Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 1. Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent)

dokumen-dokumen yang mirip
PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

STANDARD OPERATING PROCEDURE PENYELESAIAN KONFLIK EKSTERNAL

Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan. Roundtable on Sustainable Palm Oil

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Forest Stewardship Council

FPIC DAN REDD. Oleh : Ahmad Zazali

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm

Prosedur dan Daftar Periksa Kajian Sejawat Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas)

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

FORMULIR PENGAJUAN KELUHAN BAGIAN A DATA PELAPOR

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL

OMBUDSMAN CONCLUSION REPORT WILMAR 2

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

LAMPIRAN 3 NOTA KESEPAKATAN (MOU) UNTUK MERENCANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA. (Versi Ringkas)

1. Melibatkan masyarakat 1.1 Pengenalan karakter umum dan

Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia

MENGHARGAI SESAMA DAN MASYARAKAT PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

KOMENTAR UMUM NO. 2 TINDAKAN-TINDAKAN BANTUAN TEKNIS INTERNASIONAL Komite Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya PBB HRI/GEN/1/Rev.

Lihat untuk informasi lebih lanjut. LAMPIRAN 3

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

Prasyarat Penerima Hibah

Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

SUSTAINABILITY STANDARD OPERATING PROCEDURE. Prosedur Penyelesaian Keluhan

KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1]

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN

Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015

RINGKASAN EKSEKUTIF. Studi Bersama Persamaan dan Perbedaan Sistem Sertifikasi ISPO dan RSPO

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

Catatan informasi klien

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat,

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Silabus Kursus Pelatihan Penilai NKT

TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

4. Metoda penerapan Konvensi No.111

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I KETENTUAN UMUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan)

2. Layanan-layanan LS ICSM Indonesia akan memberikan layanan-layanan sebagai berikut:

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention)

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Kode Perilaku VESUVIUS: black 85% PLC: black 60% VESUVIUS: white PLC: black 20% VESUVIUS: white PLC: black 20%

KODE ETIK GLOBAL PERFORMANCE OPTICS

Prinsip Dasar Peran Pengacara

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

DEKLARASI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HAK HAK MASYARAKAT ADAT

Standard Operating Procedure

Bekerja sama untuk konservasi hutan

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

Kerangka Tiga Pilar Bisnis & HAM: Uji Tuntas HAM

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

Proses Penyelesaian Perselisihan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEDOMAN KEBIJAKAN CODE OF CONDUCT PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO)

Nilai-Nilai dan Kode Etik Grup Pirelli

MENGHORMATI SESAMA DAN MASYARAKAT: PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA. 1 Oktober 2016.

NILAI-NILAI DAN KODE ETIK GRUP PIRELLI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

Tinjauan Perkebunan FSC

Respon Pemantauan IFC ke. Audit CAO mengenai investasi IFC di

Freeport-McMoRan Kode Perilaku Pemasok. Tanggal efektif - Juni 2014 Tanggal terjemahan - Agustus 2014

Silabus Kursus Pelatihan Penilai NKT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Forest Tenure. Jaminan Hukum Umum Prinsip Kriteria Indikator Elemen Kualitas PJaminan Hukum Umum yang mengakomodasi Tata Kelola Pemerintah yang Baik.

Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014

PROSEDUR PENANAMAN BARU RSPO

CODES OF PRACTICE. Dokumen: Codes of Practice Edisi / Rev: 1 / 2 Tanggal: 03 April 2017 Hal : Hal 1 dari 7

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

Transkripsi:

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 1 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent)

2 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent)

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 3 Sawit Watch 2011 Modul FPIC 1. Latar belakang Meningkatnya konflik. Sertifikasi dikeluarkan tapi sengketa lahan masih ada. RSPO menjadi greenwash dan whitewash. 2. Tujuan Advokasi FPIC hak dan penghidupan masyarakat setempat dan masyarakat adat terkena dampak sawit diakui, terjamin, dilindungi dan meningkat lebih baik dalam produksi minyak sawit berkelanjutan 3. Hasil yang diharapkan Anggota RSPO mematuhi, menghargai dan mengakui hak masyarakat atas FPIC dengan (1) perundingan ulang dan kompensasi; (2) pengembalian tanah dan alternatif; (3) menerapkan penanganan sengketa 4. Pendekatan Untuk mencapai tujuan ini aktifis mengidentifikasi, memantau kasus-kasus dan praktek terkait kriteria 2.3, 7.5 dan 7.6 standar RSPO dalam konteks hak masyarakat adat, masyarakat lokal dan petani sawit. 5. Aktifitas (1) lokakarya pelatihan memahami FPIC dalam sistem RSPO; (2) latihan memetakan praktek, proses dan masalah pelanggaran terhadap kriteria 2.3, 7.5, dan 7.6 standar RSPO; (3) menyampaikan kasus pelanggaran FPIC kepada anggota RSPO dan lembaga sertifikasi; dan (4) menyusun model alternatif pemantauan FPIC.

4 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 6. Kelompok sasaran RSPO mengurus sengketa tanah melalui fasilitas penanganan sengketa (DSF). Lembaga sertifikasi yang melaksanakan penilaian audit perusahaan sawit beroperasi di Kalimantan dan Sumatera (PCRs). Perusahaan sawit yang sedang melakukan perluasan kebun baru (NPP). 7. Relevansi tindakan Implementasi standar FPIC yang konsisten, benar, objektif dan tepat sesaui prinsip dan kriteria RSPO dapat membantu menyelesaikan sengketa, jaminan hak dan ineraksi positif investasi jangka panjang. 8. Umpan balik atau feedback Tanggapan cepat terhadap substansi, proses, kendala kapasitas internal dan eksternal sebagai enabling factors dan constrains yang terjadi dalam advokasi FPIC dalm RSPO. Saran dan opsi perbaikan model advokasi FPIC.

Cermati tantangan KBDD/FPIC Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 5 FPIC dan hukum nasional: FPIC merupakan persyaratan hukum internasional tetapi sering kali hanya lemah atau bahkan tidak masuk dalam hukum/perundang-undangan nasional. Rezim hukum plural: banyak negara rezim hukum yang plural dan menerima bahwa hukum adat masyarakat adat memiliki yurisdiksi atas urusan masyarakat. Pengakuan yang jelas dan penguasaan hak atas tanah adalah pusat untuk FPIC. Posisi lembaga keuangan internasional: Lembaga Keuangan Internasional memiliki standar yang berbeda sehubungan dengan masyarakat adat dan hak untuk FPIC, yang sebagian besar mencerminkan sensitivitas daerah berbeda. Bank Dunia, misalnya, telah merevisi kebijakan operasional Bank Dunia tentang masyarakat adat untuk mengakui FPIC. Tanggung jawab pemerintah dan perusahaan: pengawasan hak asasi manusia internasional adalah tanggung jawab pemerintah sementara hak asasi manusia kewajiban perusahaan kurang jelas. Eksploitasi komersial kehutanan umumnya diberikan izin oleh instansi pemerintah dengan tanggung jawab untuk memberikan izin untuk pembalakan kayu dan perkebunan, sementara lembaga Negara yang berbeda dimaksudkan untuk mendaftar sertifikat tanah dan lain-lain dimaksudkan untuk menangani klaim masyarakat adat. seringkali konsesi dan izin tumpang tindih dan mencaplok kawasan masyarakat. Menentukan tingkat hak masyarakat adat: terutama di daerah di mana hak milik atau (lainnya) hak adat belum tuntas diperjelas, luasnya daerah di mana hak untuk FPIC harus dilakukan oleh masyarakat adat sering tidak jelas. Tuntutan tanah muncul dan rumit diselesaikan. Metode praktis apa yang

6 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) dapat disepakati antara perusahaan dan masyarakat untuk mencapai kesepakatan yang bisa diterapkan? Sesuai dengan budaya pengambilan keputusan: yang merupakan perwakilan lembaga masyarakat sendiri diperintahkan oleh norma-norma internasional dan bagaimana pemain luar pastikan mereka menghormati mekanisme adat atau diterima masyarakat pengambilan keputusan Rekayasa persetujuan: Bagaimana masyarakat memastikan pengambilan keputusan yang independen mengingat pengalaman FPIC dalam sektor pertambangan dan bendungan, bahwa hasil FPIC sering direkayasa. Elite: Studi kasus menunjukkan bahwa elit masyarakat dapat membuat keputusan yang menguntungkan kepentingan mereka sendiri dengan mengorbankan masalah dan kepentingan masyarakat luas. Apa proses dapat dibangun untuk prosedur FPIC untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil oleh pemimpin yang sungguh-sungguh representatif? Kapasitas dan kesadaran masyarakat: Keterlibatan dalam negosiasi dan prosedur berbasis FPIC merupakan tanggung jawab utama bagi semua pihak dan sering dapat melebihi kapasitas masyarakat lokal dan pelaku lainnya. Bagaimana masyarakat yang terkena dampak mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan untuk berurusan dengan pihak ketiga tanpa kehilangan otonomi tindakan? Masyarakat adat dan masyarakat lainnya: Hak untuk FPIC telah sangat diyakini sebagai suatu hak masyarakat adat (berdasarkan turunan dari hak semua bangsa untuk menentukan nasib sendiri). Namun masyarakat lokal yang terkena dampak lainnya sekarang juga mengklaim hak yang sama. Apakah mereka memiliki hak tersebut? Dan jika demikian, apa pelaksanaan hak FPIC berarti bagi masyarakat lain seperti yang juga tergantung pada lahan dan hutan?

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 7 Batas-batas pada Persetujuan: beberapa kelompok sudah mulai membahas penerapan FPIC untuk proyek-proyek yang berlokasi di luar tanah adat, tapi itu bisa mempengaruhi mereka dengan cara apapun. Kelompok-kelompok lain mempertahankan bahwa proyek-proyek dalam setiap kepemilikan pribadi harus memiliki FPIC dari pemilik dengan cara yang sama bahwa sebuah proyek yang dilakukan dalam tanah adat Berurusan dengan perselisihan masa lalu: Banyak proyek kehutanan mewarisi, atau di masa lalu mungkin telah menyebabkan konflik dengan masyarakat adat dan komunitas lokal. Kerangka kerja diperlukan untuk membangun kembali kepercayaan dan menangani keluhan masa lalu. Pilihan meliputi mitigasi, kompensasi, permintaan maaf dan program perbaikan dampak. 1. Pendahuluan KBDD/FPIC FPIC menggambarkan negosiasi atau perundingan dengan informasi lengkap dan tanpa paksaan antara penanam modal dan perusahaan atau antara pemerintah dan masyarakat adat/ komunitas hukum adat sebelum perkebunan kelapa sawit dan aktifitas lapangan lainnya didirikan dan dikembangkan pada tanah leluhur masyarakat. FPIC memastikan keseimbangan posisi antara komunitas/masyarakat dan pemerintah atau perusahaan dan, dalam kasus dimana hasilnya adalah kesepakatan yang dinegosiasikan, dapat memberi jaminan keamanan usaha perkebunan dan mengurangi resiko penanaman modal. FPIC juga berarti analisa dampak, perancangan proyek dan persetujuan bagi-untung yang lebih seksama dan berdasarkan partisipasi. Free, Prior and Informed Consent (FPIC) atau keputusan bebas didahulukan dan diinformasikan atau dipahami muncul menjadi prinsip kunci dalam hukum internasional dan ilmu

8 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) hukum yang berhubungan dengan masyarakat adat dan diterima secara luas dalam kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan kalangan swasta seperti pembangunan bendungan, industri galian, perhutanan, perkebunan, konservasi, bio-prospecting dan analisa dampak lingkungan. FPIC juga telah mendapat dukungan dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sebagai prinsip kunci dalam Prinsip dan Kriterianya atau Principles and Criteria (P&C). FPIC selaras dengan hukum hak asasi manusia internasional. Dalam Prinsip dan Kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil, prinsip FPIC menjadi pusat fokusnya. FPIC menjadi dasar dimana keputusan yang adil antara masyarakat setempat dan perusahaan (dan pemerintah) dapat dikembangkan menggunakan cara-cara yang memastikan bahwa hukum dan hak adat para masyarakat adat dan pihak pemegang hak setempat lainnya dihormati. Memastikan bahwa mereka dapat melakukan negosiasi yang adil sehingga mereka mendapatkan manfaat keuntungan yang nyata dari pembangunan perkebunan kelapa sawit yang direncanakan pada tanah mereka. 2. Keputusan bebas, didahulukan dan diinfomasikan (dipahami) dalam hukum internasional Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat atau United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP), 13 September 2007. Hak menetapkan sendiri prioritas pembangunan; negara wajib mendapat persetujuan masyarakat; dan pemerintah menyediakan tata cara untuk memperbaiki dan memulihkan dampak-dampak pembangunan yang merugikan. Sumber penghidupan dan aktifitas tradisional serta pemulihan atas pelanggaran atau perampasan sumber daya secara adil dan wajar dalam tanah dan wilayah masyarakat. Hak milik kolektif turun-temurun; memiliki, mengusahakan dan menguasai tanah dan sumber daya alam; pemerintah harus mengakui dan melindungi tanah dan sumber daya alam

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 9 Penggusuran, hak atas restitusi dan pemulihan. Prinsipnya masyarakat tidak boleh digusur atas tanah dan wilayah kelola secara paksa tanpa persetujuan tertulis. Hak atas pemulihan yang adil, benar dan layak bila tanah dan sumber daya dipakai dan digunakan. Apabila masyarakat setuju, ganti keuntungan dan ganti kerugian harus adil dan benar. Perwakilan syah dan benar masyarakat melalui kelembagaan politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya terhadap negara. Partisipasi atas proses pengambilan keputusan yang berdampak penting terhadap hak dan kehidupan. Dengan niat dan itikad baik, pemerintah wajib konsultasi dan kerjasama dengan masyarakat soal rencana dan tindakan yang berdampak. Keputusan dan persetujuan yang berdasarkan adat. Prinsip menentukan nasib sendiri harus dihargai dan dihormati negara. Menggunakan hak menentukan nasib sendiri; mengatur sendiri, cara dan alat memenuhi hak dalam berbagai bidang. Hak memelihara dan memperkuat lembaga politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya. Hak atas jati diri sesuai adat dan kebiasaan. Mandiri menentukan organisasi, pengurus dan lembaga. Negara tidak boleh mengurangi dan menghalangi. Memajukan, mengembangkan dan memelihara struktur lembaga masyarakat termasuk dalam keadaan tertentu, selaras prinsip HAM. Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (UU No. 12/ 2005). Konvensi Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (UU No. 11/2005). Konvensi tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (UU No. 29/1999; UU No. 40/2008). Pemerintah harus memastikan persetujuan masyarakat tetapi tidak merupakan persyaratan yang bersifat mengikat. Seharusnya menghargai lembaga masyarakat adat itu sendiri dalam pembuatan keputusan dan menyediakan perlengkapan untuk penggunaan hukum adat (ILO 169). Dalam menetapkan kawasan yang dilidungi atau menggunakan

10 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) pengetahuan dan budaya masyarakat pemerintah wajib mendapatkan keputusan persetujuan masyarakat (CBD 10j). 3. Keputusan bebas, didahulukan dan diinformasikan (dipahami) dalam sektor perkebunan sawit Perkebunan berdampak perubahan besar bagi masyarakat setempat dan masyarakat adat karena membutuhkan lahan yang luas dan seringkali lahan ini dimiliki dan digunakan masyarakat setempat yang telah berhak atas daerah ini sebelumnya. Hukum HAM dan tata-kelola terbaik bisnis, mengakui bahwa kebun sawit tidak seharusnya dibudidayakan di atas tanah masyarakat adat tanpa pengakuan terhadap hak mereka atas tanah dan atas hak untuk mengendalikan apa yang terjadi pada tanah mereka. Prinsip dan pelaksanaan tata-kelola terbaik RSPO harus melampaui ketentuan aturan hukum nasional. Bukan sebaliknya dengan dalih sangat kurang lengkap dan lemah penegakannya. Pemerintah Indonesia harus melakukan upaya untuk mengurangi segala bentuk diskriminasi termasuk memastikan konsultasi dan partisipasi masyarakat dalm pengambilan keputusan penting. Standar RSPO sesuai dengan hukum internasional dan memberi syarat kepada perusahaan yang melebihi standard minimum yang disyaratkan oleh hukum nasional. FPIC merupakan bagian sentral Prinsip dan Kriteria RSPO dan menjadi acuan bagi cara perusahaan menangani masyarakat setempat dan masyarakat adat. memberikan informasi, menjalankan analisa dampak, mendapatkan tanah, menyetujui pembayaran dan keuntungan, mendamaikan perbedaan dan konflik dan membayar kompensasi. Hak untuk menggunakan tanah dapat dibuktikan, dan tidak digugat masyarakat adat dengan hak yang terbukti. Penggunaan

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 11 tanah untuk pohon kelapa sawit tidak mengurangi hak hukum mereka, atau hak pengguna lainnya, tanpa persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan. Tidak ada penanaman baru tanpa persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan mereka, ditangani melalui sistem yang terdokmentasik yang memperbolehkan masyarakat adat, masyarakat setempat dan pihak berkepentingan lainnya mengemukakan pendapatnya melalui lembaga perwakilannya sendiri. Masyarakat setempat dikompensasi untuk setiap pengambil-alihan lahan dan pelepasan hak sesuai dengan prinsip keputusan bebas, didahulukan dan diinformasikan dan kesepakatan yang dirundingkan. 4. Proses Melaksanakan KBDD/FPIC FPIC mengekspresikan bahwa masyarakat adat berhak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuannya tentang aktifitas yang direncanakan pada tanah dan wilayah mereka yang berimbas kebudayaan dan pengetahuan tradisional dan hak lain mereka. FPIC jelas menyiratkan hak masyarakat untuk menolak perencanaan operasional pada tanah mereka. Perusahaan menghargai hak dan bisa menerima bahwa masyarakat adalah pemilik tanah, berhak mengendalikan apapun yang terjadi pada tanah mereka dan berhak untuk menyetujui, atau untuk menolak, rencana proyek sawit. Perkebunan harus menghormati hak masyarakat, mau melakukan dialog, memberi pilihan, menyediakan informasi, perilaku baik dan sopan, legowo mundur bila diminta, negosiasi sesuai persetujuan dan menerima serta patuh pada keputusan yang diambil. Standar RSPO dapat dianggap sebagai usaha beritikad baik untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip ini dalam tata-kelola sehubungan dengan perkembangan perkebunan kelapa sawit. FPIC dalam Prinsip dan Kriteria RSPO dimasukkan sebagai

12 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) bagian yang integral dari prosedur logis dalam hubungan antara perusahaan dan masyarakat sesuai yang tercantum pada RSPO P&C. FPIC dalam RSPO mencakup aspek pembebasan lahan; penyelesaian konflik; Informasi dan Partisipasi; Menjalankan analisa dampak sosial dan lingkungan yang partisipatif; Memperbolehkan perwakilan masyarakat yang memadai; Negosiasi; dan Mencapai persetujuan yang mengikat. Penting untuk kita apresiasikan bahwa proses yang dijalankan dengan baik yang menghasilkan kepatuhan yang dapat dibuktikan objektif dan benar. Pemenuhan pelaksanaan FPIC dalam kriteria utama berkontribusi banyak terhadap kepatuhan dengan persyaratan utama kriteria RSPO lainnya. FPIC erat syarat kriteria 1.1 dan 1.2 tentang keterbukaan informasi, kepatuhan hukum 2.2 and 2.3 tentang pembebasan lahan. Perencanaan, penilaian dan penanganan dampak kriteria 6.1, 7.1 dan 7.3 termasuk nilai konservasi tinggi HCV. Peran serta dan tanggung jawab sosial kriteria 6.2 dan 6.4 tentang partisipasi yang memadai dan persetujuan hasil negosiasi, dan 6.3 tentang resolusi konflik. 5. Mengidentifikasi tanah adat/wilayah kelola Tanah dan wilayah kelola masyarakat dalam standar RSPO. Langkah pertama yang krusial untuk perusahaan dalam usahanya mendapatkan tanah untuk perkebunan adalah untuk memastikan tanah mana yang termasuk hak hukum dan ulayat. Sistem sertifikasi tanah dan pemetaan pendaftaran tanah di Indonesia umumnya tidak mendaftar hak ulayat atas tanah sehingga menjadi tugas pemerintah, perusahaan atau pihak berkepentingan untuk mencari tahu tanah yang mana yang dimiliki oleh masyarakat setempat dengan cara langsung dan komunikasi terbuka dengan masyarakat. Apabila tanah terbebani atau terbelit hak hukum atau hak ulayat, maka perusahaan dan pemerintah harus membuktikan bahwa

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 13 hak ulayat dan sejenisnya dipahami dan tidak terancam atau dikurangi (Kriteria 2.3). Apabila hak atas tanah atau hak ulayat tidak jelas, hak sebaiknya dikukuhkan dengan cara pemetaan partisipatif yang melibatkan masyarakat berkepentingan dan masyarakat tetangga (Kriteria 6.4, kriteria 7.5 dan kriteria 7.6). Peta merupakan indikator yang penting terkait kepatuhan atas kriteria 2.3 dan informasi peta juga dapat digunakan untuk analisa dampak dalam keputusan persetujuan hasil negosiasi kemudian hari. Referensi masalah ini mengharuskan pengamatan atas kepatuhan terhadap Kriteria 5.1, 6.1 dan 7.1. Kriteria 6.4 & 7.5). Pastikan peta dibuat dengan kesadaran dan persetujuan penuh, dan di bawah kendali, masyarakat yang berkepentingan. Libatkan anggota masyarakat pada tiap level pemetaan dari memutuskan informasi apa yang relevan, hingga mengumpulkan informasi di lapangan, sampai mencatat dan memeragakan informasi pada peta dasar. Catat penggunaan tanah dan perbatasannya, bila mungkin. Gunakan nama sebutan masyarakat adat untuk tiap lokasi, kategori penggunaan tanah dan sebutan untuk tipe tumbuhan pada peta. Libatkan lelaki dan wanita dalam pemetaan. Lelaki dan wanita cenderung berbeda dalam hal penggunaan tanah dan sumberdaya alam. Bila ada dua atau lebih kelompok suku menggunakan wilayah yang sama, libatkan keduanya dalam pemetaan. Hanya mengakui hak salah satu beresiko memicu konflik. Libatkan masyarakat tetangga dalam pemetaan perbatasan yang bersebelahan. Bila batas tersebut digugat oleh tetangga, patut konflik lanjutan dicegah. Pastikan bahwa peta sementara diperiksa secara teliti oleh anggota masyarakat dan kelompok tetangga, dan direvisi bila perlu, sebelum digunakan dalam

14 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) negosiasi Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan. Pastikan ada upaya melindungi penggunaan informasi, tidak disalahgunakan atau direkayasa orang. 6. Kerjasama dengan organisasi perwakilan Lembaga adat warga tersebut sendiri; Lembaga yang telah dibebankan oleh Negara tetapi kemudian diterima oleh warga; atau lembaga baru yang didirikan oleh warga sendiri untuk menangani pihak luar/asing. Masyarakat harus diperbolehkan untuk mencari penasehat hukum bila mereka memilihnya. Masyarakat harus diwakili melalui lembaga atau perwakilan yang mereka pilih sendiri, beroperasi secara terbuka dan dengan terbuka berkomunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Penting disikapi bagaimana perusahaan menentukan dengan siapa negosiasi dilakukan. Biasanya ada upaya menciptkan kesalahpahaman sehingga tidak mencapai konsensus dari warga dan karenanya memicu konflik. Coba periksa apakah perusahaan bekerjasama dengan masyarakat secara terbuka untuk mengidentifikasi siapa yang dipilih warga untuk mewakilinya dalam negosiasi. Bila ada keraguan atau pesan-pesan yang membingungkan, saran terbaik adalah untuk melibatkan lebih banyak pihak daripada secara sepihak memilih lebih sedikit pihak-pihak untuk dilibatkan. Semakin banyak waktu diluangkan untuk mendirikan komunikasi yang baik pada awal proses negosiasi, kecenderungannya adalah negosiasi akan berjalan sesuai cara yang telah disetujui setelahnya. 7. Menyediakan informasi lengkap dan memadai agar ada partisipasi yang adil dan keputusan berdasarkan informasi penuh Penyediaan informasi yang memadai pada pihak yang berkepentingan adalah aspek inti dari Persetujuan Bebas,

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 15 Didahulukan dan Diinformasikan. Sebelum masyarakat dapat membuat keputusan yang layak tentang perkembangan yang direncanakan di atas tanah mereka, mereka perlu mengerti implikasi jangka pendek dan jangka panjang dari perkebunan. Kemungkinan dampak dan biayanya, kemungkinan keuntungan dan manfaatnya; implikasi hukumnya. Keterbukaan, pembagian informasi dan komunikasi adalah pertimbangan inti dari Prinsip dan Kriteria RSPO. Acuan untuk Kriteria 2.3 mencantumkan bahwa semua informasi yang relevan. Seharusnya diberikan dengan terbuka; dengan format dan bahasa yang sesuai; termasuk penilaian dampaknya; pembagian keuntungan yang diproposalkan danpengaturan hukum. Kriteria 1.1 menguatkan persyaratan untuk informasi dibagi dalam bahasa dan format yang sesuai, sementara indikator untuk Kriteria 1.2 termasuk perlunya dilakukan pengungkapan tentang informasi tentang sertifikat tanah dan hak guna dan prosedur negosiasi. Yang berkepentingan utama dalam pengambilan keputusan adalah partisipasi dalam analisa sosial dan lingkungan yang menjadi syarat sesuai (Kriteria 5.1, 6.1, 7.1). Analisa partisipatif ini sangat menentukan dalam memastikan bahwa masyarakat dapat membuat keputusan yang berdasarkan informasi tentang apakah sebuah perkebunan akan menguntungkan bagi mereka atau tidak. Analisa seharusnya dilakukan secara partisipatif bukan hanya untuk menentukan bahwa maysrakat diinformasikan tentang dampak dan keuntungan potensial tapi juga agar analisa tersebut termasuk kekhawatiran masyarakat. Apakah baseline yang menjadi tolak ukur dampak sudah akurat? Seringkali penilai luar tidak menyadari sumberdaya berharga yang penting bagi nafkah dan budaya warga setempat dan yang mungkin terimbas oleh perkebunan.

16 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) Ini termasuk lahan istirahat/kosong hutan, lahan perburuan, daerah pemancingan, daerah yang penting untuk seni dan kerajinan dan produk hutan non-kayu lainnya dan daerah yang penting secara spiritual seperti tanah kuburan, situs suci dan monument bersejarah. Karena lelaki dan wanita menggunakan sumberdaya alam dengan cara yang berbeda makan penting untuk analisa dan pengkajian tolak ukur untuk memastikan ada partisipasi dari kedua belah pihak. Sebagian besar dari analisa dampak akan mencakup rencana peringanan, pembagian keuntungan dan penyediaan kompensasi. Bila masyarakat diyakinkan untuk menerima perkebunan maka informasi harus disediakan tentang pengaturan keuangan, mekanisme harga, pinjaman dan pembayaran hutang dan resiko. Analisa dampak juga disyaratkan untuk memastikan bahwa perkebunan tidak berdampak pada area yang Bernilai Konservasi Tinggi atau High Conservation Value. Ingat bahwa HCV termasuk area yang fundamental untuk memenuhi kebutuhan mendasar (HCV5) dan penting untuk identitas budaya masyarakat setempat. Nilai konservasi dan wilayah keramat atau lindung hanya dapat didentifikasikan dengan cara melibatkan warga dalam analisa. Jadi, analisa dampak partisipatif yang baik, yang disyaratkan untuk memastikan KBDD/FPIC, juga disyaratkan untuk memenuhi RSPO. Aspek yang seringkali dilupakan adalah penilaian/analisa terhadap status hukum dari tanah. Analisa harus memastikan: status hukum terkini; apakah hak masyarakat setempat diakui secara resmi; status tanah dan status hak ulayat selama sewa (HGU); kemungkinan jangka waktu sewa dan; status hukum tanah dan hak ulayat setelah masa sewa habis.

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 17 Aspek yang seringkali dilupakan adalah penilaian/analisa terhadap status hukum dari tanah. Analisa harus memastikan: status hukum terkini; apakah hak masyarakat setempat diakui secara resmi; status tanah dan status hak ulayat selama sewa (HGU); kemungkinan jangka waktu sewa dan; status hukum tanah dan hak ulayat setelah masa sewa habis. Dokumen manajemen tersedia dengan terbuka, kecuali bilaman dilindungi oleh kerahasiaan komersial atau bilaman pengungkapan informasi akan menghasilkan dampak lingkungan dan sosial yang negatif. Aspek dari manajemen perkebunan dan penggilingan yang memiliki dampak sosial diidentifikasikan dengan cara partisipatif dan rencana untuk meringankan dampak negative dan membuat dampak yang positif dibuat, dilaksanakan dan dimonitor, untuk menunjukkan perbaikan yang kontinyu. Analisa dampak sosial yang terdokumentasi. Bukti masyarakat terlibat dan bisa menyuarakan pendapat melalui lembaga perwakilan mereka sendiri pada waktu kajian dampak, merevisi hasilnya dan rencana untuk meringankan dan pengawasan keberhasilan rencana yang diimplementasikan. Jadwal dengan tanggungjawab untuk mitigasi dan monitoring, revisi dan diperbarui berkala sesuai kebutuhan, dalam kasus dimana perubahan. Identifikasi dampak sosial sehrusnya dilakukan oleh perusahaan dengan partisipasi pihak terdampak sesuai dengan situasinya. Keterlibatan pakar independent sebaiknya dilakukan bilamana dianggap perlu untuk memastikan semua dampak dilakukan. Dampak sosial yang mungkin terjadi seperti pembangunan jalan baru pabrik atau infrastuktur lainnya; penanaman ulang dengan tanaman budidaya lainnya atau perluasan area

18 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) penanaman; pembuangan limbah penggilingan; pembersihan tumbuhan alami yang tersisa; perubahan jumlah pekerja atau kondisi pekerjaan. Manajemen perkebunan dan pabrik mungkin berdampak sosial. Dampak sosial dalam faktor akses dan hak guna. Penghidupan ekonomi, pekerjaan dengan gaji dan kondisi bekerja. Kegiatan memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Nilai budaya dan agama. Fasilitas kesehatan dan pendidikan. Nilai masyarakat lainnya, hasil dari perubahan seperti perbaikan transportasi/komunikasi atau pekerja asing yang cukup besar. Ada metode terbuka dan transparan dalam hal komunikasi dan konsultasi antara perusahaan dan/atau pabrik, masyarakat setempat atau pihak berkepentingan. Indikator adalah 1) prosedur konsultasi dan komunikasi yang terdokumentasi; 2) manajer bertanggungjawab atas permasalahan; dan 3) pemeliharaan daftar pihak berkepentingan, catatan semua komunikasi dan catatan tentang semua tindakan yang dilakukan sebagai tanggapan terhadap masukan pihak terkait Keputusan yang direncanakan seharusnya diperjelas, agar masyarakat dan pihak terkait lainnya mengerti tujuan dari komunikasi dan/atau konsultasi. Mekanisme komunikasi dan konsultasi seharusnya dirancang dengan berolaborasi dengan masyarakat setempat dan pihak terdampak lainnya. Pertimbangan penting pakai mekanisme dan bahasa setempat. Seharusnya diberikan kepada keberadaan/formasi forum multi-pihak. Apakah Komunikasi mempertimbangkan akses yang berbedabeda antara wanita dan lelaki, kepala desa dibandingkan kuli harian, kelompok warga baru terhadap lama, dan kelompok etnis yang berbeda-beda.

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 19 Pertimbangan sebaiknya diberikan kepada melibatkan pihak ketiga, misalnya kelompok masyarakat yang tidak tertarik, LSM, atau pemerintah (atau gabungan dari pihak-oihak ini), untuk memfasilitasi skema smallholder dan masyarakat, dan pihak lainnya yang sesuai, dalam komunikasi ini. Analisa sosial dan lingkungan yang komprehensif dan partisipatif dilakukan sebelum melakukan penanaman baru atau operasi baru, atau memperluas lahan yang ada, dan hasilnya dimasukkan ke dalam perencanaan, manajemen dan operasional. Analisa dampak sebaiknya dilaksanakan oleh ahli independen yang terakreditasi, untuk memastikan proses yang obyektif. Metodologi partisipatif termasuk kelompok terkait eksternal penting untuk mengidentifikasi dampak, terutama dampak sosial. Pihak terkait seperti masyarakat setempat, department pemerintahan dan LSM seharusnya dilibatkan, melalui wawancara dan rapat, dan dengan hasil dan rencana untuk mitigasi. Dampak potensial dari semua kegiatan yang direncanakan sebaiknya dianalisa sebelum perkembangan. Analisa dampak dari semua aktifitas utama, termasuk penanaman, operasi penggilingan, jalan dan infrastruktur lainnya. Analisa, termasuk konsultasi dengan pihak terkair, dan tentang High Conservation Values (lihat kriteria 7.3) yang mungkin terdampak secara negatif. Analisa tentang pengaruh potensial terhadap ekosistem alami disekitarnya, termasuk aaka pengembangan atau ekspansi akan meningkatkan tekanan terhadap eksosistem alami disekitarnya. Mengidentifikasi saluran air dan analisa terhadap dampak potensial terhadap tata air oleh perkembangan kebun yang

20 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) direncanakan. Seharusnya direncanakan dan diimplementasikan untuk memelihara kuantitas dan kualitas sumber daya air. Informasi survei tanah dan topografi sebagai tolak ukur, termasuk pengidentifikasian tanah yang marginal dan mudah rusak, area tang rentan terhadap erosi dan tanah landai yang tidak sesuai untuk ditanami. Analisa terhadap jenis tanah untuk digunakan (hutan, hutan kritis, lahan yang telah dibuka. Kajian kepemilikan tanah dan hak guna. Pola penggunaan tanah terkini. Kajian dampak sosial potensial terhadap masyarakat sekitar kebun, kajian dampak yang berbeda antara wanita dan lelaki, komunitas suku, warga asing dan warga penetap jangka lama. Rencana dan operasional lapangan dikembangkan dan dilaksanakan untuk mengkaji hasil analisa. Hasil potensial adalah pengembangan yang tidak seharusnya dijalankan, karena besarnya dampak potensialnya. Penanaman baru sejak November 2005, tidak menggantikan hutan utama atau area yang diperlukan untuk memelihara atau meningkatkan satu atau lebih nilai konservasi tinggi (NKT). Kegiatan ini apat diintegrasikan dengan KLHS/AMDAL yang disyaratkan oleh 7.1. Kriteria ini berlaku untuk hutan dan jenis tumbuhan lainnya. Ini berlaku tanpa melihat perubahan apapun dalam kepemilikan tanah atau manajemen pertanian yang terjadi setelah tanggal ini. Proses analisa NKT memerlukan pelatihan dan keahlian yang sesuai, dan harus meliputi konsultasi dengan masyarakat setempat, terutama untuk identifikasi NKT sosial. Kebun baru seharusnya tidak memberikan tekanan secara tidak langsung pada hutan melalui penggunaan lahan pertanian

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 21 dalam sebuah daerah. Dimana peta bentang alam NKT telah dikembangkan, peta ini sebaiknya dimasukkan kepada pertimbangan dalam perencanaan proyek 8. Memastikan keputusan/persetujuan diberikan tanpa paksaan/dengan bebas Aspek penting dari proses KBDD/FPIC dalah bahwa pengambilan keputusan adalah bahwa pengambilan keputusan oleh msayarakat setempat tentang apakah perkebunan di atas tanah mereka sebaiknya diterima atau ditolak dan bila diterima dengan kondisi apa seharusnya tanpa paksaan dan bebas dari bentuk manipulasi, intimidasi atau tekanan. Pertunjukan kekuatan atau penggunaan pemaksaan secara langsung, termasuk kekerasan dan pelanggaran hak asasi. Rekrutmen militer atau polisi untuk memasuki dan mengendalikan rapat desa dan aktifitas lainnya. Mencegah masyarakat menerima nasehat atau kunjungan dari pengacara, LSM atau penasehat lainnya Sogokan atau korupsi terhadap pemimpin masyarakat penawaran keuntungan yang tidak terbuka kepada unsur masyarakat (yang lebih tua). Memberi kesempatan untuk curang dalam prosedur pemilihan masyarakat. Mengadakan rapat dengan cara dan pada waktu yang tidak melibatkan elemen yang diketahui tidak meyetujui pengembangan yang direncanakan. Pernyataan persetujuan yang dipalsukan (termasuk penggunaan daftar absensi pada rapat sebagai daftar palsu tandatangan persetujuan).

22 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) Mendirikan organisasi masyarakat yang palsu atau yang baru untuk mewakili masyarakat dalam negosiasi. Tekanan secara tidak langsung untuk memindahkan orangorang kritis dari masyarakat. Perusahaan tidak menerima keputusan yang jelas bertentangan dengan rencana kebun baru, atau untuk pengeluaran areal dengan wilayah tertentu, yang diikuti oleh pemaksaan berulang-kali untuk negosiasi lebih lanjut dan pertimbangan untuk opsi perkembangan, meskipun masyarakat telah dengan jelas mereka tidak menginginkan negosiasi lebih lanjut. 9. Memastikan keputusan dan persetujuan telah diberikan terlebih dahulu Menurut kriteria RSPO masyarakat diminta untuk membuat keputusan jauh sebelum penanam modal, pembebesan lahan atau perencanaan pengembangan dilaksanakan. Masyarakat harus diinformasikan dan di ajak berkonsultasi tentang perencanaan perkebunan jauh sebelum perkembangan diputuskan oleh perusahaan. Perusahaan harus melakukan perencanaan dengan sebagai salah satu hasilnya. Ini mungkin terjadi karena beberapa alasan termasuk karena penilaian menunjukkan perencanaan perkebunan akan mengancam NKT, karena penilaian menunjukkan biaya mitigasi akan lebih besar daripada keuntungan potensial yang mungkin didapatkan atau karena komunitas menolak penjualan tanah mereka atau melepaskan hak mereka. Untuk memastian keputusan tentang perencanaan perkebunan dapt dilakukan dengan cara yang terinformasi sebelum perkembangan dijalankan, RSPO mensyaratkan analisa dampak lingkungan dilakukan.

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 23 Proses KBDD/FPIC seharusnya interactive, maksudnya menggambarkarkan hubungan yang kontinu antara pengembang dan masyarakat. Lazimnya, perusahaan mensurvei area tanah yang berpotensi untuk pengembangan, lalu mengidentifikasi masyarakat di sana dan mencari lembaga perwakilan mereka lalu bernegosiasi dengan masyarakat untuk melakukan analisa dampak partisipatif. Selama analisa jangkauan persis dari tanah adat, sistem penggunaan tanah dan sistem perwakilannya lalu bisa ditentukan. Bila fase pertama dari analisa dampak menunjukkan bahwa area ini memungkinkan dari sudut pandang perusahaan maka masyarakat dapat dimintai apakah mereka menginginkan perusahaan untuk mengembangkan area tersebut atau tidak, keputusan yang bisa dibuatnya menurut kecenderungan mereka sendiri dan informasi dari analisa dampak. Apabila masyarakat tidak tertarik pada perkebunan maka perusaaan seharusnya mundur. Apabila masyarakat setuju untuk melakukan negosiasi terbuka, perusahaan masih harus berasumsi bahwa belum tentu penanaman bisa dilakukan. Yang diperlukan berikutnya adalah perusahaan dan masyarakat melakukan dialog untuk mengeksplorasi dengan rinci kondisi agar penanaman modal bisa diterima baik oleh masyarakat dan oleh perusahaan. 10. Memastikan bahwa ada keputusan persetujuan Aspek kunci dari negosiasi dan pengambilan keputusan setelahnya adalah bahwa lembaga perwakilan masyarakat diberi ruang, waktu dan kesempatan untuk secara bebas berkonsultasi dan membahas opsi mereka dianatara mereka sendiri dan pihak terkait lainnya.

24 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) Pengambilan keputusan adat biasanya membutuhkan waktu yang lama untuk diskusi berkepanjangan di rumah gadang atau forum masyarakat lainnya antara perwakilan masyarakat dan masyarakat luas. Rapat seperti ini sering diselingi dengan waktu dimana pengambilan keputusan dihentikan sementara konsultasi lanjutan dan diskusi informal dilakukan di rumah dan di majelis dengan pihak lainnya. Tidak boleh mendesak masyarakat membuat keputusan tergesa-gesa tapi untuk menbawa penawaran sementara kembali untuk diskusi lebih luas agar masyarakat bisa mempertimbangkan opsi mereka berdasar pada informasi yang lebih terperinci. Sangat penting untuk perusahaan untuk menghargai proses ini untuk memastikan keputusan yang damai dan berdasarkan konensus yang dicapai antara masyarakat. Jangan diasumsikan bahwa masyarakat adalah kelompok yang homogen. Mungkin, bahkan sangat mungkin, bahwa beberapa pemegang hak dan pemilik tanah mungkin setuju tanah mereka digunakan untuk perkebunan sementara lainnya tidak setuju. Hukum adat mungkin memperbolehkan atau melarang sewa atau penjualan bagian dari tanah adat dan waktu harus diluangkan untuk resolusi permasalahan seperti ini melalui proses pengambilan keputusan masyarakat. Dengan asumsi masyarakat telah diyakinkan dengan informasi yang disediakan akan memberikan manfaat, waktu tepat untuk melakukan negosiasi. Proses negosiasi seperti ini sekali lagi sebaiknya bukan merupakan kejadian sekali saja.

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 25 Persisnya tanah, hak milik, tanaman panen, sumberdaya atau hak apa ang dilepaskan dan bagaimana pembayaran atas pelepasan hak tersebut dibagikan kepada pemegang hak yang benar. Keuntungan apa yang masayarakan dapatkan atas pemberian tanah, hak dan sumber daya. Tindakan apa yang dilakukan untuk meringankan dampak teridentifikasi dan kompensasi apa yang harus dibayarkan dan pada siapa dengan jumlah yang disepakati atas kerugian atau kerusakan. Perlindungan apa yang ditetapkan untuk melindungi kepentingan masyarakat. Hutang atau biaya apa yang dibebankan pada warga uang menginginkan smallholdings dan pengaturan apa yang dibuat untuk memastikan pembayaran hutang tidak memberatkan. Kewajiban apa yang diberikan perusahaan untuk memastikan pembayaran yang wajar bagi petani. Infrasturktur yang memadai dan transportasi untuk membawa panenan ke penggilingan; pembayaran yang laya dan kondisi untuk pekerjaan apapun yang dijanjikan; Pemantauan apa yang akan dilakukan untuk memastikan kepatuhan atas kesepakatan; Akses apa yang diberikan kepada prosedur ketidakpuasan dan pembetulan secara hukum apa yang dimiliki pleh masyarakat bila ada ketidakpathan; Pengaturan apa yang akan dibuat untuk memastikan kesepakatan yang dinegosiasikan dijunjung oleh perusahaan yang mengambilalih operasional karena pembelian atau untuk negosiasi ulang atas seluruh kesepakatan bila ada transfer manajemen atau rencana penjualan kepada perusahaan lain; Pengaturan apa yang akan dilakukan untuk mengembalikan hak masyarakat setelah masa sewa habis.

26 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 11. Proses Resolusi Konflik Memastikan proses dan pelaksanaan Resolusi Konflik benar berdasarkan KBDD. Banyak perkebunan kelapa sawit yang telah berdiri pada tanah masyarakat tanpa menghormati hak ulayat dan hukum mereka dan tanpa Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan mereka. Ini adalah salah satu sebab utama untuk konflik luas mempersengketakan tanah antara perusahaan kelapa sawit dan masyarakat adat dan masyarakat setempat. Perkebunan yang tidak menghormati hak masyarakat atas tanahnya, yang tidak menghormati Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan dan dimana ada konflik berkelanjutan tidak disertifikasi dibawah standard RSPO. Ada sistem pendokumentasian yang disetujui bersama untuk menangani komplain dan ketidapuasan, yang diimplementasikan dan diterima oileh semua pihak. Sistem memberi solusi untuk persengketaan secara efektif, tepat waktu dan cara yang sesuai. Dokumentasi kedua proses dimana persengketaan didamaikan dan hasilnya. Sistem terbuka bagi semua partai terdampak. Mekanisme pendamaian persengketaan ditetapkan melalui persetujuan yang terbuka dan disepakati bersama dengan pihak terkena dampak. Pengaduan dan keberatan ditangani dengan mekanisme seperti Pantia Mufakat Bersama (Joint Consultative Committees (JCC), dengan perwakilan gender. Ketidakpuasan bisa jadi internal (karyawan) atau eksternal. Untuk petani kemitraan, perusahaan dan asosiasinya akan bertanggung jawab.

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 27 Pelaksanaan prosedur, indikator dan panduan RSPO untuk memastikan FPIC berlaku dalam resolusi konflik atau sengketa: - Pemetaan partisipatif sebaiknya dilakukan untuk menetapkan jangkauan hak ulayat dan untuk mengidentifikasi tepatnya tanah mana yang diambil tanpa persetujuan; - Revisi dilakukan dimana lembaga mewakili masyarakat dalam perdamaian konflik - Analisa dampak partisipatif sebaiknya dilakukan untuk menilai dengan penuh dan dengan cara yan disepakati jangkauan kerugian dan kerusakan yang bisa diklaim untuk mendaoatkan kompensasi secara adil - Persetujuan dapat dicapai tentang prosedur untuk digunakan mendamaikan konflik Negosiasi lalu dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan yang dapat meliputi opsi seperti: 1) Pengembalian tanah kepada masyarakat; 2) Rehabilitasi tanah dan hutan yang terdampak; 3) Pembayaran untuk pelepasan hak; 4) Pembayaran untuk kerugian dan kerusakan; 5) Perbaikan manfaat untuk pekerja dan petani; 6) Perencanaan pengembangan kompensasi yang disepakati dengan masyarakat.

28 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) Ringkasan proses dan tahapan KBDD/FPIC Scoping adakah masyarakat setempat dalam atau menggunakan area sekitar? Tidak FPIC tidak diperlukan Iya Lentifikasi lembaga perwakilan Apakah masyarakat mempertimbangkan perkebunan? Tidak Tidak ada perkebunan Iya Pemetaan partisipatif Participatif & SEIA Analisis IICV partisipatif Sediakan informasi dalam bahasa dan format yang sesuai Tumpang tindih tanah Pemegang hak Perwakilan Dampak Manfaat Keuangan Resiko Implikasi hukum Negosiasi proposal Apakah masyarakat masih ingin mempertimbangkan perkebunan? N Tidak ada perkebunan Iya Proses negosiasi (dilanjutkan hal berikut)

Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent) 29 Ringkasan proses dan tahapan KBDD/FPIC Pembangunan konsensus masyarakat Masyarakat bebas mendapat saran NGO & bantuan hukum Proses Negosiasi Kesepakatan tanah Bagi untung Kompensasi Mitigasi Perlindungan Pengaturan keuangan Pengaturan hukum Perdamaian konflik Proses pemantauan Mekanisme untuk pembetulan Masyarakat berkenan membuat kesepakatan? Tidak Tidak ada perkebunan Iya Finalisasi kesepakatan tertulis Kesepakatan didukung oleh pemerintah dan notaris Laksanakan kesepakatan Perkebunan dan segala keuntungan dan mitigasi yang berhubungan Pemantauan partisipatif

30 Modul FPIC (Free, Prior, Informed Consent)