T. Widjastuti dan R. Kartasudjana Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung ABSTRAK. ); 85% ad libitum (R 4

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERIAN PAKAN TERBATAS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERFORMA AYAM PETELUR TIPE MEDIUM PADA FASE PRODUKSI KEDUA

R. T. Hertamawati Jurusan Peternakan Politeknik Negeri Jember, Jember ABSTRAK. Kata kunci : pembatasan pakan, produksi telur, fase grower, puyuh

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS AWAL PENELURAN BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 2. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu ABSTRAK

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

Performa Produksi Telur Turunan Pertama (F1) Persilangan Ayam Arab dan Ayam Kampung yang Diberi Ransum dengan Level Protein Berbeda

PENGARUH TINGKAT PROTEIN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN ENTOK LOKAL (Muscovy Duck) PADA PERIODE PERTUMBUHAN. W. Tanwiriah, D.Garnida dan I.Y.

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang 2. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung ABSTRAK

PERFORMA AYAM SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN FITASE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BURUNG PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica)

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Substitusi Ransum Jadi dengan Roti Afkir Terhadap Performa Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Umur Starter Sampai Awal Bertelur

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

PENAMBAHAN GRIT KERANG DAN PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN TERHADAP KUALITAS KERABANG TELUR AYAM ARAB (Silver brakel Kriel)

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

PERBEDAAN JUMLAH PEMBERIAN RANSUM HARIAN DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP PERFORMAN AYAM PETELUR UMUR MINGGU

PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMANS ENTOK (Muscovy duck) PADA PERIODE PERTUMBUHAN

Dulatip Natawihardja Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN TINGKAT PROTEIN RANSUM PADA FASE GROWER TERHADAP PERTUMBUHAN PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

PERFORMANS PRODUKSI TELUR AYAM ARAB AKIBAT PEMBERIAN RANSUM BERBEDA TARAF PROTEIN SAAT PERTUMBUHAN

EFEK LAMA WAKTU PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PERFORMANS AYAM PEDAGING FINISHER

PEMANFAATAN TEPUNG LIMBAH ROTI DALAM RANSUM AYAM BROILER DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EFISIENSI RANSUM SERTA

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

SUBSITUSI DEDAK DENGAN POD KAKAO YANG DIFERMENTASI DENGAN Aspergillus niger TERHADAP PERFORMANS BROILER UMUR 6 MINGGU

Tepung Ampas Tahu Dalam Ransum, Performa Ayam Sentul... Dede Yusuf Kadasyah

Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Daun Singkong dalam Ransum Komersial terhadap Performa Broiler Strain CP 707

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh

Ade Trisna*), Nuraini**)

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

E. Suprijatna Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG TELUR AYAM RAS DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) SKRIPSI OLEH:

PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN ENTOK (MUSCOVY DUCK) PADA PERIODE PERTUMBUHAN

Performans produksi burung puyuh (Coturnixcoturnix japonica) dengan perlakuan tepung limbah penetasan telur puyuh

Pengaruh Penambahan Lisin dalam Ransum terhadap Berat Hidup, Karkas dan Potongan Karkas Ayam Kampung

Pengaruh Pemberian Mikrokapsul Minyak Ikan dalam Ransum Puyuh terhadap Performa Produksi

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

Sudjatinah, H.T. Astuti dan S. S. Maryuni Fakultas Peternakan Universitas Semarang, Semarang ABSTRAK

Pengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan

PENGARUH PENGGUNAAN POLLARD DAN ASAM AMINO SINTETIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP KONSUMSI PAKAN, KONVERSI PAKAN, DAN PRODUKSI TELUR

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

E. Suprijatna, L. D. Mahfudz, dan H. Saputra Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

I. Mangisah, I. Estiningdriati, dan S. Sumarsih Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

Yosi Fenita, Irma Badarina, Basyarudin Zain, dan Teguh Rafian

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG KETELA RAMBAT (Ipomea Batatas L) SEBAGAI SUMBER ENERGI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING FASE FINISHER

EFFECT OF ENERGY PROTEIN BALANCES IN RATION AND CAGE DENSITY ON GROWING PERFORMANCE OF QUAIL (Coturnix coturnix japonica)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. minggu dengan bobot badan rata-rata gram dan koefisien variasi 9.05%

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

PENGARUH TINGKAT PENGGUNAAN CAMPURAN BUNGKIL INTI SAWIT DAN ONGGOK TERFERMENTASI OLEH

Pengaruh Penambahan Tepung Kunyit...Rafinzyah Umay Adha

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

SKRIPSI. PERFORMAN AYAM ARAB YANG DIBERI EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban) PADA UMUR 8-13 MINGGU. Oleh: Ardianto

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

Nilai Kecernaan Protein Ransum yang Mengandung Bungkil Biji Jarak (Ricinus communis, Linn) Terfermentasi pada Ayam Broiler (Tjitjah Aisjah)

Efektivitas Penambahan Zeolit dalam Ransum terhadap Performa Puyuh Petelur Umur 7-14 Minggu

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT SKRIPSI WIDYA PITA LOKA E

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER

Animal Agricultural Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

PENGARUH PENGGUNAAN DAUN MURBEI (Morus alba) SEGAR SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN RANSUM TERHADAP PERFORMANS BROILER

PENGARUH PEMBERIAN BUI PHASEOLUS LUNATUS DALAM RANSUM TERHADAP KONSUMSI PAKAN DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN AY AM KAMPUNG

PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH PENGALENGAN IKAN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BROILER. Arnold Baye*, F. N. Sompie**, Betty Bagau**, Mursye Regar**

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian.

EFFECT OF ADDITION PROBIOTICS Lactobacillus sp. POWDER IN FEED ON THE LAYING HENS PERFORMANCES.

MATERI DAN METODE. Materi

Efisiensi penggunaan protein pada puyuh periode produksi yang diberi ransum mengandung tepung daun Kayambang (Salvinia molesta)

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN C PADA PAKAN NON KOMERSIAL TERHADAP EFISIENSI PAKAN PUYUH PETELUR

Perbandingan Performans Broiler yang Diberi Kunyit dan Temulawak Melalui Air Minum

EFFECT OF ADDITION OF DURIAN SEED MEAL IN FEED TO THE FEED CON- SUMPTION, HEN DAY PRODUCTION AND FEED CONVERSION ON QUAIL (Coturnix-coturnix japonica)

PERBEDAAN JUMLAH PEMBERIAN RANSUM HARIAN DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM RAS PETELUR UMUR MINGGU

Respon Kinerja Perteluran Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) terhadap Perlakuan Protein Ransum pada Masa Pertumbuhan

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN SISTEM PEMBERIAN PAKAN SECARA MEMILIH DENGAN BEBAS

PENGARUH PENUNDAAN PENANGANAN DAN PEMBERIAN PAKAN SESAAT SETELAH MENETAS TERHADAP PERFORMANS AYAM RAS PEDAGING ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

PERFORMAN PRODUKSI AYAM PEDAGING YANGDITAMBAH DENGAN TEPUNG BUAH KURMA (Phoenix dactylifera) DALAM RANSUM KOMERSIAL

PENGARUH PEMBERIAN LEVEL PROTEIN-ENERGI RANSUM YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM BURAS

M. Datta H. Wiradisastra Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Bandung ABSTRAK

PENGARUH PENUNDAAN PENANGANAN DAN PEMBERIAN PAKAN SESAAT SETELAH MENETAS TERHADAP PERFORMANS AYAM RAS PEDAGING ABSTRACT

Transkripsi:

PENGARUH PEMBATASAN RANSUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERFORMA PUYUH PETELUR PADA FASE PRODUKSI PERTAMA [The Effect of Restricted Feeding and Its Implication on the Performance of Coturnix-coturnix japonica at the First Production Phase] T. Widjastuti dan R. Kartasudjana Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung ABSTRAK Tujuan penelitian untuk mempelajari pengaruh pembatasan pemberian ransum terhadap performa puyuh petelur (Coturnix-coturnix japonica) pada fase produksi pertama. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap. Materi penelitian yang digunakan adalah 150 ekor puyuh petelur berumur 5-6 minggu (produksi 5 %), yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan secara random dan 6 ulangan. Ransum yang dipakai mengandung 2900 kkal/kg energi metabolis dan 20 % protein kasar. Metode pemberian ransum yang digunakan adalah ransum dengan konsumsi ad libitum ( R 1 ); 95 % ad libitum (R 2 ) ; 90% ad libitum (R 3 ); 85% ad libitum (R 4 ); 80 % ad libitum (R 5 ) selama 24 minggu masa produksi. Peubah performa yang diamati adalah produksi telur, konversi ransum, berat telur, dan income over feed cost. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : pemberian ransum sampai dengan 90% ad libitum tidak mengubah performa, sedangkan pemberian ransum lebih rendah dari 90% ad libitum menyebabkan menurunnya performa. Dilihat dari segi income over feed cost, pemberian ransum 90% ad libitum yang paling menguntungkan. Kata kunci : pembatasan pakan, produksi telur, puyuh ABSTRACT The objective of this experiment was to study the effect of restricted feeding on the performance of Coturnix-coturnix japonica (layer type) at the first egg production phase. One hundred and fifty of Coturnix-coturnix japonica, 5-6 weeks of age with the initial production of 5 %, and were evaluated in the study. A completely randomized design with 5 treatments with 6 replications were used to arrange the treatments. The diet contained 2900 kcal/kg of metabolizable energy and 20% of crude protein. The treatments of restricted feeding were ad libitum consumption ( R 1 ); 95% ad libitum (R 2 ); 90% ad libitum (R 3 ); 85% ad libitum (R 4 ); 80% ad libitum (R 5 ). Birds were fed throughout 24 weeks of the production period. Each group of treatment was observed on egg production, feed conversion, egg weight, and income over feed cost. The results showed that the restricted feeding up to 90 % ad libitum did not affect the performance, but below 90% ad libitum of the restricted feeding decreased the productivity performance of birds. The highest income over feed cost was achieved by the restricted feeding of 90 % ad libitum. Keywords : restricted feeding, production, Coturnix-coturnix japonica 162 J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [3] September 2006

PENDAHULUAN Pembatasan pemberian pakan (restricted feeding) bertujuan untuk menjaga efisiensi penggunaan ransum, karena bila diberikan dengan ad libitum umumnya akan terjadi kelebihan konsumsi ransum,dan energi dari kelebihan konsumsi ransum tersebut akan diubah menjadi lemak tubuh yang menyebabkan kegemukan dan akhirnya akan menurunkan produksi telur (Sturkie, 1976; Robinson et al.,1998; North, 2002; Ruhyat, 2003). Sehubungan dengan hal ini, maka dalam menyediakan ransum untuk unggas petelur fase produksi, perlu diatur sesuai dengan kebutuhannya agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan. Dalam melakukan restricted feeding hanya konsumsi energi yang boleh dikurangi, sedangkan kebutuhan protein, mineral dan vitamin harus tersedia dalam jumlah dan kualitas yang memadai (Ruhyat, 2003). Menurut hasil penelitian Balnave (1973) dan Auckland (1979) bahwa konsumsi energi yang boleh dikurangi sekitar 10 15% karena unggas petelur mampu mengkonsumsi energi 10 15% melebihi kebutuhannya, terutama pada saat pertumbuhan sudah mulai menurun atau berhenti sama sekali. Sebagai indikator keberhasilan dari restricted feeding kaitannya dengan produksi telur dapat dilihat dari berat badannya yang dicapai. Pada unggas petelur, apabila berat badannya sesuai dengan berat yang dianjurkan oleh breeder, umumnya akan mempunyai produksi telur yang baik, sedangkan yang berat badannya jauh lebih berat/lebih ringan dari yang dianjurkan, umumnya produksi telur kurang baik (Coonor et al., 1976). Metode restricted feeding yang banyak dipilih umumnya dengan cara memberikan ransum menurut jumlahnya karena lebih praktis dan lebih mudah pelaksanaannya (Balnave, 1978; Lee et al., 1991). Agar dicapai hasil yang memuaskan, dalam melaksanakan restricted feeding perlu disertai dengan pengelolaan yang baik dan kontrol yang ketat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pembatasan pemberian pakan sampai dengan 20% dari konsumsi energi secara ad libitum terhadap performans produksi burung puyuh pada fase produksi kedua. MATERI DAN METODE Puyuh petelur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Conturnix-coturmix japonica sebanyak 150 ekor umur 5-6 minggu (menjelang bertelur). Puyuh tersebut ditempatkan secara acak ke dalam 30 plot kandang, sehingga setiap plot diisi dengan 5 ekor puyuh. Ransum yang Tabel 1. Susunan dan Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian Rincian Jumlah A. Bahan.. %... Jagung Kuning 54,50 Bungkil Kelapa 4,50 Bungkil Kedele 13,00 Dedak Halus 7,00 Tepung Ikan 13,00 Minyak Kelapa 1,50 Tepung Tulang 1,00 Grit 5,00 Top-Mix 0,50 B. Kandungan Nutrisi 1) Protein, % 20,28 Lemak Kasar, % 5,71 Serat Kasar, % 4,07 Kalsium, % 2,90 Posphor, % 0,65 *Lysin, % 1,15 *Metionin+Cystin, % 0,80 *Trytophan, % 0,21 **Energi Metabolis, kkal/kg 2901,67 1) Hasil analisa. * Dihitung dari tabel NRC (1994). ** Dihitung berdasarkan 70 % dari Energi bruto ( Schaible,1970). Restricted Feeding and Its Implication in Laying Quails [Widjastuti and Kartasudjana] 163

digunakan dalam penelitian ini yaitu ransum dengan energi metabolis 2900 kkal/kg dengan protein 20%. Komposisi dan kandungan nutrisi ransum tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Metode restricted feeding dilakukan pada puyuh fase produksi dengan cara pemberian ransum konsumsi ad libitum (R1), 95% ad libitum (R2), 90% ad libitum (R3), 85% ad libitum (R4), dan 80% ad libitum (R5). Patokan konsumsi ransum secara ad libitum dilakukan dengan penelitian pendahuluan menggunakan puyuh petelur dengan umur yang sama dan berasal dari breeder yang sama. Pengamatan ini berjalan satu minggu lebih awal dari puyuh penelitian dan diamati 30 minggu produksi. Penelitian berlangsung dari sejak mulai bertelur sampai mencapai umur 30 minggu produksi. Peubah yang diamati adalah: produksi telur, berat telur, konversi ransum dan income over feed cost. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap dengan 5 perlakukan dan 6 ulangan. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan digunakan sidik ragam dan untuk membedakan antar kelompok perlakuan digunakan uji jarak berganda Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Telur Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ransum ad libitum (R1); 95% ad libitum (R2); 90% ad libitum (R3) tidak mempengaruhi produksi telur burung puyuh, sedangkan tingkat konsumsi ransum yang lebih rendah dari 90% ad libitum (R3) secara nyata menurunkan produksi telur. Ruhyat (2003) melaporkan bahwa pada ayam petelur tipe medium, konsumsi ransum 90% ad libitum merupakan konsumsi ransum yang paling rendah untuk menghasilkan produksi telur yang maksimal. Konsumsi protein dan energi metabolis pada puyuh petelur yang mendapatkan perlakuan R1 (hasil penelitian pendahuluan) masing-masing sekitar 3,88 gram/ekor/hari dan 56,17 kkal/ekor/ hari. Konsumsi protein dan energi metabolis pada puyuh petelur yang mendapatkan perlakuan R2 masing-masing adalah 3,69 gram/ekor/hari 53,36 kkal/ekor/hari. Konsumsi protein dan energi metabolis pada puyuh petelur yang mendapatkan perlakuan R3 masing-masing adalah 3,49 gram/ ekor/hari yang 50,55 kkal/ekor/hari. Oleh karena itu perlakuan R3 merupakan cara pemberian ransum yang paling hemat karena dengan konsumsi protein dan energi metabolis masing-masing 3,49 gram/ekor/hari dan 50,55 kkal/ekor/hari telah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi telur yang hasilnya sama seperti pada perlakuan R1 dan R2. Dengan demikian pada puyuh petelur yang mendapatkan perlakuan R1 dan R2 telah terjadi kelebihan konsumsi protein maupun energi metabolis berturut-turut sekitar 5% dan 10% yang pada gilirannya energi dari kelebihan tersebut tidak diubah menjadi produksi tetapi menjadi lemak tubuh. Hal ini ditandai dengan kondisi tubuh puyuh petelur tersebut lebih gemuk dibandingkan dengan yang mendapat perlakuan R3. Produksi telur puyuh petelur yang mendapatkan perlakuan R4 lebih rendah (p<0,05) dibandingkan dengan puyuh petelur yang mendapat perlakuan R1, R2, dan R3. Konsumsi protein dan energi metabolis pada puyuh yang mendapatkan perlakuan R4 masing-masing adalah 3,30 gram/ekor/ hari 47,73 kkal/ekor/hari. Konsumsi protein maupun energi ini lebih rendah dari batas minimalnya sehingga tidak cukup untuk menghasilkan produksi yang normal seperti pada perlakuan R3 sehingga produksinya lebih rendah. Produksi telur pada puyuh yang mendapatkan perlakuan R5 adalah yang paling rendah (p<0,05) bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Konsumsi protein dan energi metabolisnya masing-masing adalah 3,10 gram/ ekor/hari dan 44,92 kkal/ ekor/hari. Tingkat konsumsi ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan batas konsumsi minimalnya, sehingga produksi telurnya juga akan menurun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Auckland (1979) yang menyatakan bahwa pengurangan ransum sampai dengan 20% dari konsumsi ad libitum pada unggas yang sedang produksi dianggap terlalu berat dan akan menurunkan produksi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi. Berat Telur Berat telur yang dihasilkan oleh puyuh yang mendapatkan perlakuan R1, R2 dan R3 tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (Table 2). Berat telur puyuh ini termasuk berat telur yang normal, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan pemberian ransum 90% ad libitum (R3) tidak 164 J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [3] September 2006

mengubah berat telur yang dihasilkan. Konsumsi protein/energi sampai dengan 10% di atas perlakuan R3, juga tidak berpengaruh terhadap berat telur yang di hasilkan. Berat telur puyuh dari perlakuan R4 dan R5 lebih tinggi dibandingkan dengan berat telur puyuh yang mendapat perlakuan R1,R2 dan R3. Hal ini diduga karena konsumsi protein/ energi lebih rendah dari batas minimalnya. Namun demikian pada saat telur tidak dibentuk pada harihari tertentu, terjadi akumulasi protein sehingga ketersediaan protein untuk membentuk satu butir telur pada hari berikutnya menjadi lebih banyak yang pada gilirannya telur yang dihasilkan menjadi lebih besar. Seperti dijelaskan oleh North (2002) bahwa besar telur dalam batas-batas tertentu akan meningkat apabila ketersediaan protein dalam perlakuan R1 lebih tinggi 10% dari R3 dan pada perlakuan R2 lebih tinggi 5% dari R3. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pemberian ransum diatas 90% ad libitum, merupakan cara pemberian ransum yang tidak efisien, karena sebagian ransum yang tidak diubah menjadi produksi secara nyata. Konversi ransum pada puyuh petelur yang mendapatkan perlakuan R4 dan R5 lebih tinggi (P<0,05) daripada konversi ransom perlakuan R1, R2 dan R3. Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa batas minimal pemberian ransum yang dapat menghasilkan produksi telur dan berat telur yang normal yaitu pada konsumsi ransum perlakuan R3. Pengurangan konsumsi ransum sebesar 5% dan 10% pada perlakuan R3 menyebabkan konversi ransum meningkat karena protein/energi ransum lebih diperlukan untuk Tabel 2. Performans Produksi Puyuh Petelur Parameter P e r l a k u a n R1 R2 R3 R4 R5 Produksi telur, % 53,02a 50,64a 50,25a 43,82b 37,97c Berat telur, g 11,04b 11,05b 11,13b 12,17a 12,07a Konversi ransum 3,25b 3,25b 3,26b 4,05a 4,15a Income over feed cost, Rp. 40,1 39,99 40,12 14,19 5,86 Superskrip yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). tubuh bertambah karena diperlukan untuk membentuk albumen. Begitu pula tentang kebutuhan energi, untuk membentuk telur yang lebih besar diperlukan energi yang lebih banyak. Berat telur antara perlakuan R4 dan R5 tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Berat telur puyuh pada perlakuan ini termasuk berat telur diatas keadaan normal, tetapi presentase produksinya makin menurun dengan makin meningkatnya pengurangan konsumsi protein maupun energi dari batas minimalnya. Berat telur yang meningkat akibat terjadinya akumulasi protein dalam waktu yang relatif lama karena clutch size yang lebih panjang dan telur akan terbentuk apabila ketersediaan protein atau energi sudah cukup untuk membentuk satu butir telur (dalam keadaan normal). Konversi Ransum Konversi ransum pada puyuh petelur yang mendapat perlakuan R1, R2 dan R3 tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (Tabel 2). Hal ini berarti bahwa efisiensi penggunaan ransum pada ketiga perlakuan tersebut sama (rata-rata 3,25). Di lain pihak ransum yang diberikan pada mempertahankan hidup pokok sehingga untuk produksi telur menjadi lebih terbatas. Hal ini menyebabkan produksi telur yang menurun disertai dengan konversi ransum yang meningkat. Konversi ransum antara perlakuan R4 dan R5 tidak berbed nyata. Di lain pihak produksi telur perlakuan R4 lebih tinggi (P<0,05) daripada perlakuan R5. Ransum yang dikonsumsi puyuh petelur pada perlakuan R4 lebih tinggi 5% dari perlakuan R5, tetapi berat telur yang dihasilkan tidak berbeda diantara keduanya. Oleh karena adanya keseimbangan antara ransum yang dikonsumsi dengan produksi telur yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan (R4 dan R5) maka konversi ransum tidak berbeda. Income Over Feed Cost Dalam menghitung income over feed cost, harga ransum dihitung Rp 3,5/ gram dan harga telur Rp 15/gram, dengan demikian besarnya pendapatan untuk tiap perlakuan per butir telur dapat dihitung seperti terlihat pada Tabel 2. Pada puyuh petelur yang mendapatkan perlakuan R3, pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan telur per butir paling tinggi (Rp 40,12) Restricted Feeding and Its Implication in Laying Quails [Widjastuti and Kartasudjana] 165

dibandingkan dengan perlakuan R1 (Rp 40,01); R2 (Rp. 39,99); R4 (Rp 14,19) dan R5 ( Rp 5,86). Hal ini sangat bergantung kepada produksi telur yang dihasilkan, berat telur dan konversi ransum. KESIMPULAN Hasil penelitian menyimpulkan bahwa : 1. pemberian ransum sampai dengan 90% ad libitum tidak mengubah performa, sedangkan pemberian ransum yang lebih rendah dari 90 % ad libitum menyebabkan menurunnya performa. 2. pendapatan yang diperoleh setelah diambil biaya makanan (income over feed cost) paling tinggi pada pemberian ransum 90% ad libitum. Selama fase produksi puyuh petelur sebaiknya tidak diberi ransum dengan konsumsi ad libitum, tetapi yang terbaik diberikan 90% ad libitum sehingga tercipta efesiensi usaha. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Lelly, S.Pt., MP. dan Dwi Murtono, S.Pt, yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Auckland, J.N.1979. Restricted Energy Intake of Layers. Poultry International 18 : 36-40. Balnave, D. 1973. A Review of Restricted Feeding During Growth of Laying Type Pullets. World Poultry Sci. J. 29 : 354 358. Balnave, D. 1978. Restrricted Feeding as a Means of Saving Energy in Poultry Production. The Second Australasian Poultry and Stock Feed Convention. Sydney Hilton. p. 19 23. Coonor, J.K., K.M Barram and D.E. Fueling.1976. Controlled Feeding of thelayer. 2. Restriction Intime of to Access to Feed of the Replacement Pullet and Laying Hen. Aust. Journal. Exp. Agric Anim. Husb. 17 : 588-597. Lee, P.J.W., L.A. Gulliver and R.T. Morris.1991. Quantitative Analysis of The Literature Concerning The Restricted Feeding of Growing Pullets. Bri. Poultry Sci. 12 : 413-416. Leeson, S. and D.S. John. 2001. Nutrition of the Chicken. University Books, Guelph, Ontario. North, M.C. and D. Bell. 2002. Commercial Chicken Production Manual. The Avi Publishing Company, Wesport, Connecticut. Robinson, D., G. Horsnell and P.J. McMahon 1998. Restricted Feeding of Egg Strain Chickens during Growth and Extended Laying Period. Aust Journal. Exp Agric. Anim. Husb. 18 : 658-666. Ruhyat, K. 2003. Pemberian Pakan Terbatas dan Implikasinya terhadap Performa Ayam Petelur Tipe Medium pada Fase Produksi Pertama. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis 28 (2) : 49 55. Scaible, P.J. 1979. Poutry Feed and Nutrition. The Avi Publ. Co. Inc. Westport. p. 129-307. Sturkie, R. D. 1976. Avian Physiology. Springer Verlag, Berlin. 166 J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [3] September 2006