ANGKA KEMATIAN IBU DAN PENDIDIKAN PEREMPUAN DI INDONESIA: TINJAUAN EKOLOGIS PROVINSIAL 1 Ahmad Syafiq, PhD Kelompok Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia a syafiq@ui.ac.id Pendahuluan Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat kesehatan masyarakat dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs). AKI Indonesia diperkirakan tidak akan dapat mencapai target MDG yang ditetapkan yaitu 102 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Kematian ibu akibat kehamilan, persalinan dan nifas sebenarnya sudah banyak dikupas dan dibahas penyebab serta langkah langkah untuk mengatasinya. Meski demikian tampaknya berbagai upaya yang sudah dilakukan pemerintah masih belum mampu mempercepat penurunan AKI seperti diharapkan. Pada Oktober yang lalu kita dikejutkan dengan hasil perhitungan AKI menurut SDKI 2012 yang menunjukkan peningkatan (dari 228 per 100 000 kelahiran hidup menjadi 359 per 100 000 kelahiran hidup). Diskusi sudah banyak dilakukan dalam rangka membahas mengenai sulitnya menghitung AKI dan sulitnya menginterpretasi data AKI yang berbeda beda dan fluktuasinya kadang drastis (AbouZahr, 2010; AbouZahr, 2011). Harus diakui bahwa menduga dan menghasilkan AKI secara presisi merupakan tugas yang sulit dilakukan. Apalagi ketika sistem registrasi dan pendataan statistik vital masih belum memadai seperti di Indonesia. Berbagai teknik perhitungan AKI mengandung beberapa kelemahan mendasar terutama menyangkut perkiraan angka numerator yang dapat menyebabkan perbedaan AKI cukup besar, sedangkan perbedaan denominator menghasilkan perbedaan Aki yang tidak terlalu signifikan (Riffe, 2010). Beberapa ahli menganjurkan untuk menggunakan angka kematian ibu absolut sebagai ukuran yang lebih bermakna dan dapat menggugah para pengambil kebijakan (Trisnantoro dan Zaenab, 2013). Tulisan ini mencoba mengurai sedikit keruwetan dalam persoalan AKI di Indonesia dengan menyoroti lebih jauh determinan kematian ibu berdasarkan data baik sekunder maupun primer. Menyadari bahwa ada banyak keterbatasan data baik dari segi perbedaan sumber maupun kompatibilitas, tulisan ini tidaklah bermaksud untuk memberikan simpulan pamungkas terhadap masalah AKI yang kompleksitasnya bahkan belum kita ketahui batasnya. 1 Makalah disajikan pada Konferensi Infid 2013 Pembangunan Untuk Semua: Memperjuangkan Kualitas Pemerintah, Hak Asasi Manusia, dan Inklusi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015 2019 Hotel Royal Kuningan Jakarta, 26 27 November 2013
Kerangka konsep Kerangka konsep klasik yang sampai sekarang masih digunakan dalam membahas determinan kematian maternal adalah yang dipresentasikan oleh Mc Carthy and Maine (1992) di bawah ini. Gambar 1. Kerangka konsep kematian maternal menurut McCarthy and Maine (1992) Dapat kita lihat pada gambar di atas bahwa penyebab kematian maternal yang langsung bersifat klinik, sedangkan penyebab kematian antara berkisar pada status dan sistem kesehatan mencakup komponen input, proses dan output pada sistem tersebut; sedangkan penyebab dasar (distal) terkait dengan faktor faktor sosial ekonomi (baik pada level mikro maupun makro). Berbagai upaya telah dilakukan oleh para pemangku kepentingan, dalam hal ini pemerintah (pusat, daerah, dinas teknis), lembaga donor dan LSM untuk mempercepat penurunan AKI. Program program telah, masih, dan akan dilakukan didasarkan atas analisis para pakar baik nasional maupun internasional. Namun tampaknya upaya upaya tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan. Masih tingginya AKI di Indonesia terus merupakan ancaman bagi pembangunan kesehatan bangsa dan pencapaian tujuan mulia bangsa ini menjadi terhambat dan melambat.
Di samping kerangka konsep di atas, juga dikenal konsep penyebab kematian maternal berdasarkan Tiga Terlambat (the Three Delays) seperti digambarkan di bawah ini. Gambar 2. Tiga Terlambat Penyebab Kematian Ibu Sumber: UNFPA (2013) Menurut gambar di atas, terlambat pertama (1) adalah terlambat memutuskan untuk pencarian layanan kesehatan; terlambat kedua (2) adalah terlambat mengidentifikasi dan mencapai tempat layanan kesehatan; dan terlambat ketiga (3) adalah terlambat menerima layanan yang memadai dan tepat. Terlambat 1 berhubungan dengan masalah kultural seperti status perempuan sebagai penentu kebijakan dan pengambil keputusan, juga dipengaruhi oleh aksesibilitas terhadap layanan kesehatan dan kualitas layanan yang diberikan. Akses (terutama geografis dan finansial) juga memengaruhi terjadinya Terlambat 2; sedangkan Terlambat 3 terutama dipengaruhi oleh kualitas layanan kesehatan. Kedua kerangka konsep di atas menyajikan dasar bagi analisis lebih jauh mengenai hubungan antar variabel independen dan dependen dalam hal AKI. Meskipun masalah utama mengenai ketersediaan data yang valid dan reliabel masih merupakan hambatan utama bagi studi studi mengenai AKI di Indonesia. Tulisan ini mencoba melihat hubungan antara AKI absolut dengan variabel proksi sosial ekonomi dan pendidikan. Beberapa hasil studi pilot pelacakan lulusan perguruan tinggi kesehatan juga akan disajikan untuk melengkapi deskripsi dan interpretasi. Perbandingan ekologis AKI di Indonesia Variabel dependen pada perbandingan ekologis ini adalah data angka kematian ibu absolut yang diperoleh dari dua sumber yaitu Hernawati (2011) dan Yuwono (2013). Hernawati (2011) menampilkan data jumlah kematian ibu secara absolut berdasarkan data SDKI, Riskesdas, dan Laporan Rutin KIA sedangkan Yuwono mengeluarkan data jumlah kematian ibu secara absolut berdasarkan
Data Rutin Kesehatan Ibu 2010 2012. Secara umum, angka yang dikeluarkan Hernawati lebih besar daripada yang dilaporkan Yuwono, tetapi tidak memasukkan data dari provinsi Papua. Selanjutnya data AKI dari Hernawati disebut AKI1 dan data Yuwono disebut sebagai AKI2. Variabel independen yang dianalisis pada kajian ekologis provinsial ini bersumber dari data SDKI 2012 meliputi: Persentase Wanita Usia Subur (WUS) Tamat Sekolah Dasar, Persentase WUS Tamat SMP, Persentase WUS Tamat SMA, Persentase WUS Tamat Akademi, Persentase WUS Tamat Universitas, Persentase WUS Memiliki Tabungan di Bank, Persentase WUS Tidak Punya Rumah, Persentase Kehamilan Tanpa Komplikasi, Persentase Kehamilan Tanpa ANC, Persentase Persalinan oleh Nakes, dan Persentase Persalinan di Rumah. Analisis disajikan secara visual dalam bentuk scatter plot dan korelasi serta signifikansinya dilakukan secara non parametrik menggunakan koefisien rho Spearman. Seluruh analisis dilakukan menggunakan piranti lunak pengolah data statistik untuk ilmu ilmu sosial. AKI dan pendidikan Diagram di bawah ini menyajikan scatter plot dari variabel variabel independen terkait pendidikan dengan angka kematian ibu Diagram 1. Scatter plot AKI1 dan Persentase WUS Tamat SD
Diagram 2. Scatter plot AKI2 dan Persentase WUS Tamat SD Diagram 3. Scatter plot AKI1 dan Persentase WUS Tamat SMP
Diagram 4. Scatter plot AKI2 dan Persentase WUS Tamat SMP Diagram 5. Scatter plot AKI1 dan Persentase WUS Tamat SMA
Diagram 6. Scatter plot AKI2 dan Persentase WUS Tamat SMA Diagram 7. Scatter plot AKI1 dan Persentase WUS Tamat Akademi
Diagram 8. Scatter plot AKI2 dan Persentase WUS Tamat Akademi Diagram 9. Scatter plot AKI1 dan Persentase WUS Tamat Universitas
Diagram 10. Scatter plot AKI2 dan Persentase WUS Tamat Universitas Dari Diagram 1 10 di atas dapat dilihat bahwa sebaran AKI absolut provinsi menurut variabel pendidikan untuk kedua data set AKI absolut menunjukkan kemiripan. Selanjutnya Tabel 1 di bawah ini menyajikan koefisien korelasi dan signifikansi statistik menurut Spearman (rho). Tabel 1. Koefisien Korelasi dan Signifikansi Statistik AKI dan Pendidikan WUS Pendidikan AKI1 AKI2 Persentase WUS Tamat SD 0.316* 0.163 Persentase WUS Tamat SMP 0.635** 0.460** Persentase WUS Tamat SMA 0.368* 0.168 Persentase WUS Tamat Akademi 0.351* 0.136 Persentase WUS Tamat Universitas 0.434** 0.416** * Signifikan pada =0.05 ** Signifikan pada =0.01 Dari tabel di atas dapat dimaknai bahwa sampai tingkat pendidikan tamat SMP, korelasi masih bernilai positif (hubungan lurus) artinya semakin tinggi persentase pendidikannya maka semakin tinggi pula AKI nya. Namun, dua data set AKI menunjukkan bahwa korelasi bernilai negatif (hubungan terbalik) mulai pendidikan tamat SMA ke atas. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa batas pendidikan yang membawa pengaruh terhadap AKI adalah tamat SMA ke atas.
AKI dan Status Ekonomi Pada bagian ini akan ditampilkan scatter plot dari variabel terkait status ekonomi, yaitu kepemilikan rumah dan kepemilikan tabungan di bank. Diagram 11. Scatter plot AKI1 dan Persentase Kepemilikan Rumah Diagram 12. Scatter plot AKI2 dan Persentase Kepemilikan Rumah
Diagram 13. Scatter plot AKI1 dan Persentase Kepemilikan Tabungan Diagram 14. Scatter plot AKI2 dan Persentase Kepemilikan Tabungan Diagram 11 14 di atas menunjukkan adanya kemiripan plot antara data set AKI1 dan AKI2 dalam hubungannya dengan status ekonomi yang dalam hal ini diwakili oleh variabel kepemilikan rumah dan kepemilikan tabungan di bank.
Selanjutnya Tabel 2 di bawah ini mendeskripsikan lebih jauh signifikansi korelasi antara variabel AKI dan variabel status ekonomi. Tabel 2. Koefisien Korelasi dan Signifikansi Statistik AKI dan Status Ekonomi Status Ekonomi AKI1 AKI2 Kepemilikan Rumah 0.003 0.058 Kepemilikan Tabungan 0.253 0.026 Tidak ditemukan signifikansi statistika untuk seluruh korelasi Tampak bahwa kedua variabel proksi dari status ekonomi yang dipilih dalam tinjauan ini tidak cukup peka untuk dapat memiliki korelasi yang signifikan dengan AKI absolut. Kepemilikan tabungan mungkin merupakan indikator status ekonomi yang lebih baik dibandingkan kepemilikan rumah. AKI dan Kehamilan serta Persalinan Selanjutnya pada bagian ini akan ditampilkan secara visual dan tabular korelasi antara variabel kehamilan dan persalinan dengan AKI. Variabel kehamilan meliputi persentase kehamilan tanpa komplikasi dan tanpa perawatan antenatal (ANC), sedangkan variabel persalinan meliputi persalinan oleh tenaga kesehatan (nakes) dan persalinan di rumah. Diagram 15. Scatter plot AKI1 dan Persentase Kehamilan Tanpa Komplikasi
Diagram 16. Scatter plot AKI2 dan Persentase Kehamilan Tanpa Komplikasi Diagram 17. Scatter plot AKI1 dan Persentase Kehamilan Tanpa ANC
Diagram 18. Scatter plot AKI2 dan Persentase Kehamilan Tanpa ANC Diagram 19. Scatter plot AKI1 dan Persentase Persalinan Nakes
Diagram 20. Scatter plot AKI2 dan Persentase Persalinan Nakes Diagram 21. Scatter plot AKI1 dan Persentase Persalinan di Rumah
Diagram 22. Scatter plot AKI2 dan Persentase Persalinan di Rumah Diagram 15 22 di atas merupakan cerminan dari kualitas layanan kesehatan selama kehamilan dan saat persalinan. Baik data set 1 maupun data set 2 menampilkan plot yang kurang lebih serupa. Tabel 3 di bawah ini mengungkap lebih jauh koefisien korelasi dan signifikansi statistika hubungan antara AKI dengan variabel variabel kehamilan dan persalinan. Tabel 3. Koefisien Korelasi dan Signifikansi Statistik AKI dan Situasi Kehamilan serta Persalinan Kehamilan dan Persalinan AKI1 AKI2 Kehamilan Tanpa Komplikasi 0.041 0.237 Kehamilan Tanpa ANC 0.007 0.289 Persalinan oleh Nakes 0.193 0.050 Persalinan di Rumah 0.034 0.271 Tidak ditemukan signifikansi statistika untuk seluruh korelasi Tabel di atas menunjukkan bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara variabel AKI dengan variabel variabel selama kehamilan dan persalinan. Hal ini dapat merupakan indikasi kualitas pelayanan dan perawatan kesehatan selama kehamilan dan persalinan yang belum memadai. Mengenai hal ini, Hal ini tampaknya sejalan dengan pengamatan dan kajian yang dilakukan oleh Ronsman
et al. (2009) yang mengungkap rendahnya kualitas pendidikan bidan di Indonesia. Sebelumnya Depkes RI, Bappenas, DFID, dan World Bank (2010) juga telah menyimpulkan berdasarkan beberapa studi bahwa pendidikan kebidanan memiliki beberapa kekurangan dalam hal membekali peserta didik dengan kompetensi inti kebidanan. Di samping itu kurikulum kebidanan yang padat dengan beberapa tugas dan kompetensi tambahan dapat mengurangi porsi wkatu dan kredit untuk aspek keterampilan teknis bidan. Disampaikan juga bahwa jumlah persalinan riil yang dijalani siswa kebidanan masih jauh lebih rendah daripada seharusnya. Persentase bidan di Indonesia yang sudah menerima pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) juga masih sangat rendah, baru sekitar 15 20%. Demikian pula persentase bidan delima baru mencapai sekitar 10% (Depkes RI, Bappenas, DFID, dan World Bank, 2010). Studi Pilot Tracer (pelacakan lulusan) yang dilakukan oleh Syafiq dan Fikawati (2011) terhadap lulusan sekolah tinggi kebidanan dan keperawatan menunjukkan bahwa sekitar sepertiga responden memiliki persepsi bahwa kompetensi di bidang/disiplin keilmuannya belum memadai. Hal tersebut disajikan pada Diagram 23 di bawah ini. Diagram 23. Persepsi Lulusan Kebidanan dan Keperawatan Mengenai Kompetensi Pada Saat Lulus Studi yang sama juga menunjukkan bahwa dari segi keselarasan vertical (vertical matching) cukup tinggi (69%) persentase lulusan kebidanan yang memiliki persepsi bahwa pekerjaannya membutuhkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Diagram 24). Hal ini dikenal sebagai fenomena under education atau under qualification yang perlu mendapatkan perhatian serius karena
mencerminkan ketidakcukupan pendidikan yang diperoleh dalam menghadapi kebutuhan pekerjaan. Diagram 24. Keselarasan Vertikal Lulusan Kebidanan dan Keperawatan Penutup Sebelum menarik beberapa simpulan, perlu diberi catatan bahwa tinjauan yang disampaikan pada tulisan ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, kajian ekologis selalu rawan terhadap ecological fallacy dimana hasil kajian tidak dapat diaplikasikan pada level individu, melainkan harus dilihat sebagai agregat. Kedua, kesulitan dan keterbatasan data yang ada mengharuskan tinjauan ini mengompilasi dan mengombinasikan berbagai sumber data yang masing masing memiliki metode dan keterbatasan metodologis sendiri. Ketiga, pemilihan variabel dibatasi oleh ketersediaan data dan waktu untuk kompilasi dan re kode, sehingga beberapa variabel yang mungkin penting dan dapat lebih bersifat indeksikal tidak diikutsertakan dalam analisis, beberapa variabel lebih merupakan proksi dan belum tentu mencerminkan dimensi utama dari underlying phenomenon yang hendak dikaji. Di luar keterbatasan tersebut di atas, tinjauan ini menggarisbawahi dan mengonfirmasi beberapa temuan penting dalam rangka pemahaman lebih baik mengenai AKI dan determinannya di Indonesia. Di antaranya adalah: 1. Pendidikan pada kelompok wanita usia subur (WUS) memainkan peranan lebih penting dibandingkan ekonomi. Pendidikan yang mampu mengubah situasi penurunan AKI adalah minimal SMA atau sederajat. 2. Kualitas layanan dan perawatan kesehatan selama kehamilan dan saat persalinan tampak masih belum memadai untuk mampu mempercepat penurunan AKI sebagaimana diharapkan. 3. Pendidikan kebidanan perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari segi pencapaian kompetensi teknis kebidanan, penyesuaian kurikulum, dan juga peningkatan level pendidikan (S1 atau DIV dan bukan DIII ke bawah).
Referensi AbouZahr C. 2010. Making Sense of Maternal Mortality Estimates. Health Information System. School of Population Health, University of Queensland, Australia. AbouZahr C. 2011. New Estimates of Maternal Mortality and How to Interpret Them: Choice or Confusion? Reproductive Health Matters Vol 19 (37): 117 128. Depkes RI, Bappenas, DFID, The World Bank. 2010. And Then She Died: Indonesia Maternal Health Assessment. The World Bank. Hernawati I. 2011. Analisis Kematian Ibu di Indonesia Tahun 2010 Berdasarkan Data SDKI, Riskesdas, dan Laporan Rutin KIA. Powerpoint pada Pertemuan Teknis Kesehatan Ibu, Bandung 6 April 2011. McCarthy J and D Maine. 1992. A framework for determining maternal mortality. Studies in Family Planning 22: 23 33. Riffe TLM. 2010. The Maternal Mortality Incidence Rate. Diunduh dari paa2011.princeton.edu/papers/110626 pada November 2013. Ronsmans C, S Scott, SN Qomariyah, E Achadi, D Braunholtz, T Marshall, E Pambudi, KH Witten, and WJ Graham. 2009. Professional assistance during birth and maternal mortality in two Indonesian districts. Bulletin of the World Health Organization 2009, 87: 416 423 Syafiq A and S Fikawati. 2011. Developing the Methodology for Conducting a Tracer Study for Midwifery and Nursing Graduates. Report to The World Bank. Jakarta. Trisnantoro L dan SN Zaenab. 2013. Penggunaan Data Kematian Absolut untuk Memicu Penurunan Ibu dan Bayi di Kabupaten/Kota. Policy Brief 26 Maret 2013. Kebijakan Kesehatan Indonesia. UNFPA. 2013. http://www.unfpa.org/public/home/mothers/pid/4385. Diunduh pada November 2013. Yuwono SR. 2013. Kerangka Kebijakan Upaya Percepatan Penurunan AKI dan PPIA. Powerpoint pada Pertemuan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan AKI, Jakarta 26 September 2013.