MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
ALTERNATIP MODA TRANSPORTASI UDARA SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KETERISOLASIAN WILAYAH PANTAI BARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

TINJAUAN TERHADAP BENTUK KERJASAMA PEMBANGUNAN DAERAH DAN IMPLEMENTASINYA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 69 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA PEMBANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa

REVITALISASI INSTITUSI PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ISI PENGANTAR... I DAFTAR ISI... II DAFTAR TABEL... V DAFTAR GAMBAR... VI BAB I PENDAHULUAN... I-1

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

FORMAT SAMPUL LAMBANG DAERAH LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH ( LPPD ) Provinsi / Kabupaten / Kota...

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ŀlaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerinta IKHTISAR EKSEKUTIF

BAB VI PENYELENGGARAAM TUGAS UMUM PEMERINTAHAN

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

OBLIGASI DAERAH MEMBERI PELUANG MEMBANGUN PRASARANA TRANSPORTASI DALAM MEMAJUKAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PROGRAM PENYUSUNAN PERATURAN PRESIDEN PRIORITAS TAHUN 2014

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.

BUPATI ASAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI ASAHAN NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1.

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

DAFTAR ISI PENGANTAR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari uraian program dan kegiatan DAK pada Dinas Kehutanan Pasaman

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB IV PENUTUP. 1. Ketercapaian target dari masing-masing sasaran adalah sebagai berikut : - Meningkatnya indeks kualitas lingkungungan hidup

DEKLARASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB XVIII BALAI TEKNOLOGI KOMUNIKASI PENDIDIKAN PADA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI BANTEN

BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN (AANWIZJING)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERENCANAAN KINERJA BAB II VISI : Masyarakat Gorontalo yang Siaga dan Terlindung dari Ancaman Bencana. 2.1 RENCANA STRATEGIS 2.1.

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA TEGAL

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN PERAN PEMERINTAH PROVINSI DALAM MEMBANGUN KERJASAMA ANTAR DAERAH

(RENCANA KERJA) TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 164,302, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 16,587,167, BELANJA LANGSUNG 33,185,325,000.00

IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) BADAN PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BLITAR

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

SALINAN. Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN JABODETABEKPUNJUR. oleh: Sekretaris Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

4. URUSAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERKEBUNAN PROVINSI PAPUA

LKPJ- AMJ Bupati Berau BAB V halaman 403

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 31 TAHUN 2001

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUMBAWA.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAKORNIS KOPERASI & UKM, KERJASAMA, PROMOSI DAN INVESTASI SE-KALIMANTAN BARAT

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS. NOMOR 11 Tahun 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 3 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

d) mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; dan e) membina pemerintahan kelurahan di wilayah kerjanya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 Alinea ke-iv, yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. tombak) dalam pelayanan kepada masyarakat serta tombak strategis untuk

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

Transkripsi:

Karya Tulis MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2005

DAFTAR ISI A. PENDAHULUAN... 2 B. JALAN SENDIRI... 3 C. KERJASAMA DAERAH... 3 D. BENTUK KERJASAMA... 4 E. BEBERAPA KENDALA... 6 F. PENUTUP... 8 1

MODEL KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH A. PENDAHULUAN Memasuki tahun kelima penerapan Undang-Undang No.25 tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, melahirkan pertanyaan bagi kita khususnya masyarakat di Sumatera Utara yakni, adakah perubahan pelayanan dan kesejahteraan yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara? Apakah tujuan otonomi daerah telah benar-benar mulai dirasakan oleh khalayak ramai? Apakah kesejahteraan rakyat di provinsi ini cenderung meningkat? Bagaimana dengan kualitas pelayanan umum yang diberikan oleh pemerintah daerah? Apakah masing-masing daerah mengalami peningkatan daya saing? Ketiga pertanyaan terakhir adalah makna hakiki tujuan otonomi daerah. Jika jawabannya ya secara meyakinkan, berhasillah daerah tersebut dalam menerjemahkan tujuan otonomi daerah. Sebaliknya jika jawabannya tidak, sebaiknya masing-masing daerah perlu evaluasi diri tentang apa sebenarnya yang kurang, dan kebijakan apa yang mungkin perlu dibenahi. 2

B. JALAN SENDIRI Umumnya kendala yang paling popular dihadapi oleh masing-masing daerah adalah keterbatasan anggaran (APBD) mereka dalam memenuhi kebutuhan belanja publik. Kebutuhan belanja publik terus meningkat sementara pendapatan daerah peningkatannya relatif lamban meskipun berbagai Perda diterbitkan untuk menggenjot pendapatan daerahnya tersebut. Kondisi ini diperburuk lagi dengan kebijakan daerah untuk membangun sarana dan prasarana publik di daerahnya dengan caranya masing-masing (jalan sendiri-sendiri) meskipun kebutuhan publik tersebut bisa dikerjakan secara bersama-sama dengan daerah tetangganya, sebab kebutuhan publik di daerah tersebut juga merupakan kebutuhan yang sama di daerah tetangganya. Akibat kebijakan jalan sendiri ini menyebabkan timbulnya masalah beban anggaran yang terlalu berat bagi daerah itu, bahkan banyak rencana pembangunan tertinggal hanya sebatas dokumen rencana sebab terbatasnya anggaran yang dimiliki sendiri. Bagaimana merealisasikannya? Jawabannya kerjasama daerah mutlak diperlukan agar tercipta suatu sinergi pembangunan. C. KERJASAMA DAERAH Kerjasama daerah juga diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004, terdapat empat pasal yang mengatur tentang kerjasama tersebut, sayangnya meskipun telah diatur di dalam undang-undang, menurut hasil survey penataan ekonomi daerah kerjasama antar daerah masih relatif rendah terutama dalam penyediaan pelayanan masyarakat di daerah yang terpencil, 3

perbatasan antar daerah, pengelolaan dan pemanfaatan sungai, sumber daya laut yang melintas di beberapa daerah berdekatan, perdagangan, pendidikan, kesehatan, perkebunan, perikanan maupun kerjasama pengelolaan pasca panen dan distribusinya. Selain itu, masih banyak kegiatan-kegiatan lain yang bisa dikerjasamakan sesuai dengan potensi dan masalah daerah yang bertetangga. Dengan kerjasama, beban akan lebih ringan sebab ditanggung bersama, pencapaian skala pembangunan lebih besar dan akan tercipta suasana saling kontrol dalam pengelolaannya. Dengan demikian akan tercipta suatu sinergi pembangunan yang menguntungkan bagi pihak-pihak yang bekerja sama. Mengapa kerjasama daerah masih rendah? Bagaimana pula dengan kondisi kerjasama di Sumatera Utara? D. BENTUK KERJASAMA Ada sepuluh bentuk kerjasama yang dapat dilakukan oleh daerah yakni provinsi dengan provinsi, provinsi dengan kabupaten/kota, provinsi dengan pihak swasta, provinsi dengan dengan masyarakat, provinsi dengan luar negeri, provinsi dengan provinsi dan kabupaten/kota, provinsi dan kabupaten/kota dengan kabupaten/kota, kabupaten/kota dengan pihak swasta, kabupaten/kota dengan masyarakat, dan kabupaten/kota dengan luar negeri. Untuk Sumatera, berbagai kegiatan kerjasama daerah telah terbentuk. Misalnya, kerjasama antar provinsi sesumatera di bidang transportasi laut, udara, darat dan di bidang informasi teknologi. Sebagian sudah terealisasi, lainnya masih tahap rencana. 4

Di Sumatera Utara, wujud kerjasama yang telah dirasakan masyarakat manfaatnya adalah Sutra Airlines yang melayani rute Medan dengan bandara-bandara di wilayah pantai barat. Bentuk kerjasama adalah provinsi dengan kabupaten/kota di wilayah pantai barat dalam hal penanggulangan biaya operasional, dan kerjasama provinsi dengan pihak swasta (baca: Merpati Nusantara Airlines) sebagai operator penerbangan Sutra Airline. Bentuk kerjasama lainnya yang sudah disepakati namun belum terealisasi antara lain pembangunan jalan sejajar Mebidang yang merupakan kerjasama antara provinsi dengan tiga kabupaten/kota, dan kerjasama pengelolaan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan yang merupakan kerjasama lima kabupaten di wilayah Bukit Barisan. Selain itu ada kerjasama antara Kabupaten Asahan dengan Kota Tanjung Balai dalam hal pengelolaan sarana dan prasarana. Sisanya, masih dalam tahapan wacana. Jumlah bentuk kerjasama yang telah dilakukan masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan peluang-peluang kerjasama yang masih memungkinkan dilakukan oleh daerah di Sumatera Utara. Lantas apa gerangan kendalanya sehingga jumlah kerjasama masih minim? 5

E. BEBERAPA KENDALA Meskipun pemerintah provinsi berusaha maksimal jika tidak direspon secara positif oleh pihak pemerintah kabupaten/kota yang sebagian masih syarat dengan ego dan kepentingannya sendiri-sendiri, kebijakan kerjasama daerah yang mampu menciptakan sinergi antar daerah dan memperkuat pelaksanaan pembangunan daerah akan tetap berjalan tersendat-sendat dan sulit terealisasi. Beberapa kendala yang menyebabkan masih minimnya kerjasama daerah antara lain: 1. Sikap sebagian kepala daerah dan aparaturnya yang masih terlalu egosentris, tidak peka terhadap masalah dan kebutuhan bersama. Kondisi ini dibuktikan dengan hampir semua kabupaten/kota belum memiliki pejabat eselon yang khusus menangani bidang kerjasama daerah. 2. Tidak lengkapnya inventarisasi peta potensi dan masalah daerah masingmasing kabupaten/kota, khususnya potensi yang bisa dikembangkan dengan cara kerjasama daerah agar tercipta daya saing yang lebih tinggi. Demikian pula penanggulangan masalah dengan cara kerjasama daerah sehingga dapat mengurangi beban anggaran di masing-masing APBD kabupaten/kota yang bekerja sama. 3. Masih minimnya alokasi anggaran di APBD masing-masing kabupaten/kota untuk mendukung kegiatan kerja sama daerah yang 6

tentunya memerlukan biaya dimulai dari kegiatan inventarisasi data potensi dan masalah, rapat pertemuan, perumusan, penyusunan draft kerjasama dan biaya-biaya lainnya. 4. belum tersosialisasinya (belum ada?) peraturan pemerintah tentang kerjasama daerah sehingga belum ada peraturan daerah (perda) yang mengatur kerjasama daerah di Sumatera Utara, sehingga belum ada suatu badan yang otonom dan khusus bertanggung jawab dalam pengelolaan kerjasama daerah. 5. Adanya perasaan enggan sebagian daerah untuk bekerja sama sebab dengan kerjasama, pengelolaan anggaran menjadi sangat transparan sehingga mengurangi celah untuk timbulnya mark-up. 6. Timbulnya perasaan khawatir terhadap potensi konflik yang terjadi apabila pihak yang diajak bekerja sama ingkar janji (wanprestasi). 7. Kehadiran pihak independen. Penyusunan formulasi hak dan kewajiban di antara pihak yan bekerjasama memerlukan kehadiran pihak ketiga yang dianggap independen. Penentuan pihak ketiga ini harus disetujui masingmasing pihak sehingga perlu waktu dan terkesan bertele-tele. Kondisi ini khususnya dalam penyusunan formulasi yang berkaitan dengan anggaran (dana), siapa membayar berapa dan menerima berapa. 7

F. PENUTUP Revitalisasi kerjasama daerah mutlak diperlukan, terlebih lagi dalam kondisi keterbatasan anggaran pembangunan yang dihadapi oleh masingmasing daerah. Langkah-langkah yang perlu diantisipasi dalam mewujudkan kerjasama daerah antara lain sebagai berikut: 1. Segera membentuk suatu badan khusus yang menangani kegiatan kerjasama daerah. Tugas badan ini antara lain menginventarisasi potensi dan masalah di daerahnya masing-masing yang bisa dikerjasamakan. Sesuai dengan UU No.32/2004, badan yang terbentuk bernama Badan Kerjasama Daerah (BKSAD). 2. BKSAD menentukan mitra kerjasama, apakah dengan pemerintah daerah lainnya, provinsi, swasta, masyarakat atau dengan pihak luar negeri. 3. BKSAD menentukan bentuk kerjasama dan memformulasikan hak dan kewajiban di antara pihak yang bekerjasama yang dituangkan dalam satu dokumen perjanjian kerjasama yang memiliki kekuatan hukum tetap. 4. BKSAD mengarahkan dan memfasilitasi dinas teknis terkait dalam pelaksanaan kegiatan program kerjasama sesuai dengan sektor/bidang kerjasama yang dilakukan. 5. BKSAD mencari solusi terbaik bagi semua pihak jika ada konflik di antara para pihak yang bekerja sama. Potensi konflik tetap ada apabila 8

misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi) terhadap perjanjian kerjasama yang telah disepakati sebelumnya. 6. BKSAD masing-masing kabupaten/kota aktif secara reguler mengadakan pertemuan guna meningkatkan kinerja dengan cara sharing informasi perkembangan kegiatan kerjasama di daerahnya masing-masing. Kegiatan pertemuan antar BKSAD ini difasilitasi oleh BKSAD Provinsi. 7. Selanjutnya BKSAD berpartisipasi secara aktif dalam setiap rapat koordinasi pembangunan (Rakorbang) guna menginformasikan perkembangan kegiatan kerjasama dan rencana kegiatan kerjasama ke seluruh peserta Rakorbang. 9