BUYA HAMKA YANG SAYA KENAL Oleh : Muhammad Anwar A. PENDAHULUAN Bismillahirrahmanirrahim Segala puja dan puji kehadirat Allah SWT Shalwat dan salam keharibaan Nabi Muhammad SAW Kepada keluarganya, sahabatnya dan semua pengikutnya. Ammaa ba du Sahabatku kaum muda, a zakumullah. 50 Tahun yang lalu, dari ujung kawasan Jakarta yang paling ujung bagian selatan (Pertengahan tahun 1986), saya sendirian, merasa berbahagia dapat diperbolehkan menginap di ruang bawah Masjid Agung Al-Azhar, karena ingin mendengarkan KULIAH SUBUH yang diberikan oleh BUYA HAMKA. Jarak yang lebih dari 20 km yang saya tempuh melalui jalan yang becek dan gelap gulita dimalam hari, lunas terbayar sudah, manakala Kuliah Shubuh yang disajikan oleh Buya Hamka usai, dan saya beruntung dapat menjabat tangan beliau, diikuti oleh para jamaah yang sangat antusias menyimak materi kuliah yang sangat menyegarkan, lebih-lebih bagi kaula muda. Materi yang disajikan dalam kuliah itu sebenernya hanya mengulas peristiwa sejarah yang baru saja terjadi di negeri kita, yaitu sekitar tumbangnya kekuasaan Soekarno, yang melahirkan peristiwa G.30.S/PKI. Beliau menyimpulkan bahwa sebenarnya kekuatan terbesar dalam peristiwa pemakzulan Soekarno itu adalah angkatan muda Islam disamping para petinggi militer yang bersebrangan politik dengan presiden pertama itu. Perlu dicatat, bahwa pada saat iyu Buya Hamka baru saja dibebaskan dari penjara/ tahanan yang telah dijalaninya selama tiga tahun tanpa pengadilan, oleh rezim Soekarno. Jamaah subuh Mesjid Agung Al-Azhar (MAA) saat itu membludak, penuh sesak sampai shaff yang paling belakang, merupakan fenomena tersendiri, yang belum pernah terjadi selama MAA berdiri ditahun 1957. Bahkan pada awal-awal MAA dibuka, jemaah sholat lima waktu nyaris kosong. Hal itu terjadi karena letak MAA itu ditengah-tengah kota-kota Kebayoran, yang para penghuninya orang Gendongan yang kurang biasa untuk sholat berjamaah di Masjid, apalagi mungkin sebagian mereka adalah non muslim. Orang-
orang asli yang biasa kemasjid, tinggalnya jauh dari MAA, sehingga harus naik kendaraan umum, yang tentu saja mengalami kesulitan untuk hanya sekedar sholat berjamaah. Setelah beberapa lama saya ikuti subuh MAA itu, ternyata jemaah-jemaah itu datang dari pelosok-pelosok Jakarta, bahkan ada yang dari Bekasi. Basis jemaahnya ternyata tinggal dikawasan Menteng Jakarta Pusat, karena sebelum MAA berdiri Buya Hamka sudah mempunyai jamaah pengajian di Menteng itu. Baru kemudian dari Kebayoran Baru,. Kebayoran Lama, Ciputat, Cipete, Cilandak, Kebayoran Timur dan lain-lain, termasuk Jakarta Utara, Kemayoran dan Senen. Jamaah-jamaah dari kawasan yang jauh-jauh itu sengaja membuat groupgroup tersendiri dengan menggunakan pribadi atau carteran, sehingga pada menjelang shubuh, halaman parkir yang cukup luas terpenuhi oleh kendaraan berbagai jenis bagaikan pasar malam layaknya. Fenomena itu menunjukan ketokohan dan popularitas Buya Hamka, yang menurut keterangan para jamaah, mereka ingin melihat secara langsung kuliah subuhnya Buya Hamka, yang memang selama ini telah ditayangkan di RRI waktu subuh. Sekalipun sbeenrnya kuliah subuh di RRI itu merupakan rekaman tersendiri. Disisi lain fenomena itu disebabkan oleh kekalahan pemberontak G.30.S/PKI, yang merupakan lawan dari keyakinan umat Islam. Rupanya oarang akan merasa aman jika tercatat sebagai jemaah sebuah masjid, apalagi masjid besar seperti MAA. Secara administratif jemaah-jemaah, besa-kecil, tua-muda, jauh-dekat, intelekawam, tercatat sebagai anggota jamaah subuh MAA, dan memiliki kartu anggota yang yang ditandatangani oleh ketuanya, H.Yusuf Ahmad. Suatu kenyataan, setelah tahun 1970-an, volume jemaah subuh makin lama makin berkurang, kembali seperti semula, kecuali pada bulan Ramadhan, jamaah subuh masih terlihat keberadaanya sampai saat ini. B. BUYA HAMKA DAN PEMUDA ISLAM Penulis membatasi Pemuda Islam dalam Perspektif Buya Hamka hanya yang berada di lingkungan Masjid Agung Al-Azhar (MAA) saja yang langsung dibawah bimbingan beliau. Pemuda Islam yang berada di lingkungan MAA terdiri dari beragam organisasi yang berbeda-beda, seperti : YISC (Youth Islamic Study Club), PII (Pelajar Islam Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), Club Drumband Al- Azhar, Seni Beladiri al-azhar, yang kesemuanya dihimpun menjasi Pemuda Al-Azhar.
Yang beliau gunakan dalam pembinaan rohani Pemuda Islam disini adalah pendekatan Tauhid dan Intelektualitas kaula muda yang penyajianya agak berbeda dari para penceramah lain yang mengarah kepada Pembaharuan Pemakaman terhadap Ajaran Islam. Beliau sering menukil pendapat para pembaharu pemikir Islam seperti Jamaluddin Al-Afgani, Muhammad Abduh dan lain-lain. Diantara yang dinukil tentang Jamaluddin Al-Afghani adalah: Bahwa umat Islam dewasa ini berada dalam kemunduran yang disebabkan oleh umat Islam sendiri yang telah meninggalkan ajaran agamanya. Kemajuan akan diraih bila kembali kepada ajaran Islam yang benar. Umat Islam telah lalai untuk mempelajari Umat Islam terbuai oleh faham Fatalisme, menyerah kepada takdir, mengabaikan hukum sebab-akibat, Taklid Jabbariyah Perlu adanya interprestasi baru terhadap Nash, yang karenanya pintu ijhtihad harus dibuka kembali yang selama ini seakan akan telah tertutup oleh ulama Islam sendiri. Ukhuwah Islamiyah wajib dibangun yang selama ini telah tercabik-cabik karena perselisihan sesama umat Islam sendiri. Disisi lain Buya Hamka juga kerap mengutip jalan fikiran Muhammad Abduh, pemikir pembaharuan di Mesir, yang juga murid Jamaluddin Al-Afghani. Keduanya bertemu di Paris yang kemudian membentuk lembaga tempat curhatnya para ulama pemikir Islam dari berbagai negeri, yang bernama Al- urwatul Wuthqo (Ikatan yang kuat) pada tahun 1883 M. Anggotanya adalah para cerdik cendikia dari Mesir, India, Siria, Afrika Utara dan lain negeri yang mempunyai pemikiran yang sama, yaitu mendorong dan menggerakan umat Islam menuju kearah kemajuan dan melawan dominasi pihak Barat yang selama ini menguasai negeri Islam. Belum sampai satu tahun majalah Al- Urwatul Watsqo dibradel oleh pemerintah Prancis, karena dianggap berbahaya bagi pihak Barat yang memang akan tetap mencengkramkan kukunya didunia Islam. Kedua sejoji, Jamaluddin dan Abduh serta para pemikir yang lain semakin yakin bahwa sebenrnya pihak Barat memang tidak senang kalau umat Islam diberbagai kawasan dunia ini meraih kemajuan seperti yang mereka miliki. Kuliah-kuliah yang disampaikan Buya Hamka berulang kali menyitir pemikiran kedua tokoh pembaharu tersebut. Jemaah terkesima dibuatnya, apalagi rangsangan berfikir itu disampaikan dikalangan pemuda, yang karenanya jamaah berusia muda semakin banyak membanjiri kuliah-kuliah beliau di aula Mesjid Agung Al-Azhar. Dari
motivasi Buya Hamka itulah kemudian muncul ide dari kalangan pemuda sendiri untuk membentuk wadah study untuk memperdalam pengetahuan tentang ajaran Islam yang selama ini seakan asing didengan oleh orang Islam sendiri. Inilah akar dari lahirnya lembaga kajian Islam yang bernama YISC Al-Azhar, yang kini telah berusia 40 tahun, suatu lembaga kepemudaan Islam yang dimotivasi, direstui, difasilitasi dan dibimbing oleh Buya Hamka sendiri sebagai dosen tetapnya. YISC yang lahir tanggal 16 Mei 1971 itu, lima tahun kemudian telah merangsang pemuda-pemuda masjid disekitar DKI untuk mendirikan YISC-YISC lain yang namanya dikaitkan dengan nama Masjid yang menaungi dna memfasilitasi seperti RISKA (Sunda Kelapa), Pemuda Masjid Al-Fudhola, Pemuda Masjid Al- Makmur, Pemuda Masjid Said NA um dan lain-lain tumbuh dimana-mana. Munculnya lembaga-lembaga pemuda masjid di kawasan Jakarta itu menginspirasi para pengurusnya untuk membentuk ikatan, demi menjalin persahabatan sesama pemuda masjid. Maka munculah ikatan itu dengan memakai nama BKPM-DKI (Badan Konumikasi Pemuda Masjid) yang diresmikan oleh Buya Hamka pada awal Juni 1975. Kemunculan lembaga-lembaga pemuda masjid juga merambah ke kota-kota besar di pulau Jawa, di Surabaya, di Semarang, di Yogyakarta, di Bandung, setelah berkomunikasi antara lembaga yang satu dengan yang lain, timbulah ide untuk mengadakan ikatan organisatoris antar lembaga-lembaga kepemudaan itu. Dua tahun setelah berdirinya BKPM-DKI, atas kesepakatan antara pengurus-pengurus lembaga pemuda itu lahirlah ikatan pemuda mesjid yang bersifat nasional dengan memakai nama Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI) di Bandung pada akhir 1977. Peresmian dan pelantikan pengurus BKPMI itu berlangsung di Masjid Al-Istikomah, dibawah bimbingan Khez Mutaqien, yang juga mempunyai pandangan yang sama dengan Buya Hamka dalam urusan oembinaan pemuda Islam di Tanah Air. Semua proses pembinaan sampai kemunculan pemuda Islam dilingkungan masjid, tidak lepas dari motivasi yang diberikan oleh Buya Hamka dalam kuliahkuliah rutin bagi angkatan muda di Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta. Satu diantara butir-butir motivasi beliau adalah : Pemuda itu bukanlah orang yang gemar mengagung-agungkan kehebatan orang tuanya, akan tetapi Pemuda itu adalah sosok yang berani mengatakan inilah Aku. Butir yang lain dalam bentuk kalimat yang mudah diingat adalah : Isy Kariiman au mut syahiidan yang diterjemahkan dengan : Hiduplah terhormat atau Mati Syahid.
Itulah sekelumit hubungan Buya Hamka dengan pembinaan Pemuda Islam dilingkungan Al-Azhar. Kuhusu di lingkungan intern Al-Azhar lembaga pemudanya bernama Pemuda Al-Azhar yang masih eksis sampai saat ini, yang sekretarisnya terletak dibagian bawah Masjid Agung Al-Azhar yang berfungsi sebagai koordinator smeua aktifitas Kepemudaan di lingkungan Al-Azhar. C. BUYA HAMKA DAN ORGANISASI KEPEMUDAAN Dalam rangka organisasi kepemudaan nasional seperti : Yong Java, Jong Sumatra, Pemuda Indonesia, Jong Islamiten Bond, Jong Clebes, Pemuda Kaum Betawi, Pemuda Pelajar Taman Siswa dan lain-lain yang dari ikatan kepoemudaan itu melahirkan Sumpah Pemuda, Buya Hamka tidak tercatat namanya, akan tetapi disisi lain beliau berjuang keras untuk Memudakan cara berfikir umat Islam di negeri ini. Kalau para pemimpin kepemudaan dari berbagai latar belakang dan kedaerahan, dalam gerakanya menjurus kepada pembetukan karakter bangsa manuju kemerdekaan, Buya Hamka bergabung dengan tokoh-tokoh Islam tua yang berfaham muda. Beliau berguru dengan tokoh-tokoh Islam papan atas seperti : HOS Cokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, KH. Fakhruddin, AR Sutan Mansur yang kesmeuanya berada di Pulau Jawa, sedang beliau sendiri di Padang Panjang, Sumatra Barat. Ketika merantau ke Pulau Jawa, umur beliau baru 16 tahun, masih remaja. Pergaulanya dengan tokoh-tokoh pemikir muda, yang daerahnya digelaru dengan Kaum Muda yang disebrangnya ada Kaum Tua, yang sampai sekarang istilah itu masih ada dikawasan Sumatra Barat. Kaum tua kepada para pengikut Tarekat Naksyabandiah sedang kaum muda dialamatkan kepada pengikut pembaharuan pemikiran Islam Muhammadiyah. Sejak Abdul-Malik Mengawali karirnya sebagai Majlis Tabligh Muhammadiyah Padang Panjang yang baru berumur 17 Tahun (1925 M), mulai saa itulah beliau dikenal sebagai tokoh Kaum Muda di Sumatra Barat. Ketokohan kaum mudanya juga sebenarnya merupakan turunan dari ayahnya Abdul-Karim sebagai Tokoh Kaum Muda yang sudah tua. Nama Tokoh Kaum Muda itu bertambah tenar setlah Abdul-Malik menunaikan ibadah haji tahun 1927. Pulang naik haji nama beliau menjadi Haji Abdulmalik Abdikarim Amrullah yang disingkat menjadi HAMKA. Sejak resminya beliau memangku jabatan sebagai mubaligh Muhammadiyah, sampai akhir hayat beliau tetyap sebagai aktifis Muhammadiyah, tokoh Kaum Muda yang sedikit berbeda dengan TOKOH PEMUDA.