BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak. membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Adakalanya seorang anak tidak lagi mempunyai orang tua, yang

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan fenomena yang tidak asing lagi di dalam kehidupan masyarakat.

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemeri

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. bahkan menjadi tolak ukur kemajuan Negara. Secara umum, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan serta dinikmati oleh manusia. Ketika seorang manusia lahir kedunia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

I. PENDAHULUAN. Kesehatan adalah hak semua manusia, baik kaya, msikin, tua, maupun muda.

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

I. PENDAHULUAN. perlindungan anak sesuai denagan amanat dalam Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. keadaan bangsa mendatang tergantung dari usaha yang dilakukan bangsa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan berbagi tugas seperti mencari nafkah, mengerjakan urusan rumah tangga,

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

Bidang Perlindungan Anak tertuang dalam Bab 2 Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2018, No.2-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKASI PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

13 PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian. Dengan

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak akan berarti apabila tidak dikelola dengan baik, untuk mengelolanya

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik fisik maupun mental untuk mencapai pemenuhan hak-hak

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang manajemen. 1. Model manajemen kesiswaan MTs Darul Amin berupa :

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara

RINCIAN RANCANGAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan dalam bidang ketenagakerjaan merupakan bagian dari usaha

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. baik. Tidak hanya dalam lingkungan keluarga masyarakat juga mempunyai peran

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB II DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA. A. Sejarah Ringkas Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Bandung A. Kepala Dinas B. Sekretariat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

PROGRAM BEASISWA BIDIK MISI

K E P U T U S A N KEPALA DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KABUPATEN KENDAL NOMOR 420/5998/DISDIKBUD/2017 T E N T A N G

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

TUGAS DAN FUNGSI DINAS SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia ini khususnya di negara berkembang. Sekitar 1,29 milyar penduduk dunia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan yang layak.pada umumnya mereka belum tersentuh oleh megahnya

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 30 / HUK / 2011 TENTANG STANDAR NASIONAL PENGASUHAN ANAK UNTUK LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Proyeksi Proporsi Penduduk di Indonesia (%) 0-14 Tahun Tahun > 65 Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERKAWINAN USIA ANAK

Oleh: Drs. Hamdani, MM, M.Si, Ak, CA,CIPSAS Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menempati urutan pertama di dunia sebagai negara dengan jumlah panti asuhan terbesar yaitu mencapai 5000 hingga 8000 panti terdaftar dan 15.000 panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah Indonesia sendiri hanya memiliki dan menyelenggarakan sedikit dari panti asuhan tersebut, sekitar 99 persen panti asuhan diselenggarakan oleh masyarakat, terutama organisasi keagamaan. Penelitian ini memberikan potret mendalam tentang situasi anak-anak dan pengasuhan yang mereka dapatkan di panti asuhan. Jumlah anak terlantar di Indonesia saat ini mencapai 4,8 juta lebih dan berpotensi menjadi lebih besar dan semakin sulit ditangani bila tidak diselesaikan secara serius dan sistematis. Data BPS menginformasikan bahwa 60 juta anak Indonesia dengan usia kurang dari 5 tahun sebanyak 2,15 juta ditampung di panti asuhan. Padahal 72,5 persen dari anak-anak tersebut memiliki orang tua lengkap sedangkan 15,5 persen lainnya memiliki salah satu orang tua dan hanya 10 persen yang benar-benar yatim piatu (http://www.berkas.dpr.go.id diakss pada tanggal 23 Oktober 2015). Kebanyakan anak-anak yang ditempatkan di panti asuhan oleh keluarganya mengalami kesulitan ekonomi sehingga menghambat pemenuhan kebutuhan pendidikan anak. Dengan kata lain, kebanyakan panti asuhan tidak memberikan ''pengasuhan'' sama sekali, melainkan hanya wadah untuk memenuhi pendidikan dengan cara menjadi warga binaan di panti asuhan sampai mereka lulus SMA. Secara

eksplisit, hal ini tertera dalam pendekatan pengasuhan, pelayanan yang diberikan, dan sumberdaya yang diberikan oleh panti asuhan. Tingginya jumlah anak yang tinggal di panti asuhan dengan status masih memiliki orang tua, baik keduanya maupun hanya satu, mengindikasikan bahwa penyebab utama munculnya anak terlantar adalah masalah ekonomi keluarga. Panti asuhan seolah menjadi harapan bagi orang tua agar anak-anak mereka bisa hidup, makan dan bersekolah tanpa memikirkan dampak dari tinggal di panti asuhan terhadap anak. Penyediaan fasilitas pendidikan dan jaminan gizi masih menjadi fokus utama dari mayoritas panti asuhan di Indonesia. Sementara itu konsep pengasuhan anak masih cenderung terabaikan. Warga binaan di panti asuhan secara umum memiliki latar belakang permasalahan yang sama yaitu dibuang dan ditelantarkan oleh orang yang seharusnya memberikan perlindungan dan pengasuhan. Secara psikologis dan sosial mereka cenderung ditolak, terstigma, dan kemungkinan besar mengalami persoalan kejiwaan dan sosial di masa depan. Panti asuhan, khususnya yang diselenggarakan oleh masyarakat juga menghadapi permasalahan yaitu pendanaan. Beberapa kasus yang ditemukan di Inggris mengindikasikan bahwa, biaya pemenuhan hak anak di panti asuhan sepuluh kali lebih mahal dibandingkan pemenuhan hak di rumah tangga keluarga. Sedangkan di Afrika, biayanya sampai enam kali lebih tinggi dari anggaran rumah tangga biasa. Keadaan ini tentunya sangat memprioritaskan ketersediaan dana untuk memenuhi kebutuhan hidup anak asuh dan biaya operasional panti, apalagi bagi panti asuhan yang sumber pendanaannya bergantung kepada sumbangan masyarakat (http://www.berkas.dpr.go.id diakses pada tanggal 23 Oktober 2015 pukul 12.00 WIB).

Masalah lain yang juga sering ditemukan di panti asuhan adalah kurangnya tenaga profesional dalam memberikan penanganan yang menjadikan anak-anak harus mengurus dan mengasuh diri mereka sendiri. Hampir tidak ada asesmen tentang kebutuhan pengasuhan anak-anak baik sebelum, selama, maupun selepas mereka meninggalkan panti asuhan. Kriteria seleksi anak-anak dan praktek rekrutmen sangat mirip di hampir semua panti asuhan dan mereka lebih fokus kepada anak-anak usia sekolah, keluarga miskin, keluarga yang kurang beruntung dan orang tua yang terlalu tua ''untuk mengasuh sendiri''. Fokus lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kolektif, khususnya kebutuhan materi sehari-hari sementara kebutuhan emosional dan pertumbuhan anak-anak tidak dipertimbangkan. Meskipun pemerintah menyediakan dana yang substansial untuk semua panti asuhan yang terdaftar, namun rendahnya standar minimum pengasuhan dan juga sistem lisensi panti asuhan menunjukkan bahwa dukungan ini tidak menghasilkan pengasuhan yang profesional dan berkualitas (http://www.kemsos.go.id diakses pada tanggal 23 Oktober 2015 pukul 12.00 WIB). Anak-anak yang tinggal di panti asuhan tersebut kurang mendapatkan perhatian dari pengasuh profesional. Tidak jarang anak-anak terlantar tersebut dieksploitasi sebagai pengganti biaya yang dikeluarkan untuk menampung mereka. Padahal, perhatian merupakan kebutuhan yang tak kalah penting bagi anak di usia mereka sehingga banyak penyakit psikologi dan sosial yang dialami oleh anak-anak di panti asuhan. Kondisi ini diperparah lagi dengan sering terjadinya penyelewengan dana bantuan oleh pengurus panti untuk kepentingan pribadi. Sehingga banyak ditemukan panti asuhan dengan kondisi yang menyedihkan, dikelola secara tidak profesional, dan minim fasilitas. Kendala umum yang dialami oleh pengelola panti asuhan tersebut pada akhirnya mengalihkan fokus terhadap hak-hak anak asuh dalam

mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik secara ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya, seperti tindakan pelecehan atau perbuatan tidak senonoh pada anak. Salah satu bukti nyata tentang kualitas pengasuhan dan pelayanan panti asuhan di Indonesia terjadi di daerah Serpong, Tangerang Selatan. Tiga puluh tujuh anak asuh yang ditampung di panti asuhan Samuel diduga menjadi korban kekerasan dan dugaan penelantaran anak sakit yang dilakukan oleh pengelola panti. Dua balita di antaranya bahkan dibiarkan dalam keadaan demam tinggi. Informasi tersebut diketahui setelah tujuh anak yang berhasil melarikan diri ketika pengurus panti sedang pergi ke mall. Panti asuhan yang belum memiliki izin pendirian itu kini menjadi fokus penyelidikan. Komisi Nasional Perlindungan Anak menyayangkan lambannya penanganan kasus ini sehingga menimbulkan korban, karena pada tahun lalu buruknya pengelolaan panti sudah diketahui oleh publik (http://www.tempo.co di akses pada tanggal 23 Oktober 2015 Pukul 12.00 WIB). Kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2013 meningkat tajam dan parahnya lagi kekerasan dilakukan oleh orang dewasa terdekat. Menurut catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA), dalam kurun waktu Januari hingga Oktober terdapat 2.792 kasus pelanggaran hak anak dengan 1.442 kasus di antaranya adalah kasus kekerasan terhadap anak. Kasus kekerasan sepanjang tahun 2013 paling banyak dilakukan oleh orang terdekat, berupa pemerkosaan, pembuangan atau penelantaran, dan penganiayaan hingga menyebabkan kematian (http://www.berkas.dpr.go.id diakses pada tanggal 23 Oktober 2015 pukul 12.00 WIB).

Penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Sosial pada tahun 2006 dan 2007 bekerjasama dengan UNICEF dan Save The Children menunjukkan perlunya solusi yang tepat dalam kerangka pola pengasuhan dengan sistem monitoring yang tersistematis untuk melindungi kepentingan terbaik bagi anak. Pentingnya perubahan kebijakan dalam penyelenggaraan pelayanan pengasuhan alternatif anak menjadi dasar untuk pelaksanaan pengasuhan dan perlindungan anak. Telah diakui bersama bahwa keluarga adalah lingkungan terbaik bagi anak untuk tumbuh. Pendekatan alternatif yang perlu dikembangkan untuk melindungi anak terlantar adalah dengan tidak serta-merta memasukkan mereka ke panti asuhan, tetapi mengembalikannya kepada orang tua atau sanak saudara yang terdekat. Di sinilah peran pemerintah dan pekerja sosial dibutuhkan (http://www.berkas.dpr.go.id diakses pada tanggal 23 Oktober 2015 pukul 12.00 WIB). Menyadari akan pentingnya peningkatan mutu pelayanan dan pengasuhan dalam menentukan keberhasilan kinerja panti asuhan, pemerintah menetapkan standar dalam memberikan pelayanan dan pengasuhan yang dikenal dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan secara nasional. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal Pasal 1 ayat (6) yang berbunyi Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah suatu ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib bagi yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005, Standar Pelayanan Minimal (SPM) disusun sebagai alat pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Dalam penyusunan SPM ditetapkan jenis

pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM. Penyusunan SPM oleh masing-masing Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dilakukan melalui konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Tim konsultasi terdiri dari unsur-unsur Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara terkait dengan penyesuaian kebutuhan. Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi penerapan SPM kedalam sistem informasi daerah yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dari sekitar 32 bidang, ada 15 bidang yang wajib memiliki SPM agar masyarakat mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas yaitu kesehatan, pendidikan, pekerjaan umum, lingkungan hidup, BKKBN, pangan, perumahan rakyat, pemberdayaan perempuan, urusan dalam negeri, komunikasi dan informatika, penanaman modal, perhubungan, tenaga kerja dan urusan sosial (Laporan SPM Kota Malang, 2013). Kementerian Sosial Republik Indonesia dengan menggunakan acuan perundang-undangan dan kebijakan lainnya yaitu Konvensi Hak Anak (Ratifikasi Pemerintah Indonesia tahun 1990), Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pengasuhan Anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 107/HUK/2009 tentang Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial dan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 108/HUK/2009 tentang Sertifikasi Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial mengeluarkan kebijakan sebagai pedoman pengasuhan untuk memperbaiki manajemen panti asuhan yang tertuang didalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Cakupan standar ini

terdiri dari 5 bab yang secara garis besar mengatur tentang hak anak dalam memiliki keluarga dan pencegahan keterpisahan, pelayanan bagi anak, assesmen, sistem pengawasan, keterlibatan orang tua atau wali dalam merencanakan pengasuhan, peran tenaga profesional seperti pekerja sosial dalam memberikan penanganan, akreditasi dan perijinan lembaga serta evaluasi akhir pelayanan atau pengasuhan anak (http://www.bphn.go.id diakses pada tanggal 23 Oktober 2015 pada pukul 12.00 WIB) Berdasarkan wawancara dengan pengurus panti, diketahui bahwa Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan adalah salah satu lembaga kesejahteraan sosial anak yang didirikan oleh Organisasi Al Djami yatul Al- Washliyah pada tanggal 20 April 1969 melalui Badan Hukum Nomor 67 Tahun 1955 dan sudah menampung sebanyak 1.836 warga binaan dengan latar belakang permasalahan sosial yang berbeda-beda seperti yatim piatu, anak terlantar, fakir miskin, anak yang memiliki keluarga dengan kemampuan ekonomi rendah, korban bencana alam serta anak yang bertempat tinggal di daerah konflik. Hingga saat ini Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah belum mendapatkan status akreditasi lembaga asuhan. Sarana dan prasarana yang dimiliki Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan adalah masjid, kamar tidur dua lantai untuk laki-laki berukuran 7 x 8 meter berjumlah 4 kamar dan kamar tidur perempuan dengan ukuran yang sama sebanyak 2 kamar, masing-masing kamar ditempati oleh 20 warga binaan dan setiap kamar difasilitasi dengan kamar mandi berukuran 4 x 4 meter. Selain berfungsi sebagai panti asuhan, Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan juga mendirikan sarana pendidikan untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menegah Atas (SMA) berbasis Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang sudah terakreditasi dari dinas pendidikan.

Relasi antar warga binaan terbilang cukup baik, jarang ditemukan pertengkaran atau ketidakharmonisan di antara mereka. Hubungan warga binaan dengan masyarakat di sekitar panti juga sangat terbuka. Hal ini bertujuan agar warga binaan tidak menjadi anti sosial dikarenakan permasalahan sosial yang sedang mereka hadapi. Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan menerima segala bentuk bantuan berupa bahan pokok makanan, bahan bangunan untuk renovasi panti, pakaian, peralatan sekolah bahkan dana untuk biaya sekolah warga binaan dan masih di dalam ruang lingkup pengawasan dinas sosial. Pelayanan yang diberikan yayasan kepada warga binaan dalam meningkatkan kemampuan atau keterampilan di luar bidang akademis sangatlah kurang karena tidak ada tenaga profesional untuk memberikan pembinaan. Yayasan hanya berharap dari organisasi kepemudaan masyarakat atau ikatan remaja masjid untuk berperan aktif dalam memberikan program demi kelangsungan perkembangan minat dan bakat anak asuh. Kriteria pengasuh di panti asuhan ditetapkan oleh yayasan dan dipilih hanya untuk kalangan terdekat saja. Pengasuh berperan untuk mengawasi dan memberikan pendidikan akademis seperti keagamaan dan olahraga. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disajikan, penulis tertarik meneliti pelaksanaan standar pelayanan minimal (SPM) lembaga kesejahteraan sosial anak di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan yang hasilnya dituangkan dalam skripsi berjudul Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di Yayasan Amal Sosial Al- Washliyah Gedung Johor Medan.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disajikan, dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana pelaksanaan standar pelayanan minimal lembaga kesejahteraan sosial anak di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan standar pelayanan minimal lembaga kesejahteraan sosial anak di Yayasan Amal Sosial Al- Washliyah Gedung Johor Medan. 1.3.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam rangka pengembangan: 1. Model pelayanan sosial anak dengan penerapan standar pelayanan minimal (SPM). 2. Teori tentang standar pelayanan minimal untuk lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA). 1.4 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, maanfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional. Bab III: METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data. Bab IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang berhubungan dengan objek peneliti. Bab V : ANALISIS DATA Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya. Bab VI: PENUTUP Bab ini berisikan tentang hal-hal pokok berupa kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.