Flora Mangrove Berhabitus Pohon di Hutan Lindung Angke-Kapuk

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN POHON TIDUR MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK DAN EKOWISATA MANGROVE PANTAI INDAH KAPUK JAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

Praktikum Biologi Laut Profil Mangrove Taman Nasional Baluran. Kelompok I dan Kelompok VII Asisten : Agus Satriono

Inventarisasi Vegetasi Mangrove Di Pantai Marosi Kabupaten Sumba Barat. Ni Kade Ayu Dewi Aryani ABSTRACT

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Lokasi. Lam pira n Jalu r Pen gam atan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Inventarisasi Tumbuhan Mangrove di Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

VI. SIMPULAN DAN SARAN

Inventarisasi Tumbuhan Mangrove di Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Mangrove yang Diperoleh di Pantai Kecamatan Panggungrejo Kota Pasuruan

Deskripsi Jenis-jenis Anggota Suku Rhizophoraceae di Hutan Mangrove Taman Nasional Baluran Jawa Timur

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

Petunjuk Mengenali Jenis Flora Ekosistem Mangrove Di Kawasan Kramat, Bedil, Dan Temudong (KABETE)

Inventarisasi Jenis-Jenis Mangrove yang Ditemukan di Kawasan Tanjung Bila Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas

Komposisi Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Di Kawasan Hutan Perapat Benoa Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar, Propinsi Bali

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hasil dan Pembahasan

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

LAMPIRAN. 1. Deskripsi jenis Anggrek yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. Tumbuhan Bakau (Rhizophora Muncronata) merupakan tanaman dalam

HUBUNGAN KEKERABATAN FENETIK MARGA Tarenna DI SUMATERA

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili

PEMANFAATAN TANAMAN MANGROVE DI KAWASAN PANCER PANTAI CENGKRONG TRENGGALEK JAWA TIMUR SEBAGAI MEDIA BELAJAR BIOLOGI SISWA SMA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

PROFIL HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

: Matematika dan TI&K B A B I PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

VARIASI MORFOLOGI PEPAYA (Carica papaya L.) DI KOTA PEKANBARU

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 571/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN MANGGIS WANAYASA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Mangrove yang di Peroleh Dari Taman Hutan Raya Ngurah Rai Denpasar Bali

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

III. BAHAN DAN METODE

1. Pengantar A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERAGAMAN JENIS MANGROVE DI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh : M. Hidayatullah

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PANDUAN PENGENALAN DAN ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE 1

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015

KONSEPSI MANAJEMEN PEMULIHAN KERUSAKAN MANGROVE DI DKI JAKARTA *)

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang ( Musa spp.) 2.2. Tanaman Pisang ( Musa spp.)

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 171/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN DUKU PRUNGGAHAN TUBAN SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

PENGARUH SAMPAH TERHADAP KANDUNGAN KLOROFIL DAUN DAN REGENERASI HUTAN MANGROVE DI KAWASAN HUTAN LINDUNG ANGKE KAPUK, JAKARTA UTARA FARIDAH LESTARI

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 307/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JERUK KEPROK BATU 55 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

Teknik Merehabilitasi Hutan Bakau

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT DALAM MANGROVE Rhizophora mucronata dan Avicennia marina DI MUARA ANGKE JAKARTA

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, NOMOR : 201 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU DAN PEDOMAN PENENTUAN KERUSAKAN MANGROVE

SIFAT-SWAT MORFOLOGIS DAN ANATOMIS LANGKAP (Arenga obtusifolia Blumme Ex. Mart) Haryanto dan Siswoyo'"

Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

TINJAUAN PUSTAKA Botani

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB III METODE PENELITIAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 496/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN SAWO ASAHAN SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN BENIH NASIONAL. Jakarta, zi- Mei 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani

Transkripsi:

B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033X Volume 6, Nomor 1 Januari 2005 Halaman: 34-39 Flora Mangrove Berhabitus Pohon di Hutan Lindung Angke-Kapuk Floristics of mangrove tree species in Angke-Kapuk Protected Forest ONRIZAL 1,, RUGAYAH 2, SUHARDJONO 2 1 Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera UtaraMedan. 20155. 2 "Herbarium Bogoriense", Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor 16002 Diterima: 11 Maret 2004. Disetujui: 10 Nopember 2004. ABSTRACT Angke-Kapuk Protected Forest with total area 44.76 ha is part of the Tegal Alur-Angke Kapuk mangrove forests. Therefore, this forest has important role as an interface between terrestrial and marine ecosystems, whether physical, biological or social-economic aspects, to determine mangrove ecosystem as a productive and unique ecosystem in the coastal area. However, the study of floristic of the mangrove vegetation in this forest has never to be done previously. According to the study on September to November 2003, in this forest found 8 species of mangrove trees. The tree species can be classified into two groups. The first group is true mangroves (7 species), i.e. Avicennia officinalis, Rhizophora apiculata, R. mucronata, R. stylosa, Sonneratia caseolaris (major component), Excoecaria agallocha, and Xylocarpus moluccensis (minor component). The last group is mangrove associate, i.e. Terminalia catappa. In this forest also found 7 tree species, i.e. Bruguiera gymnorrhiza, Calophyllum inophyllum, Cerbera manghas, Paraserianthes falcataria, Tamarindus indicus, Acacia mangium, and A. auriculiformis as introduced species. The growth level of B. gymnorhiza, C. inophyllum and C. manghas up to now is seedling and sapling, while the growth level of another introduced species is till in pole and tree. 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta Key words: mangrove tree species, Angke-Kapuk Protected Forest. PENDAHULUAN Hutan Lindung Angke-Kapuk (HLAK) di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara merupakan satu-satunya hutan lindung dan salah satu kawasan konservasi formal yang ada di wilayah daratan DKI Jakarta. Luas kawasan HLAK tergolong kecil, yakni hanya 44,76 ha, namun mengingat keberadaan (lokasi) dan fungsinya, kawasan ini mempunyai nilai yang sangat khusus. HLAK terletak di wilayah pesisir, yakni kawasan peralihan antara daratan dan lautan di bagian utara DKI Jakarta, yang memanjang dari muara sungai Angke di bagian timur sampai perbatasan DKI Jakarta dengan Banten di bagian barat (Santoso, 2002). Kondisi demikian, menjadikan HLAK berperan penting dalam menjaga stabilitas kawasan di sekitarnya, baik aspek fisik, biologi atau sosial ekonomi yang memposisikan ekosistem mangrove penyusun HLAK sebagai ekosistem yang produktif dan unik di kawasan pesisir. Salah satu faktor kunci dalam menjaga stabilitas kawasan pesisir adalah kondisi vegetasi, terutama pepohonan. Vegetasi yang tumbuh di kawasan HLAK adalah formasi mangrove karena seluruh kawasan tersebut dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Berbagai publikasi terkait HLAK, seperti Fakultas Kehutanan IPB (1996, 2000a, 2000b), Matrizal et al. (2002), Pusat Pengkajian Keanekaragaman Hayati IPB (1997a, 1997b), Brastasida (2002), Kusmana (2002), dan Santoso (2002) secara garis besar berisi tentang kondisi dan fungsi ekologi, tindakan konservasi, rehabilitasi, dan pengelolaan kawasan HLAK. Sedangkan kajian tentang studi floristik vegetasinya belum pernah dilakukan sebelumnya. Padahal, kajian tersebut merupakan kajian dasar, yang selain penting dalam pencapaian pengelolaan kawasan secara lestari, juga sangat mendukung akurasi berbagai studi yang telah dilakukan, terutama yang terkait dengan keanekaragaman flora HLAK. Tingkat gangguan dan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan fungsi dan degradasi hutan tergolong sangat tinggi, mengingat HLAK berada di wilayah pengembangan daratan maupun lautan. Timbunan sampah, terutama sampah non-degradable, sedimentasi dari arah darat, dan abrasi dari arah laut merupakan permasalahan yang terlihat di lapangan yang mengakibatkan kerusakan/kematian pohon mangrove. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan kapasitas HLAK dalam menjalankan fungsinya juga akan berkurang. Dengan demikian, studi floristik pohon mangrove di HLAK ini menjadi penting untuk dilakukan, dimana selain akan memberikan gambaran tentang keanekaragam jenis pohon di HLAK, sekaligus akan mendukung kegiatan rehabilitasi kawasan, terutama dalam hal pemilihan jenis yang tepat. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyusun flora pohon mangrove di HLAK. Sedangkan tujuan antaranya adalah (i) untuk mengetahui keanekaragaman flora mangrove berhabitus pohon di HLAK, dan (ii) mendapatkan data dasar yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis untuk kegiatan rehabilitasi pada kawasan HLAK yang sudah rusak. Alamat korespondensi: Kampus USU, Jl. Tri Dharma Ujung No. 1, Medan 20155. Tel.: +62-618220605; Fax.: +62-618201920 e-mail: onrizal03@yahoo.com BAHAN DAN METODE Bahan penelitian berupa material herbarium dari kawasan HLAK yang diambil pada bulan September-

ONRIZAL dkk. Flora mangrove di Angke-Kapuk 35 November 2003. Mengingat bentuk kawasan yang memanjang (sekitar 3,6 km) dengan lebar areal bervegetasi yang sempit (berkisar antara 0-80 m), maka jalur inventarisasi dilakukan dalam dua arah, yaitu (i) jalur yang searah batas kawasan, dan (ii) jalur tegak lurus batas luar (darat) menuju batas dalam (laut) pada bagian kawasan yang lebar areal bervegetasi 40 m. Selain pengambilan material herbarium, di lapangan dilakukan analisis dan pengukuran karakter morfologi di lapangan, dan pendataan karakter yang akan hilang apabila material spesimen diawetkan menjadi herbarium. Kegiatan berikutnya dilanjutkan di Herbarium Bogoriense (BO) berupa (i) analisis dan pengukuran karakter morfologi di lapangan (khusus untuk karakter bunga didukung dengan penggunaan mikroskop) dan (ii) identifikasi jenis dengan membandingkan material herbarium yang disimpan di BO serta publikasi flora terkait. Dalam tulisan ini, hasil analisis dan pengukuran yang disajikan dibatasi hanya pada jenis pohon mangrove asli kawasan HLAK, sedangkan jenis-jenis pohon introduksi diabaikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman jenis pohon Kawasan HLAK disusun oleh 15 jenis pohon mangrove, 8 jenis merupakan jenis asli setempat dan sisanya merupakan jenis yang ditanam yang berasal dari kawasan lain. Jenis-jenis pohon mangrove asli kawasan HLAK terbagi atas dua grup, yakni (i) mangrove sejati yang terdiri atas 7 jenis, yaitu Avicennia officinalis L. (Avicenniaceae), Rhizophora apiculata Blume, R. mucronata Lamarck, R. stylosa Griff (Rhizophoraceae), Sonneratia caseolaris (L.) Engler (Sonneratiaceae) yang merupakan komponen mayor/utama, Excoecaria agallocha L., (Euphorbiaceae) dan Xylocarpus moluccensis (Lamk.) Roem. (Meliaceae) yang merupakan komponen minor/tambahan, dan (ii) sisanya sebagai asosiasi mangrove, yaitu Terminalia catappa L. Sedangkan 7 jenis pohon mangrove yang merupakan jenis introduksi terdiri atas 1 jenis mangrove sejati, yaitu Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamarck (Rhizophoraceae), dan 6 jenis asosiasi mangrove, yakni Calophyllum inophyllum L. (Guttiferae), Cerbera manghas L. (Apocynaceae), Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen, Tamarindus indica, Acacia mangium, dan A. auriculiformis (Leguminosae). Berdasarkan tingkat pertumbuhannya, B. gymnorrhiza, C. inophyllum dan C. manghas baru sampai pancang, sedangkan P. falcataria, T. indicus, A. mangium, dan A. auriculiformis sudah ada yang mencapai tingkat pohon. Untuk mengenal jenis-jenis pohon mangrove asli daerah tersebut berikut ini disajikan kunci identifikasi lapangan ke 8 jenis tersebut. Kunci identifikasi lapangan Berdasarkan hasil analisis dan pengukuran karakter morfologi, jenis-jenis pohon mangrove asli di kawasan HLAK dapat dibedakan berdasarkan karakter morfologi organ vegetatif tanpa dikombinasikan dengan organ generatif, seperti tersimpul dari kunci identifikasi berikut ini: 1.a. Pohon memiliki akar di atas substrat (aerial roots)... 2 2.a. Berakar nafas (pneumatophores)... 3 3.a. Akar nafas langsing seperti pensil, diameter sampai 0,7 cm... Avicennia officinalis 3.a. Akar nafas kokoh seperti baji, diameter mencapai 5 cm... 4 4.a. Daun tunggal, berhadapan; akar nafas meruncing, tinggi sampai 40 cm... Sonneratia caseolaris 4.b. Daun majemuk menyirip genap, berseling; akar nafas tumpul, tinggi sekitar 5 cm Xylocarpus moluccensis 2.b. Berakar tunjang (stilt roots)... 5 5.a. Kulit kasar, retak-retak persegi empat dengan tepi terangkat; daun melonjong membesar sampai menjorong, permukaan bawah berbintik-bintik hitam, ujung bermukro sampai 0,7 cm, tangkai hijau, daun penumpu merah atau hijau muda... Rhizophora mucronata 5.b. Kulit licin, retak-retak memanjang dengan tepi tidak terangkat... 6 6.a. Daun melonjong menyempit, permukaan bawah jarang/tidak berbintik-bintik hitam, ujung bermukro sampai 0,2 cm, tangkai daun muda merah, daun penumpu selalu merah... Rhizophora apiculata 6.b. Daun melonjong melebar, permukaan bawah selalu berbintik-bintik hitam, ujung bermukro sampai 0,7 cm, tangkai daun muda hijau, daun penumpu hijau muda...... Rhizophora stylosa 1.b. Pohon tidak memiliki akar di atas substrat... 7 7.a. Pohon bergetah putih........ Excoecaria agallocha 7.b. Pohon tidak bergetah putih... Terminalia catappa Avicennia officinalis L. Avicennia officinalis L., Ridley Fl. Mal. Penin. 2: 640 (1923); Backer and Bakhuizen, Fl. Java 2: 613 (1965) Pohon dengan tinggi mencapai 16 m dan dbh (diameter at breast high atau diameter setinggi dada) mencapai 40 cm; berakar nafas (pneumatophores) kecil, seperti pensil, diameter sampai 0,7 cm. Batang silindris, tidak berbanir; kulit luar abu-abu, abu-abu kehijauan sampai coklat, menyerpih. Daun tunggal, berhadapan atau bersilang berhadapan, membundar telur sungsang atau melonjong melebar, panjang 6-9 cm, lebar 3-4,5 cm; pangkal runcing atau membaji, ujung membundar atau tumpul; permukaan atas hijau sampai hijau tua, permukaan bawah abu-abu, hijau keabu-abuan; panjang tangkai ± 1 cm. Perbungaan mementol (capitate), panjang 1-1,5 cm, lebar ± 0,5 cm, panjang gagang perbungaan 2,5-4 cm; disusun sampai 12 bunga. Bunga berkelopak hijau; mahkota bunga kuning atau kuning tua; benangsari 4 buah, hijau muda sampai kuning. Buah membulat telur, diameter mencapai 2,5 cm, panjang mencapai 3 cm, hijau keabu-abuan-kecoklatan, kulit berbulu halus pendek; ujung berjarum, hitam. Ekologi. Tumbuh pada daerah yang berlumpur dalam sampai dangkal, tergenang air pasang harian, pada habitat mangrove umumnya membentuk tegakan murni. Di kawasan HLAK, tegakan jenis ini mendominasi sebagian besar kawasan. Excoecaria agallocha L. Excoecaria agallocha L., Ridley Fl. Mal. Penin. 3 (1924) 640; Backer and Bakhuizen, Fl. Java 1: 499 (1963) Pohon dengan tinggi mencapai 14 m dan dbh mencapai 25 cm; tidak memiliki akar di atas substrat (no prominent areal roots). Batang silindris, tidak berbanir; kulit luar hijau kecoklatan sampai hitam, licin, retak-retak seperti garis vertikal; bergetah putih. Daun tunggal, berselang atau tersebar, melonjong sampai menjorong, panjang 4-7,5 cm, lebar 2-3 cm; pangkal runcing atau tumpul, ujung runcing atau meruncing; permukaan atas hijau sampai hijau tua, permukaan bawah hijau; tangkai hijau muda sampai hijau, panjang 1,5-2 cm. Perbungaan bunga jantan tipe untaian, bunga betina tandan bertangkai pendek; panjang sampai 7 cm, hijau muda kehijauan sampai hijau. Bunga berkelopak hijau kekuningan; petal hijau dan putih; benangsari 3, kuning. Buah kapsul beruang 3, licin, hijau, diameter sampai 0,7 cm.

36 BIODIVERSITAS Vol. 6, No. 1, Januari 2005, hal. 34-39 Gambar 1. Avicennia officinalis: a. tegakan; b. akar nafas; c. kulit batang; d. bunga; e. buah. Gambar 2. Excoecaria agallocha: a. tegakan; b. pangkal batang; c. kulit batang; d. bunga; e. buah. a b c d Gambar 3. Rhizophora apiculata: a. tegakan dan akar tunjang; b. kulit batang; c. bunga; d. bunga. Gambar 4. Rhizophora mucronata: a. tegakan; b. akar tunjang; c. kulit batang; d. bunga; e. buah dan hipokotil.

ONRIZAL dkk. Flora mangrove di Angke-Kapuk 37 a b c d Gambar 5. Rhizophora stylosa: a. tegakan; b. kulit batang; c. daun dan bunga; d. buah dan hipokotil. (i) a b c (ii) (iii) d e Gambar 6. Sonneratia caseolaris: a. tegakan; b. akar nafas; c. kulit batang; d. bunga, (i) bunga akan mekar, (ii) bunga muda, (iii) bunga mekar namun benangsari sudah luruh; e. buah. d a b c e e Gambar 7.Terminalia catappa: a. tegakan; b. pangkal batang; c. kulit batang; d. percabangan yang khas, e. bunga, f. buah. Gambar 8. Xylocarpus moluccensis: a. tegakan; b. akar nafas yang pendek; c. kulit batang; d. daun; e. buah.

38 BIODIVERSITAS Vol. 6, No. 1, Januari 2005, hal. 34-39 Ekologi. Tumbuh pada daerah dengan tanah yang agak keras atau daerah pinggir belakang mangrove, jarang tergenang air pasang, tidak membentuk tegakan murni (sehingga digolongkan sebagai komponen minor mangrove). Di kawasan HLAK, tegakan jenis ini ditemukan sedikit dan tumbuh secara terpencar pada daerah yang agak kering dan jarang tergenang air pasang. Rhizophora apiculata Blume Rhizophora apiculata Blume, Ding Hou, Fl. Males. 1, 5 (4): 452 (1958); Backer and Bakhuizen, Fl. Java 1: 379 (1963) Pohon dengan tinggi mencapai 16 m dan dbh mencapai 20 cm; berakar tunjang. Batang silindris, tidak berbanir; kulit luar coklat terang, coklat keabu-abuan sampai coklat kehitaman, licin, retak-retak seperti garis vertikal. Daun tunggal, bersilang berhadapan, melonjong menyempit, panjang 10-15 cm, lebar 3,5-6,5 cm; pangkal runcing atau membaji, ujung daun bermukro sampai 0,2 cm, ujung runcing atau meruncing; permukaan atas hijau sampai hijau tua, permukaan bawah hijau kekuningan; tangkai hijau sampai merah, panjang sampai 2,5 cm; daun penumpu merah. Perbungaan selalu sepasang, gagang perbungaan tebal, hijau, panjang ± 0,5 cm. Bunga hijau sampai kecoklatan, panjang 1-1,4 cm, lebar 0,5-0,8 cm; bertangkai pendek, berembang (apiculate); kelopak hijau kekuningan, hijau kecoklatan sampai kemerahan, cuping 4; mahkota putih atau hijau muda, tidak berbulu; benangsari umumnya 12, coklat muda. Buah membulat telur menyerupai paruh, panjang 1,5-2 cm, diameter 1-1,5 cm, kulit kasar, coklat, kelopak tidak luruh, bersifat vivipari membentuk hipokotil; hipokotil hijau kekuningan sampai hijau, licin, panjang 21-32 cm, lebar 1-1,5 cm; kotiledon merah, licin, panjang 2-3 cm. Ekologi. Tumbuh pada daerah dengan lumpur yang agak keras dan dangkal, tergenang air pasang harian, bisa membentuk tegakan murni. Di kawasan HLAK, pada saat ini sudah tidak membentuk tegakan murni lagi. Rhizophora mucronata Lamarck Rhizophora mucronata Lamarck. Ding Hou, Fl. Males. 1, 5 (4): 453 (1958); Backer and Bakhuizen, Fl. Java 1: 380 (1963). Pertelaan. Pohon dengan tinggi mencapai 16 m dan dbh mencapai 27 cm; berakar tunjang. Batang silindris, tidak berbanir; kulit luar coklat, coklat keabu-abuan sampai coklat kehitaman, kasar, retak-retak berbentuk persegi empat dengan pinggir terangkat. Daun tunggal, bersilang berhadapan, melonjong melebar sampai menjorong, panjang 12-17 cm, lebar 5,5-10 cm; pangkal runcing atau membaji, ujung tumpul atau runcing bermukro sampai 0,7 cm; permukaan atas hijau sampai hijau tua, permukaan bawah hijau kekuningan berbintik-bintik hitam kecil; tangkai hijau, panjang 3-5 cm; daun penumpu merah atau hijau muda. Perbungaan menggarpu dengan (2)-3-(5) bunga, gagang perbungaan hijau, panjang 2-5 cm. Bunga hijau kekuningan sampai kecoklatan, panjang 1,2-1,7 cm, lebar 0,5-0,8 cm, bertangkai panjang ± 0,6 cm; kelopak hijau kekuningan, hijau kecoklatan, bercuping 4; mahkota putih, berbulu; benangsari 8, hijau muda atau coklat muda. Buah membulat telur memanjang, panjang 3,5-5 cm, lebar sekitar 1,5-2,5 cm, kulit kasar, coklat, kelopak tidak luruh, bersifat vivipari membentuk hipokotil; hipokotil hijau kekuningan sampai hijau, banyak lentisel, panjang mencapai 50 cm, diameter 1-2 cm; kotiledon hijau muda sampai hijau, licin, panjang sampai 2 cm. Ekologi. Tumbuh pada daerah dengan lumpur lunak yang dalam sampai dangkal, tergenang air pasang harian, membentuk tegakan murni. Di kawasan HLAK, tegakan murni jenis ini masih banyak dijumpai. Rhizophora stylosa Griff. Rhizophora stylosa Griff. Ding Hou, Fl. Males. 1, 5 (4): 456 (1958); Backer and Bakhuizen, Fl. Java 1: 380 (1963) Pohon dengan tinggi mencapai 10 m dan dbh mencapai 25 cm; berakar tunjang. Batang silindris, tidak berbanir; kulit luar coklat, coklat keabu-abuan sampai coklat kehitaman, licin, retak-retak vertikal seperti garis dengan tepi tidak terangkat. Daun tunggal, bersilang berhadapan, melonjong melebar, panjang 8,6-12,8 cm, lebar 4,9-6,6 cm; pangkal runcing, ujung runcing bermukro sampai 0,7 cm; permukaan atas hijau sampai hijau tua, permukaan bawah hijau kekuningan berbintik-bintik hitam kecil; tangkai hijau, panjang 2,7-3,3 cm; daun penumpu hijau muda. Perbungaan menggarpu dengan (4)-5-8-(16) bunga, gagang perbungaan hijau, panjang 2,4-4,3 cm. Bunga hijau kekuningan sampai kecoklatan, panjang 1,0-1,2 cm, lebar 0,6-0,7 cm, bertangkai panjang 0,9-12,1 cm; kelopak hijau kekuningan, hijau kecoklatan, bercuping 4; mahkota putih, berbulu; benangsari 8, hijau muda atau coklat muda. Buah membulat telur memanjang, panjang 2,5-4 cm, lebar sekitar 1,5-2,5 cm, kulit kasar, coklat, kelopak tidak luruh, bersifat vivipari membentuk hipokotil; hipokotil hijau kekuningan sampai hijau, banyak lentisel, panjang mencapai 25-(54) cm, diameter 1,0-1,6 cm; kotiledon hijau muda sampai hijau, licin, panjang sampai 2 cm. Ekologi. Tumbuh pada daerah dengan lumpur dangkal, tergenang air pasang harian, membentuk tegakan murni. Di kawasan HLAK, tegakan jenis ini sudah jarang dijumpai. Sonneratia caseolaris (L.) Engler Sonneratia caseolaris (L.) Engler. Backer and Bakhuizen, Fl. Java 1: 258 (1963). Pohon dengan tinggi mencapai 18 m dan dbh mencapai 40 cm; berakar nafas yang kokoh, meruncing, diameter pangkal mencapai 5 cm, tinggi mencapai 40 cm. Batang silindris, tidak berbanir; kulit luar coklat keabu-abuan sampai coklat kehitaman, bergelang, adakalanya besisik. Daun tunggal, bersilang berhadapan atau berhadapan, membundar telur sungsang, melonjong sampai menjorong, panjang 7,5-12 cm, lebar 2,7-3,2 cm; pangkal runcing atau membaji, ujung tumpul atau runcing; permukaan atas hijau sampai hijau tua; permukaan bawah hijau kekuningan; tangkai pendek, hijau sampai hijau kemerahan, panjang sampai 0,5 cm; kuncup hijau muda. Bunga soliter, membulat, panjang sampai 3 cm, lebar sampai 2,5 cm; kelopak hijau, cuping 6; petal 6, merah, tipis; benangsari banyak, merah dan putih. Buah membulat dengan kelopak tidak luruh seperti bintang, hijau, diameter sampai 5 cm; tangkai putik panjang sampai 7 cm. Ekologi. Tumbuh pada daerah dengan lumpur lunak yang dalam sampai dangkal, tergenang air pasang harian, di pinggir atau muara sungai, membentuk tegakan murni. Di kawasan HLAK tegakan murni jenis ini sudah jarang dijumpai. Terminalia catappa L. Terminalia catappa L. Backer and Bakhuizen, Fl. Java 1: 352 (1963) Pohon dengan tinggi mencapai 16 m dan dbh mencapai 30 cm; tidak memiliki akar di atas substrat. Batang silindris, tidak berbanir; kulit luar putih keabu-abuan sampai hitam keabu-abuan, retak-retak seperti garis vertikal. Daun tunggal, spiral atau menyebar, mengumpul di ujung ranting,

ONRIZAL dkk. Flora mangrove di Angke-Kapuk 39 membundar telur sungsang, panjang 13-17 cm, lebar 9-13 cm; pangkal runcing atau membaji, ujung membundar atau tumpul; permukaan atas hijau sampai hijau tua; permukaan bawah hijau kecoklatan, berbulu halus pendek; tangkai hijau muda sampai hijau, panjang sampai 1 cm. Perbungaan tipe bulir, panjang sampai 10 cm. Bunga hijau muda sampai hijau, bulat kecil, diameter sampai 0,3 cm; kelopak hijau pada bagian luar dan putih pada bagian dalam, bercuping 5; benangsari 10, putih sampai hijau muda. Buah seperti almond, licin, hijau, hijau keabu-abuan, diameter sampai 4 cm, panjang sampai 6 cm. Ekologi. Tumbuh pada daerah dengan tanah yang agak keras atau daerah pinggir belakang mangrove, jarang tergenang air pasang, umum juga tumbuh di di daerah bukan habitat mangrove. Di kawasan HLAK, tegakan jenis ini ditemukan sedikit dan tumbuh secara terpencar pada daerah yang agak kering dan jarang tergenang air pasang. Xylocarpus moluccensis (Lamk.) Roem. Xylocarpus moluccensis (Lamk.) Roem., Mabberley et al., Fl. Males. 1, 12 (1): 376 (1995); Backer and Bakhuizen, Fl. Java 2: 118 (1965). Pohon dengan tinggi mencapai 10 m dan dbh mencapai 20 cm; berakar nafas kokoh, tumpul, diameter mencapai 5 cm, pendek dengan tinggi hanya mencapai 5 cm. Batang silindris, adakalanya berbanir; kulit luar coklat sampai hitam, besisik atau mengelupas. Daun majemuk bersirip genap, berseling, 1-3 pasang anak daun tiap rakhis; rakhis coklat tua, panjang 4,5-9 cm; anak daun melonjong sampai menjorong, panjang 7-14 cm, lebar 2,5-6,5 cm, pangkal runcing atau membaji, ujung runcing atau meruncing; permukaan atas hijau, permukaan bawah hijau kekuningan sampai hijau; bertangkai, panjang ± 0,5 cm. Perbungaan tipe tandan dengan 10-35 bunga, panjang 6-19,5 cm; bunga kecil, diameter 0,8-1 cm; tangkai bunga 0,2-1 cm; kelopak hijau kekuningan, cuping 4; petal 4, hijau muda sampai putih kehijauan. Buah seperti bola, diameter sampai 10 cm, kulit hijau seperti kulit, licin, 4-10 biji. Ekologi. Tumbuh pada daerah dengan tanah yang keras, jarang tergenang air pasang, umum di daerah batas luar hutan mangrove yang berbatasan dengan hutan daratan, tidak membentuk tegakan murni. Di kawasan HLAK, tegakan jenis ini sudah jarang dijumpai. KESIMPULAN Kawasan Hutan Lindung Angke-Kapuk memiliki 15 jenis pohon mangrove, yang terdiri atas 8 jenis asli setempat dan 7 jenis introduksi dari kawasan lain. Jenis-jenis asli kawasan HLAK adalah A. officinalis, R. apiculata, R. mucronata, S. caseolaris, E. agallocha, X. moluccensis dan T. catappa. Sedangkan jenis introduksi adalah B. gymnorrhiza, C. inophyllum, C. manghas, P. falcataria, T. indica, A. mangium, dan A. auriculiformis. Jenis-jenis pohon mangrove asli kawasan HLAK dapat dibedakan dengan hanya menggunakan karakter morfologi organ vegetatif. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada pengelola Hutan Lindung Angke Kapuk atas izin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian di kawasan tersebut. Demikian juga kepada pimpinan Herbarium Bogoriense atas izin untuk menggunakan koleksi herbarium dan fasilitas lain guna mendukung penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Backer, C.A. and R.C. Bakhuizen van den Brink, Jr. 1963. Flora of Java. Vol. I. Groningen: P.Noordhoff Backer, C.A. and R.C. Bakhuizen van den Brink, Jr. 1965. Flora of Java. Vol. II. Groningen: P.Noordhoff Brastasida, L. 2002. Pelestarian Ekosistem mangrove di Propinsi DKI Jakarta. Dalam: Susanti, P. (ed.). Konservasi dan Rehabilitasi sebagai Upaya Pelestarian Ekosistem Mangrove DKI Jakarta. Prosiding Seminar Mangrove DKI Jakarta. Jakarta, 21 Oktober 2002. Ding Hou. 1958. Rhizophoraceae. Flora Malesiana 1, 5 (4): 452-453. Fakultas Kehutanan IPB. 1996. Laporan Akhir: Pembinaan Habitat dan Satwa Liar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Bogor: Kerjasama Dinas Kehutanan Propinsi DKI Jakarta dengan Fakultas Kehutanan IPB. Fakultas Kehutanan IPB. 2000a. Laporan Akhir: Penataan Kawasan Hutan Lindung di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Bogor: Kerjasama antara Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Fakultas Kehutanan IPB. Fakultas Kehutanan IPB. 2000b. Laporan Akhir: Penyusunan Identifikasi Pemanfaatan Kawasan Lindung di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Bogor: Kerjasama antara Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Fakultas Kehutanan IPB. Kusmana, C. 2002. Konservasi dan rehabilitasi mangrove di wilayah DKI Jakarta. Dalam: Susanti, P. (ed.). Konsrvasi dan Rehabilitasi sebagai Upaya Pelestarian Ekosistem Mangrove DKI Jakarta, Prosiding Seminar Mangrove DKI Jakarta. Jakarta, 21 Oktober 2002. Mabberley, D.J., C.M Pannel, and A.M. Sing. 1995. Meliaceae. Flora Malesiana 1, 12 (1): 376. Matrizal, I., Paryono, dan S. Yuwono. 2002. Evaluasi Ekosistem Mangove di Wilayah Teluk Jakarta. Bogor: Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pusat Pengkajian Keanekaragaman Hayati Tropika IPB. 1997. Laporan Akhir: Perencanaan Pengelolaan Reboisasi dan Penghijauan Kota. Bogor: Kerjasama Dinas Kehutanan DKI Jakarta dengan Pusat Pengkajian Keanekaragaman Hayati Tropika Lembaga Penelitian IPB. Pusat Pengkajian Keanekaragaman Hayati Tropika IPB. 1997. Laporan Akhir: Perencanaan Konservasi Sumberdaya Alam di Kawasan Pantai Utara DKI Jakarta. Bogor: Kerjasama Dinas Kehutanan DKI Jakarta dengan Pusat Pengkajian Keanekaragaman Hayati Tropika Lembaga Penelitian IPB. Ridley, H.N. 1923. Flora of the Malay Peninsula. Vol. 2. London: L. Reeve. Ridley, H.N. 1924. Flora of the Malay Peninsula. Vol. 3. London: L. Reeve. Santoso, N. 2002. Prospek pengelolaan hutan mangrove Muara Angke sebagai lokasi pendidikan lingkungan di DKI Jakarta. Dalam: Susanti, P. (ed.). Konservasi dan Rehabilitasi sebagai Upaya Pelestarian Ekosistem Mangrove DKI Jakarta, Prosiding Seminar Mangrove DKI Jakarta. Jakarta, 21 Oktober 2002.