I. PENDAHULUAN. harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan perantara (intermediary) yang. liabilitas (penghimpunan dana) (Wuryandani, 2012).

1. Tinjauan Umum

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

Kebijakan Moneter & Bank Sentral

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. karena fungsi utamanya sebagai media untuk bertransaksi, sehingga pada awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Ekonomi Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan sektor

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH (3 September 2010)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena

ekonomi Kelas X KEBIJAKAN MONETER KTSP A. Kebijakan Moneter Tujuan Pembelajaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi keuangan. Menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia membawa pengaruh pada. berbagai sektor ekonomi, baik sektor riil maupun sektor moneter.

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. melebihi batas maksimum yang diindikasikan dengan tingginya debt to equity

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

I. PENDAHULUAN. rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup rakyat banyak. Perbankan sendiri merupakan perantara keuangan

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. faktor-faktor penyebab dan mempunyai dampak negatif yang sangat parah

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman era globalisasi ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal tempat diperjual belikannya keuangan jangka panjang seperti

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Efektifitas Kebijakan Moneter Bank Indonesia yang bertujuan untuk

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto,

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefenisikan sebagai jalur yang

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

Uang EKO 2 A. PENDAHULUAN C. NILAI DAN JENIS-JENIS UANG B. FUNGSI UANG. value).

SMA/MA IPS kelas 10 - EKONOMI IPS BAB 6. LEMBAGA KEUANGAN BANK, BUKAN BANK dan SISTEM PEMBAYARANLatihan Soal 6.6. spekulasi. menabung.

I. PENDAHULUAN. menghimpun dana dari pihak yang berkelebihan dana dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. satunya ialah kredit melalui perbankan. penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha. Bank

Ilmu Ekonomi Bank Sentral dan Kebijakan moneter

melindamelindo.wordpress.com Page 1

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Kebijakan moneter Bank Indonesia dilaksanakan dalam rangka mencapai

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa dalam perekonomian dinilai dengan satuan uang. Seiring dengan

I. PENDAHULUAN. bukti kepemilikan atas suatu perusahaan. Suatu perusahaan dapat menjual hak

TANTANGAN INTERMEDIASI PERBANKAN Oleh: Djoko Retnadi, Ekonom Senior, The Indonesia Economic Intelligence, Jakarta

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seorang investor dalam melakukan pembelian dan penjualan suatu saham

BAB V. Simpulan dan Saran. sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Gambaran Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar dan Indeks

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal akhir-akhir ini membawa peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi pemicu yang kuat bagi manajemen perusahaan untuk. membutuhkan pendanaan dalam jumlah yang sangat besar.

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekses likuiditas merupakan jumlah cadangan bank yang didepositokan di bank sentral ditambah dengan uang kas yang disimpan untuk keperluan operasional harian bank (cash in vaults), dikurangi kewajiban Giro Wajib Minimum (Reserve Requirment), (Saxegaard, 2006). Pengertian ekses likuiditas tersebut merupakan dalam konteks likuiditas yang digunakan untuk berjaga-jaga (precautionary) atau dapat dianggap sebagai perilaku optimisasi oleh bank. Dalam porsi tertentu ekses likuiditas diperlukan sebagai cadangan bagi perbankan terhadap ketidakpastian penarikan dana oleh nasabah maupun volatilitas nilai tukar yang dapat mempengaruhi modal perbankan. Namun tidak semua ekses likuiditas bersumber dari perilaku bank dengan maksud untuk berjaga-jaga. Dalam konsisi tertentu, ekses likuiditas yang dimiliki oleh bank bukanlah bersifat sebagai cadangan untuk berjaga-jaga. Kondisi tersebut dapat berupa likuiditas yang tidak diperlukan dan bahkan dapat berpotensi memberikan efek negatif bagi efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter. Ekses likuiditas yang seperti ini juga dapat disebut likuiditas yang tidak terkendali (involuntary).

2 Sejarahnya ekses likuiditas muncul pertama kali di perbankan Indonesia dimulai ketika terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Pada saat itu, memburuknya konsisi perbankan Indonesia akibat besarnya kredit bermasalah dan turunnya kepercayaan masyarakat pada perbankan. Hal ini mendorong pemerintah untuk memberikan bantuan likuiditas kepada bank-bank yang tengah mangalami kesulitan hebat. Bantuan ini dilakukan demi menyelamatkan sistem perbankan secara kesluruhan. Namun demikian, keterbatasan kemampuan keuangan pemerintah untuk membantu setabilitas sistem perbankan pada saat itu menyebabkan Bank Indonesia ikut terlibat dalam memberikan dana talangan kepada pemerintah. Bantuan Bank Indonesia tersebut dikenal dengan sebutan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Selain itu program lain yang diambil untuk menyelamatkan sistem perbankan pada saat itu, yaitu program restrukturisasi dan rekapitalisasi perbankan. Program ini dilakukan dengan cara menerbitkan obligasi rekap sebagai penyertaan modal pemerintah kepada bank-bank, sebagai upaya memenuhi ketentuan permodalan sesuai dengan peraturan BI. Dua hal tersebut, dana talangan BLBI dan program rekapitalisasi perbankan tersebut yang menjadi latar belakang melonjaknya ekses likuiditas di sistem perbankan Indonesia dan berlangsung secara persisten hingga sampai saat ini. Namun, kondisi sekarang dengan dulu sudah jauh berbeda. Dulu meski krisis melanda, ekses likuiditasnya tidak terlalu besar, tidak seperti sekarang ini, dimana likuiditas di pasar global semakin meningkat. Ditengah terus membaiknya

3 sentimen di pasar keuangan global, berbagai kebijakan tersebut berkontribusi pada positifnya perkembangan berbagai indikator ekonomi domestik. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan yield Surat Utang Negara (SUN) terus mencatatkan perbaikan, nilai tukar rupiah bergerak dengan cenderung menguat, dan sejalan dengan perkembangan tersebut ekspektasi inflasi terus menurun. Namun demikian, membaiknya kondisi pasar keuangan serta penurunan BI Rate belum direspons secara optimal oleh perbankan domestik. Hal ini tercermin pada masih relative tingginya suku bunga kredit yang turut berkontribusi pada lemahnya permintaan kredit. Tertahannya pengucuran kredit tersebut salah satu penyebab semakin meningkatnya stok ekses likuiditas industri perbankan seperti yang terjadi saat ini. Ekses likuiditas yang berangsur-angsur ini pada perkembangan selanjutnya seringkali menimbulkan permasalahan bagi perekonomian secara umum maupun permasalahan bagi bank sentral selaku otoritas moneter. Dalam konteks bank sentral, ekses likuiditas akan mengakibatkan berkurangnya efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter. Kebijakan moneter dalam hal ini terjadi terutama dalam mempengaruhi sisi permintaan dan mencapai sasaran inflasi. Selain itu, ekses likuiditas di sistem perbankan akan mendorong bank sentral untuk menyerap kelebihan likuiditas tersebut dengan melalui operasi moneter. Operasi moneter yang dilakukan bank sentral ini dilakukan dalam bentuk lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) maupun Fasilitas Bank Indonesia (Fasbi).

4 Operasi moneter ini dilakukan agar tidak memberikan tekanan, baik dipasar keuangan maupun di perekonomian. Namun jika jumlah ekses likuiditas terlampau besar dan berkelanjutan, hal ini akan dapat memberikan tekanan bagi neraca bank sentral. Hal ini dikarenakan bank sentral harus membayar biaya bunga bagi penempatan perbankan di SBI maupun Fasbi. Tercatat hingga Januari 2012, ekses likuiditas yang diserap oleh Operasi Pasar Terbuka (OPT) mencapai Rp 481 triliun. Sumber: Bank Indonesia Gambar 1. 1 Perkembangan Operasi Moneter Periode Januari 2006 hingga Januari 2012 Sementara bagi perekonomian, dampak ekses likuiditas dapat berupa keengganan perbankan untuk menyalurkan dananya dalam bentuk kredit yang produktif. Keengganan tersebut karena memandang risiko yang masih tinggi di sektor riil, sehingga pelaku bank lebih memilih untuk menempatkan kelebihan likuiditas tersebut dalam bentuk instruman moneter, seperti SBI atau Fasbi. Akibat dari penempatan kelebihan likuiditas yang semestinya disalurkan di sektor riil, sumber dana di sektor riil menjadi terbatas. Sehingga pada akhirnya akan berakibat pada perubahan harga didalam sektor riil.

5 Ekses likuiditas dalam penyaluran dana yang kurang lancar akan berdampak pada perubahan tingkat harga umum di dalam sektor riil. Perubahan tingkat harga umum tersebut dapat berperan sebagai tujuan transaksi, menurut teori permintaan uang klasik. Apabila terjadi penurunan harga barang yang menyebabkan nilai uang riil meningkat, maka permintaan uang juga akan menurun. Sedangkan sebaliknya, apabila terjadi kenaikan harga barang yang disebabkan tingkat harga umum yang meningkat akan menyebabkan nilai uang riil turun, sehingga permintaan uang meningkat. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.2 di bawah, pada awal tahun 2012 tingkat harga umum mencapai 132%. Peningkatan permintaan uang tersebut akan menyebabkan terjadinya ekses likuiditas, yang kemudian akan berpengaruh pada kebijakan moneter. Permasalahan yang diakibatkan oleh ekses likuiditas yang tak terkendali ini harus diantisipasi dengan baik, agar tidak persisten dan semakin menimbulkan efek yang negatif di perekonomian. Sumber: Bank Indonesia Gambar 1. 2 Perkembangan Tingkat Harga Umum Periode 2006:Q1 hingga 2012:Q1

6 Porsi ekses likuiditas yang memberikan dampak yang negatif bagi efektivitas kebijakan moneter diatas, tidak seluruhnya berdampak negatif. Dalam porsi lain, ekses likuiditas diperlukan sebagai penyangga bagi perbankan. Hal ini terjadi karena ekses likuiditas di sini dimaksudkan untuk menjaga ketidakpastian terhadap penarikan dana oleh nasabah maupun volatilitas nilai tukar yang dapat mempengaruhi modal perbankan. Dalam porsi yang diperlukan ini, ekses likuiditas disebut sebagai ekses likuiditas untuk berjaga-jaga (precautionary). Menurut Keynes, dalam teori permintaan uang, ada tiga motif dalam memegang uang, yaitu motif transaksi (transaction motive), motif berjaga-jaga (precautionary motive), dan motif spekulasi (speculation motive). Permintaan uang yang muncul sebagai akibat dari motif transaksi ini didasarkan pada anggapan bahwa seseorang berminat untuk memegang uang dimaksudkan untuk memenuhi dan memperlancar transaksi yang mereka lakukan. Di sini dianggap bahwa permintaan uang untuk tujuan transaksi tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional. Pendapatan yang dilakukan sebagai maksud untuk memenuhi dan memperlancar jalannya transaksi, merupakan salah satu motif untuk sebagian orang untuk memegang uangnya. Tingkat pendapatan nasional riil sering dilakukan untuk melakukan penelitian tentang pengaruhnya terhadap stabilitas permintaan uang. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Banatul Hayati (2006), yang memasukkan variabel tingkat pendapatan riil dalam menentukan stabilitas uang dalam penelitiannya. Begitu juga dikalangan perbankan, pendapatan riil penting untuk

7 memenuhi dan memperlancar jalannya transaksi yang akan dilakukan. Tercatat hingga 2012 triwulan pertama, pendapatan nasional riil mencapai Rp 546 triliun seperti yang dilihat pada Gambar 1.3 di bawah ini. Sumber: Bank Indonesia Gambar 1. 3 Pendapatan Riil Periode 2006:Q1 hingga 2012:Q1 Disamping untuk membiayai transaksi, uang diminta pula untuk menghadapi keadaan mendesak atau masalah penting lain di masa depan. Ada kalanya keadaan masa depan semakin bertambah baik, tetapi ada kalanya masalahmasalah buruk akan dihadapi. Untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti, terutama untuk menghadapi keperluan yang mendesak, sebagian uang disisihkan untuk menghadapi masalah di masa depan. Uang yang disisihkan untuk tujuan ini dinamakan permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga. Menurut teori permintaan uang Keynes, pendapatan riil juga berpengaruh terhadap permintaan uang sebagai motif berjaga-jaga (precautionary). Di mana apabila semakin besar tingkat pendapatan, maka permintaan uang untuk berjaga-

8 jaga juga akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya, apabila semakin kecil tingkat pendapatan, maka permintaan uang untuk berjaga-jaga pun semakin rendah. Ketidakpastian mengenai penerimaan dan pengeluaranlah yang menjadi pertimbangan untuk meningkatkan permintaan uang. Dalam ekonomi, di mana instisusi keuangan sudah berkembang, masyarakat menggunakan pula uangnya untuk tujuan spekulasi, yaitu disimpan atau digunakan untuk membeli surat-surat berharga seperti obligasi pemerintah, saham perusahaan, dan lain-lain. Penyimpanan uang untuk tujuan spekulasi ini juga merupakan salah satu motif penyimpanan uang yang dikemukakan oleh Kynes. Dalam menggunakan uang untuk tujuan spekulasi ini, suku bunga atau deviden yang diperoleh dari memiliki surat-surat berharga tersebut sangat penting dalam menentukan besarnya jumlah permintaan uang. (Sukirno, 2004) Tidak sama halnya seperti tujuan transaksi dan berjaga-jaga yang ditentukan oleh pendapatan, tujuan spekulasi ditentukan oleh suku bunga. Apabila suku bunga atau deviden surat-surat berharga itu tinggi, masyarakat akan menggunakan uang untuk membeli surat-surat berharga tersebut. Akan tetapi apabila suku bunga dan tingkat pengembalian modal rendah, mereka akan lebih suka menyimpan uangnya daripada membeli surat-surat berharga. Perkembangan suku bunga pada periode 2006:Q1 sampai 2012:Q1 dapat dilihat pada Gambar 1.4 di bawah ini.

9 Sumber : Bank Indonesia Gambar 1.4 Perkembangan suku bunga BI rate periode 2006:Q1 sampai 2012:Q1 Dalam mengatasi ekses likuiditas perbankan pada bank umum, pemerintah memerlukan beberapa regulasi untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi dan tingkat investasi yang terkendali. Hal tersebut dapat terwujud dengan salah satunya yaitu dengan cara memainkan besarnya cadangan minimum yang harus disetorkan oleh masing-masing bank kepada Bank Indonesia, yang dikenal sebagai Giro Wajib Minimum (GWM). Kenaikan ini dimaksud untuk memelihara kestabilan moneter dan menjadikan perbankan lebih memiliki daya saing. Dapat dilihat pada Gambar 1.5 dibawah ini, perkembangan GWM pada tahun 2010 hingga 2011 meningkat karena terjadi perubahan kebijakan moneter pada tahun 2010 yang menetapkan GWM sebesar 8% pada tahun tersebut. Kenaikan GWM ini akan berdampak langsung terhadap perbankan Indonesia, karena GWM ini dapat memicu untuk bank menyediakan pencadangan lebih tinggi di Bank

10 Indonesia. Dangan adanya penetapan kebijakan GWM dari otoritas moneter, bank harus menyediakan likuiditas yang lebih untuk di berikan kepada Bank Indonesia. Hal ini yang akan mengakibatkan semakin berkurangnya likuiditas bank umum, sehingga ekspansi kredit bank akan semakin kecil. Sumber : Bank Indonesia Gambar 1.5 Perkembangan GWM periode 2006:Q1 sampai 2012:Q1 Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini akan menganalisis sejauh mana variabel-variabel yang berupa tingkat harga umum, pendapatan riil, suku bunga dan Giro Wajib Minimum berpengaruh terhadap Ekses Likuiditas perbankan, khususnya bank umum pada periode 2006:Q1 sampai dengan 2012:Q1 di Indonesia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

11 1. Seberapa besar pengaruh tingkat harga umum terhadap Ekses Likuiditas perbankan di Indonesia. 2. Seberapa besar pengaruh pendapatan riil terhadap Ekses Likuiditas perbankan di Indonesia. 3. Seberapa besar pengaruh suku bunga terhadap Ekses Likuiditas perbankan di Indonesia. 4. Seberapa besar pengaruh Giro Wajib Minimum (GWM) terhadap Ekses Likuiditas perbankan di Indonesia. C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis seberapa besar pengaruh tingkat harga umum terhadap Ekses Likuiditas perbankan di Indonesia. 2. Menganalisis seberapa besar pengaruh pendapatan riil terhadap Ekses Likuiditas perbankan di Indonesia. 3. Menganalisis seberapa besar pengaruh suku bunga terhadap Ekses Likuiditas perbankan di Indonesia. 4. Menganalisis seberapa besar pengaruh Giro Wajib Minimum (GWM) terhadap Ekses Likuiditas perbankan di Indonesia.

12 D. Kerangka Pikir Masalah ekses likuiditas dapat ditimbulkan dari faktor-faktor yang berupa tingkat harga umum, pendapatan riil, suku bunga, yang juga merupakan faktor dari permintaan uang dan Giro Wajib Minimum yang merupakan kebijakan moneter. Terjadinya ekses likuiditas di perbankan Indonesia yang ditimbulkan dari faktorfaktor tersebut dapat mengakibatkan dampak yang positif dan negatif di perekonomian. Ekses likuiditas yang sering terjadi adalah ekses likuiditas yang menimbulkan efek negatif di perekonomian. Oleh karena itu, agar tidak menimbulkan efek yang negatif bagi perekonomian, ekses likuiditas tersebut perlu dicegah.

13 Ekses likuiditas terdiri dari ekses likuiditas yang memberikan dampak positif atau sebagai bentuk penjagaan (precautionary), dan ekses likuiditas yang memberi dampak negatif atau ekses likuiditas tak terkendali (involuntary). Ekses likuiditas dalam bentuk penjagaan ini berguna sebagai cadangan bank. Cadangan tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya ketidakpastian terhadap penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah. Sehingga jika hal tersebut terjadi tidak akan mempengaruhi permodalan perbankan. Sedangkan, ekses likuiditas yang memberikan dampak negatif dapat menimbulkan permasalahan bagi bank sentral selaku otoritas moneter, maupun bagi perekonomian secara umum. Dalam konteks bank sentral, ekses likuiditas dapat menyebabkan berkurangnya efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter. Hal ini terutama dapat mempengaruhi dari segi permintaan dan sasaran inflasi. Selain itu, ekses likuiditas di sistem perbankan akan mendorong bank sentral untuk menyerap kelebihan likuiditas tersebut melalui operasi moneter. Operasi moneter tersebut dalam bentuk lelang SBI atau Fasbi agar tidak memberikan tekanan baik di pasar keuangan maupun di perekonomian. Namun jika jumlah ekses likuiditas semakin besar dan persisten, hal ini akan dapat memberikan tekanan bagi kesinambungan neraca bank sentral. Karena bank sentral harus membayar biaya bunga bagi penempatan dana perbankan di SBI maupun di Fasbi.

14 Bagi perekonomian, ekses likuiditas juga berdampak negatif bagi perekonomian. Dampak ekses likuiditas tersebut berupa keengganan perbankan untuk menyalurkan dana yang didapat dalam bentuk kredit kredit yang produktif. keengganan tersebut terjadi dikarenakan memandang risiko yang masih tinggi di sektor riil. Sehingga bank lebih memilih untuk menempatkan dananya dalam bentuk instrumen moneter. Bila hal ini terjadi, akan berakibat sumber dana di sektor riil menjadi terbatas dan bila tersediapun harganya menjadi lebih mahal. (Bathaluddin, 2012) E. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Diduga tingkat harga umum berpengaruh negatif terhadap Ekses Likuiditas pada perbankan di Indonesia. 2. Diduga pendapatan riil berpengaruh positif terhadap Ekses Likuiditas pada perbankan di Indonesia. 3. Diduga suku bunga berpengaruh negatif terhadap Ekses Likuiditas pada perbankan di Indonesia. 4. Diduga Giro Wajib Minimum (GWM) berpengaruh negatif terhadap Ekses Likuiditas pada perbankan di Indonesia.

15 F. Sistematika Penulisan Untuk mengetahui secara singkat isi dari penulisan skripsi ini, penelitian ini dibagi menjadi 5 bab. Bab-bab tersebut terdiri dari bab pendahuluan, landasan teori, metode penelitian, hasil perhitungan dan pembahasan, dan simpulan dan saran. Bab pertama yaitu Pendahuluan, bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka pikir, hipotesis, dan sistematika penulisan. Bab kedua yaitu Landasan Teori, bab ini terdiri dari tinjauan teoritis dan tinjauan empirik, yang berisi tentang pengertian likuiditas, teori permintaan uang Keynes, dan perngertian-penertian mengenai tingkat harga umum, pendapatan riil, suku bunga, dan giro wajib minimum. Bab ketiga yaitu Metode Penelitian, bab ini berisi tentang penulisan jenis dan sumber data, batasan ukuran variabel, model dan metode analisis dan pengujian hipotesis. Bab keempat yaitu Hasil dan Pembahasan, berisi tentang gambaran umum hasil penelitian yang telah dilakukan dan membahasnya sesuai dengan tujuan penelitian. Bab kelima yaitu Simpulan dan Saran, bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian dan saransaran mengenai keterbatasan penelitian ini.