BAB I PENDAHULUAN. Penerapan akuntansi pada pemerintahan sebelum dilakukan. reformasi pengelolaan keuangan negara, telah menerapkan sistem

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

Kata Kunci: Tingkat Pemahaman, Pelatihan, Penerapan SAP Berbasis Akrual

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkannya, salah satunya dalam bidang keuangan pemerintahan. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Koreksi atas posisi Laporan Operasional pada Pemerintah Kota

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki kualitas kinerja, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang ditandai dengan munculnya era New Public Management

Persiapan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan Otonomi Daerah sesuai dengan aturan Undangundang. Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaran pemerintahan yang baik (good governance), salah. satunya termasuk negara Indonesia. Pemerintahan yang baik adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tertuang dalam pasal 32 ayat (1) yang berbunyi: UU No. 17 Tahun 2003 juga mengamanatkan setiap instansi pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum UU No.17 tahu 2003, pengelolaan keuangan negara dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas,

AKUNTANSI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN PUBLIK (SEBUAH TANTANGAN) OLEH : ABDUL HAFIZ TANJUNG,

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perubahan dalam penerapan standar akuntansi. akuntansi pemerintah menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan Daerah yaitu dengan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan lembaga pemerintahan. Akuntansi Pemerintahan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. melalui pembenahan kebijakan dan peraturan perndang-undangan, penyiapan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

NTT Raih WTP, Ini Untuk Pertama Kalinya

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun. transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya konkret mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan keuangan. Seiring berjalannya waktu, akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Susilawati & Dwi Seftihani (2014) mengungkapkan bahwa perkembangan

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH DAERAH. 1

BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan penyelenggaraan negara. dilakukan oleh badan eksekutif dan jajaranya dalam rangka mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU. Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi. Tujuan dari penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan ekonomi, sudah pasti disemua negara di dunia

BABl PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif

PENGANTAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

SEJARAH AKUNTANSI PEMERINTAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan sebagai bukti pertanggung jawaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi Pemerintah yang menggantikan PP No. 24 Tahun 2005 akan

KONSEP DASAR AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH

DAFTAR ISI. HALAMAN DEDIKASI... ii. ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv. PRAKATA... v. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR LAMPIRAN... x. DAFTAR TABEL...

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya reformasi dibidang keuangan, maka perlu

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah melahirkan paket perundang-undangan ngan keuangan negara yang

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi di bidang akuntansi. Salah

PERKEMBANGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN DI INDONESIA PERIODE SEBELUM REFORMASI SAMPAI DENGAN PASCA-REFORMASI

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Keuangan daerah merupakan faktor strategis yang turut menentukan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. dan teori perlu berimplikasi pada praktik. Oleh karena itu antara teori dan praktik

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BULETIN TEKNIS NOMOR 01 PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan akuntansi pada pemerintahan sebelum dilakukan reformasi pengelolaan keuangan negara, telah menerapkan sistem pencatatan single entry. Pada sistem pencatatan ini menurut Halim dan Kusufi (2012: 45) pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatat satu kali, transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan dan transaksi ekonomi yang berakibat berkurangnya kas akan dicatat pada sisi pengeluaran. Hasil dari sistem pencatatan ini, pemerintah tidak memiliki catatan tentang piutang dan utang, apalagi catatan tentang aset tetap yang dimiliki dan ekuitas. Sehingga selama itu (pra reformasi keuangan 1975-1999) pemerintah tidak pernah menampilkan neraca sebagai salah satu bentuk laporan keuangan yang umum kita kenal guna menggambarkan posisi keuangan pemerintah. Hal ini disebabkan juga karena basis akuntansi yang digunakan selama ini adalah basis kas, pada basis ini menurut Halim dan Kusufi (2012: 54) pengakuan/pencatatan transaksi ekonomi hanya dilakukan apabila transaksi tersebut menimbulkan perubahan pada kas. Rekening keuangan akhir akan dirangkum dalam buku kas sehingga laporan keuangan tidak bisa dihasilkan karena ketiadaan data tentang aset dan kewajiban. 1

2 Setelah pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan negara baik pada pemerintah pusat maupun pada pemerintah daerah, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Pada SAP tersebut menyatakan bahwa laporan keuangan pokok terdiri dari: a) Laporan Realisasi Anggaran, b) Neraca, c) Laporan Arus Kas dan d) Catatan Atas Laporan Keuangan. Sistem pencatatan yang digunakan adalah sistem pencatatan double entry, pada sistem ini menurut Halim dan Kusufi (2012: 46) pada dasarnya suatu transaksi ekonomi akan dicatat dua kali, dalam pencatatan tersebut ada sisi debit dan kredit. Serta basis pencatatan yang digunakan adalah basis kas menuju akrual (cash toward accrual). Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2005 tersebut pada tahun 2010 disempurnakan dengan PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual. Perubahan SAP (2010) dibandingkan dengan SAP (2005) adalah diterapkannya SAP full accrual basis yakni mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Serta laporan keuangan yang harus disusun terdiri dari: a) Laporan Realisasi

3 Anggaran, b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, c) Neraca, d) Laporan Operasional, e) Laporan Arus Kas, f) Laporan Perubahan Ekuitas, dan g) Catatan Atas Laporan Keuangan. Setelah dikeluarkannya PP No. 71 Tahun 2010, pemerintah pusat maupun daerah harus menerapkan basis akrual dalam pengelolaan keuangan daerah. Namun sampai dengan tahun anggaran 2013 masih banyak pemerintah daerah yang belum menerapkan basis akrual dalam pengelolaan keuangan daerah. Berikut data perkembangan hasil opini LKPD setelah dikeluarkannya PP No.71 Tahun 2010. Tabel 1.1: Perkembangan Opini LKPD LKPD WTP WDP TW TMP 2011 67 349 8 100 2012 120 319 6 79 2013 153 276 9 18 Sumber: IHPS 1 Tahun 2014, (BPK RI, 2014) per 31 September 2014 Hasil pemeriksaan BPK atas LKPD mengungkapkan kasus ketidakpastian Pemerintah Daerah dalam menerapkan akuntansi berbasis akrual yang terjadi pada 184 Pemerintah Daerah. Kasus-kasus tersebut di antaranya: Pemerintah Daerah belum mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) dan struktur organisasi yang memadai, belum melakukan sosialisasi dan pelatihan PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP berbasis akrual, dan belum menyusun kebijakan dan sistem akuntansi Pemerintah Daerah yang berbasis akrual sesuai dengan PP No. 71 Tahun 2010. Mayoritas kasus-kasus tersebut terjadi karena: keterbatasan kemampuan SDM yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, belum diterbitkannya

4 peraturan daerah mengenai penerapan akuntansi berbasis akrual, dan sistem/aplikasi yang belum mendukung. Pemerintah Kota (Pemkot) Gorontalo termasuk salah satu pemerintah daerah yang belum menerapkan SAP berbasis akrual hingga T.A 2013. Selama 5 tahun terakhir Pemkot Gorontalo masih menerapkan SAP kas menuju akrual dalam menyusun dan menyajikan Lapran Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). LKPD tersebut diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan berikut ini adalah hasil opini atas LKPD Kota Gorontalo dari tahun 2009-2013: Tabel 1.2: Hasil Opini LKPD Kota Gorontalo Tahun 2009-2013 Tahun Opini 2009 TMP 2010 WDP 2011 WDP 2012 WDP 2013 WDP Data: Olahan 2015 Menurut hasil pemeriksaan BPK, LKPD Kota Gorontalo telah menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan Pemerintah Kota Gorontalo per 31 Desember 2012, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas (LAK) dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK) untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah, Kecuali:

5 1. Terdapat selisih lebih Rp81.792.402.032,45 dan selisih kurang Rp44.143.104.186,45 antara nilai pada Neraca dengan Kartu Inventaris Barang. 2. Penghapusan item barang tanpa SK Walikota sebesar Rp72.193.638.406,00. 3. Terdapat aset tetap tanah yang luasnya tidak bisa diidentifikasi sebesar Rp41.658.337.135,00. 4. Terdapat aset tetap tanah dan bangunan yang tidak jelas lokasinya sebesar Rp243.677.176.250,00. 5. Terdapat aset tetap yang tidak diketahui keberadaannya sebesar Rp43.317.895.150,00. 6. Belanja pemeliharaan sebesar Rp9.308.575.448,00 belum dikapitalisasi ke jenis aset tetapnya. Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dari tahun 2009 sampai dengan 2013 Laporan Keuangan Pemerintah Kota Gorontalo belum mendapatkan opini WTP, akan tetapi mengalami peningkatan opini TMP menjadi WDP sejak 2010. Namun dari penjelasan hasil pemeriksaan BPK diatas, terdapat beberapa pengecualian dari Laporan Keuangan Kota Gorontalo. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Gorontalo masih kurang baik. Indikator bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sudah berkualitas yaitu opini Wajar Tanpa pengecualian (WTP) yang diberikan BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) (adhi dan Suharjo, 2013). Kurangnya kualitas

6 LKPD Kota Gorontalo mengindikasikan bahwa masih perlunya pelatihan SDM guna meningkatkan pemahaman SDM di Kota Gorontalo dalam penyajian dan pelaporan keuangan daerah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan. Penerapan SAP yang baru yakni SAP berbasis akrual pada Pemerintah Kota Gorontalo masih mengalami beberapa kendala. Bapak Yudin Dani selaku Kabid. Akuntansi di DPPKAD Kota Gorontalo, menjelaskan alasan Pemerintah Kota Gorontalo belum menerapkan SAP basis akrual dalam pengelolaan keuangan daerah sampai dengan T.A 2013, yaitu: Pertama, belum adanya pedoman tentang penerapan basis akrual pada Pemerintah Daerah, Permendagri No.64 tentang Penerapan SAP Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah dikeluarkan pada akhir tahun 2013. Kedua, Sebagian besar aparatur Pemerintah Kota Gorontalo masih belum memahami SAP basis akrual. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil test yang diikuti oleh 70 aparatur pemerintah Kota Gorontalo saat mengikuti pelatihan di Yogyakarta pada Januari 2015 yang dibagi dalam dua kelas. Berikut hasil pre-test dan post test pelatihan akuntansi berbasis akrual. Tabel 1.3. Hasil Pre-Test dan Post Test Pelatihan Akrual Basis Rata-rata No Kelas Hasil Pre-Test Hasil Post-Test 1. Kelas A 36,22 73,27 2. Kelas B 34,03 52,24 Data: DPPKAD Kota Gorontalo

7 Berdasarkan tabel 1.3 diatas, membuktikan bahwa pemahaman aparatur tentang SAP berbasis akrual masih kurang baik dan masih perlu ditingkatkan dengan memberikan pelatihan-pelatihan lebih lanjut terkait dengan SAP berbasis akrual. Bapak Yudin Dani menambahkan kurangnya pemahaman SAP berbasis akrual disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Pertama, kurangnya sumber daya aparatur yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi/pembukuan. Berikut data latar belakang pendidikan aparatur Pemerintah Kota Gorontalo yang mengikuti pelatihan penerapan SAP Berbasis akrual tahun 2015: Tabel 1.4: Latar Belakang Pendidikan Aparatur No. Latar Belakang Pendidikan Jumlah 1 S1/Akuntansi 14 Orang 2 S1/Ekonomi 10 Orang 3 S1/Manajemen 10 Orang 4 DIII Akuntansi 2 Orang 5 S1 PLS, S1 Teknik, S1 Ekonomi Pembangunan, S1 Hukum, S1 Pemerintahan, S1 Komputer, S1 18 Orang B.Inggris, S1 Adm. Publik, S1 Elektro, S1 Epidemiologi, DIII Pariwisata. 6 S2, Hukum, S2 Teknik 4 Orang 7 SMA, SMK/Akuntansi, SMK/Perkantoran, 12 Orang Data: DPPKAD Kota Gorontalo Kedua, Pelatihan yang belum maksimal. Aparatur Pemerintah Daerah berharap pelatihan minimal dilaksanakan 3 bulan sekali dan

8 berkesinambungan. Dan Ketiga, Basis akrual dirasa lebih sulit jika dibandingkan dengan basis kas menuju akrual. Peneliti sebelumnya Halen dan Astuti (2013), yang meneliti di Kabupaten Jember dengan penelitian yang berjudul Pengaruh Tingkat Pemahaman, Pelatihan Dan Pendampingan Aparatur Pemerintah Daerah Terhadap Penerapan Accrual Basis Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, memperoleh hasil bahwa pengaruh ketiga variabel yakni tingkat pemahaman, pelatihan, dan pendampingan aparatur berpengaruh positif terhadap penerapan accrual basis secara bersama-sama, dan pengaruh ketiga variabel independen (tingkat pemahaman, pelatihan, dan pendampingan aparatur) secara parsial adalah signifikan terhadap penerapan acrrual basic. Penelitian yang dilakukan Titik (2012) yang berjudul Studi Eksplorasi Tingkat Pemahaman Aparatur Pemerintah Daerah dan Anggota DPRD terhadap Standar Akuntansi Berbasis Akrual, diperoleh bahwa tingkat pemahaman aparatur pemerintah Kota Surakarta terhadap SAP 2010 ternyata masih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Lelono (2014) yang berjudul Tingkat Pemahaman Akuntansi Berbasis Akrual Pada Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pemahaman penyusunan laporan keuangan berbasis akrual dilihat dari pendidikan, pelatihan yang diikuti dan pengalaman kerja aparatur pemerintah daerah Kota Salatiga.

9 Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Tingkat Pemahaman dan Pelatihan Aparatur Pemerintah Daerah Terhadap Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual dalam Pengelolaan Keuangan Daerah (Studi pada Pemerintah Kota Gorontalo). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah selain lokasi dan sampel yang berbeda, pada penelitian Halen dan Astuti (2013) variabel independennya adalah tingkat pemahaman, pelatihan dan pendampingan aparatur sedangkan pada penelitian ini hanya meneliti dua variabel independen yakni tingkat pemahaman dan pelatihan. Alasan penulis hanya meneliti dua variabel tersebut karena tingkat pemahaman yang kurang dan belum memadai serta pelatihan yang belum maksimal merupakan masalah atau kendala yang banyak dijumpai dalam setiap SKPD kota Gorontalo. Selain itu, sampel pada penelitian tersebut dibatasi hanya pada Dinas saja, namun sampel pada penelitian ini adalah seluruh SKPD baik Dinas, Badan, Kantor, Sekretariat, RSUD, dan Kecamatan se-kota Gorontalo. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah penelitian, sebagai berikut : 1. Kurangnya pemahaman aparatur terhadap SAP berbasis akrual dalam pengelolaan keuangan daerah.

10 2. Kurangnya pelatihan tentang basis akrual yang dilakukan oleh Pemerintah. 3. Kurangnya SDM yang berlatang belakang pendidikan akuntansi/pembukuan. 4. Pemerintah Kota Gorontalo masih belum menerapkan standar akuntansi berbasis akrual dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah sampai dengan T.A 2013. 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah tingkat pemahaman aparatur Pemerintah Daerah berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam pengelolaan keuangan daerah? 2. Apakah pelatihan aparatur Pemerintah Daerah berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam pengelolaan keuangan daerah? 3. Apakah tingkat pemahaman dan pelatihan aparatur Pemerintah Daerah berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam pengelolaan keuangan daerah?

11 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah tingkat pemahaman aparatur Pemerintah Daerah berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam pengelolaan keuangan daerah. 2. Untuk mengetahui apakah tingkat pelatihan aparatur Pemerintah Daerah berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam pengelolaan keuangan daerah. 3. Untuk mengetahui apakah tingkat pemahaman dan pelatihan aparatur Pemerintah Daerah berpengaruh terhadap penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual dalam pengelolaan keuangan daerah. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dengan penelitian ini adalah : a. Manfaat Teoritis, yakni penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembuktian empiris tentang pengaruh pemahaman dan pelatihan Pemerintah Daerah terhadap penerapan standar akuntansi berbasis akrual dan dapat memberikan masukan ataupun kerangka acuan bagi peneliti lain pada masa yang akan datang.

12 b. Manfaat Praktis, yakni penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Kota Gorontalo dalam hal penerapan standar akuntansi berbasis akrual.