahun 2005. Sehubungan dengan hal tersebut maka laju pertumbuhan ekonomi kota Bandung tahun 2006 diharapkan dapat mencapai 7,61 % dalam kondisi normal 125

dan dalam kondisi optimistik mencapai 7,75%, dengan kontribusi laju pertumbuhan dari sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar. Peningkatan LPE tersebut didorong oleh peningkatan nilai investasi dalam bentuk Pembentukan modal tetap Bruto (PMTB) berkisar antara Rp 6.2 6.3 trilyun. Dengan pertumbuhan ekonomi tersebut diharapkan dapat menyerap tenaga kerja sebesar 985.215 orang. Tabel berikut ini menyajikan pertumbuhan PDRB berdasarkan lapangan usaha sampai tahun 2005 dan perkiraan tahun 2006. Tabel 3.1 Laju Pertumbuhan PDRB Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2000 2005 ADH KONSTAN 2001 2002 2003 2004 Rerata Tumbuh Pertanian -2.42-2.02 1.89-5.20-1.93 Pertambangan dan Penggalian 0 0 0 0 0 Industri pengolahan 11.25 9.65 6.88 6.17 8.48 Listrik, Gas dan Air Bersih 3.13 11.28 10.29 10.25 8.73 Bangunan Kontruksi 2.44 5.32 7.92 7.55 5.80 Perdagangan, Hotel dan Restoran 6.27 5.52 7.13 9.26 7.045 Pengangkutan dan Komunikasi 11.28 10.47 6.97 8.26 9.2 Keuangan, persewaan dan Jasa Perusahaan 5.71 4.86 14.87 8.29 8.43 Jasa-jasa 3.24 3.83 4.63 4.67 4.09 PDRB 7.54 7.13 7.34 7.49 7.37 *) Angka Sementara 126

Sumber : BPS th 2001-2004, data diolah Bappeda 3.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2007 Karakterisktik sebagai kota metropolitan, membawa konsekuensi terhadap perkembangan struktur perekonomian yang mengarah kepada semakin siginifikannya peranan sektor tersier (sektor jasa-jasa) terhadap PDRB pada tahun 2005 memberikan kontribusi sebesar 63,04%, diikuti oleh sektor sekunder (Industri Pengolahan) sebesar 33,01%, dan sektor primer yang memberikan kotribusi sebesar 0,32%. Kontribusi tersebut secara terinci diuraikan kedalam 53 sektor yang tertuang dalam Tabel Input - Output dengan menggunakan analisis indeks komposit dapat ditelusuri sektor unggulan apa saja yang berperan dalam struktur perekonomian tersebut, dengan memperhatikan beberapa variabel sebagai berikut : 1. Besarnya kontribusi PDRB ; 2. Efek relatif dari kenaikan output sektor terhadap peningkatan output sektor lainnya (indeks daya penyebaran); 3. Efek relatif dari peningkatan output suatu sektor terhadap dorongan peningkatan output sektor-sektor lainnya (nilai indeks derajat kepekaan); 4. Pengaruh permintaan akhir sektor terhadap total output perekonomian secara total (multiplier output); 5. Pengaruh pengganda pendapatan; 6. Pengaruh penyerapan tenaga kerja. 127

Dari hasil analisis tersebut maka didapat nilai indeks komposit 53 sektor kegiatan unggulan ekonomi di sebagai berikut : Tabel 3.2 Sektor Unggulan berdasarkan Analisis Indeks Komposit Nilai Indeks KODE SEKTOR Komposit [1] [2] [3] 42 Jasa Komunikasi 175,320 35 Perdagangan 175,190 23 Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia lainnya 173,040 18 Industri kayu dan barang-barang lainnya terbuat dari kayu, bambu, gabus dan rotan 160,400 43 Bank dan lembaga keuangan lainnya 157,490 36 Perhotelan 142,600 13 Industri tekstil, kecuali untuk pakaian jadi 128,320 32 Listrik 125,070 44 Jasa Perusahaan 120,240 25 Industri barang-barang dari plastik kecuali furnitur 112,760 14 Industri perajutan 110,340 15 Industri pakaian jadi, kecuali untuk alas kaki 109,980 41 Jasa Penunjang angkutan 109,590 12 Industri makanan, minuman dan tembakau 105,400 128

16 Industri kulit dan barang dari kulit, kecuali untuk alas kaki 104,760 40 Jasa Angkutan udara 104,750 20 Industri kertas,barang dari kertas dan sejenisnya 104,620 34 Bangunan 104,360 47 Jasa Pendidikan pemerintah 103,960 17 Industri alas kaki 103,270 24 Industri karet dan barang-barang dari karet 102,820 46 Jasa Pemerintahan umum 101,920 28 Industri mesin dan peralatannya termasuk perlengkapannya 100,710 27 Industri logam dasar dan barang dari logam, kecuali mesin dan peralatannya 100,470 29 Industri alat angkutan 99,051 38 Jasa Angkutan rel 96,656 30 Industri peralatan professional, ilmu pengetahuan, pengukur dan pengatur 96,430 21 Industri penerbitan dan percetakan 96,222 48 Jasa Kesehatan pemerintah 95,976 9 Perikanan dan hasil perikanan lainnya 94,053 50 Jasa Kesehatan Swasta 93,491 31 Industri pengolahan lainnya 92,737 26 Industri barang galian bukan logam 91,899 129

49 Jasa Pendidikan swasta 91,817 39 Jasa Angkutan jalan 90,764 33 Air Bersih 89,301 19 Industri furnitur semua bahan 85,727 53 Jasa perseorangan dan rumah tangga 83,417 52 Jasa rekreasi, kebudayaan, dan olah raga 82,619 37 Restoran 81,725 8 Ternak, unggas dan hasil-hasilnya 80,309 45 Real Estate dan Usaha Persewaan 79,323 51 Jasa Kemasyarakatan Swasta Lainnya 78,208 2 Jagung 74,045 1 Padi 73,170 4 Ubi jalar 71,044 3 Ketela pohon 71,020 6 Buah-buahan 70,532 7 Sayur-sayuran 69,371 5 Kacang Tanah 69,288 10 Hasil pertanian lainnya 66,695 22 Industri pengilangan minyak bumi 52,395 11 Barang tambang dan hasil galian lainnya 45,344 Sumber : Data BPS diolah Bappeda Nilai Indeks komposit tersebut menunjukkan nilai keunggulan dari masing-masing sektor. Sektor kegiatan yang memiliki nilai indeks komposit lebih besar dari rata-rata, menandakan sektor tersebut menjadi sektor 130

unggulan di. Sektor kegiatan yang menjadi sektor unggulan di adalah 24 sektor yang meliputi sektor jasa komunikasi dengan nilai indeks komposit terbesar yaitu (175,32), sektor perdagangan menjadi sektor terbesar kedua dengan nilai indeks komposit sebesar (175,19), terbesar ketiga adalah sektor Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia lainnya sebesar (173,04), Industri kayu dan barang-barang lainnya terbuat dari kayu, bambu, gabus dan rotan sebesar (160,400), sektor bank dan lembaga keuangan lainnya sebesar (157,490), sektor perhotelan (142,600), sektor Industri tekstil, kecuali untuk pakaian jadi (128,320), listrik sebesar (125,070), jasa perusahaan sebesar (120,240), Industri barang-barang dari plastik kecuali furniture (112,760), Industri perajutan (110,340), Industri pakaian jadi, kecuali untuk alas kaki (109,980), Jasa Penunjang angkutan (109,590) Industri makanan, minuman dan tembakau (105,400) Industri kulit dan barang dari kulit, kecuali untuk alas kaki (104,760), Jasa Angkutan udara (104,750), Industri kertas,barang dari kertas dan sejenisnya (104,620), Bangunan (104,360), Jasa Pendidikan pemerintah (103,960) Industri alas kaki (103,270 ) Industri karet dan barang-barang dari karet (102,820) Jasa Pemerintahan umum (101,920) Industri mesin dan peralatannya termasuk perlengkapannya (100,710) Industri logam dasar dan barang dari logam, kecuali mesin dan peralatannya (100,470) Dari ke-24 (dua puluh empat) sektor unggulan tersebut terbagi ke dalam klasifikasi sektor industri pengolahan terdiri dari 12 (dua belas) sektor, dan sektor jasa jasa 12 (dua belas ) sektor. Dengan demikian strategi pertumbuhan ekonomi kota Bandung harus berbasis pada ekonomi jasa, sesuai dengan karakteritik kota Bandung sebagai kota metropolitan. Kenyataaan ini harus disikapi dengan penetapan kebijakan ekonomi yang mendorong 131

pengembangan sektor jasa melalui penciptaan iklim yang kondusif yang mencakup peningkatan pelayanan publik (regulasi, perbaikan infrastruktur, kenyamanan berusaha). Berdasarkan kondisi tersebut, diperkirakan Laju Pertumbuhan Ekonomi tahun 2007 diperkirakan masih berada pada kisaran 7% yaiitu 7,61% dalam kondisi normal dan 7,75% pada kondisi optimis. Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah sebagai fasilitator berperan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, mengingat investasi memiliki peran yang penting dalam mendorong perekonomian suatu daerah. Berdasarkan pada perkiraan laju pertumbuhan ekonomi yang telah disebutkan dengan asumsi sektor produksi terus melakukan inovasi atau menggunakan teknologi yang lebih baik, maka tingkat investasi tersebut akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Berdasarkan kondisi normal, perkiraan pertumbuhan kebutuhan investasi pada tahun 2007 mencapai 20% atau total investasi yang dibutuhkan mencapai RP 6,6 trilyun, dengan perkiraan serapan tenaga kerja berdasarkan kondisi normal, tahun 2007 secara akumulatif mencapai 913.190 orang, sedangkan berdasarkan skenario optimis, angka tersebut mencapai 931.454 orang. Dalam mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut pemerintah tidak dapat bekerja sendirian tetapi perlu pelibatan berbagai Stakeholder, hal ini sesuai dengan peran pemerintah sebagai fasilitator dan regulator dalam menyediakan pelayanan publik dalam rangka menciptakan iklim investasi yang kondusif. Implikasi dari pencapaian pertumbuhan tersebut diperkirakan membutuhkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota 132

Bandung tahun 2007, yang didasarkan atas perhitungan secara sederhana melalui proporsi Anggaran angka rata-rata terhadap PDRB atas dasar harga berlaku dengan asumsi rata-rata inflasi 8%, adalah sebesar Rp 1.410.087.202,800,-. Anggaran pembangunan daerah semata mata ditujukan untuk menciptakan iklim usaha yang bersifat eskalatif sehingga anggaran pembangunan harus difokuskan pada upaya perbaikan pelayanan publik, misalnya perbaikan kwalitas sumber daya manusia, penataan kota, perbaikan dalam pelayanan ekonomi jasa, perbaikan aparatur pemerintahan. Perkiraan PDRB Tahun 2005-2007 (harga konstan 2000) (dalam juta rupiah) Tahun Normal Optimis 2000 18.732.422 18.732.422 2001 20.458.341 20.458.341 2002 21.854.641 21.854.641 2003 23.420.125 23.420.125 2004 25.169.540 25.169.540 2005 21.370.696 2006* 22.439.230 23.080.351 2007* 25.766.103 26.338.683 2008* 30.919.323 31.606.419 *) Angka sangat sementara 133

3.3 Peningkatan Optimalisasi Anggaran Penyusunan prioritas program pada proses perumusan RAPBD Kota Bandung 2007 ini ditujukan untuk meningkatkan optimalisasi anggaran, dimana Pemerintah menyusun program dan kegiatan yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi 11% pada 2008. Struktur anggaran yang optimal dapat dicapai apabila seluruh komponen pendapatan daerah dan belanja daerah diukur dalam sebuah proyeksi kinerja Pemerintah Kota secara menyeluruh. Pencapaian kinerja yang dimaksud adalah pengukuran tingkat output dari suatu program dan atau kegiatan, dimana paradigma baru yang ingin dibangun dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan saat ini adalah customer satisfaction (kepuasan publik). Publik harus dimaknai sebagai pelanggan, dan aparatur Pemerintah sebagai penyedia pelayanan publik (public service provider). Dengan demikian, peningkatan kualitas pelayanan publik harus senantiasa menjadi salah satu inti dari pelayanan prima Pemerintah Kota Bandung. Pemahaman paradigma dimana publik menjadi pelanggan (customer) sesungguhnya membutuhkan perubahan sikap, perilaku dan tindakan secara drastis dari seluruh aparat Pemerintah untuk senantiasa meningkatkan kualitas SDM dan adanya sebuah Sistem Operasional dan Prosedur (SOP) tentang Standar Kualitas Pelayanan Publik, sehingga seluruh unit kerja dan SKPD mengacu tidak hanya pada tugas pokok dan fungsi semata, melainkan melakukan inovasi dan terobosan dalam ruang lingkup ketatalaksanaan Pemerintah, namun yang ingin dicapai adalah 134

adanya kepuasan masyarakat atas kinerja Pemerintah secara menyeluruh. Optimalisasi anggaran juga memerlukan dukungan politik (political will) dari pada pimpinan dalam hal ini Walikota dan juga masing-masing pimpinan unit kerja dan SKPD, tentunya hal ini berimplikasi pada produktivitas dan kinerja aparatur Pemerintah Kota yang berwibawa, bertanggungjawab, efisien, akuntabel, dan transparan. 3.4 Mendukung Laju Pertumbuhan Ekonomi 11% Pada 2008 Program dan kegiatan yang akan disusun dalam APBD 2007 ini diusulkan sebagai usaha dalam sebuah kerangka mendukung laju pertumbuhan ekonomi 11% pada 2008, dengan pendekatan alokasi anggaran pada 4 (empat) aspek atau indikator, yaitu: a. Kesempatan Kerja Aspek kesempatan kerja merupakan indikator yang paling relevan dalam usaha Pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, selain itu usaha ini pun akan secara tidak langsung dapat menurunkan angka pengangguran. Namun, pada dasarnya aspek kesempatan kerja ini akan menjadi faktor pendukung dalam upaya masyarakat dalam memperoleh akses pekerjaan, akses sumberdaya keuangan, akses kemudahan informasi yang disediakan Pemerintah, dan banyak hal lain 135

dimana Pemerintah menjadi penyedia pelayanan publik yang memberikan berbagai kemudahan dan akses bagi masyarakat. Dalam aspek kesempatan kerja ini, tentu tidak cukup hanya instrumen Pemerintah saja yang menyediakan pelbagai bentuk penyediaan pelayanan publik ini, justru pihak stakeholder lainnya dapat dilibatkan dan menjadi bagian terintegrasi dalam suatu sistem pelayanan publik Pemerintah Kota yang mendorong terwujudnya kepuasan publik (customer satisfaction). b. Pembangunan Infrastruktur Aspek pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari usaha meningkatkan sarana dan prasarana fasilitas umum dan pelbagai bentuk penyediaan pelayanan publik. Hal ini juga mendukung tersedianya sebuah kebutuhan dasar bagi peningkatan pelayanan publik bagi warga kota, sebagai bagian dari apa yang telah mereka bayarkan dalam bentuk pajak daerah dan retribusi daerah. Pembangunan infrastruktur juga mengakselarasi pertumbuhan sektor riil, dimana dengan demikian semakin lengkapnya sarana dan prasarana infrastuktur Kota diharapkan terwujudnya sinergitas pengembangan kapasitas ekonomi kota dan mendorong sektor riil untuk meningkatkan produktivitas dalam skala Kota. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur menjadi bagian penting dalam pencapaian laju pertumbuhan ekonomi 11% pada 2008. 136

c. Peningkatan Kapasitas Investasi dan Produksi Jasa Aspek peningkatan kapasitas investasi dan produksi jasa merupakan indikator yang dapat diukur dari kinerja program dan kegiatan yang dilaksanakan Pemerintah. Untuk itu, program dan kegiatan yang dimaksud harus mendorong faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan investasi dan produksi jasa Kota. Kapasitas investasi dan produksi jasa merupakan faktor-faktor dari instrumen penyediaan pelayanan publik Pemerintah dalam hal upaya-upaya melakukan deregulasi perijinan, memberikan insentif bagi pembangunan di kawasan Timur dan Gedebage, memberikan insentif pajak daerah sesuai kewenangan yang dimiliki Pemerintah dalam hal meningkatkan sektor riil yang akan meningkatkan produksi jasa. d. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Aspek peningkatan kualitas pelayanan publik senantiasa menjadi perhatian utama Pemerintah, hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah sangat memperhatikan apa yang diperoleh masyarakat dalam pelayanan publik. Peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan komitmen Pemerintah sebagai bentuk pertanggung-jawaban aparatur dalam mengemban amanah untuk memberikan yang terbaik dalam pelayanan pada masyarakat. 137

Untuk itu, Pemerintah dalam implementasi program dan kegiatannya senantiasa melakukan pelbagai perbaikan dalam usahanya meningkatkan kualitas pelayanan publik yang lebih dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. 3.5. Kebijakan Alokasi Anggaran 3.5.1. Dasar Pertimbangan Alokasi Anggaran Dalam penyusunan anggaran, perlu kiranya Pemerintah mempertimbangkan beberapa hal di bawah ini sebagai dasar pertimbangan dalam alokasi anggaran, yaitu sebagai berikut: A. Kesejahteraan Masyarakat Anggaran yang dikelola Pemerintah kiranya didorong untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Untuk itu, dibutuhkan komitmen tinggi dari seluruh aparatur Pemerintah agar tata kelola anggaran menjadi lebih efiesien, transparan dan akuntabel. Dengan demikian, pada penyusunan program dan kegiatan di masing-masing unit kerja dan SKPD diharapkan dapat memperhatikan hal-hal mendasar yang dibutuhkan masyarakat, khususnya pelayanan pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan dasar. B. Ketahanan Sosial, Budaya, Ekonomi, Politik dan Pemerintahan 138

Pola penyusunan anggaran pula harus memperhatikan aspek ketahanan sosial, budaya, ekonomi, politik dan pemerintahan, dimana ketahanan ini dapat memberikan suatu kekuatan dari dalam meningkatkan kinerja Pemerintah dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. Dampak dari ketahanan sosial, budaya, ekonomi, politik dan pemerintahan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah. C. Pembangunan Berwawasan Lingkungan Berdasarkan visi yang bermartabat, maka pembangunan berwawasan lingkungan harus menjadi komitmen Pemerintah Kota, sehingga terciptanya suatu kondisi lingkungan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, penguatan dan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas ekosistem Kota Bandung. D. Pembangunan Berkelanjutan Pemerintah mendukung prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berbasis pada upaya-upaya pelestarian sumberdaya alam, dengan sebuah paradigma pembangunan dimana konsumsi sumberdaya alam yang dilakukan generasi saat ini tanpa mengurangi hak generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya atas pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia 139

3.6. Perkiraan APBD 2007 Perkiraan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2007, disesuaikan dengan Struktur APBD dalam Permendagri No 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagai berikut : 140

Tabel 3.3 Proyeksi Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan Daerah No Uraian TAHUN 2006 2007 1 PENDAPATAN DAERAH 1,269,067,282,000 1,410,087, 1.1 Pendapatan Asli Daerah 233,770,032,000 250,614, 1.2 Dana Perimbangan 1,034,797,250,000 1,158,972, 1.3 Lain-lain Pendapatan daerah Yang Sah 2 BELANJA DAERAH 1,296,392,685,000 1,394,651, 2.1 Belanja Tidak Langsung 814,427,578,000 912,158, Belanja Langsung (Program dan 2.2 Kegiatan SKPD) 353,785,607,000 453,232, 3. PEMBIAYAAN DAERAH (32,479,903,000) 4,436, 141