Analisis Kondisi Organisasi. III.1 Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

dokumen-dokumen yang mirip
Pembuatan Rencana Strategis. Pengimplementasian E-Government Sektor Layanan Publik. Berbasis Enterprise Architecture Planning

BAB III LANDASAN TEORI

Perancangan Arsitektur

PEMODELAN BISNIS PENYELENGARAAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU SATU PINTU SEBAGAI DASAR BAGI PEMBUATAN ENTERPRISE ARSITEKTUR PLANNING (EAP)

II.1 Proses Bisnis II-1

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB III Landasan Teori

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 24 TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

I.1 Latar Belakang I-1

BERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 119 TAHUN 2012

SALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan konsep

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 63 TAHUN 2012

BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN KEDIRI

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

- 1 - BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service

BUPATI SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 70 TAHUN 2016

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 92 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Prov.

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 61 TAHUN 2008

Enterprise Resource Planning (ERP)

LAPORAN TUGAS AKHIR. Disusun Sebagai Syarat Kelulusan Tingkat Sarjana. oleh : Desi Hadiati /

I. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

REVISI RENCANA STRATEGIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANYUWANGI SALINAN

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BERITA DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 57 PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2007

GUBERNUR SULAWESI BARAT

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

A. PENDAHULUAN. Prinsip prinsip dari visi diatas adalah :

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 102 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

QANUN KABUPATEN ACEH SINGKIL NOMOR 3 TAHUN 2012

STRUKTUR ORGANISASI DPMPTSP KABUPATEN BLORA

Rencana Implementasi dan Migrasi

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

Mendefinisikan dan menggambarkan proses bisnis dan hubungan mereka dengan sistem informasi. Menjelaskan sistem informasi yang mendukung fungsi bisnis

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE NOMOR 2 TAHUN 2012

Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Garut GAMBARAN UMUM ORGANISASI

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah yang baik ( good governance ) yang merupakan. salah satu isu yang sangat mengemuka.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI MAMUJU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 50 TAHUN 2018 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. instansi pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam hal ini pelayanan kesehatan yang

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK

SEKSIPEMROSESAN BAGAN SUSUNAN ORGANISASI KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis Tahun Latar Belakang

Transkripsi:

Bab III Analisis Kondisi Organisasi III.1 Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemberian layanan umum kepada masyarakat merupakan perwujudan dari fungsi pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Layanan publik merupakan arena di mana terjadi transaksi nyata dan intensif antara masyarakat dengan pemerintah. Sektor layanan publik merupakan salah satu indikator bagi keberhasilan pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan menjalankan mandat yang diberikan oleh masyarakat [EKO08]. Layanan publik yang dikaji dalam tugas akhir ini dibatasi pada layanan publik yang memberikan dampak positif terhadap iklim investasi di suatu kabupaten/kota. Layanan perizinan dan non-perizinan merupakan titik awal dari proses penanaman investasi dari investor di suatu daerah. Oleh karena itu, layanan perizinan dan non-perizinan yang dilakukan oleh pemerintah menjadi pokok bahasan utama dalam penulisan tugas akhir ini. Pentingnya sektor pelayanan perizinan ini sayangnya tidak didukung dengan kualitas pelayanan yang baik. Citra buruk terkait layanan perizinan dan nonperizinan terutama diakibatkan oleh proses pengurusan permohonan yang berbelit-belit dan menyulitkan konsumen. Panjangnya proses ini turut meningkatkan kerawanan untuk terjadinya pungutan liar pada setiap tahapan dari proses tersebut. Banyaknya penjual jasa liar (calo) mengindikasikan adanya kesenjangan kepentingan antara pemerintah sebagai penyedia layanan dengan pihak konsumen yaitu masyarakat. Citra buruk ini berdampak terhadap hilangnya kepercayaan dan kredibilitas pemerintah di mata masyarakat. Sudah sepatutnya pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap kualitas pelayanannya kepada masyarakat, mengingat bahwa sektor ini merupakan gerbang interaksi yang intensif dengan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemerintah merumuskan upaya-upaya penyempurnaan utamanya dalam kegiatan pelayanan perizinan ini. Upaya yang ditempuh diharap dapat mewujudkan III-1

kualitas pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau serta meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik [FAH07]. Meningkatnya kualitas pelayanan perizinan akan menyediakan akses yang lebih luas kepada masyarakat dan investor untuk melaksanakan kegiatan investasi di suatu daerah. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan layanan publik [FAH07], meliputi: kesederhanaan, kejelasan, transparansi, kepastian dan ketepatan waktu, biaya yang dapat dipertanggungjawabkan, pelayanan yang berkualitas, serta kepastian hasil dan sah secara hukum. Mengacu terhadap prinsip tersebut, maka dalam pelaksanaan pelayanan perizinan ini perlu ditetapkan standar yang menjadi ukuran dari kualitas pelayanan, yaitu: persyaratan, prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, kompetensi petugas, penanganan pengaduan, jaminan pelayanan, serta penilaian kinerja melalui survei indeks kepuasan masyarakat secara periodik. Mengacu kepada permasalahan dan upaya perbaikan dari sektor layanan perizinan iini, pemerintah merumuskan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA), di mana menempatkan penyedia pelayanan (dinas teknis terkait yang berwenang mengeluarkan izin) di satu lokasi pelayanan. Gambar III-1 menunjukkan pola interaksi yang terjadi di UPTSA. Front office dari masing-masing dinas ditempatkan bersama dalam satu lokasi, sedangkan back office tempat dilakukannya pemrosesan perizinan masih berada di masing-masing kantor dinas teknis. Daftar dari dinas teknis terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Barat yang berwenang menyediakan layanan perizinan dan nonperizinan dapat diacu di Lampiran A. Walaupun UPTSA telah diterapkan dengan baik di beberapa kabupaten/kota, pemerintah pusat kembali merumuskan Penyelenggaraaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yang merupakan hasil penyempurnaan dari UPTSA. PPTSP adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non-perizinan, yang proses III-2

pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan di satu tempat [DAG06]. PPTSP memiliki kewenangan untuk menerbitkan dokumen perizinan, tidak sekedar berupa fungsi koordinasi sebagaimana UPTSA. PPTSP tidak lagi berperan sebagai titik layanan (service point), namun sekaligus sebagai penyedia layanan (service provider). Pola interaksi dan komponen yang dimiliki oleh instansi pelaksana PPTSP dapat dilihat di Gambar III-2. Pemkab Kutai Barat di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2006-2011 yang dapat diacu di Lampiran A., menyatakan misi pembangunannya yaitu untuk memfasilitasi terciptanya pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja bagi masyarakat lokal dengan cara menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dan pola kemitraan dalam mendukung pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasiskan kampung [SED06]. Misi tersebut kemudian diterjemahkan dengan pembentukan instansi pelaksana PPTSP di Kabupaten Kutai Barat, yaitu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Kutai Barat. Karakteristik positif dari PPTSP, regulasi pusat/daerah yang mengatur keberadaaan PPTSP dan BP2T, serta struktur organisasi dan tata kerja BP2T Kutai Barat dapat diacu di Lampiran B. Keberadaan BP2T diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan layanan perizinan. Pengurangan jarak geografis antar penyedia layanan perizinan diharap dapat mempersingkat waktu pemrosesan perizinan serta untuk mempermudah akses masyarakat terhadap layanan ini. Di balik keunggulannya, keberadaan BP2T di sisi lain perlu dicermati dengan baik untuk menjaga sinergi yang positif antara BP2T dengan dinas teknis terkait. Setiap daerah (kabupaten) tentu memiliki potensi kekayaan dan sumber daya alam yang berbeda. Perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan sumber pendapatan daerah dan fokus kegiatan ekonomi antara satu daerah dengan daerah yang lain. Arah kegiatan ekonomi yang berbeda untuk setiap daerah memunculkan kebutuhan perizinan yang berbeda untuk setiap daerah. Jenis layanan perizinan III-3

dan non-perizinan yang dikelola oleh Pemkab Kutai Barat dapat diacu di Lampiran C. Gambar III-1 Instansi Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap III-4

Gambar III-2 Instansi Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu III-5

III.2 Inisiasi Perencanaan Arsitektur Enterprise Permendagri No 24 Tahun 2006, mengenai pedoman pelaksanaan PPTSP, menyatakan bahwa instansi pelaksana PPTSP wajib memiliki SI untuk mendukung kegiatan pelayanan perizinan. BP2T sebagai instansi pelaksana PPTSP pun wajib melaksanakan instruksi tersebut. Biaya investasi yang besar untuk pengadaan SI merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh banyak organisasi. Besarnya biaya seringkali terjadi akibat dilakukannya modifikasi terhadap SI yang terus berulang. Hal tersebut terjadi akibat tidak adanya objektif yang jelas dan spesifik dari kegiatan pengadaan SI. Oleh karena itu perlu dibuat rencana pengimplementasian SI yang didahului dengan pembuatan rancangan arsitektur enterprise dengan menggunakan metodologi EAP. Inisiasi perencanaan dilakukan dengan mendefinisikan lingkup dan tujuan dari studi EAP. Lingkup dalam studi ini meliputi aktifitas BP2T dalam menyediakan layanan perizinan dan non-perizinan bagi masyarakat Kutai Barat. Studi ini bertujuan untuk menghasilkan arsitektur enterprise bagi BP2T. Ketersediaan arsitektur enterprise BP2T diharap dapat memetakan kebutuhan bisnis BP2T terhadap kebutuhan infrastruktur SI. Terdapat 2 metodologi pendukung yang diperlukan dalam pelaksanaan studi ini, yaitu: 1) Business Systems Planning (BSP), untuk menerjemahkan strategi bisnis organisasi menjadi strategi perencanaan SI. 2) Value Configuration Analysis, untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan entitas bisnis ke dalam area fungsional utama dan pendukung. Dukungan eksekutif dari Pemkab Kutai Barat merupakan salah satu critical success factors dalam pelaksanaan studi ini untuk mencapai hasil yang diharapkan. III-6

III.3 Pemodelan Bisnis Tahapan ini bertujuan menghimpun basis pengetahuan/informasi dengan lengkap, komprehensif, dan konsisten yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan bisnis organisasi. Pemahaman yang baik terhadap kegiatan bisnis dari organisasi akan membantu dalam pendefinisian arsitektur enterprise yang berkualitas III.3.1 Analisis Konfigurasi Nilai Pembahasan di bab II.3.2 telah menguraikan dua alat bantu dalam analisis konfigurasi nilai yaitu Value Chain (VC) dan Value Network (VN). Pada dasarnya kedua alat bantu tersebut memiliki peran yang sama yaitu untuk mempermudah identifikasi dan klasifikasi dari fungsi bisnis organisasi. Pada bab II.3.2.1 dinyatakan bahwa VC sering juga dikenal sebagai long-linked technology, artinya proses penciptaan nilai terjadi melalui transformasi dari input menjadi produk akhir. Karakteristik tersebut menujukkan VC sesuai bagi organisasi yang berjenis manufaktur. Di bab berikutnya yaitu II.3.2.2, menyatakan bahwa penciptaan nilai di VN terjadi melalui upaya untuk memfasilitasi jaringan relasi antar konsumen dengan memanfaatkan teknologi sebagai mediumnya. Organisasi berperan sebagai mediator, sehingga VN sesuai untuk organisasi jasa. Dengan mengingat aktifitas inti BP2T sebagai instansi penyedia layanan perizinan dan non-perizinan, maka BP2T dapat diklasifikasikan sebagai organisasi yang bergerak di bidang jasa. Oleh karena itu, pada pembahasan selanjutnya alat bantu analisis konfigursasi nilai yang akan digunakan adalah analisis VN. Analisis VN terbagi ke dalam dua tahapan yaitu: analisis VN eksternal dan internal. Analisis VN eksternal merepresentasikan posisi BP2T terhadap lingkungan luar organisasi sedangkan analisis VN internal dimanfaatkan untuk mengidentifikasi entitas bisnis dari BP2T serta mengelompokkannya ke dalam area fungsional utama dan pendukung. III-7

III.3.1.1 Analisis Value Network Eksternal BP2T Analisis VN eksternal merepresentasikan hubungan antara BP2T dengan konsumen dan stakeholder yang terlibat dalam jaringan kerjanya. Stakeholder yang teridentifikasi, antara lain: 1) Gubernur (Gubernur Kalimantan Timur), berperan sebagai tim pembina dan pengawas. 2) Kepala daerah (Bupati Kutai Barat), berperan sebagai tim pembina dan pengawas. 3) Bendahara daerah, selaku penanggung jawab terhadap pengelolaan pemasukan dan pengeluaran uang oleh pemerintah daerah. 4) Dinas teknis terkait, sebagai instansi yang melaksanakan urusan pemerintahan di daerah. Setiap dinas teknis diharap dapat membantu BP2T dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan perizinan dan nonperizinan. 5) Masyarakat Kutai Barat, sebagai konsumen dari layanan perizinan dan non-perizinan. Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota Dinas Teknis Publik Gubernur Kalimantan Timur Koordinasi teknis Pembinaan dan pengawasan berjenjang Bupati Kutai Barat Pembinaan dan pengawasan Analisis Value Network Internal Institusi BP2T Pelayanan Masyarakat Pengelolaan Keuangan Bendahara Daerah Gambar III-3 Analisis VN Eksternal III-8

Gambar III-3 mengilustrasikan hasil analisis VN eksternal dari BP2T. Hasil analisis tersebut akan membantu dalam mengidentifikasi area-area fungsional yang dimiliki BP2T dan menjaga hubungan kemitraan dengan stakeholder. III.3.1.2 Analisis Value Network Internal BP2T Analisis VN internal merupakan proses identifikasi dan pengklasifikasian entitas bisnis utama dan pendukung yang dilakukan oleh BP2T. Idenfikasi dilakukan dengan menurunkannya berdasar area-area fungsional dari VN. Area fungsional dalam analisis VN diklasifikasikan dalam: Network promotion and contract management, Service provisioning, Network infrastructure operation. Terdapat 4 area fungsional pendukung, yaitu: Firm Infrastructure, Human Resource Management, Technology Development, dan Procurement. Entitas bisnis didefinisikan sebagai sekelompok fungsi bisnis yang menghasilkan produk, jasa dan/atau informasi serta menggunakan sumber daya [IBM84]. Hasil dari proses identifikasi dan klasifikasi ditampilkan di Gambar III-4. Firm Infrastructure Human Resource Management Technology Development Procurement Keuangan; Layanan Umum Manajemen Sumber Daya Manusia Network infratructure Service development development Perlengkapan Network Promotion & Contract Management Pelayanan Informasi Service Provisioning Pelayanan Pengaduan Pelayanan Administrasi Perizinan dan Non- Perizinan Pengendalian Network Infrastructure Operation Pemantauan dan Evaluasi Pembinaan Pengawasan Gambar III-4 Analisis VN Internal III-9

III.3.2 Dekomposisi Fungsi dan Proses Bisnis Identifikasi terhadap fungsi dan proses bisnis dilakukan dengan memanfaatkan hasil analisis VN internal BP2T. Entitas bisnis yang berhasil diidentifikasi didekomposisi menjadi himpunan fungsi bisnis. Kemudian untuk setiap fungsi bisnis didekomposisi lagi menjadi kumpulan proses bisnis yang dikerjakan oleh organisasi. Setiap proses bisnis dipetakan ke lokasi di mana proses bisnis berlangsung. Hasil identifikasi dan pemetaan antara proses bisnis dengan lokasi bisnis ditampilkan di Tabel III-1 (cuplikan dari Lampiran D). Teridentifikasi 101 proses bisnis yang dipetakan ke 7 lokasi bisnis. III.3.3 Pemetaan Fungsi Bisnis Terhadap Unit Organisasi Tahap ini akan memetakan fungsi bisnis terhadap unit organisasi yang ada di BP2T. Pemetaan tersebut ditampilkan dalam bentuk matriks fungsi bisnis unit organisasi yang dapat dilihat pada III-10

Tabel III-2 (cuplikan dari Lampiran D). Relasi tersebut mengidentifikasi adanya unit organisasi yang mengerjakan terlalu banyak fungsi bisnis serta mendeteksi bila terdapat satu fungsi bisnis yang melibatkan banyak unit organisasi. Nilai cell dari matriks merepresentasikan derajat keterlibatan unit organisasi pada suatu fungsi bisnis. Nilai 3 menunjukkan unit organisasi yang bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan, nilai 2 untuk tingkat keterlibatan penuh tapi tidak bertangggungjawab terhadap pengambilan keputusan, dan nilai 1 untuk tingkat keterlibatan yang terbatas. III.4 Sistem dan Teknologi Saat Ini Tahapan ini bertujuan mencatat keberadaan data, aplikasi dan platform teknologi untuk mendukung proses bisnis organisasi. Hasil catatan tersebut dinamakan Katalog Sumber Daya Informasi / Information Resource Catalog (IRC). IRC dijadikan landasan dalam penyusunan rencana pengimplementasian SI. III-11

Tabel III-1 Dekomposisi Enterprise LOKASI BISNIS AREA FUNGSI Aktifitas Utama: Network Promotion & Contract Management ENTITAS BISNIS FUNGSI BISNIS PROSES BISNIS Pelayanan Informasi Perencanaan teknis penyebarluasan informasi Perencanaan teknis pelayanan informasi Pelaksanaan pelayanan informasi Merencanakan teknis penyebarluasan informasi Merencanakan teknis pelayanan informasi Kantor Pemda Provinsi / Kabupaten Back-office BP2T X Loket customer service (pusat informasi) Melayani pertanyaan masyarakat X Menyebarluaskan informasi ke masyarakat X X X Loket pengajuan permohonan Ruang pemrosesan berkas Loket penyerahan dokumen dan kasir Lokasi Survei Penelusuran permohonan Menerima permintaan pelacakan permohonan X Melacak keberadaan permohonan X Pelayanan Pengaduan Perencanaan teknis pelayanan pengaduan Merencanakan teknis pelayanan pengaduan X Pelaksanaan pelayanan pengaduan Menerima pengaduan X Mengkategorikan jenis pengaduan X Menganalisis akar masalah X Menetapkan tindakan X X Mendokumentasikan pengaduan X III-12

Tabel III-2 Relasi Fungsi Bisnis Dengan Unit Organisasi UNIT ORGANISASI Pelayanan Informasi Pelayanan Pengaduan Pelayanan Administrasi Perizinan dan Nonperizinan FUNGSI BISNIS Perencanaan teknis penyebarluasan informasi Gubernur Kalimantan Timur Bupati Kutai Barat Bendahara Daerah Dinas teknis Terkait Kepala BP2T Sekretariat Subbag Umum Subbag Keuangan Subbag Perencanaan Program Bidang Penanaman Modal Subbid Investasi dan Kerjasama Subbid Pengendalian dan Pengawasan Investasi Bidang Analisa dan Promosi Subbid Analisas Potensi 3 1 2 1 1 Perencanaan teknis pelayanan informasi 3 1 2 1 1 Pelaksanaan pelayanan informasi 3 2 2 Penelusuran permohonan 3 2 2 1 1 Perencanaan teknis pelayanan pengaduan 3 1 2 1 1 Pelaksanaan pelayanan pengaduan 3 2 2 1 1 Perencanaan teknis pelayanan perizinan dan non-perizinan 3 1 2 1 1 2 2 Perencanaan teknis bidang penanaman modal 3 1 2 1 1 Perencanaan teknis bidang analisa dan promosi 3 1 2 1 1 Peninjauan kembali peraturan daerah 3 2 2 1 1 1 1 Pengkoordinasian dengan unit kerja lain 3 2 2 1 1 1 1 1 Subbid Promosi Bidang Perizinan Usaha Bidang Perizinan Tertentu Tim Teknis III-13

III.4.1 Katalog Sumber Daya Informasi III.4.1.1 Sistem Legacy Identifikasi terhadap keberadaan sistem dan teknologi yang telah dimiliki oleh organisasi menjadi salah satu input yang penting dalam menganalisis kondisi organisasi saat ini. Pendokumentasian IRC dilakukan dengan mengidentifikasi sistem legacy yang ada dimiliki organisasi. Aspek informasi yang perlu dicatat dari setiap sistem legacy antara lain: deskripsi aplikasi, data input/output, serta platform teknologi yang dipergunakan. BP2T merupakan badan baru yang dibentuk di akhir tahun 2008. Pada dasarnya BP2T mengintegrasikan fungsi layanan perizinan dan non-perizinan yang sebelumnya dilakukan oleh dinas-dinas teknis di lingkungan Pemkab Kutai Barat. Oleh karena itu, survei untuk mengatahui keberadaan sistem legacy dilakukan ke dinas-dinas teknis terkait yang sebelumnya bertindak sebagai penyedia layanan perizinan dan non-perizinan. Hasil survei menunjukkan hanya terdapat 1 sistem legacy yang dimiliki oleh Pemkab Kutai Barat yaitu Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). SIAK dimiliki oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kutai Barat. Deskripsi dari SIAK dapat diacu pada di Lampiran E. III.4.1.2 Dukungan Aplikasi Terhadap Fungsi dan Proses Bisnis Tahapan berikutnya yaitu memetasilangkan fungsi dan proses bisnis BP2T dengan sistem legacy yang tercatat di IRC. Pemetaan ini untuk melihat tingkat persebaran dan dukungan yang diberikan oleh sistem legacy terhadap kegiatan bisnis organisasi. SIAK mendukung 2 dari 100 proses bisnis BP2T (2%.) Namun SIAK hanya dimanfaatkan secara terbatasa untuk pengurusan izin bidang kependudukan saja, sehingga masih membutuhkan ditingkatkan fungsionalitasnya. Relasi antara III-14

aplikasi dengan fungsi dan proses bisnis ditampilkan dalam bentuk matriks dapat diacu di Lampiran E. III.4.2 Platform Teknologi Tahapan ini merelasikan sistem legacy dengan platform teknologi yang dibutuhkannya. EAP tidak mendefinisikan format pendokumentasian platform teknologi secara spesifik. Aspek yang didokumentasikan meliputi: perangkat keras, data dan infomasi, jaringan, serta perangkat lunak. Pemetaan tersebut ditampilkan dalam bentuk matriks yang dapat diacu pada Lampiran E. III-15