ANALISIS AEROSOL RADIOAKTIF DI BALAI OPERASI RSG GAS Oleh: Yus Rusdian Akhmad dan Subiharto ABSTRAK Analisis aerosol radioaktif di balai operasi RSG GAS. Disajikan hasil analisis aerosol radioaktif di Balai Operasi RSG GAS pada daya operasi 20 MW. Untuk menentukan dari mana produksi aerosol tersebut telah dilaksanakan analisis sampel 500 ml air demineralized dari RSG GAS dengan menggunakan aktivasi netron di fasilitas iradiasi JRR3, JAERI, Tokaimura, Jepang. Sebagai pembanding contoh air pendingin primer JRR 3 sebanyak 100 ml dalam vial Polytethylene dicacah dengan menggunakan gamma spektrometer lima kali dengan waktu cacah masing maing 600 detik. Seri pengukuran tersebut untuk memastikan waktu peluruhan isotop yang diduga. Dengan metode ini konsentrasi Cs dan Rb tidak terdeteksi sehingga menolak kesimpulan laporan terdahulu yang menyatakan unsur unsur tersebut berasal dari aktivasi unsur kelumit pendingin primer. Berdasarkan hasil kerja yang disajikan di sini, disimpulkan bahwa aerosol radioaktif Cs dan Rb yang lepas dari kolam reaktor berasal dari proses fisi di dalam teras yaitu dari bahan dapat belah yang dapat menempel pada permukaan luar lempengan bahan bakar ketika proses pembuatannya. ABSTRACT Analysis of radioactive aerosol in the operasion hall of RSG GAS. Analysis results of radioactive aerosol in the operation hall of RSG GAS at 20 MW operation power is presented. To determine the origin of the radioactive aerosol, a 500 ml sample of RSG GAS demineralized water was analized using neutron activation method in the JRR3, JAERI, irradiation facility, Tokaimura Japan. As a comparation, a 100 ml sample of JRR 3 primary water coolant contained in polyethilene vial was counted by using gamma spectrometer with counting time 600 seconds. The countings were done for five times to ensure the predicted isotopic decay time. Using this method a previous conclusion stated that the isotopes were originated from activation of trace elements contained in the primary coolant is rejected. Based on the results presented here, it is concluded that radioactive aerosols Cs and Rb released from the reactor pool were originated from fission process in the core where the outer surface of the fuel plate could be contaminanted with fissile materials during the fuel fabrication proces. 634
PENDAHULUAN Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan evaluasi terhadap peningkatan konsentrasi aerosol di sekitar kolam reaktor pada saat reaktor beroperasi dengan daya 20 MW. Peningkatan tersebut dapat diamati melalui pemantau aerosol radioaktif di balai operasi RSG GAS yang mengandalkan teknik α, β pseudocoinsidence (APBD LB 150 D, Berthold) [1]. Namun demikian dengan teknik pengukuran ini informasi mengenai unsur radioaktifnya tidak dapat diketahui. Untuk dapat menilai risiko secara memadai perlu diketahui apa unsur radioaktifnya, dari mana asalnya dan berapa besar konsentrasinya. Nakamura [2] dalam laporan kegiatannya telah mengidentifikasi adanya unsur unsur Ar, 41 Cs di dalam contoh udara balai operasi. Mungkin karena beranggapan bahwa unsur gas mulia 41Ar merupakan unsur dominan di dalam contoh udara, Nakamura menyimpulkan bahwa pemantau aerosol terganggu oleh sumbangan gas mulia Ar 41 sehingga terjadi peningkatan respon pemantau aerosol. Yus Rusdian dkk [3] dalam makalahnya Evaluasi Peningkatan Konsentrasi Aerosol di Balai Operasi RSG GAS telah menganalisis bahwa peningkatan cacah α, β aerosol disebabkan adanya radioisotop utama yang berasal dari kolam reaktor lolos ke balai operasi. Isotop tersebut disimpulkan sebagai aerosol Cs dan Rb yang terbentuk dari proses aktivasi unsur kelumit dari air pendingin di dalam dan sekitar teras reaktor melalui reaksi : 56 Ba ( n, p ) 55 Cs dan 87 37 Rb ( n, γ ) 37 Rb Dari kedua laporan di muka belum dapat terjelaskan secara meyakinkan dari mana produksi aerosol tersebut. Hal ini dikarenakan tidak tersedia data kuantitatif yang akurat mengenai unsur unsur kelumit air pendingin primer sehingga dapat dijadikan sebagai pendukung kesimpulannya. Dalam makalah ini diupayakan untuk dapat menjelaskan asal produksi kedua unsur tersebut. TEORI DAN METODE Radioisotop yang tergabung pada aerosol dapat diidentifikasikan dengan memperhatikan energi dari foton gamma yang dipancarkan dan waktu paronya. Adakalanya dengan hanya memperhatikan energi foton gamma dapat ditentukan 635
isotopnya. Tetapi bila terdapat banyak isotop di dalam suatu contoh dengan energi foton yang sama atau berdekatan, maka tambahan informasi mengenai waktu paro akan mempermudah penentuan isotop. Dalam hal ini perkiraan waktu paro dapat dilakukan melalui pencacahan secara serial dengan interval waktu tertentu. Pencacahan contoh filter dengan spektrometer gama akan memberikan data laju cacah untuk energi foton tertentu yang mencerminkan aktivitas suatu isotop di dalam contoh. Hubungan antara cacah puncak dan aktivitas suatu isotop yang terkumpul di filter pada saat pengukuran adalah: Ac = Np (1) t εc Dengan Np = cacah puncak, εc = efisiensi pencacahan, = kelimpahan foton, dan t = waktu pencacahan. Besarnya konsentrasi aktivitas aerosol pada saat pencuplikan dihubungkan dengan aktivitas filter dapat dihitung dari rumus pada pustaka [4] sebagai berikut: Cc = Ac εf f (1 e λ c ts ) e λc λc ( t1 t s ) (2) dengan Cc = konsentrasi aktivitas aerosol, Ac = aktivitas isotop pada filter, εf = efisiensi pencuplikan aerosol, f = debit pencuplikan udara, λc = konstanta peluruhan isotop, t1 = waktu pengambilan contoh ditambah waktu tunda sampai pencacahan, ts = waktu pengambilan contoh. Tata kerja Tata kerja secara lengkap disajikan pada laporan [5]. Berikut ini penyampaian secara singkat. Pencuplikan udara di JJR 3 dilakukan dengan menggunakan Filter HE 40T Cellulose Glass Fibre, dengan debit 100 l/menit. Pengambilan sampel udara dilakukan pada saat reaktor beroperasi pada daya 20 MW. Setelah kira kira 10 menit dari waktu tunda filter dikeluarkan, selanjutnya filter di transfer dan disiapkan untuk dicacah dengan Germanium Gamma Spectrometer (GEM 25185 P S), filter dicacah dengan waktu 200 detik. Pengukuran ini dilakukan untuk meyakinkan apakah di JRR3 juga terjadi 636
pelepasan aerosol radioaktif yang sama. Sebagai data pendukung, contoh air pendingin primer JRR 3 sebanyak 100 ml dalam vial polytethylene dicacah dengan menggunakan gamma spektrometer 5 kali dengan waktu cacah 600. Seri pengukuran untuk memastikan waktu peluruhan isotop yang diduga. Untuk menentukan dari mana datangnya aerosol contoh air demineralized dari RSG GAS, dianalisis dengan menggunakan aktivasi netron. Untuk itu, contoh air 500 ml difilter dengan filter sandwich yang terdiri dari 0,45 μ Millipore Kation dan Anion dengan laju alir 10 ml/menit, dengan harapan material material kelumit terpisah dan tertangkap pada filter. Tiap filter dibungkus ke dalam kantong vinyl kemudian diiradiasi termasuk filter kosongnya (filter kontrol/background). Dari sini diperoleh 6 kapsul yang diiradiasi melalui posisi irradiasi pneumatic dengan kerapatan neutron masing masing 2,0 x 1013 dan 1 x 109 cm 2 sec 1 untuk netron thermal dan netron cepat. Waktu irradiasi kapsul diberikan 1 menit. Setelah intensitas radiasinya menurun pada paparan yang diperbolehkan sampel dicacah dengan gama spektrometer (HP Ge) selama 200 detik. Pengukuran seri kedua dilakukan setelah kira kira 2 jam berikutnya. Monitor debu dan monitor udara di JRR3 diamati untuk memeriksa kecenderungan radioaktif airborne (aerosol dan gas) pada saat reaktor beroperasi. Data yang diperoleh dari monitor tersebut bermanfaat untuk meyakinkan adanya produksi aerosol termasuk riwayatnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pencacahan filter HE 40T Cellulose Glass Fibre untuk contoh udara JRR3 diperoleh spektrum seperti disajikan pada Gambar 1. Dari data ini terdeteksi adanya yang ditunjukkan dengan puncak energi 462,7; 1009,2 dan 1435,0 kev dan Cs Rb yang ditunjukkan dengan puncak energi 897,5 dan 1835,1 kev. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fenomena terjadinya radionuklida yang lepas dari kolam reaktor antara JRR 3 dan RSG GAS adalah sama. Mengacu pada laporan Lab Department Healt Physics yang ditulis oleh Hoshi, tgl 11 Maret 1996, untuk daya reaktor yang sama konsentrasi Cs dan Rb masing masing dari atas kolam reaktor adalah 5,07 x 10 5 Bq/cm3 dan 6,84 x 10 5 Bq/cm3. Untuk RSG GAS berdasar pustaka [3] diperoleh konsentrasi 6,9 x 10 4 Bq/cm3 untuk Cs dan 3,3 x 10 3 Bq/cm3. Dari sini diketahui bahwa konsentrasi RSG GAS lebih besar dibanding dengan JRR 3. Pertanyaannya adalah dari mana asal aerosol tersebut. Ada dua kemungkinan, yang pertama adalah proses aktivasi unsur unsur kelumit air pendingin, yang kedua berasal dari proses fisi di dalam teras. Proses pertama adalah 637
reaksi 56 Ba (n,p) 55 Cs dengan tampang lintang microscopik σ n,p = 0,0025 barn dan Rb dengan tampang lintang microscopis σ n,γ = 0,12 barn; sedangkan dari proses fisi 37 melalui peluruhan berantainya adalah sebagai berikut: Fision Yield 0,39 (%) Se (1,55) Br (16,6 s) (Kr (2,84 h) Rb (17,8 m), Fision Yield 0,09 (%) Te (1,4 s) I (6,5 s) Xe (14,1 m) Cs (32,2 m). Gambar 1. Spectrum Gamma filter aerosol HE 40T dari monitor debu JRR3 Hasil pencacahan air primer JRR3 ditunjukan pada Gambar 2. Dari sini terlihat jelas bahwa produk fisi tidak terdeteksi. Isotop dari contoh yang dominan adalah Na 24 (1732,2 dan 1368,8 kev), Ar41 (1293,6 kev), Mg27 (1014,4 dan 843,8 kev), Na22 (5091,9 kev) dan Tc99 m (140,9 kev). Dengan metode ini konsentrasi Cs dan Rb tidak dapat terdeteksi. Hal ini disebabkan karena distrisbusi pulsa dari produk aktivasi mengganggu pulsa yang datang dari hasil fisi oleh karena itu puncak puncak mereka tidak bisa dibedakan (karena terlalu kecil untuk bisa dideteksi). 638
Gambar 2. Spektrum Gamma dari sampel pendingin primer JRR3 saat reaktor beroperasi 20 MW Keadaan yang sama dapat digunakan untuk menerangkan mengapa isotop Cs dan Rb tidak terdeteksi untuk pengukuran filter filter pada contoh air RSG GAS, seperti ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Teknik pengukuran secara langsung terhadap contoh air dengan menggunakan gamma spektrometer seperti dikemukakan di muka tidak bisa dipakai untuk menarik kesimpulan. Boleh jadi melalui kombinasi separasi kimia dengan cara memisahkan isotop isotop pada filter sebelum dicacah, batas deteksi terendah dapat diperbaiki. Namun demikian dikarenakan oleh beberapa hal terutama terbatasnya waktu teknik ini dihindari. Dari Gambar 3 dan Gambar 4, terlihat banyak isotop isotop yang terdeteksi, tetapi isotop Cs dan Rb tidak terdeteksi sehingga tidak dapat disimpulkan berasal dari unsur kelumit pendingin primer yang teraktivasi. Berdasarkan perolehan ini dapat disimpulkan bahwa aerosol radioaktif yang lepas dari kolam reaktor RSG GAS murni berasal dari proses fisi di dalam teras, fenomena ini sesuai dengan JRR 3. Tetapi kesimpulan tersebut dibuat dengan jalan yang berbeda. Mengacu pada Gambar 5 dari monitor debu dan gas dapat direpresentasikan bahwa fluktuasi aerosol radioaktif beriringan dengan gas radioaktif terutama pada saat reaktor beroperasi. Selanjutnya data dari monitor iodine dapat digunakan untuk menunjukkan 639
Gambar 3. Spektrum Gamma filter kosong 0,45 μ millipore Gambar 4. Spektrum Gamma filter Anion 640
indikasi iodine berasal dari proses fisi dalam teras. Dengan demikian dapat dibuat kesimpulan bahwa penyebab lepasnya aerosol positip hubungannya dengan proses fisi di dalam teras. Pelepasan aerosol produk fisi ini konsentrasinya relatif kecil. Produk fisi dari teras reaktoryang lepas ke air pendingin dapat terjadi karena permukaan luar dari lempengan bahan bakar tidak dapat dihindari terkontaminasi oleh uranium selama proses pembuatan bahan bakar. Selanjutnya untuk kepentingan pengendalian operasi reaktor, apabila terjadi pelepasan abnormal konsentrasi aerosol yang secara statistik dapat ditetapkan dari seri pengukuran rutin, maka penyebabnya dapat dikaitkan dengan adanya kegagalan elemen bakar. Gambar 5 Grafik DM (monitor debu) dan IM (monitor Iodine), titik sampel di atas kolam reaktor KESIMPULAN Telah disajikan pembahasan aerosol radioaktif di balai operasi RSG GAS berdasarkan data pembanding dan analisis sampel air RSG GAS yang diperoleh penulis dari kegiatan di JRR3, JAERI, Tokaimura, Jepang. Disimpulkan bahwa aerosol yang mengandung Cs dan Rb yang lepas dari kolam reaktor konsentrasinya relatif kecil dan berasal dari proses fisi pada permukaan luar lempengan bahan bakar. Fakta ini terjadi karena tidak dapat dihindarkannya kontaminasi uranium pada permukaan luar lempengan bahan bakar ketika fabrikasi berlangsung. 641
DAFTAR PUSTAKA 1. Laboratorium Prof. Dr. Berthold, Operating Manual Alpha Beta Aerosol Monitor LB 150D According to the APBD method, 1984. 2. NAKAMURA, C., Investigation Report for the Causes of Increase of Radiation Background in MPR 30, Report to deputy for Assessement of Nuclear Science and Technology, 1990. 3. YUS RUSDIAN AKHMAD, dkk., Evaluasi Peningkatan Konsentrasi Aerosol di Balai Operasi RSG GAS, Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan lingkungan V, BATAN, Jakarta, 26 27 Agustus 1997. 4. MOE, H.J., LASUK, S.R., SCUMACHER, M.C., and HUNT, H.M., Radiation Safety Technician Training Course, Argone Natioanl Laboratory ANL 7291 Rev.1, 1972. 5. YUS RUSDIAN AKHMAD, Batan Experts Report in Department of Research Reactor Tokai Research Establishment, Japan Atomic Energy Research Institue, March 16, 1998 642