Diskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pdengan Persetujuan Bersama

TINJAUAN HUKUM TENTANG DISKRESI PEJABAT PEMERINTAHAN, LARANGAN PENYALAHGUNAAN WEWENANG TERKAIT DISKRESI MENURUT UUAP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPASTIAN HUKUM DAN TANGGUNG GUGAT ATAS DISKRESI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

OLEH Dr. Santer Sitorus, SH.,, M.Hum. Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

DIBERI WAKTU 60 HARI UNTUK MENGEMBALIKAN KERUGIAN NEGARA, TEMUAN BPK TAK BISA LANGSUNG DIUSUT JAKSA

Kedudukan Diskresi Pejabat Pemerintahan dan Kewenangan Pada Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

PERSPEKTIF HUKUM. Dr. IMA MAYASARI, S.H., M.H

UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SEBAGAI MODEL PENEGAKAN HUKUM BARU UNTUK MEMBERIKAN PERLINDUNGAN DAN KEPASTIAN HUKUM 1. Oleh:

KEDUDUKAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM MENDORONG PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN. Dewasa ini, kebutuhan untuk menjaga lingkungan hidup dan

SALINAN. Menimbang : 1. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI

PERAN PERADILAN TUN DALAM PENYELENGGARAAN GOOD GOVERNANCE PASCA UU NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

PEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

Problematika Pemahaman Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi dari Perspektif Hukum Tata Negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KENAIKAN TARIF PAJAK DAERAH KOTA BATAM, ASOSIASI PENGUSAHA MINTA PENUNDAAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN PERTANAHAN

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

PERPU ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PERSPEKTIF ASAS DAN TEORI HUKUM PIDANA OLEH DR. MUDZAKKIR, S.H., M.H

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PENDELEGASIAN PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DALAM LINGKUP PEMDA

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tugas, Wewenang, Kewajiban, dan Hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Darah

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1991 Tentang : Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepot

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

PKSANHAN II PUSAT KAJIAN SISTEM DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BUPATI BREBES PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

Tabel Nilai Sengketa atas Objek Pajak sampai dengan Surat Banding N o. 1. Koreksi Positif Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut Rp

BAB I PENDAHULUAN. memberikan angin segar bagi masyarakat publik. Dalam peraturan tersebut

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 1994 TENTANG PEMBUBARAN KOPERASI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Pedoman Pasal 47 Tentang. Tindakan. Administratif

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121/Permentan/OT.140/11/2013 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TUGAS DAN KEWENANGAN PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN,

Transkripsi:

Diskresi dalam UU Administrasi Pemerintahan Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Diundangkan 17 Oktober 2014, tiga hari sebelum berakhirnya masa jabatan Presiden SBY UU yang dianggap strategis. denny.indrayana@ugm.ac.id 2

Ketentuan Peralihan Pasal 85 1. Pengajuan gugatan sengketa Administrasi Pemerintahan yang sudah didaftarkan pada pengadilan umum tetapi belum diperiksa, dengan berlakunya Undang-Undang ini dialihkan dan diselesaikan oleh Pengadilan. 2. Pengajuan gugatan sengketa Administrasi Pemerintahan yang sudah didaftarkan pada pengadilan umum dan sudah diperiksa, dengan berlakunya Undang-Undang ini tetap diselesaikan dan diputus oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum. 3. Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh pengadilan umum yang memutus. KOMPETENSI PENGADILAN (PTUN) KASUS SENGKETA ADMINISTRASI PEMERINTAHAN denny.indrayana@ugm.ac.id 3

Ketentuan Peralihan Pasal 86 Apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, peraturan pemerintah yang dimaksudkan dalam Undang- Undang ini belum terbit, hakim atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang dapat menjatuhkan putusan atau sanksi administratif berdasarkan Undang-Undang ini. Sebelumnya tidak dapat? denny.indrayana@ugm.ac.id 4

Ketentuan Penutup Pasal 88 Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UndangUndang ini diundangkan. Batas waktu peraturan pelaksanaan: 17 Oktober 2016. denny.indrayana@ugm.ac.id 5

Peraturan Pemerintah 1. Pasal 72 ayat (2): Ketentuan mengenai tata cara pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) dan tanggung jawab Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan akibat kerugian yang ditimbulkan dari Keputusan dan/atau Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (5) diatur dalam peraturan pemerintah. 2. Pasal 84: Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 diatur dengan peraturan pemerintah. denny.indrayana@ugm.ac.id 6

Definisi Ketentuan Umum Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. SIAPA YANG MENENTUKAN KEADAAN ITU? denny.indrayana@ugm.ac.id 7

Pasal yang Mengatur Diskresi Pasal 1 Butir 9, Ketentuan Umum. Pasal 4 ayat (2), salah satu bagian Pengaturan Administrasi Pemerintahan. Pasal 6 ayat (2) huruf e, salah satu Hak Pejabat Pemerintahan. Pasal 7 ayat (2) huruf d, dalam menggunakan diskresi, Pejabat Pemerintahan berkewajiban mematuhi UU AP. denny.indrayana@ugm.ac.id 8

Pasal yang Mengatur Diskresi Pasal 22 ayat (1), diskresi dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Pasal 22 ayat (2), diskresi bertujuan untuk: a. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; b. mengisi kekosongan hukum; c. memberikan kepastian hukum; dan d. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. TUJUAN berkait dengan LINGKUP SIAPA YANG BERWENANG MENYATAKAN KONDISI TERSEBUT? Misal: Keadaan tertentu guna kemanfaatan & kepentingan umum? denny.indrayana@ugm.ac.id 9

LINGKUP Diskresi, Pasal 23 a. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan Keputusan dan/atau Tindakan; b. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur; c. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan d. pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas. SIAPA YANG BERWENANG MEMUTUSKAN KONDISI TERSEBUT? denny.indrayana@ugm.ac.id 10

SYARAT Diskresi Pasal 24 Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi syarat: a. sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2); b. tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. sesuai dengan AUPB; d. berdasarkan alasan-alasan yang objektif; e. tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan f. dilakukan dengan iktikad baik. APAKAH MEMENUHI SYARAT TERSEBUT ATAU TIDAK, BISA DEBATABLE. Harusnya berdasarkan Bukti yang Terukur. Bagaimana mengukur iktikad baik? Alasan-alasan obyektif? TIDAK ada ATURANnya denny.indrayana@ugm.ac.id 11

AUPB Pasal 1 angka 17, Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. KETENTUAN AUPB TERLALU UMUM? denny.indrayana@ugm.ac.id 12

Pasal 10 AUPB (1) AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas: a. kepastian hukum; b. kemanfaatan; c. ketidakberpihakan; d. kecermatan; e. tidak menyalahgunakan kewenangan; f. keterbukaan; g. kepentingan umum; dan h. pelayanan yang baik. (2) Asas-asas umum lainnya di luar AUPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan sepanjang dijadikan dasar penilaian hakim yang tertuang dalam putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. denny.indrayana@ugm.ac.id 13

Penggunaan Diskresi menurut Pasal 25 (1) Penggunaan Diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan dari Atasan Pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila penggunaan Diskresi berdasarkan ketentuan Pasal 23 huruf a, huruf b, dan huruf c serta menimbulkan akibat hukum yang berpotensi membebani keuangan negara. (3) Dalam hal penggunaan Diskresi menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi bencana alam, Pejabat Pemerintahan wajib memberitahukan kepada Atasan Pejabat sebelum penggunaan Diskresi dan melaporkan kepada Atasan Pejabat setelah penggunaan Diskresi. (4) Pemberitahuan sebelum penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan apabila penggunaan Diskresi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 huruf d yang berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat. (5) Pelaporan setelah penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan apabila penggunaan Diskresi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 huruf d yang terjadi dalam keadaan darurat, keadaan mendesak, dan/atau terjadi bencana alam. APA UKURAN SUATU KEADAAN MERESAHKAN MASYARAKAT, DARURAT, MENDESAK? denny.indrayana@ugm.ac.id 14

PASAL 26 Pemberian Persetujuan Pasal 25 ayat (1) dan (2) (1) Pejabat yang menggunakan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, serta dampak administrasi dan keuangan. (2) Pejabat yang menggunakan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan permohonan persetujuan secara tertulis kepada Atasan Pejabat. (3) Dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah berkas permohonan diterima, Atasan Pejabat menetapkan persetujuan, petunjuk perbaikan, atau penolakan. (4) Apabila Atasan Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan penolakan, Atasan Pejabat tersebut harus memberikan alasan penolakan secara tertulis. denny.indrayana@ugm.ac.id 15

PASAL 27 Pemberian Persetujuan Pasal 25 ayat (3) dan (4) (1) Pejabat yang menggunakan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, dan dampak administrasi yang berpotensi mengubah pembebanan keuangan negara. (2) Pejabat yang menggunakan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan pemberitahuan secara lisan atau tertulis kepada Atasan Pejabat. (3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum penggunaan Diskresi. denny.indrayana@ugm.ac.id 16

PASAL 28 Pemberian Persetujuan Pasal 25 ayat (3) dan (5) (1) Pejabat yang menggunakan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dan ayat (5) wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, dan dampak yang ditimbulkan. (2) Pejabat yang menggunakan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Atasan Pejabat setelah penggunaan Diskresi. (3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penggunaan Diskresi. denny.indrayana@ugm.ac.id 17

Pasal 29 Pejabat yang menggunakan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28 dikecualikan dari ketentuan memberitahukan kepada Warga Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g. Pasal 7 ayat (2) huruf g: Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban memberitahukan kepada Warga Masyarakat yang berkaitan dengan Keputusan dan/atau Tindakan yang menimbulkan kerugian paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak Keputusan dan/atau Tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan. denny.indrayana@ugm.ac.id 18

Akibat Hukum Diskresi Pasal 30 1) Penggunaan Diskresi dikategorikan melampaui Wewenang apabila: a. bertindak melampaui batas waktu berlakunya Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; b. bertindak melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau c. tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28. 2) Akibat hukum dari penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi TIDAK SAH. Penjelasan Pasal 25 ayat (2) Yang dimaksud dengan akibat hukum adalah suatu keadaan yang timbul sebagai akibat ditetapkannya Diskresi. denny.indrayana@ugm.ac.id 19

Akibat Hukum Pasal 31 (1) Penggunaan Diskresi dikategorikan mencampuradukkan Wewenang apabila: a. menggunakan Diskresi tidak sesuai dengan tujuan Wewenang yang diberikan; b. tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28; dan/atau c. bertentangan dengan AUPB. (1) Akibat hukum dari penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) DAPAT DIBATALKAN. denny.indrayana@ugm.ac.id 20

Akibat Hukum Pasal 32 (1) Penggunaan Diskresi dikategorikan sebagai tindakan sewenang-wenang apabila dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang. (2) Akibat hukum dari penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi TIDAK SAH. denny.indrayana@ugm.ac.id 21

Diskresi dalam Pasal 55 (1) Setiap Keputusan harus diberi alasan pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis yang menjadi dasar penetapan Keputusan. (2) Pemberian alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan jika Keputusan tersebut diikuti dengan penjelasan terperinci. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga dalam hal pemberian alasan terhadap keputusan Diskresi. denny.indrayana@ugm.ac.id 22

Kesimpulan Pengaturan Diskresi Diskresi diatur lebih jelas, ada dalam 16 Pasal di dalam UU AP, mulai pasal 1 hingga terakhir di pasal 55. Ada pula kata diskresi pada Penjelasan Pasal 25 ayat (2), terkait makna akibat hukum. denny.indrayana@ugm.ac.id 23

Cakupan Aturan Diskresi Definisi. Batasan sesuai UU. Batasan dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. Tujuan. Lingkup. Syarat. Penggunaan diskresi dan prosedur persetujuan. Akibat hukum diskresi. denny.indrayana@ugm.ac.id 24

Kesimpulan Aturan Diskresi Meskipun lebih baik karena diskresi sudah diatur dalam UU, namun pemaknaannya dan pengaturannya masih membuka ruang lebar untuk berbagai interpretasi. Normanya masih terbuka, sehingga tetap menimbulkan keraguan dalam pelaksanaannya. Semestinya digunakan untuk melindungi diskresi, bukan melindungi korupsi. Tetapi dengan pengaturan yang masih kabur, menjadi sulit. Yang menentukan ada tidaknya penyalahgunaan wewenang tetap pengadilan (pasal 21). Selama proses pengadilan masih belum dapat dijamin bersih dari berbagai penyimpangan, wewenang pengadilan demikian tetap problematik. denny.indrayana@ugm.ac.id 25

Keep on fighting for the better Indonesia