BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

1 dari 8 26/09/ :15

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambon melalui peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HAK PENDIDIKAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DILEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KLAS II A BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Layanan perpustakaan..., Destiya Puji Prabowo, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia yang

Institute for Criminal Justice Reform

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Didalam kehidupan bahwa setiap manusia tidak dapat lepas dari

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

HAK ANAK DIDIK SEBAGAI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN MENURUT UU NO. 12 TAHUN Oleh : Refly Mintalangi 2

BAB II TINJAUAN YURIDIS LEMBAGA PEMASYARAKATAN. A. Landasan Hukum Pelaksanaan Pembinaan Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

PERLINDUNGAN DAN PEMBINAAN TERHADAP WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (WBP) (STUDY DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KLAS IIA BLITAR)

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. sanksi atau nestapa sebagaimana diatur dalam hukum pidana (Strafrecht) dan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. pemasyarakatan di Indonesia. (Lapas) di Indonesia telah beralih fungsi. Jika pada awal

BAB II TINJAUAN UMUM. A. Tinjauan Umum Tentang Rumah Tahanan Negara

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BAB III PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR TERPIDANA KASUS ASUSILA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN MEDAENG SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tinjauan tentang Peranan dan Lembaga Pemasyarakatan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah 'konflik' berasal dari kata Latin 'configere' yang berarti saling

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. atau narapidana agar mereka dapat kembali hidup bermasyarakat dengan baik

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana penanganan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. balik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan,

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

Jurnal Skripsi PEMENUHAN HAK-HAK NARAPIDANA SELAMA MENJALANI MASA PIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA YOGYAKARTA

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB II TEORI MENGENAI WARGA BINAAN, SISTEM PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN, DAN TEORI KRIMINOLOGI. 1. Pengertian Warga Binaan Pemasyarakatan

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga telah. yang dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN TAHAP ASIMILASI: Solusi Terhadap Masalah-Masalah Pelaksanaan Pembinaan Di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas, serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Sistem pemasyarakatan tersebut diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Bertitik tolak dari pemahaman sistem pemasyarakatan dan penyelenggaraannya, program pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di LAPAS dan 47

pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan oleh BAPAS ditekankan pada kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab Sejalan dengan hal tersebut, secara singkat dapat dikatakan bahwa sistem pemasyarakatan adalah proses pembinaan terpidana yang beradasarkan asas Pancasila, dan memandang terpidana sebagai makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat. 25 Dalam Pasal 60 UU No. 3 tahun 1997 menjelaskan bahwa penempatan anak pelaku tindak pidana (narapidana anak) akan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Anak yang terpisah dari nara pidana dewasa. Anak yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak, berhak memperoleh pendidikan dan latihan baik formal maupun informal sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta memperoleh hak-hak lainnya. Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan ditegaskan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggungjawab. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemasyarakatan sebagai wujud pelembagaan respons masyarakat terhadap perlakuan pelanggar hukum 25 Soejono Dirjosisworo, Kisah-Kisah Penjara Di Berbagai Negara, Alumni, Bandung, 1974, h. 147. 48

pada hakekatnya merupakan pola pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang berorientasi pada masyarakat, yaitu pembinaan yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa pembinaan dan bimbingan pemasyarakatan haruslah ditingkatkan melalui pendekatan pembinaan mental (agama, Pancasila dan sebagainya) meliputi pemulihan harga diri sebagai pribadi maupun sebagai warganegara yang meyakini dirinya masih memiliki potensi produktif bagi pembangunan bangsa dan oleh karena itu mereka dididik (dilatih) juga untuk menguasai ketrampilan tertentu guna dapat hidup mandiri dan berguna bagi pembangunan. lni berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang diberikan mencakup bidang mental dan ketrampilan. Dengan bekal mental dan ketrampilan yang mereka miliki, diharapkan mereka dapat berhasil mengintegrasikan dirinya di dalam masyarakat. Semua usaha ini dilakukan dengan berencana dan sistematis agar selama mereka dalam pembinaan dapat bertobat menyadari kesalahannya dan bertekad untuk menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, negara dan bangsa. Disadari bahwa untuk melaksanakan pembinaan dan bimbingan melalui berbagai bentuk dan usaha, tentunya menuntut kemampuan dan tanggung jawab yang lebih berat dari para pelaksananya termasuk perlunya dukungan berupa sarana dan fasilitas yang memadai. Dan oleh karena disadari bahwa sarana dan fasilitas selalu serba terbatas, maka para petugaspun harus mampu memanfaatkan melalui pengelolaan yang efisien sehinqga dapat mencapai hasil yang optimal. 49

Sistem Pemasyarakatan menitikberatkan pada usaha perawatan, pembinaan, pendidikan, dan bimbingan bagi warga binaan yang bertujuan untuk memulihkan kesatuan hubungan yang asasi antara individu warga binaan dan masyarakat. Pelaksanaan pembinaan pemasyarakatan didasarkan atas prinsipprinsip sistem pemasyarakatan untuk merawat, membina, mendidik dan membimbing warga binaan dengan tujuan agar menjadi warga yang baik dan berguna, adapun metode pembinaan/bimbingan tersebut meliputi : 1. Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnya kekeluargaan antara pembinaan dengan yang dibina. 2. Pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah tingkah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil diantara sesama mereka sehingga menggugah hatinya untuk halhal yang terpuji. Dengan menempatkan anak didik pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki potensi dan harga diri dengan hak-hak dan kewajibannya yang sama dengan manusia lain. 3. Pembinaan berencana secara terus menerus dan sistematis. 4. Pemeliharaan dengan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi. 5. Pendekatan individual dan kelompok. 6. Dalam rangka menambah rasa kesungguhan, keiklasan dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas serta menanamkan 50

kesetiaan kita dan atau keteladanan di dalam pengabdiannya terhadap negara, hukum dan masyarakat. Masalah pembinaan anak di LAPAS Anak ini ternyata kita juga harus melihatnya dari beberapa aspek antara lain: a. Ruang lingkup pembinaan di LAPAS Anak. b. Bentuk- bentuk Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan. c. Sistem Pembinaan Anak didik Pemasyarakatan Anak. Walaupun proses pemasyarakatan yang dilakukan dengan menjalankan pembinaan terhadap terpidana anak telah diupayakan memenuhi dan sesuai dengan kebijakan yang diatur dalam perundangundangan, serta telah memperhatikan hak-hak terpidana dan didasarkan dengan asas-asas pembinaan yang tepat dan terbaik bagi anak, serta dilaksanakan dengan metode pendekatan yang telah memperhatikan kepentingan anak, namun dalam kenyataannya tetap akan memberikan citra negatif bagi anak, terutama bagi kepentingan perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak, semestinya penjatuhan pidana terhadap anak benar-benar harus bersifat ultimum remidium atau sebagai upaya terakhir apabila cara-cara lain memang sudah tidak ada yang dipandang tepat. 3.2 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II A Blitar. Agar diperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai pelaksanaan pembinaan terhadap Anak Pidana di Wilayah Jawa Timur, maka dipandang perlu dipaparkan terlebih dahulu tentang sejarah dan gambaran umum Lembaga 51

Pemasyarakatan Anak Blitar. Di tempat berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar pada awalnya adalah sebuah pabrik minyak insulinde milik pemerintah kolonial Belanda, kemudian dipakai sebagai tempat untuk menampung anak-anak yang melanggar hukum baik, hukum pidana maupun hukum politik pemerintah penjajah pada waktu itu. Tempat ini kemudian dikenal dengan nama Lands Opvoeding gestich (LOG), atau disebut dengan istilah Rumah Pendidikan Negara. Tujuan didirikannya tempat ini disesuaikan dengan tujuan politik Hindia Belanda yang mendasarkan pada peraturan DOR (Dwang Onvoeding Regeling) atau Peraturan Pendidikan Paksa Stbl. 1917 No. 741.U Untuk pelaksanaan pembinaan terhadap anak pelaku tindak pidana (anak pidana) di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebelumnya dilakukan penggolongan berdasarkan : umur, jenis kelamin, lamanya pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan (Pasal 20 UU NO. 12 Tahun 1995). dihimpun oleh Pembimbing Kemasyarakatan mengenai data pribadi maupun keluarga dari anak yang bersangkutan. Dengan adanya hasil laporan tersebut, diharapkan hakim dapat memperoleh gambaran yang tepat untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi anak yang bersangkutan. Putusan hakim akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya dari anak yang bersangkutan, oleh sebab itu hakim harus yakin benar, bahwa putusan yang diambil akan dapat menjadi salah satu dasar yang kuat untuk mengembalikan dan mengantar anak menujumasa depan yang baik untuk mengembangkan dirinya sebagai warga yang bertanggung jawab bagi kehidupan keluarga, bangsa dan negara. Untuk lebih memantapkan upaya pembinaan dan 52

pemberian bimbingan bagi Anak Nakal yang telah diputus oleh hakim, maka anak tersebut ditampung di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Untuk pelaksanaan pembinaan terhadap anak pelaku tindak pidana (anak pidana) di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebelumnya dilakukan penggolongan berdasarkan : umur, jenis kelamin, lamanya pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan (Pasal 20 UU NO. 12 Tahun 1995). Dalam pelaksanaan pembinaan, harus diperhatikan akan hak-hak dari anak pidana di dalam Lembaga Pemasyaratatan (diatur dalam Pasal 14 jo. Pasal 22 UU NO. 12 Tahun 1995), sebagai berikut : a) Berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b) Berhak mendapat perawatan baik perawatan rohani maupun jasmani; c) Berhak mendapat pendidikan dan pengajaran; d) Berhak mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e) Berhak menyampaikan keluhan; f) Berhak mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; g) Berhak menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya; h) Berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); 53

i) Berhak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; j) Berhak mendapatkan pembebasan bersyarat; k) Berhak mendapatkan cuti menjelang bebas, dan l) Berhak mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Sedangkan untuk merealisasikan harapan-harapan dalam proses pembinaan bagi anak pidana maka pelaksanaan pembinaan dalam sistem pemasyarakatan didasarkan pada asas-asas sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 UU No. 12 tahun 1995, sebagai berikut : 1. Asas Pengayoman; 2. Asas persamaan perlakuan dan pelayanan; 3. Asas pendidikan; 4. Asas pembimbingan; 5. Asas penghormatan harkat dan martabat manusia; 6. Asas kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; 7. Asas terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Adapun jumlah warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Blitar sebagai Anak Didik Pemasyarakatan, adalah sebagai berikut 26 : 26 Selayang pandang LPA Blitar,Kamis 22 maret 2012. 54

Data anak didik menurut usia Usia Jumlah <15 Tahun 13 15 S/D 18 Tahun 194 18 Tahun Keatas 55 Jumlah 262 Orang Blitar antaralain ; Adapun jenis pembinaan yang diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Jenis Pembinaan kepribadian kemandirian a. fisik olahraga, pendidikan formal, rekreasi, kesenian,perpustakaan, Penjahitan, montir, pertukangan kayu, pertanian, perternakan, las besi, keset, handycraft dan seni ukir. pramuka, kesehatan b. sosial menerima kunjungan keluarga c. mental & spiritual agama, ceramah agama, pesantren kilat. 55

Dengan melakukan penelitian ke LPA Blitar dapat diketahui tentang pembinaan anak pidana pelaku tindak pidana narkotika di LPA Blitar. Dalam penanganan atau pembinaan anak pidana pelaku tindak pidana narkotika tidak mendapat suatu pengkhususan, tidak adanya blok khusus di LPA Blitar untuk anak pidana pelaku tindak pidana narkotika, namun ada pembedaan atau pemisahan kamar dengan anak pidana kasus pidana lain, untuk masalah bantuan medis atau kesehatan di dalam LPA Blitar kekurangan tenaga medis, hanya terdapat 1 perawat jaga. Bentuk perlindungan hak anak pidana pelaku tindak pidana narkotika di LPA Blitar berupa pemenuhan hak untuk pendidikan, pemenuhan gizi anak pidana, dan adanya pelatihan keterampilan. Kendala yang dihadapi oleh LPA Blitar adalah keterbatasan jumlah pegawai dan keterbatasan sumber daya manusia. Kegiatan sehari-hari anak pidana pelaku tindak pidana narkotika di LPA Blitar tidak dibedakan dengan anak pidana lainnya, semua anak pidana mendapatkan jadwal yang sama selama berada di LPA Blitar. Secara umum hak anak pidana dipenuhi dengan baik oleh LPA Blitar, namun secara khusus untuk pembinaan anak pidana pelaku tindak pidana narkotika LPA Blitar belum ada penanganan khusus seperti pembinaan medis di dalam lapas, atau rehabilitasi medis yang dapat di lakukan di dalam lapas. 56