Catatan Untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
Catatan Untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia

Catatan untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia

Catatan Untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia

Latar Belakang. Dalam rentang waktu antara 2004 dan 2010, beberapa bencana alam yang cukup parah melanda Indonesia:

Catatan Untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional

I. Permasalahan yang Dihadapi

Lampiran Portofolio Proyek

BERSAMA MEMBANGUN. Multi-Donor Fund untuk Aceh dan Nias

Bab 2 Kemajuan dan Kinerja Portofolio

Bab 1 Operasi MDF Lima Tahun setelah Tsunami: Menggapai Hasil dan Menghadapi Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Proses perencanaan pembangunan yang bersifat top-down sering dipandang

Masa Depan yang Berkelanjutan: Warisan Rekonstruksi

Masa Depan yang Berkelanjutan: Warisan Rekonstruksi

Laporan Kemajuan III Desember 2006 Implementasi Proyek, Pencapaian Hasil 18 bulan Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti


Nomor : 5/PER/BP-BRR/I/2007 TENTANG

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lima Tahun Paska Bencana Tsunami: Kelanjutan Komitmen Upaya Rekonstruksi

Dari Pemulihan Menuju Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Kemitraan untuk Mencapai Keberlanjutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Jumlah Desa Rusak Tidak Total Kabupaten/Kota

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DUKUNGAN ANGGARAN DALAM RANGKA PENANGGULANGAN RISIKO BENCANA

Butir-Butir Laporan Gubernur NAD pada Sidang Kabinet Terbatas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias, 5 Juli 2005

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BUPATI BANDUNG BARAT

Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun Anggaran 2010

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

RINGKASAN EKSEKUTIF. Kerusakan dan Kerugian

No. 1411, 2014 BNPB. Logistik. Peralatan. Penanggulangan Bencana. Manajemen. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

Sejarah AusAID di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

Investasi pada Institusi- Institusi: Keberlanjutan Rekonstruksi dan Pemulihan Ekonomi

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

LATAR BELAKANG PESERTA JADWAL DAN LOKASI PELAKSANAAN. Lampiran Surat Nomor : Tanggal :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

Versi ke 3 akan diluncurkan tahun 2013

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Outline Presentasi. PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II. Proses Penyusunan SDGs. Proses Penyusunan SDGs

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

Versi 27 Februari 2017

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PB

KEPPRES 81/2001, KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

II. PASAL DEMI PASAL Pasal l Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

DRAFT- KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENDIRIAN PUSAT SUMBER DAYA PENGETAHUAN (KNOWLEDGE RESOURCE CENTER) BKPP PROPINSI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Buletin Bulanan Kemanusiaan Indonesia

JAVA RECONSTRUCTION FUND LAPORAN PERKEMBANGAN Terus Membangun dari Kesuksesan: Secara Efektif Menanggapi Beragam Bencana

Ringkasan Eksekutif. Rebuilding a Better Aceh and Nias

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

REKOMPAK Membangun Kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Transkripsi:

Catatan Pengetahuan 3 Catatan Untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia Rekonstruksi Infrastruktur Pasca Bencana yang Efektif: Pengalaman dari Aceh dan Nias Mengingat skala yang luar biasa dan luasnya sifat kerusakan yang terjadi akibat tsunami dan gempa bumi di Aceh dan Nias, rekonstruksi infrastruktur besar adalah prioritas penting Pemerintah Indonesia. Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) menginvestasikan sekitar $285 juta dari total $655 juta dalam dana hibah untuk pemulihan infrastruktur besar dan transportasi. Pada awalnya, investasi infrastruktur MDF berfokus pada penanganan kebutuhan logistik dan pemulihan jaringan transportasi utama untuk memberikan akses ke daerah-daerah yang terkena dampak, sehingga mendukung proses pemulihan masyarakat yang mendesak. Setelah upaya awal mapan, MDF mengarahkan kembali perhatian ke rekonstruksi infrastruktur berskala besar. Investasi dalam infrastruktur besar mengutamakan kualitas dan rasa kepemilikan yang dapat memperlambat proses. Oleh karena itu, perlu ada penyeimbang antara biaya kecepatan dan biaya keterlambatan. Pada tahap akhir, fokus diperluas untuk mencakup peningkatan kapasitas lembaga dalam mengelola aset-aset baru. Pengalaman di Aceh dan Nias menunjukkan bahwa pendekatan bertahap terhadap investasi infrastruktur, dan tentu saja rekonstruksi secara keseluruhan, yang berdasarkan pada upaya keseimbangan antara kebutuhan mendesak dengan kebutuhan akan kualitas dan rasa kepemilikan dapat menjadi sangat efektif dalam mengelola harapan jangka pendek, sekaligus memberikan hasil yang tahan lama.

Portfolio Infrastruktur MDF MDF mengimplementasikan program infrastrukturnya melalui beberapa Badan Mitra Bank Dunia, Organisasi Buruh Internasional, Program Pangan Dunia dan United Nations Development Programme dengan memanfaatkan keunggulan komparatif dan kompetensi inti masing-masing. Badan Mitra bekerja dengan berbagai Badan Pelaksana, termasuk kementerian Pemerintah Indonesia yang terkait dan lembaga swadaya masyarakat untuk melaksanakan kegiatan di lapangan. MDF mendanai investasi fisik dalam bentuk jalan, logistik transportasi, pelabuhan, drainase dan pengendalian banjir, pengelolaan sampah, penyediaan air perkotaan, serta perlindungan pantai, yang dilengkapi dengan memperkuat fokus pada pengamanan dan peningkatan kapasitas. Prestasi MDF dalam Rekonstruksi Infrastruktur: 620 km jalan nasional dan provinsi telah dibangun 240 km jalan kabupaten dan jalur dibangun atau direhabilitasi, termasuk 1.200 m jembatan dan penyeberangan sungai 11 sistem perairan (air bersih, waduk, dll.) dibangun 2 dermaga sementara dibangun 5 pelabuhan direkonstruksi 3 stasiun pompa untuk pengendalian banjir dibangun 150 km drainase selesai, dibangun dan direhabilitasi 13 tempat pembuangan akhir dengan 26 ha sel limbah direhabilitasi dan dibangun Portfolio Infrastruktur MDF Program Pengelolaan Limbah Tsunami (TRWMP) $39,4 juta Membersihkan puing-puing dan sampah akibat tsunami; meningkatkan system pengelolaan sampah tingkat perkotaan Program Angkutan Laut dan Logistik (SDLP) $25,0 juta Layanan pengangkutan barang dan dukungan logistic lainnya; peningkatan kapasitas untuk pengelolaan pelabuhan dan logistik Proyek Pemeliharaan Jalan Lamno-Calang (LCRMP) $1,5 juta Pengelolaan sementara jalur jalan sepanjang pantai barat Aceh Program Rekonstruksi Pelabuhan (TRPRP) $3,8 juta Perencanaan dasar dan disain dari pelabuhan-pelabuhan yang terkena dampak Program Pemberdayaan Rekonstruksi Infrastruktur (IREP) $42,0 juta Bantuan teknis untuk pengelolaan persiapan dan implementasi proyek-proyek infrastruktur Fasilitas Pendanaan Rekonstruksi Infrastruktur (IRFF dan IRFF-AF) $136,7 juta dana Pemerintah Indonesia; $107,0 juta dana mitra Menu terbuka untuk menyediakan dana untuk proyek-proyek rekonstruksi infrastruktur Proyek Pencegahan Banjir Banda Aceh (BAFMP) $6,5 juta Instalasi drainase dan sistem pencegahan terhadap banjir di kota Banda Aceh Proyek Perbaikan Jalan dengan Sumber Daya Lokal Pedesaan (CBLR3) $13,9 juta Peningkatan kapasitas dan konstruksi berbasis tenaga kerja lokal dan pengelolaan jalan-jalan pedesaan dan jembatan penyeberangan sungai di Aceh Proyek Akses Pedesaan dan Pembangunan Kapasitas Nias (RACBP) $16,0 juta Peningkatan kapasitas dan konstruksi berbasis tenaga kerja lokal dan pengelolaan jalan-jalan pedesaan dan jembatan penyeberangan sungai di Nias Ilmu Ekonomi dalam Bertindak Cepat Dalam proses rekonstruksi, ada tekanan besar terhadap semua pelaku yang terlibat untuk melaksanakan proyek dengan cepat. Namun bertindak terlalu cepat dapat mengakibatkan kerugian ekonomi karena proyek-proyek bisa salah sasaran, salah persiapan, dan/atau salah rancangan, diikuti dengan konsekuensi penurunan kualitas yang sangat merugikan bagi infrastruktur utama hal ini disebut sebagai "Biaya Kecepatan." Di sisi lain, waktu persiapan yang lama memperpanjang penderitaan 2

harus diperhatikan dalam memilih investasi. Pelajaran dari pengalaman MDF dalam rekonstruksi infrastruktur besar menunjukkan bahwa prioritas, pengambilan keputusan strategis dan harapan atas hasil harus spesifik terhadap konteks. Hal ini terutama berlaku dalam situasi yang melibatkan konflik, isolasi dan kapasitas rendah yaitu faktor-faktor umum dalam konteks rekonstruksi pascabencana di seluruh dunia. Pembebasan Lahan manusia, memperburuk kerugian ekonomi, dan menghambat kemajuan rekonstruksi. Hal ini disebut sebagai "Biaya Keterlambatan." Sasaran dari rancangan dan pengelolaan proyek seharusnya untuk meminimalisir biaya-biaya ini. Dalam situasi pascabencana, pemangku kepentingan lokal mungkin tidak terlibat erat dalam mengidentifikasi dan menentukan cakupan proyek, ketersediaan data mungkin terbatas, serta pengumpulan dan analisis data sering mengalami tantangan. Mengatasi kendalakendala ini membutuhkan waktu, dan hal ini harus melihat latar belakang dari biaya keterlambatan dan perlunya untuk mengelola ekspektasi. Pembebasan lahan ditangani sesuai dengan prosedur Bank Dunia, dengan mempertimbangkan keperluan pengamanan, konsultasi dengan masyarakat dan kompensasi yang disetujui bersama. Jika kebutuhan tanah diidentifikasi selama tahap konstruksi, pembebasan lahan dan kompensasi dilakukan secara paralel dengan konstruksi. Selain pembebasan lahan, kompensasi juga diberikan jika mata pencaharian terkena dampak dan jika hal ini dianggap perlu. Sering kali sulit untuk menetapkan hak-hak tanah dan menentukan nilai pasar tanah segera setelah terjadi bencana. Banyak pemilik properti telah meninggal, batas tanah tidak bisa dilacak, dokumen pribadi maupun catatan resmi hilang, serta MDF, yang selalu menyadari perlunya keseimbangan antara biaya kecepatan dengan biaya keterlambatan, mengadopsi pendekatan bertahap terhadap rekonstruksi, dan menggunakan peraturan yang relatif sederhana dan mudah untuk mengidentifikasi dan memilih proyek. Dalam situasi darurat, hanya ada sedikit waktu untuk studi menyeluruh dan persiapan awal proyek. Oleh karena itu, proyek memerlukan fleksibilitas untuk menanggapi tantangan tak terduga yang timbul di lokasi selama pelaksanaan. Prosedur pengadaan untuk pembangunan infrastruktur besar menyebabkan waktu awal yang lambat tak terhindarkan, akan tetapi standar kualitas dan nilai investasi yang dijamin oleh prosedur ini tidak dapat dikompromikan. Meskipun ada berbagai tantangan yang menghadang, MDF membiayai infrastruktur fisik yang berstandar tinggi, dan total kerugian ekonomi tetap terjaga rendah. Aceh menyajikan situasi pascabencana yang kompleks dalam konteks pascakonflik, dan akibatnya terdapat faktor-faktor selain manfaat ekonomi murni yang Sebuah jalan di Kecamatan Aceh Besar sebelum (atas) dan sesudah (bawah) rekonstruksi. Cakupan proyek termasuk perlindungan yang lebih baik dari abrasi tepi laut. Foto: Kris Hedi. 3

Beragam tipe jembatan di seluruh Aceh dan Nias dibangun oleh proyek infrastruktur MDF. Kedua foto di atas menggambarkan jembatan setapak dan kalan kaki yang dibangun melalui proyek yang dilaksanakan oleh ILO dengan menggunakan pendekatan sumber daya lokal. Foto: Gottfried Roelcke terbatasnya transaksi tanah secara umum. Secara umum, menetapkan nilai tanah dan kompensasi yang realistis kemungkinan menjadi tantangan untuk setiap program rekonstruksi, tapi harus ditangani meskipun penundaan jangka pendek dapat terjadi. Pengamanan Lingkungan MDF mengikuti pengamanan lingkungan yang ketat untuk semua proyek. Pengelolaan lingkungan yang baik selama rekonstruksi tidak berbeda dari proyek pembangunan pada umumnya, dan harus ditangani pada saat identifikasi, persiapan dan pelaksanaan proyek. Namun, menemukan keseimbangan yang tepat antara kualitas dan waktu yang dibutuhkan untuk menavigasi proses birokrasi sangat penting dalam situasi darurat. Proyek IRFF mencakup pendekatan inovatif untuk menciptakan penerimaan dan kepemilikan yang lebih baik atas proses pengelolaan lingkungan oleh para kontraktor. Kontraktor diminta untuk menyertakan rencana pengelolaan lingkungan yang tepat sebagai bagian dari proses penawaran. Rencana tersebut kemudian disertakan dalam kontrak. Pendekatan yang sukses ini dikenal sebagai Rencana Aksi Lingkungan Kontraktor (CEAP) dan telah direplikasi di proyek-proyek lainnya. Mengaktifkan Tata Kelola yang Baik Banyak tantangan dalam meminimalkan korupsi, kolusi, dan salah kelola dalam konteks rekonstruksi yang kompleks. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BRR) berkomitmen untuk memungkinkan penerapan tata kelola yang baik di seluruh upaya rekonstruksi. Sebagian besar proyek-proyek infrastruktur besar MDF dilaksanakan bersama-sama dengan BRR, dan kemudian dengan Kementerian Pekerjaan Umum setelah BRR menyelesaikan mandatnya pada tahun 2009. Manajemen BRR merancang sebuah sistem untuk memisahkan kekuatan dan kekuasaan, dengan mekanisme untuk meningkatkan transparansi, kebenaran, pertanggungjawaban, dan keadilan pada semua tindakan dan transaksinya serta melibatkan masyarakat luas dalam upaya tersebut. Praktik-praktik negatif sangat dikurangi dengan mekanisme ini. MDF juga menjunjung standar tertinggi pemberantasan korupsi, kolusi, penipuan, dan salah kelola. Keberlanjutan Setelah Rekonstruksi Memastikan keberlanjutan jangka panjang atas aset-aset yang dihasilkan merupakan tujuan penting dalam program rekonstruksi. Hal ini memerlukan kerangka yang jelas untuk mengalihkan kepemilikan hasil-hasil infrastruktur fisik dan alokasi sumber daya yang cukup untuk melanjutkan operasi dan pemeliharaan aset setelah program berakhir. Bermitra dengan pemerintah tingkat daerah yang tepat selama proses rekonstruksi membantu menciptakan rasa kepemilikan yang kuat atas aset yang dihasilkan, sehingga memfasilitasi kelancaran transfer aset kepada otoritas pemerintah terkait dan alokasi anggaran pemerintah daerah untuk operasi dan pemeliharaan. Membangun Kembali dengan Lebih Baik Pemerintah Indonesia dan komunitas donor sepakat bahwa rekonstruksi harus memberikan kontribusi untuk pengembangan lebih lanjut kawasan ini dengan menciptakan aset baru yang lebih baik daripada yang sudah ada sebelum bencana. "Membangun Kembali dengan Lebih Baik" menjadi moto dari keseluruhan upaya rekonstruksi di Aceh. Namun implikasi dari "Membangun Kembali dengan Lebih Baik" perlu dipertimbangkan dengan seksama sebelum mengimplementasikannya pada semua investasi. Di satu sisi, hal ini dapat menyebabkan rancangan berlebihan atas investasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Selain itu, fasilitas yang ditingkatkan secara substansial menghasilkan peningkatan signifikan kebutuhan sumber daya dan kapasitas untuk operasional dan pemeliharaan, serta otoritas lokal mungkin enggan atau tidak mampu untuk mengambil tanggung jawab. Pendekatan yang lebih bernuansa untuk meningkatkan fasilitas berdasarkan kelayakan ekonomi dan keberlanjutan dapat menyebabkan hasil yang lebih kuat. 4

Pelajaran dari Rekonstruksi Infrastruktur Koordinasi yang kuat dan hubungan kerja yang baik dengan pemerintah merupakan faktor penentu keberhasilan. Koordinasi tergantung pada kejelasan peran pemerintah dan mitra rekonstruksi. Portofolio infrastruktur dirancang melalui koordinasi yang erat bersama pemerintah dan sebagian besar alokasi dana disalurkan melalui anggaran pemerintah. Komunikasi yang erat antara semua pihak penting bagi program rekonstruksi yang terkoordinasi dengan baik. Pendekatan bertahap menyeimbangkan kecepatan tanggapan dengan kualitas investasi. Pendekatan bertahap memungkinkan kesempatan untuk menyeimbangkan biaya kecepatan dan keterlambatan. Mejalankan rekonstruksi melalui pendekatan bertahap memberi MDF waktu yang lebih banyak untuk mempersiapkan pekerjaan teknis yang lebih kompleks (misalnya desain infrastruktur besar), sementara kebutuhan tanggapan yang mendesak, misalnya pemulihan masyarakat dan dukungan logistik, sedang ditangani. Keragaman kebutuhan infrastruktur dapat diatasi dengan lebih cepat melalui penggabungan keahlian mitra yang berbeda. Dana bisa dicairkan dengan cepat sesuai berbagai kebutuhan dengan menggunakan mekanisme yang ada dan/atau mitra yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetensi inti untuk memberikan dukungan tertentu dalam kondisi tertentu. Fleksibilitas dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek memungkinkan tanggapan yang efektif dan efisien. Proyek IRFF disetujui sebagai fasilitas pembiayaan dan dana disediakan untuk rekonstruksi infrastruktur. Setelah kebutuhan diidentifikasi, kegiatan proyek disiapkan dan disetujui, sehingga memungkinkan tanggapan yang fleksibel terhadap perubahan permintaan di lapangan. Keberadaan yang kuat di lokasi dan transfer kewenangan otoritas tingkat tinggi untuk pengambilan keputusan sangat penting dalam konteks ini. Melibatkan semua tingkat pemerintahan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek meningkatkan kapasitas dan rasa kepemilikan mereka. Pemerintah pusat dan daerah belajar dari proses yang memberdayakan para pejabat untuk mengembangkan, mengelola dan memelihara investasi ini. Keterlibatan erat seperti ini menciptakan rasa kepemilikan yang kuat. Penyaluran dana melalui anggaran nasional pemerintah juga memfasilitasi rasa kepemilikan, demikian pula pengalihan aset pada saat penyelesaian. Fokus yang kuat pada pengembangan kapasitas memungkinkan transfer keterampilan yang diperlukan demi pengoperasian dan pemeliharaan yang tepat. Investasi akan cenderung lebih berkelanjutan bila disesuaikan dengan kemampuan atau kesediaan pelaku lokal untuk membiayai kegiatan operasional dan pemeliharaan. Rekonstruksi seharusnya tidak menghasilkan aset yang melebihi kapasitas keuangan dan teknis lokal, karena pemerintah daerah mungkin enggan atau tidak mampu mengambil tanggung jawab atas peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan. Kesimpulan: Pembangunan Kembali Infrastruktur dan Pemeliharaannya untuk Pembangunan Masa Depan Pengalaman MDF menunjukkan bahwa sangat penting untuk menyeimbangkan kebutuhan atas kecepatan, kualitas dan kepemilikan dalam investasi infrastruktur. Pendekatan bertahap memungkinkan adanya solusi untuk memenuhi kebutuhan atas keseimbangan ini. Keberlanjutan jangka panjang merupakan akibat langsung dari kualitas konstruksi dan kepemilikan oleh pemerintah daerah, yang dapat ditingkatkan melalui pembangunan kapasitas di semua tingkat pemerintahan untuk mengoperasionalisasikan dan melaksanakan pemeliharaan dalam kurun waktu setelah rekonstruksi. Pengalaman MDF dalam melaksanakan program rekonstruksi infrastruktur berskala besar, melalui kemitraan dengan Pemerintah Indonesia dan mitra pembangunan lainnya, menawarkan banyak pelajaran bagi upaya rekonstruksi di masa mendatang dalam konteks yang serupa, termasuk situasi pascakonflik. 5

Gempa & Tsunami, Aceh 26 Desember 2004 Gempa, Kepulauan Nias 28 Maret 2005 INDONESIA Tsunami, Jawa Barat 17 Juli 2006 JAKARTA Gempa, Yogyakarta dan Jawa Tengah 27 Mei 2006 Erupsi Vulkanik,Gunung Merapi Oktober - November 2010 Tentang Bencana-Bencana yang Melanda Antara 2004 dan 2010, beberapa bencana alam dahsyat melanda Indonesia: 26 Desember 2004: Gempa bumi sangat dahsyat berskala 9.1 pada skala Richter melanda Aceh dan beberapa daerah di Sumatra Utara. Di Aceh, 221.000 orang meninggal atau hilang. Lebih dari 500.000 orang kehilangan tempat tinggal. Skala kehancuran fisik dan penderitaan manusia sangatlah besar. 28 Maret 2005: Gempa bumi melanda Kepulauan Nias, menewaskan sekitar 1.000 orang dan menyebabkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Menghancurkan sekitar 30 persen dari semua bangunan, bencana ini mengakibatkan kerusakan yang parah. 27 Mei 2006: Gempa bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah menelan lebih dari 5.700 jiwa. Lebih dari 280.000 rumah hancur dan perekonomian setempat menderita kerugian yang besar, terutama industri rumah tangga. 17 Juli 2006: Gempa bumi yang memicu tsunami mengakibatkan kerusakan di sepanjang pantai selatan Jawa Barat. Sekitar 650 orang tewas, dan lebih dari 28.000 orang terpaksa harus mengungsi. 26 Oktober - 11 November 2010: Gunung Merapi, gunung berapi aktif yang terletak di antara Yogyakarta dan Jawa Tengah, meletus dan merusak perumahan dan infrastruktur. Sekitar 750 orang terluka atau tewas, dan sekitar 367.000 orang harus mengungsi. Tentang MDF Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) didirikan pada bulan April 2005, sebagai tanggapan terhadap upaya Pemerintah Indonesia dalam mengkoordinasikan dan memobilisasi dukungan donor bagi rekonstruksi dan rehabilitasi daerah yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada Desember 2004, dan gempa bumi pada Maret 2005. MDF mengumpulkan AS$655 juta yang merupakan sumbangan dari 15 donor: Uni Eropa, Belanda, Inggris, Bank Dunia, Swedia, Denmark, Norwegia, Jerman, Kanada, Bank Pembangunan Asia, Amerika Serikat, Belgia, Finlandia, Selandia Baru dan Irlandia. Bank Dunia bertindak sebagai Wali Amanat MDF. Di bawah portofolio MDF, 23 proyek yang didanai terbagi dalam enam bidang hasil: (1) Pemulihan Masyarakat, (2) Rekonstruksi dan Rehabilitasi Infrastruktur Skala Besar dan Transportasi, (3) Penguatan Tata Kelola dan Peningkatan Kapasitas, (4) Pelestarian Lingkungan, ( 5) Peningkatan Proses Pemulihan, serta (6) Pembangunan Ekonomi dan Mata Pencaharian. Tentang JRF Menyusul permintaan dari Pemerintah Indonesia, Java Reconstruction Fund (JRF) didirikan untuk menanggapi bencana gempa bumi pada bulan Mei 2006 di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah, dan tsunami yang melanda pantai selatan Provinsi Jawa Barat pada bulan Juli 2006. Tujuh donor mendukung JRF, dengan kontribusi sebesar AS$94,1 juta. Para donor tersebut adalah: Uni Eropa, Bank Pembangunan Asia, Pemerintah Belanda, Inggris, Kanada, Finlandia dan Denmark. Bank Dunia bertindak sebagai Wali Amanat dari JRF. Sesuai prioritas yang ditentukan oleh pemerintah Indonesia, JRF mendukung pemulihan masyarakat, pemulihan mata pencaharian dan peningkatan kesiapsiagaan bencana bagi masyarakat terdampak. Foto Sampul: Pembangunan Jembatan Kuala Bubon di pantai barat Aceh. Foto: Kris Hedi www.worldbank.org www.multidonorfund.org www.javareconstructionfund.org 6 Diterbitkan oleh: Sekretariat MDF - JRF Bank Dunia Gedung Bursa Efek Indonesia Menara II, Lantai 12 Jl. Jenderal Sudirman kav. 52-53 Jakarta 12190, Indonesia Tel : (+6221) 5299-3000 Fax : (+6221) 5299-3111 Oktober 2012