RINGKASAN EKSEKUTIF FARIS SHAFRULLAH SJAFRI MANGKUPRAWIRA HENDARIN ONO SALEH

dokumen-dokumen yang mirip
MEMUTUSKAN : PASAL I. 1. Pasal 1 angka 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

: PERATURAN GUBERNUR TENTANG ARAH, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 104 TAHUN 2008 TENTANG

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

B A B 2 DATA DAN ANALISA. 2.1 Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PENANGGULANGAN KEMISKINAN HLM, LD Nomor 4 SERI D

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

Channeling UPS-BKM TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN PILOT PROGRAM BANTUAN PENDIDIKAN DASAR DEPDIKNAS BEKERJASAMA DENGAN BKM-P2KP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 96 TAHUN 2008 TENTANG

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh : Imam Subarkah Dosen STEIN, Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengelolaan Sampah. Pedoman.

7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

SALINAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH

Tabel 1.1 Target RPJMN, RPJMD Provinsi dan kondisi Kota Depok. Jawa Barat. Cakupan pelayanan air limbah domestic pada tahun 2013 sebesar 67-72%

ditingkatkan dan disebarluaskan ke berbagai kota baik di perlu mengadakan usaha-usaha pembinaan yang aktif,

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Area Pasar;

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) 1. Pedoman umum

KEBIJAKAN DAN RENCANA PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN TAHUN Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

SALINAN WALIKOTA LANGSA,

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

I. PENDAHULUAN. bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

B A B 3 MASALAH DAN TUJUAN DESAIN. pembangunan: dari, oleh, dan untuk masyarakat. kemampuan mereka mengorganisir potensinya. Masyarakat dituntut untuk

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

=====================================================

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

pemberdayaan koperasi dan usaha mikro di kabupaten Lamongan Dinas Koperasi Industri dan Perdagangan Kabupaten Lamongan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI PENUTUP. Laporan Akhir PLPBK Desa Jipang Menuju Desa Yang Sehat, Berkembang dan Berbudaya 62

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DANA PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI BLITAR PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERSETUJUAN PEMBIMBING

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

Pendirian Koperasi melalui Fasilitasi UPK-BKM

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM

Menimbang : a. Mengingat : 1.

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 26/PERMEN/M/2006 TENTANG

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

1.8.(2) Peremajaan Permukiman Kota Bandarharjo. Semarang

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

IKHTISAR EKSEKUTIF. Hasil Rekapitulasi Pencapain kinerja sasaran pada Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar di Indonesia. Oleh karena

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2016

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006

BUPATI TANGERANG PROPINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 102 TAHUN 2015 TENTANG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP

Transkripsi:

RINGKASAN EKSEKUTIF FARIS SHAFRULLAH, (2005). Analisis Hubungan Input, Proses dan Hasil Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan di Propinsi DKI Jakarta. Di bawah bimbingan SJAFRI MANGKUPRAWIRA dan HENDARIN ONO SALEH. Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu pemikiran tidak dapat dilepaskan dari paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat. Setiap upaya pembangunan atau kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus diarahkan pada penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati kehidupan yang jauh lebih baik, dan sekaligus memperluas pilihan yang dapat dilakukan oleh setiap anggota masyarakat. Pemikiran itu pada dasarnya menempatkan masyarakat atau rakyat sebagai pusat perhatian dan sekaligus pelaku utama pembangunan. Pandangan tersebut muncul sebagai tanggapan atas keadaan kesenjangan ekonomi yang muncul di dalam masyarakat. Pemberdayaan senantiasa mempunyai dua pengertian yang saling terkait, yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. Kondisi penduduk miskin di Propinsi DKI Jakarta sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 relatif mengalami peningkatan. Jumlah penduduk miskin di Propinsi DKI Jakarta pada tahun 2002 sebanyak 291.324 orang dan pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin 370.989 orang. Keadaan ini semakin parah dengan tingginya tingkat urbanisasi. Pemerintah DKI Jakarta harus mengantisipasi masalah ini melalui penciptaan lapangan kerja baru. Peningkatan jumlah penduduk, tidak sebanding dengan kesempatan kerja yang disediakan oleh pemerintah. Hal ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah penduduk yang menganggur. Pengangguran di Propinsi DKI Jakarta berfluktuasi. Pada tahun 2001 jumlah pengangguran sebesar 605.924 orang dan pada tahun 2004 sebesar 602.741 orang. Berdasarkan kondisi ini pemerintah merespon keadaan tersebut, dengan menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1746 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK). Surat Keputusan ini merupakan peraturan yang mengatur tata cara pelaksanaan PPMK di wilayah Propinsi DKI Jakarta. Kebijakan ini ditujukan pada 25 kelurahan sebagai pilot project. Dana bantuan langsung masyarakat tersebut dimanfaatkan untuk perbaikan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat baik yang menyangkut aspek sosial, ekonomi maupun sarana fisik lingkungan yang tercantum dalam SK gubernur No. 1746 Tahun 2001. Pola tribina pada kebijakan PPMK meliputi aspek ekonomi, fisik, dan sosial. Adapun pola tribina adalah : (a). Bina ekonomi, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan usaha mikro dengan memberikan pinjaman bergulir seperti pada usaha kecil yang merupakan jenis industri rumah tangga, perdagangan barang dan jasa, pertanian dan peternakan atau pada kelompok agropolitan, dan diutamakan pada usaha usaha masyarakat yang sudah atau sedang berjalan. (b). Bina fisik, merupakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan memecahkan masalah-masalah oleh komunitas yang dapat mendukung kesehatan lingkungan dan menunjang ekonomi masyarakat dengan memberikan dana dalam bentuk hibah, dan bina fisik ini meliputi kegiatan perawatan perbaikan, maupun pembangunan baru sarana dan prasarana atas dasar penunjang ii

kesehatan lingkungan. (c). Bina sosial, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan sumber daya manusia (SDM), kelembagaan masyarakat (capacity building), dan penanggulangan masalah sosial (kerukunan bermasyarakat, kemiskinan, pengangguran, narkoba, gizi balita, banjir, kebakaran dan lain-lain), dana yang diberikan berbentuk hibah. Dari uraian di atas dan berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah ditetapkan, maka rumusan masalah ini adalah sebagai berikut : (a). Apakah faktor masukan (input), yaitu kemampuan masyarakat mengidentifikasi masalah, kesiapan organisasi pelaksana program di lapangan, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung (pembukuan, peralatan, ruang kantor) mempunyai hubungan terhadap faktor proses (process), yaitu jumlah warga yang menjadi sasaran sosialisasi program, jadwal waktu pada lima wilayah kelurahan terpilih sebagai sampel? (b). Apakah faktor masukan (input), yaitu kemampuan masyarakat mengidentifikasi masalah, kesiapan organisasi pelaksana program di lapangan, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung (pembukuan, peralatan, ruang kantor), mempunyai hubungan dengan faktor hasil (outcome) kebijaksanaan PPMK, yaitu nilai omzet yang berputar, kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah sasaran, kepedulian dan partisipasi masyarakat, prosentase jalan, saluran air, gorong-gorong, dan lain-lain yang dibangun, jumlah swadaya masyarakat (maching fund), dan kemampuan lurah dalam menyelesaikan masalah dengan mengedepankan kearifan lokal masyarakat, pada lima wilayah kelurahan terpilih sebagai sampel? (c). Apakah faktor proses (process), yaitu jumlah warga yang menjadi sasaran sosialisasi program, jadwal waktu kegiatan pelaksanaan, berfungsinya pendampingan yang dilakukan oleh LSM/fasilitator kelurahan/perguruan Tinggi, dan tingkat pengembalian dana bergulir, mempunyai hubungan dengan faktor hasil (outcome) kebijaksanaan PPMK, yaitu nilai omzet yang berputar, kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah sasaran, kepedulian dan partisipasi masyarakat, prosentase jalan, saluran air, gorong-gorong, lokal masyarakat, pada lima wilayah kelurahan terpilih sebagai sampel? Berdasarkan latar belakang dan masalah yang dikemukakan maka tujuan penelitian dapat dirumuskan secara rinci sebagai berikut : (a).menganalisa hubungan faktor masukan (input), yaitu kemampuan masyarakat mengidentifikasi masalah, prasarana pendukung (pembukuan, peralatan, ruang kantor), dengan faktor proses (process), yaitu jumlah warga yang menjadi sasaran sosialisasi program, jadwal waktu pada lima wilayah kelurahan terpilih sebagai sampel. (b). Menganalisa hubungan faktor masukan (input), yaitu kemampuan masyarakat mengidentifikasi masalah, prasarana pendukung (pembukuan, peralatan, ruang kantor), dengan faktor hasil (outcome) kebijaksanaan PPMK, yaitu nilai omzet yang berputar, kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah sasaran, kepedulian dan partisipasi masyarakat, prosentase jalan, saluran air, gorong-gorong, dan lain-lain yang dibangun, jumlah swadaya masyarakat (maching fund), dan kemampuan lurah dalam menyelesaikan masalah dengan mengedepankan kearifan lokal masyarakat, pada lima wilayah kelurahan terpilih sebagai sampel. (c). Menganalisa hubungan faktor proses iii

(process), yaitu jumlah warga yang menjadi sasaran sosialisasi program, jadwal waktu dengan faktor hasil (outcome) kebijaksanaan PPMK, yaitu nilai omzet yang berputar, kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah sasaran, kepedulian dan partisipasi masyarakat, prosentase jalan, saluran air, gorong-gorong, dan lain-lain yang dibangun, jumlah swadaya masyarakat (maching fund), dan kemampuan lurah dalam menyelesaikan masalah dengan mengedepankan kearifan lokal masyarakat, pada lima wilayah kelurahan terpilih sebagai sampel. (d). Menganalisa implikasi manajerial dari hubungan input, proses dan hasil. Hasil perhitungan korelasi antara variabel input yaitu, kemampuan masyarakat mengidentifikasi masalah, kesiapan organisasi pelaksana program di lapangan, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung seperti pembukuan, peralatan, dan ruang kantor dengan variabel process yaitu, jumlah warga yang menjadi sasaran sosialisasi program, jadwal waktu kegiatan pelaksanaan, berfungsinya pendampingan yang dilakukan oleh LSM/fasilitator kelurahan/perguruan tinggi, dan tingkat pengembalian dana bergulir. Hubungan antara variabel input dengan variabel process pada taraf signifikan satu persen adalah sebesar 0,568. Keadaan ini menunjukkan bahwa derajat keeratan hubungannya adalah sedang, sesuai dengan kriteria skala keeratan hubungan. Korelasi antara variabel input yaitu, kemampuan masyarakat mengidentifikasi masalah, kesiapan organisasi pelaksana program di lapangan, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung seperti pembukuan, peralatan, dan ruang kantor, dengan variabel outcome yaitu, adanya peningkatan nilai omzet yang berputar, meningkatnya kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah sasaran, meningkatnya kepedulian dan partisipasi masyarakat, meningkatnya prosentase jalan, saluran air, gorong-gorong, dan lain-lain yang dibangun, jumlah swadaya masyarakat (maching fund), dan kemampuan lurah dalam menyelesaikan masalah dengan mengedepankan kearifan lokal masyarakat. Hubungan antara variabel input dengan variabel outcome pada taraf signifikan satu persen adalah sebesar 0,401. Keadaan ini menunjukkan bahwa derajat keeratan hubungannya adalah sedang, sesuai dengan kriteria skala keeratan hubungan. Hasil perhitungan korelasi antara variabel process yaitu, jumlah warga yang menjadi sasaran sosialisasi program, jadwal waktu LSM/fasilitator kelurahan/perguruan tinggi, dan tingkat pengembalian dana bergulir dengan variabel outcome yaitu, adanya peningkatan nilai omzet yang berputar, meningkatnya kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah sasaran, meningkatnya kepedulian dan partisipasi masyarakat, meningkatnya prosentase jalan, saluran air, gorong-gorong, dan lain-lain yang dibangun, jumlah swadaya masyarakat (maching fund), dan kemampuan lurah dalam menyelesaikan masalah dengan mengedepankan kearifan lokal masyarakat. Hubungan antara variabel process dengan variabel outcome pada taraf signifikan satu persen adalah sebesar 0,564. Keadaan ini menunjukkan bahwa derajat keeratan hubungannya pada taraf sedang, sesuai dengan kriteria skala keeratan hubungan. Dari hasil analisis data dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : (a). Faktor masukan (input) yang terdiri dari kemampuan masyarakat mengidentifikasi masalah, kesiapan organisasi pelaksana program di lapangan, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung (pembukuan, peralatan, ruang kantor) mempunyai hubungan yang nyata pada taraf sedang dengan faktor proses (process) yang terdiri dari jumlah warga yang menjadi sasaran sosialisasi program, jadwal waktu kegiatan pelaksanaan, berfungsinya pendampingan yang dilakukan oleh LSM/fasilitator iv

kelurahan/perguruan Tinggi, dan tingkat pengembalian dana bergulir. (b).faktor masukan (input) yang terdiri dari kemampuan masyarakat mengidentifikasi masalah, prasarana pendukung (pembukuan, peralatan, ruang kantor) mempunyai hubungan yang nyata pada taraf sedang dengan faktor hasil (outcome) yang terdiri dari adanya peningkatan nilai omzet yang berputar, meningkatnya kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah sasaran, meningkatnya kepedulian dan partisipasi masyarakat, meningkatnya prosentase jalan, saluran air, gorong-gorong, lokal masyarakat. (c). Faktor proses (process) yang terdiri dari jumlah warga yang menjadi sasaran sosialisasi program, jadwal waktu kegiatan pelaksanaan, berfungsinya pendampingan yang dilakukan oleh LSM/fasilitator kelurahan/ perguruan tinggi, dan tingkat pengembalian dana bergulir mempunyai hubungan yang nyata pada taraf sedang dengan faktor hasil (outcome) yang terdiri dari adanya peningkatan nilai omzet yang berputar, meningkatnya kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah sasaran, meningkatnya kepedulian dan partisipasi masyarakat, meningkatnya prosentase jalan, saluran air, gorong-gorong, lokal masyarakat. (d). Antara faktor input, proses, dan outcome mempunyai hubungan yang nyata pada taraf sedang. Dari hasil penelitian ini dapat diberikan beberapa saran, antara lain : (a). Perlu diatur lagi dengan tegas tentang pendistribusian dan pengembalian dana bergulir PPMK tersebut, untuk dikelola oleh Koperasi Serba Usaha (KSU) kelurahan atau Lembaga Keuangan Mikro (Bank Perkreditan) yang ditempatkan pada kantor kelurahan, sehingga Dewan Kelurahan dan Unit Pengelola Keuangan Masyarakat Kelurahan (UPK-MK) serta Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) diharapkan tidak lagi menangani uang secara langsung, tetapi hanya terbatas pada fungsi menilai proposal usulan pinjaman dan mengawasi aspek fisik serta administrasi dari wujud dana bergulir tersebut. (b). Kebijakan PPMK yang berbasis pada masyarakat dapat terus dilanjutkan, dengan selalu meningkatkan dan menekankan pada aspek pengawasan, baik dari masyarakat maupun dari instansi pengawasan di tingkat kotamadya, seperti Badan Pengawasan Kotamadya. (c). Harus ada ketegasan dalam hal penegakan aturan main dari tingkat Dewan Kelurahan sampai ke tingkat provinsi, mengingat masih banyak hal-hal yang lemah dalam pelaksanaan aturan serta belum menyentuh aspek kesadaran tanggung jawab sosial dalam masyarakat, dan memberikan sanksi yang tegas kepada oknum yang melanggar aturan main, karena disinyalir banyak pungutan atau potongan dan banyaknya hambatan dalam proses pencairan dana PPMK kepada masyarakat. (d). Dewan Kelurahan harus membenahi diri dan organisasinya, agar lebih mampu menggalang partisipasi sumber daya atau potensi yang ada untuk disertakan dalam program pemberdayaan masyarakat guna membangun wilayahnya. (e). Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam menurut stratifikasi pelaksanaan program PPMK di Propinsi DKI Jakarta. (f). Pemerintah Propinsi DKI Jakarta perlu meningkatkan faktor masukan (input) sarana dan prasarana pendukung khususnya pembukuan atau administrasi, ruang kantor, komunikasi pengurus dan kualitas SDM, dengan faktor proses (process) jumlah warga yang menjadi sasaran sosialisasi program, jadwal waktu kegiatan pelaksanaan, pembinaan yang dilakukan oleh TPK dan pengawasan oleh forum warga. Kondisi ini menunjukkan peran pengawasan internal oleh forum warga semakin dihilangkan, sehingga sangat beresiko bagi v

pengelolaan keuangan PPMK. Selain itu pembenahan harus dilakukan melalui peningkatan kursus keuangan pada petugas UPKMK dan perluasan ruang kantor Dekel. (g). Pemerintah Propinsi DKI Jakarta perlu meningkatkan faktor masukan (input) kemampuan masyarakat mengidentifikasi masalah dan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, dengan faktor hasil (outcome) persentase jalan, saluran air, gorong-gorong, dan kemitraan usaha kecil. Kondisi ini harus dilakukan pembenahan, antara lain melalui pengadaan sarana prasarana komputer online.(h). Pemerintah Propinsi DKI Jakarta perlu meningkatkan faktor proses (process) jadwal waktu kegiatan pelaksanaan, dengan faktor hasil (outcome) lingkungan kumuh. Kondisi ini harus dilakukan pembenahan secara komprehensif melalui jadwal kegiatan yang tepat dalam penanggulangan lingkungan kumuh. Kata Kunci : Kemiskinan, Pengangguran, Penyakit Sosial, Pemberdayaan, Dewan Kelurahan, Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 1746/2001 tentang PPMK, Faktor Input, Faktor Proses, Faktor Hasil, Hubungan Korelasi Spearman. vi